Proses Diagnosa oleh Panti Rehabilitasi Bukit Doa

47

3.2 Proses Diagnosa oleh Panti Rehabilitasi Bukit Doa

Untuk mengetahui keadaan sehat-sakit pasien, para Pembina juga melakukan proses diagnosa. Proses diagnosa adalah proses pemeriksaan yang dilakukan terhadap penderita gangguan jiwa, sehubungan dengan gejala- gejalapenyebab yang dialami oleh si penderita. Pasien yang ingin dirawat di Panti Rehabilitasi Bukit Doa harus lah benar-benar dinyatakan menderita penyakit gangguan jiwa baik oleh keluarganya, berdasarkan keterangan dari Rumah Sakit Jiwa, atau pun dinyatakan oleh para penyembuh di Panti Rehabilitasi Bukit Doa. Bagi pasien yang sebelumnya pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa sebelumnya, keluarga pasien dapat menyertakan surat keterangan dari Rumah Sakit Jiwa yang bersangkutan. Namun pasien juga tetap harus mengikuti proses diagnosa yang dilakukan oleh pembina di Panti Rehabilitasi Bukit Doa sebelum pasien secara sah terdaftar. Proses diagnosa dilakukan di Panti dengan melibatkan anggota keluarga pasien selama dua sampai tiga hari setelah pasien sebelumnya sudah mulai menginap di panti pada hari pertama. Proses diagnosa dilakukan dengan dua cara yaitu : pengamatan dan wawancara :

1. Pengamatan

Pembina akan melakukan pengamatan ketika pasien pertama sekali mulai dibawa dan menginap di panti. Pengamatan terhadap pasien dilakukan selama satu sampai dua hari di lingkungan panti. Pengamatan yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui jenis penyakit gangguan jiwa yang dialami pasien. 48 Pembina yang akan melakukan pendekatan terhadap pasien dengan mengajaknya berbicara atau berkenalan sambil memperkenalkan lingkungan panti sembari pembina mengamati si pasien. Hal-hal yang menjadi objek dalam pengamatan terhadap pasien meliputi: 1. Pengamatan pandangan mata pasien apakah terlihat kosong yaitu jika pandangan matanya tidak fokus saat melihat sesuatu hal misalnya ketika diajak berbicara oleh pembina, bola mata si pasien tidak tertuju pada lawan bicaranya. Untuk seluruh pasien yang menderita gangguan jiwa baik yang akan digolongkan kedalam jenis penyakit gangguan jiwa stress ataupun jenis penyakit gangguan jiwa saraf sama-sama memiliki ciri-ciri pandangan mata yang terlihat kosong. 2. Pengamatan sikap pasien • Jika pasien selalu terlihat gelisah atau seperti orang linglungkebingungan dan terlihat seperti sering mengkhayal setiap saat atau lebih dari sepuluh kali dalam satu hari, maka kesimpulan sementaranya pasien akan digolongkan kedalam jenis penyakit gangguan jiwa stress. • Jika pasien tidak selalu pada saat-saat tertentu terlihat gelisah atau seperti orang linglungkebingungan dan terlihat seperti sering mengkhayal, terkadang juga bersikap normal seperti orang sehat pada umumnya dan mampu melakukan suatu tugas yang diperintahkan oleh pembina seperti disuruh mandi atau 49 membersihkan badannya. Maka kesimpulan sementaranya pasien akan digolongkan kedalam jenis penyakit gangguan jiwa saraf. 3. Pengamatan gejala kambuh yang ditunjukkan si pasien yaitu hal-hal yang dilakukan oleh pasien saat kambuh atau mengamuk serta pengamatan frekuensi jumlah gejala tersebut ditunjukkan dalam satu hari. • Seorang pasien menunjukkan gejala kambuhnya dengan wajah muram tanda bersedih dengan sesekali diikuti isak tangis dan rengekan. Gejala kambuh yang ditunjukkan pasien tersebut terjadi hampir setiap saat atau lebih dari sepuluh kali dalam satu hari. Maka kesimpulan sementaranya pasien akan digolongkan digolongkan kedalam jenis penyakit gangguan jiwa stress. • Seorang pasien menunjukkan gejala kambuhnya hanya terkadang- kadang dia berbicara dan tertawa sendiri atau tidak lebih dari sepuluh kali dalam satu hari. Pada saat dia tidak menunjukkan gejala kambuhnya, pasien mampu berkomunikasi dengan baik ketika diajak berbicara dan mampu mengerjakan suatu tugas sederhana yang diperintahkan oleh pembina seperti menyapu. Maka kesimpulan sementaranya pasien akan digolongkan kedalam jenis penyakit gangguan jiwa saraf. 4. Pengamatan mimik wajah si pasien ketika sedang menunjukkan gejala kambuhnya. 50 • Mimik wajah pasien yang tidak berubah sepanjang hari, misalnya seorang pasien saat mengalami gejala kambuh menunjukkan mimik wajah yang muram dan sedih , selanjutnya sekalipun dibuat lelucon atau guyonan mimik wajah si pasien tidak juga berubah sepanjang hari. Maka kesimpulan sementaranya pasien akan digolongkan digolongkan kedalam jenis penyakit gangguan jiwa stress. • Mimik wajah pasien yang dapat berubah-ubah, misalnya seorang pasien saat mengalami gejala kambuh menunjukkan mimik wajah yang riang dan tersenyum sendiri, mimik wajahnya berubah menjadi biasa setelah pasien tersebut tidak mangalami gejala kambuh. Mimik wajahnya juga dapat berubah menjadi mengkerut pertanda tidak senang ketika sedikit dibentak. Maka kesimpulan sementaranya pasien akan digolongkan kedalam jenis penyakit gangguan jiwa saraf. Hasil pengamatan terhadap pasien akan menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk menentukan jenis sakit si pasien. Dibawah ini adalah contoh bagaimana pengamatan dalam proses diagnosa dilakukan terhadap salah satu pasien yang baru sehari tinggal di panti bernama Surya nama samaran : Surya ketika pertama sekali dibawa ke panti oleh keluarganya dengan kondisi tangan dan kaki yang terikat oleh tali tambang, hal itu dilakukan untuk mengantisipasi kalau-kalau Surya mengamuk ditengah jalan dan dapat mengganggu keluarganya yang hendak membawanya. Karena berdasarkan penuturan kedua orang tuanya , selama ini mereka memasung Surya dengan mengikat kakinya pada sebuah tiang di bekas kandang lembu di halaman belakang rumahnya. Ketika sampai di panti, ikatan tangan dan kaki Surya dilepas, kemudian Pak Pandia membawa Surya ke dalam sebuah ruangan sedangkan keluarganya di bawa ke kantor yayasan untuk mengurus urusan administrasi. Pak Pandia mulai melakukan pengamatan Pak Pandia mengajak berbicara Surya dengan memperkenalkan diri kepada Surya Pak Pandia :” Saya Andreass Pandia, kamu panggil saya Bapak karena mulai hari ini saya 51 adalah bapak kamu di sini, dan orang-orang disini adalah saudara-saudaramu, kalu boleh tahu nama kamu siapa?” “Namun Surya hanya diam dan tidak mau berbicara. Kepalanya tertunduk…… dan sesekali mengangkat kepalanya sambil melihat-lihat seisi ruangan…..” Pak Pandia mengamati bahwa saat Surya ditanyai namanya, pandangan mata Surya tidak tertuju pada dirinya selaku lawan bicaranya. Tatapan mata Surya menjelajah seluruh isi ruangan Tatapan matanya terlihat seperti orang yang sedang melamun…. Sikap Surya selalu terlihat melamun, tidak sedikitpun Surya langsung mendengar dan merespon hal yang ditanya kepada dirinya, dia hanya selalu diam diri dan tidak ada berkata- kata apapun, Mimik wajah Surya tampak murung pertanda orang sedang berduka, badannya kurus dan jorok….selama setengah jam Pak Pandia bersama Surya didalam ruangan tetapi Surya tetap tidak ada berkata apapun….mimik wajah Surya pun tidak berubah-berubah padahal Pak Pandia membuat sebuah lelucon, tapi Surya tetap tidak tersenyum sedikitpun dan tetap tidak berkata-kata apapun Lalu Pak Pandia mengambil satu stell seragam pasien dan menyuruh Surya untuk memakainya, hal itu sengaja dilakukan untuk mengamatai apakah Surya masih mampu mengerti apa yang diperintahkan kepadanya. Namun Surya tidak mampu memakaikan sendiri seragam itu ke badannya sehingga seorang staff ditugaskan untuk memakaikan seragam panti ke badan Surya. Akhirnya Surya ditinggalkan di ruangan itu sendirian dengan pintu sengaja dikunci dari luar. Pada sore harinya Surya terdengar menangis dan merengek, tetapi tidak ada air matanya yang keluar.rengekannya terdengar kuat sampai keluar asrama. Hal itu dicatat oleh pembina sebagai gejala kambuht dari si Surya. Sesekali juga Surya menghantam-hantam pintu ruangan yang dikunci dari luar dan oleh pembina hal itu dicatat sebagai titik klimaks Surya saat mengamuk atau kumat. Sampai esoknya Surya terdengar menangis dan merengek dengan nada kuat dengan frekuensi dalam satu hari sebanyak 11 kali. Mimik wajah Surya pun tidak ada berubah-ubah, wajahnya setiap saat selalu terlihat murung seperti orang sedang bersedih, tidak ada berkata-kata sedikitpun. Baik saat sedang mennunjukkan gejala kumat atau tidak, Surya tetap menunjukkan mimik wajah yang murung dan tidak ada berkata-kata sedikitpun. Surya setiap saat selalu terlihat seperti sedang merenung atau mengkhayalkan sesuata, tetapi ketika ditanyakan apa yang sedang dipikirkannya, Surya tidak ada menjawab sedikitpun. Dari hasil pengamatan terhadap Surya, para pembina membuat kesimpulan sementara bahwa Surya mengalami penyakit gangguan jiwa jenis stress, dengan kategori gejala frekuensi kambuhnya yaitu dengan menangis sambil merengek kuat disertai sesekali meronta-ronta sebanayk sebelas kali dalam satu hari. Mimik wajahnya tidak berubah-ubah setiap saat yaitu selalu berwajah murung seperti orang sedang bersedih. Sikapnya selalu berdiam diri tanpa ada berbicara sepatah katapun walaupun ketika sedang diajak untuk berkenalan 52 Untuk mencari penyebab sakit si pasien tidak bisa hanya dilakukan pengamatan melainkan harus melalui proses wawancara terhadap keluarga pasien. Proses wawancara juga dilakukan untuk memperkuat kesimpulan sementara hasil pengamatan untuk penentuan jenis penyakit gangguan jiwa yang dialami oleh pasien.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan bisa bersamaan dengan dilakukannya pengamatan atau juga setelah dilakukanya pengamatan. Wawancara dilakukan di kantor panti oleh pembina tanpa mengikutsertakan si pasien, karena si pasien sudah mulai dikarantina di asrama pasien. Pembina akan mewawancarai keluarga pasien yang memiliki ikatan yang sangat dekat dengan pasien seperti orang tua, suamiistri dan anak-anaknya atau saudara kandungnya. Pihak panti akan meminta Keluarga pasien tersebut datang ke panti untuk melakukan wawancara. Hal-hal yang akan diwawancarai yaitu dimulai dari bagaimana awalnya sejak kapan si penderita mulai menunjukkan gejala-gejala atau prilaku yang dirasa aneh oleh keluarganya. Kemudian pihak panti akan menanyakan pada keluarganya tentang bagaimana kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan si penderita saat mulai menunjukkan gejala kambuh serta frekuensinya dalam satu hari sebelum dibawa ke panti. Untuk lebih mengenal jati diri si pasien, pihak panti akan menanyakan pada keluarganya tentang riwayat hidup pasien dan pergaulannya selama ini dengan sesama atau kerabatnya. Pihak panti juga akan menanyakan hal apa saja 53 yang menjadi kesenangan atau juga yang hal-hal yang menjadi ketakutan phobia si pasien. Untuk menelusuri faktor-faktor yang memicu pasien mengalami penyakit gangguan jiwa, pihak panti akan menanyakan pada keluarganya tentang apa kejadianperistiwa yang pernah dialami oleh pasien sebelum awal ketika pasien mulai menunjukkan gejala-gejala atau prilaku yang aneh. Pihak panti biasanya akan mengkaitkan atau menghubungkannya apakah Peristiwakejadian dan riwayat hidup si pasien berhubungan dengan ketika pertama pasien mulai menunjukkan gejala-gejalaprilaku-prilakunya yang dirasa aneh. Pertanyaan selanjutnya kepada keluarga pasien yaitu pernahkah dan dimana sebelumnya pasien dibawa untuk berobat. Sebagai contoh nyata proses wawancara pada saat diagnosa pasien penderita gangguan jiwa, dibawah ini adalah contoh kutipan wawancara singkat antara pihak panti yang diwakili oleh Koordinator panti Bapak Pandia dengan orang tua salah satu pasien bernama Surya nama samaran : kedua orang tua tersebut menceritakan anaknya yang mengalami gangguan jiwa itu namanya Surya ,berumur 28 tahun , sebelumnya sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki yang masih kecil. Pak pandia : apa gejala-gejala kelainan yang ditunjukkannya selama ini? apa kebiasaan- kebiasaan yang dilakukannya saat menunjukkan gejala kumatnya? Ibunya menjawab :Dia selalu berdiam diri, murung, kadang sesekali menangis sendirian. Surya sama sekali tidak mau berkata-kata apapun kalau kita ajak berbicara. kalau dia mengamuk, dia mau mengejar-ngejar para tetangga didekat rumah, tapi kami sendiri tidak pernah dikejarnya. Oleh karena dirasakan sudah sangat menganggu tetangga sekitar, maka akhirnya kami dan para tetangga sepakat agar Surya di pasung di belakang rumah kami. Pak Pandia : “Berapa kali frekuensi kumat Surya dalam satu hari? Pernahkah sesekali Surya terlihat sadarnormal Ibunya menjawab : Surya selalu murung dan berdiam diri sepanjang hari, sebelum kami pasungpun Surya sama sekali tidak pernah bekerja atau keluar rumah kecuali kalau lagi kumat dia mau keluar rumah dan pergi ke sawah-sawah. Tetapi selalu kami mampu 54 mengejarnya dan membawanya kembali ke rumah. Terkadang kalau kami lengah disitu dia mau mengejar orang lain yang dijumpainya diluar. Pak Pandia : “ sejak kapan Surya mulai menunjukkan gejala kelainan?, apakah sebelumnya pasien punya riwayat penyakit jiwa dari orang terdahulunyaketurunan?” Ibunya menjawab : “ sebelumnya dia tidak pernah begitu sejak kecil, dan hanya dia yang mengalami penyakit seperti ini. Memang sejak kecil anak kami ini memiliki sifat yang agak pendiam dan tertutup tetapi anaknya sangat rajin menolong orang tua, jujur, dan patuh tidak pernah melawan permintaan orang tuanya.Dia mulai bertingkah laku aneh sejak isterinya yang merantau ke Jakarta mengkhianatinya, isterinya menikah lagi dengan orang lain di Jakarta. Dia sangat kecewa dan sakit hati karena dikhianati isterinya. Sejak itu juga ia mengalami depresi dan akhirnya menjadi gila sampai sekarang. Pak Pandia : “pernah gak Surya dibawa untuk berobat sebelumnya? Kemana dia dibawa berobat?” Lalu ibunya berkata : “ sebelumnya kami pernah membawa Surya ke Rumah Sakit Jiwa di Kota Sidikalang tapi hanya tiga bulan dia dirawat disana, kami membawa Surya pulang kembali ke rumah karena ketika kami jenguk, Surya masih tetap dipasung dan kami lihat gak ada perkembangan kesehatan jiwa Surya. Dan lagi kami melihat Surya sepertinya diperlakukan kurang baik oleh para dokter disana, sewaktu kami menjenguk Surya, dibadannya seperti ada bekas luka memar dan badannya menjadi semakin kurus kering. Satu lagi alasan kami membawa pulang kembali Surya ke rumah adalah karena kami merasa agak sedikit berat membayar uang perawatan di Rumah Sakit Jiwa setiap bulannya Pak Pandia : “berdasarkan penuturan bapak dan ibu serta berdasarkan yang saya amati selama dua hari ini tentang kondisi Surya, saya menyimpulkan bahwa pasien Surya menderita jenis gangguan jiwa Stress, faktor yang memicunya yaitu akibat kecewa dan sakit hati pada istrinya yang mengkhianatinya, jiwanya shock akibat kenyataan pahit yang dialaminya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya selama ini,” “tetapi walaupun begitu,, mungkin saja ada penyebab lainnya, oleh karena itu selama sebulan kedepan, Surya kita karantina diruang sel karena Surya masih dalam kondisi kejiwaan yang sangat labil. Kalau kita satukan dia dengan pasien lainnya takutnya hal itu membuat dia semakin tertekan dan akan terus mengamuk. Kita karantinakan Surya selama satu atau dua bulan kedepan dan saya sarankan bulan depan bapak ibu datang kemari lagi untuk menjenguknya dan kita bersama-sama melihat perkembangannya. Pertanyaan-pertanyaan dan contoh wawancara saat diagnosa dilakukan seperti diatas akan menjadi bahan analisa tersendiri bagi pembina dalam mendiagnosa pasiennya sekaligus menganalisis tingkat kondisi kejiwaan, penyebab dan jenis penyakit gangguan jiwa yang diderita oleh si pasien. Namun yang perlu diingat bahwa proses diagnosa oleh pembina di Panti Rehabilitasi Bukit Doa bukanlah bertujuan untuk mengklaim mutlak asal penyakit oleh sebab- sebab tertentu; misalnya bahwa si pasien mengalami penyakit gangguan jiwa 55 akibat kena guna-guna si A; atau sakit si pasien mutlak akibat perlakuan kurang baik oleh si B, atau sakit si pasien karena jatuh miskin. Proses diagnosa di Panti Rehabilitasi Bukit Doa lebih merupakan sebagai sarana untuk memperkuat asumsi atas penyebab, jenis sakit dan kondisi kesehatan jiwa si penderita. Sebelum berobat ke Panti Rehabilitasi Bukit Doa, para keluarga pasien biasanya juga telah mendiagnosa terlebih dahulu dengan menduga-duga atau mencoba menerka penyebab sakit si pasien. Dengan cara bermusyawarah dan Sharing History dengan anggota keluarga lainnya , untuk memutar memory secara bersama-sama melakukan penelusuran masalah dengan jalan mengingat- ngingat kembali peristiwa-peristiwa yang terjadi pada pasien di masa lampau untuk mencari tahu alasan yang melatarbelakangi gangguan jiwa terhadap penderita. Karena boleh jadi, sakit jiwa yang diderita pasien saat ini merupakan imbas dari prilaku atau kehidupannya di waktu-waktu yang telah lalu seperti pernah melakukan kesalahan terhadap orang lain atau melanggar hukum adattabu; atau mungkin pernah berhubungan langsung dengan hal-hal gaibmistis; atau mungkin juga pernah mengalami suatu depresifrustasi. Sebagai contoh, perhatikan hasil wawancara dengan ibu br.Sianturi ketika sedang ditanyai sejak kapan anaknya mulai menunjukkan gejal-gejala yang dirasa aneh. “Dia mulai bertingkah laku aneh sejak dia mengetahui isterinya yang merantau ke Jakarta mengkhianatinya, isterinya menikah lagi dengan orang lain di Jakarta. Dia sangat kecewa dan sakit hati karena dikhianati isterinya. Sejak itu juga ia mengalami depresi dan akhirnya menjadi gila sampai sekarang” 56 Dari hasil wawancara diatas terlihat bahwa ibu pasien sebelumnya sudah mengetahui dengan yakin penyebab gangguan jiwa yang dialami oleh anaknya karena ibunya mengetahui bahwa anaknya pertama sekali mulai menunjukkan gejalatingkah laku yang aneh sesaat setelah peristiwa istrinya mengkhianatinya terjadi. Lalu ketika pertama pasien hendak didaftarkan ke Panti Rehabilitasi Bukit Doa, keluarganya hanya tinggal menceritakan peristiwa yang pernah terjadi pada pasien sebelum pertama sekali pasien terlihat menunjukkan gejalatingkah laku yang aneh. Dengan demikian akhirnya pun pihak panti menarik kesimpulan sementara yang sama dengan kesimpulan dari keluarganya bahwa penyebab penyakit jiwa pada pasien akibat mengalami depresi setelah dikhianati isterinya Contoh kedua seperti penuturan hasil wawancara seorang Pria H Manik yang saudara sepupunya dirawat di Panti Rehabilitasi Bukit Doa: “dia mengalami gangguan jiwa sejak masih muda, dulu sewaktu bapak mamaknya masih hidup, ia sering melawan dan sering melontarkan kata-kata kasar pada mereka. Kedua orang tuanya pada saat itu bersumpah pada anaknya jika anaknya itu tidak meminta maaf. Tapi dia tidak pernah meminta maaf sampai sekarang kedua orang tuanya sudah meninggal. Terbukti sumpah itu menjadi penyakit gila padanya. Kami merasa kasihan karena tidak ada yang mengurusnya, sehingga kami tititpkan di tempat ini supaya ada yang bisa merawatnya”. Dari penuturan diatas, terlihat bahwa pria tersebut memiliki asumsi bahwa penyakit gangguan jiwa yang terjadi pada sepupunya akibat dosanya pada orang tuanya. Walaupun kesimpulan tersebut hanya berupa asumsi yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, namun hal itu sudah menjadi keyakinan pria tersebut dan keluarganya bahwa akibat dosa si pasien pada orang tuanya mengakibatkan pasien mengalami gangguan jiwa. Asumsi tersebut dibuat berdasarkan hasil 57 musyawarah dengan anggota keluarga lainnya yang menduga-duga atau mengkait-kaitkan penyakit jiwa pada sepupunya dengan kejadian pengeluaran sumpah dari kedua orang tuanya. Setelah pihak keluarga pasien mengingat-ingat kejadian atau kesalahan di masa lampau, kemudian ditambah lagi dengan pertimbangan-pertimbanagn atas hikmah dibalik peristiwa yang terjadi, maka tanpa disadari secara langsung keluarga si pasien telah mampu menyimpulkan hal-hal yang melatarbelakangi gangguan jiwa terhadap si penderita. Sehingga setelah bermusyawarah kembali dengan anggota keluarga lainnya, sampailah pada suatu titik dimana keluarga pasien memutuskan untuk membawa si penderita untuk dibawa berobat atau direhabilitasi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada saat melakukan diagnosa, pembina tidak terlalu mengalami kesulitan dalam memperoleh informasi mengenai hal-hal yang diduga menjadi penyebab gangguan jiwa si pasien, karena keluarga pasien tinggal menceritaklan kembali diagnosa mandiri yang telah dilakukan sebelumnya.

3.3 Etiologi Penyakit Jiwa Menurut Panti Rehabilitasi Bukit Doa