95 didirikan dan diteruskan oleh para pendeta dari Gereja Bukit Doa, sebuah Gereja
Protestan yang letaknya masih satu areal dengan komplek panti. Dalam misi yang dijalankan oleh Panti Rehabilitasi Bukit Doa, pihak panti
mengajarkan kepada pasien dan keluarganya untuk menerapkan teladan kehidupan umat Nasrani. Artinya seluruh pasien yang direhabilitasi di panti wajib
mengikuti serangkaian kegiatan keagamaan Kristen Prostestan seperti bedoa, bernyanyi lagu rohani, membaca Alkitab, dan jika pasien tersebut sanggup maka
dianjurkan juga untuk berpuasa. Bagi keluarga pasien disarankan agar taat berdoa dan membaca Alkitab setiap hari di rumahnya masing-masing serta taat beribadah
setiap hari minggu. Berdasarkan data-data tersebut, penulis menganalisis bahwa orientasi
arahkecenderungan dari tujuan untuk merawat dan menyembuhkan pasien penderita penyakit gangguan jiwa dengan metode penyembuhannya adalah
sebagai salah satu cara untuk mengkabarkan injil Firman yang tertulis di Alkitab dan penyebaran ajaran Agama Kristen Protestan serta penerapan ketaatan seorang
umat kepada keluarga pasien serta pasien sendiri khususnya serta kepada masyarakat pada umumnya.
4.2 Orientasi Sistem Medis di Panti Rehabilitasi Bukit Doa
Berdasarkan hasil penelitian di Panti Rehabilitasi Bukit Doa, diketahui bahwa ada dua jenis penyakit gangguan jiwa, yaitu: jenis penyakit gangguan jiwa
stress dan jenis penyakit gangguan jiwa saraf. Pengklasifikasian jenis penyakit tersebut adalah berdasarkan penyebab penyakit gangguan jiwa yang dialami oleh
96 si pasien tersebut. Jenis penyakit gangguan jiwa stress terjadi akibat faktor-faktor
pemicu yang berasal dari luar individu si pasien seperti akibat putus cintapatah hati, persoalan ekonomi, trauma atau rasa sedih akan masa lalu, frustasi, tidak
dituruti kemauannya dan lain sebagainya yang membuat si penderita menjadi depresi berat hingga akhirnya menderita penyakit gangguan jiwa. Sedangkan jenis
penyakit gangguan jiwa saraf terjadi akibat faktor-faktor pemicu dari dalam diri si pasien yang merusak susunan sarafnya seperti akibat faktor narkotika, gangguan
roh-roh, step waktu kecil, penyakit turunan dan lain sebagainya. Pasien korban narkotika juga digolongkan kedalam jenis penyakit
gangguan jiwa saraf sebab dampak narkotika merusak susunan sarafnya. Pasien korban narkotika memiliki gejala-gejala atau ciri-ciri yang sama seperti pasien
yang mengalami gangguan jiwa saraf lainnya seperti sering berhalusinasi, sering merasa cemasketakutan dan lain-lain. Gejala dan ciri-ciri pasien korban narkotika
tersebut membuat banyak bagian dalam masyarakat menyamakan pasien korban narkotika sebagai penderita gangguan jiwa berat Schizofrenia.
Menurut seorang ahli Antropologi, G.M.Foster dan Anderson 2005 : 53 membagi sistem kesehatan berdasarkan kepercayaan dan penjelasan tentang
sebab-sebab penyakit atas sistem kesehatan personalistik; dan sistem kesehatan naturalistik. Menurutnya dalam sistem kesehatan Personalistik, penyakit
disebabkan akibat adanya campur tangan dari agen-agen tertentu yang memiliki pribadi seperti roh-roh gaib, tukang tenun, kutukan dewa, dan lain-lain. Dalam
sistem kesehatan Naturalistik Penyakit dianggap terjadi akibat dari adanya
97 gangguan keseimbangan didalam tubuh manusia atau antara tubuh manusia
dengan lingkungannya. Beberapa ahli antropologi tidak setuju dengan pembagian bentuk diatas
J.D Frank, 1964 : vii misalnya, walaupun dia juga membagi kepercayaan tentang sebab penyebab penyakit atas dasar naturalistik alamiah dan supernalistik supra
alamiah, akan tetapi dia tidak membagi sistem kesehatan atas dasar tersebut. Menurutnya kedua kepercayaan ini dapat berlaku sekaligus secara bervariasi
didalam suatu sistem kesehatan tertentu. Berdasarkan data hasil penelitian dengan membandingkannya terhadap
pendapat G.M. Foster dan Anderson serta pendapat J.D Frank diatas, penulis menganalisis bahwa etiologi penyakit gangguan jiwa dan pembagiannya menurut
G.M Foster dan Anderson kurang tepat dengan fakta yang ada di Panti Rehabilitasi Bukit Doa. Menurut penulis pendapat J.D Frank lebih tepat untuk
menggambarkan yang terjadi di Panti Rehabilitasi Bukit Doa, etiologi penyakit gangguan jiwa dapat berlaku secara bersamaan yaitu terjadi secara personalistik
maupun secara naturalistik. Berdasarkan hasil penelitian di Panti Rehabilitasi Bukit Doa, Penyakit
gangguan jiwa yang terjadi akibat adanya gangguan keseimbangan di dalam tubuh manusia dengan lingkungannya atau dengan sesamanya digolongkan kedalam
jenis penyakit gangguan jiwa stress sehingga kita bisa menyebutnya sesuai pembagian G.M.Foster dan Anderson sebagai penyakit gangguan jiwa yang
terjadi secara naturalistik. Seseorang yang mengalami gangguan keseimbangan dengan lingkungan dan sesamanya mengakibatkan orang tersebut mengalami
98 perasaan tidak bahagia, depresi atau perasaan sedihkecewa yang berlebihan yang
terjadi secara terus menerus hingga orang tersebut mengalami gangguan dalam proses pikirannya penyakit gangguan jiwa.
Berdasarkan hasil penelitian di Panti Rehabilitasi Bukit Doa, Penyakit gangguan jiwa yang terjadi karena disebabkan oleh adanya gangguan roh-roh
yang dipercaya dapat merusak sistem susunan saraf seseorang sehingga mengakibatkan gangguan dalam proses pikiran orang tersebut digolongkan
kedalam jenis penyakit gangguan jiwa saraf sehingga kita bisa menyebutnya sesuai pembagian G.M.Foster dan Anderson sebagai penyakit gangguan jiwa yang
terjadi secara personalistik. Namun ternyata berdasarkan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa jenis penyakit gangguan jiwa saraf tidak hanya terjadi secara
personalistik, namun dapat juga terjadi secara naturalistik yaitu akibat faktor ketergantungan narkoba dan minuman kerasalkohol dimana dampak narkotika
dan alkohol dapat merusak susunan saraf seseorang. Menurut G.M.Foster dan Anderson 2005 : 53 Proses penyembuhan pada
sistem kesehatan personalistik cenderung dilakukan secara ritual yang bersifat ketuhanan atau gaib, sedangkan dalam sistem kesehatan naturalistik cenderung
menggunakan ramuan obat-obatan. Berdasarkan hasil penelitian di Panti Rehabilitasi Bukit Doa, proses
penyembuhan pada penderita penyakit gangguan jiwa dibagi menjadi dua sesuai dengan jenis penyakit gangguan jiwa yang diderita yaitu sistem penyembuhan
pada pasien yang mengalami jenis penyakit gangguan jiwa stress dan sistem penyembuhan pada pasien yang mengalami jenis penyakit gangguan jiwa saraf.
99 Pada sistem penyembuhan pada pasien yang mengalami jenis penyakit gangguan
jiwa stress terdapat tiga langkah dalam proses penyembuhannya yaitu terapi mental, terapi sosial dan terapi rohani. Sedangkan sistem penyembuhan pada
pasien yang mengalami jenis penyakit gangguan jiwa saraf terdapat empat langkah dalam proses penyembuhannya yaitu memberikan obat perangsang saraf,
terapi mental, memberikan suatu kesibukkan atau tugas, dan terapi rohani. Perbandingan pendapat G.M Foster dan Anderson dengan fakta hasil
penelitian di Panti Rehabilitasi Bukit Doa yaitu sistem penyembuhan yang dilakukan secara ritualgaib atau yang bersifat religi di Panti Rehabilitasi Bukit
Doa dinamakan terapi rohani ternyata tidak hanya diterapkan kepada sistem kesehatan personalistik di Panti Rehabilitasi Bukit Doa digolongkan kedalam
jenis penyakit gangguan jiwa saraf, tetapi juga wajib diikuti oleh semua pasien yang menderita penyakit gangguan jiwa dari yang bersifat naturalistik di Panti
Rehabilitasi Bukit Doa digolongkan kedalam jenis penyakit gangguan jiwa stress dan juga kepada pasien yang menderita ketergantungan narkoba jenis penyakit
gangguan jiwa saraf non-personalistik. Sistem penyembuhan yang menggunakan ramuan obat-obatan juga tidak
diterapkan pada sistem kesehatan naturalistik jenis penyakit gangguan jiwa stress melainkan hanya diterapkan pada sistem kesehatan personalistik jenis
penyakit gangguan jiwa saraf baik yang disebabkan oleh gangguan roh-roh personalistik maupun yang disebabkan korban kecanduan narkotika saraf-non
personalistik.
100 Dari hasil analisa tersebut juga terlihat bahwa cara-cara penyembuhan
yang dilakukan terhadap penderita penyakit gangguan jiwa ternyata berbeda- beda. Sesuai dengan pendapat Foster Anderson 2005 : 106 Cara-cara budaya
dalam menangani penyakit jiwa juga bervariasi, walaupun banyak bentuk tingkah laku menyimpang nampaknya bersifat universal, cara-cara untuk menanganinya,
nilai-nilai sosial yang diberikan kepada tingkah laku menyimpang, dan cara-cara pengobatannya sangat bervariasi.
4.3 Pemahaman Keluarga Pasien Mengenai Penyebab Penyakit Gangguan Jiwa serta Motivasi Memilih Panti Rehabilitasi Bukit Doa
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian dari keluarga pasien memahami penyebab penyakit gangguan jiwa dimulai sejak si pasien mengalami depresi yang
terjadi secara terus menerus karena suatu permasalahan dalam hidup si penderita seperti patah hati, himpitan ekonomi dan lain sebagainya. Depresi yang terjadi
pada pasien yaitu dimana si pasien terus menerus mengalami perasaan sedih yang berlebihan, murung, tidak bersemangat, tidak berbahagia, serta selalu memikirkan
kegagalan dan kekecewaannya hingga akibatnya pasien mulai menunjukkan gejala-gejala atau tingkah laku yang dirasa abnormal oleh mereka. Para keluarga
pasien tersebut menganggap penyakit gangguan jiwa yang terjadi pada anggota keluarganya terjadi secara alami. Mereka memahami bahwa depresi berat dan
tekanan batin yang terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan penyakit gangguan jiwa. Keluarga pasien tersebut percaya bahwa dengan pembinaan yang
101 dilakukan oleh pihak Panti Rehabilitasi Bukit Doa, pasien bisa pulih dari penyakit
gangguan jiwa yang dideritanya. Ada juga beberapa keluarga pasien yang keluarganya dirawat akibat
kecanduan jenis narkotika. Oleh para keluraga pasien tersebut juga menganggap faktor narkotika yang mengakibatkan anggota keluarganya mengalami penyakit
gangguan jiwa terjadi secara alami. Mereka memahami bahwa dampak dari zat- zat adiktif yang terdapat dalam narkotika mengakibatkan kerusakan pada saraf
otak pasien sehingga pasien mengalami gangguan dalam pikirannya. Mereka juga percaya bahwa pembinaan yang dilakukan oleh pihak Panti Rehabilitasi Bukit
Doa mampu melepaskan si pasien dari ketergantungan narkotika dan menyembuhkan penyakit gangguan jiwa yang diderita si pasien.
Ada juga beberapa keluarga pasien yang meyakini penyebab pasien menderita gangguan jiwa. akibat gangguan roh-roh atau suatu peristiwa
gaibmistis yang terjadi pada pasien mengakibatkan pasien mengalami gangguan jiwa. Mereka meyakini faktor gaibmistis tersebut sebagai penyebabnya karena
mereka memiliki pengalamankejadian yang dianggap gaib yang terjadi sesaat sebelum pertama sekali penderita mulai menunjukkan gejalatingkah laku yang
mereka rasa abnormal. Mereka beranggapan bahwa gejalatingkah laku yang dirasa abnormal berhubungan dengan peristiwa atau kejadian gaibmistis yang
terjadi sebelumnya pada keluarga atau juga pada si penderita. Keluarga pasien tersebut percaya bahwa dengan bimbingan rohani yang dilakukan oleh Panti
Rehabilitasi Bukit, pasien pasti bisa disembuhkan dari penyakit gangguan jiwa yang dideritanya.
102 Perbandingan hasil penelitian tersebut dengan pendapat G.M.Foster dan
Anderson menurut hasil analisa penulis adalah tepat dengan yang terjadi pada keluarga paien dimana mereka adalah bagian dari masyarakat. G.M.Foster dan
Anderson 2005 : 53 yang membagi sistem kesehatan berdasarkan kepercayaan dan penjelasan tentang sebab-sebab penyakit yaitu sistem kesehatan personalistik
akibat adanya campur tangan dari agen-agen tertentu yang memiliki pribadi seperti roh-roh gaib, tukang tenun, kutukan dewa, dan lain-lain; dan sistem
kesehatan naturalistik akibat dari adanya gangguan keseimbangan didalam tubuh manusia atau antara tubuh manusia dengan lingkungannya.
Para keluarga pasien juga ternyata memiliki pemahaman dan keyakinan bahwa penyebab penyakit gangguan jiwa terjadi pada si pasien bisa disebabkan
oleh depresi yang terjadi secara terus-menerus patah hati, himpitan ekonomi dan lain-lain, dan akibat kecanduan narkoba sehingga kita bisa menyebutnya sesuai
pembagian G.M.Foster dan Anderson sebagai penyakit gangguan jiwa yang terjadi secara naturalistik. Sebahagian lagi para keluarga pasien meyakini
penyebab pasien menderita gangguan jiwa. akibat gangguan roh-roh atau suatu peristiwa gaibmistis yang terjadi pada pasien atau keluarganya sehingga kita bisa
menyebutnya sesuai pembagian G.M.Foster dan Anderson sebagai penyakit gangguan jiwa yang terjadi secara personalistik.
G.M.Foster dan Anderson 2005 : 53 berpendapat bahwa proses penyembuhan pada sistem kesehatan personalistik cenderung dilakukan secara
ritual yang bersifat ketuhanan atau gaib, sedangkan dalam sistem kesehatan naturalistik cenderung menggunakan ramuan obat-obatan. Menurut hasil analisa
103 penulis dengan membandingkannya pada pemahaman keluarga pasien, pendapat
tersebut tepat pada sistem kesehatan personalisitk namun tidak tepat pada sistem kesehatan naturalistik.
Para keluarga pasien yang meyakini penyebab pasien menderita gangguan jiwa akibat gangguan roh-roh atau suatu peristiwa gaibmistis Personalistik
meyakini bimbingan secara rohanikereligian mampu menyembuhkan penyakit gangguan jiwa yang dialami oleh si pasien. Namun, bagi para keluarga pasien
yang memahami penyakit gangguan jiwa terjadi secara alami Naturalistik, meyakini pembinaan yang dilakukan oleh pihak Panti Rehabilitasi Bukit Doa
mampu memulihkan pasien dari penyakit gangguan jiwa yang dideritanya. Mereka tidak mengatakan bahwa mereka yakin dengan menggunakan ramuan
obat-obatan obat-obatan kimia mampu menyembuhkan pasien dari penyakit gangguan jiwa yang dideritanya.
Fakta hasil penelitian menunjukkan bahwa selain melalui diagnosis baik yang dilakukan oleh pihak panti maupun dari pernyataan dari Rumah Sakit Jiwa,
salah satu cara para keluarga pasien memahami penyebab penyakit gangguan jiwa, adalah melalui penelusuran sendiri. Penelusuran sendiri dilakukan dengan
cara mengingat-ingat dan menerka-nerka sejak kapan si penderita menunjukkan gejala-gejala yang dirasa aneh lalu menghubungkannya dengan peristiwa atau
kejadian yang sebelumnya terjadi pada si penderita. Mereka biasanya bermusyawarah atau sharing history bersama-sama dan meyakini bahwa
peristiwa atau kejadian yang sebelumnya menimpa si penderita berhubungan
104 dengan gejala-gejala kelainan yang ditunjukkan oleh si pasien, sehingga mereka
menyepakati hal itu adalah penyebab si penderita mengalami gangguan jiwa. Penulis menganalisis bahwa sebagian dari para keluarga pasien bagian
dari masyarakat tersebut jika mereka melakukan penelusuran dan terdapat suatu kejadian atau peristiwa yang dianggap gaib, maka mereka pasti akan mengkaitkan
bahwa kejadianperistiwa gaib tersebut berhubungan dengan penyakit gangguan jiwa yang diderita oleh si pasien. Hal ini sesuai dengan pendapat Job Purba 1989
:11 yang mengatakan bahwa sebagian besar masyarakat di Indonesia, walaupun telah menerima masuknya sistem kesehatan modern yang telah tersedia dengan
segala fasilitas yang lengkap, tetapi masih tetap mengkaitkan suatu penyakit dengan hal-hal ketuhanan atau gaib, Sehingga banyak masyarakat yang
menyimpulkan bahwa penyembuhan yang baik adalah dengan penyembuhan yang juga berkaitan dengan hal-hal gaib dan ketuhanan.
Fakta hasil penelitian di lapangan menunjukkan beberapa alasan-alasan yang melatarbelakangi keluarga pasien memilih Panti Rehabilitasi Bukit Doa.
Alasan yang pertama adalah sebagai tempat pengasingan bagi pasien penderita penyakit gangguan jiwa. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa keluarga
pasien, penyakit jiwa dianggap sebagai suatu hal yang memalukan, sehingga sedapat mungkin dihindarkan dan dirahasiakan keberadaannya. Hal ini
disebabkan penyakit gangguan jiwa adalah penyakit yang memalukan bagi seluruh keluarga pasien, karena itu mereka takut menjadi bahan pergunjingan
tetangganya atau anggota masyarakat lainnya dan ini akan menjadi aib bagi
105 keluarga pasien. Untuk menghindari hal-hal tersebut, maka keluarga pasien
memasukkan pasien ke Panti Rehabilitasi Bukit Doa. Alasan kedua yaitu, alasan ekonomi dimana keluarga pasien beralasan
karena lebih murah membayar biaya hidup pasien sudah termasuk untuk pengobatannya di Panti Rehabilitasi Bukit Doa dibandingkan dengan membayar
biaya perobatan pasien jika di rawat di Rumah Sakit Jiwa. Alasan ketiga yaitu pasien tidak kunjung sembuh dengan pengobatan
sebelumnya. Fakta hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa pasien yang sebelumnya pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa di berbagai daerahnya
masing-masing, beberapa diantaranya juga pernah dirawat dirumahnya masing- masing dengan penyembuhan tradisional. Alasan sebagaian besar keluarga pasien
pindah dari rumah sakit jiwa ataupun beralih dari pengobatan magistradisional ke Panti Rehabilitasi Bukit Doa adalah karena pasien tidak kunjung sembuh
walaupun sudah lama dirawat di rumah sakit jiwa atau dengan berobat secara magistradisional.
Alasan keempat yaitu, karena merasa repot merawat pasien. Keluarga pasien lainnya ada yang beralasan bahwa mengurus kebutuhan sehari-hari jika
pasien dibiarkan tinggal di rumahnya sungguh sangat merepotkan. Karena pada dasarnya orang yang mengalami gangguan jiwa tidak dapat memenuhi
kebutuhannya sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Alasan kelima yaitu, para keluarga pasien percaya bahwa Panti
Rehabilitasi Bukit Doa mampu mengusir roh-roh, atau faktor gaibmagis lainnya Penyebab penyakit Gangguan Jiwa pada anggota keluarganya. Bagi keluarga
106 pasien yang meyakini bahwa penyebab penyakit gangguan jiwa yang diderita oleh
anggota keluarganya akibat dari gangguan roh-roh atau faktor gaibmagis lainnya, mereka percaya bahwa Panti Rehabilitasi Bukit Doa mampu menyembuhkan
anggota keluarganya yang mengalami penyakit gangguan jiwa dengan bimbingan secara rohani.
4.4 Orientasi Prinsip-prinsip Penyembuhan di Panti Rehabilitasi Bukit Doa