Masalah dan Latar Belakang

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Masalah dan Latar Belakang

Masalah kejiwaan itu begitu luas, kompleks, mengandung banyak misteri dan hal-hal yang menarik sehingga selalu saja menantang manusia untuk mengadakan study intensif terhadapnya. Luas dan kompleksitasnya tidak hanya disebabkan oleh tidak mampunya orang mengkuantifisir gejala-gejala kejiwaan yang misterius itu , akan tetapi oleh sebab faktor-faktor penyebabnya bersifat multifaktor sehingga gejala-gejalanya juga bisa didekati dari berbagai macam perspektif. Berdasarkan hal tersebut berarti termasuk disiplin ilmu Antropologi juga bisa menyajikan wawasan yang khas mengenai gejala kejiwaan manusia yang dalam istilah Antropologinya adalah “Etnopsikiatri”. Etnopsikiatri meninjau penyakit jiwa berangkat dari hal tentang bagaimana masyarakat tradisional memandang dan menangani penyakit jiwa. Foster Anderson, 2005 Penyakit gangguan jiwa menurut ilmu kedokteran pada intinya hampir tidak pernah disebabkan oleh satu kausa penyebab yang tunggal; akan tetapi selalu disebabkan oleh satu rentetan kompleks faktor penyebab yang saling mempengaruhi dan terjalin satu sama lain. Penyebab gangguan kejiwaan pada seseorang tersebut bersifat multifaktor, yaitu disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu faktor organis atau somatic, faktor psikis dan struktur kepribadian dan faktor lingkungan sosial dan budaya. Ketiga faktor tersebut bekerja dan beroperasi 2 secara stimultan bersamaan. Penyebab penyakit jiwa atau gangguan psikis Gangguan Skizofrenia bersifat multifaktor, maka penanganannya pun harus melewati diagnostic yang multikasual Kartini Kartono ,2002:41. Masalah gangguan jiwa menurut UU No.3-1996 adalah tugas pemerintah untuk melakukan upaya-upaya kuratif dan prefentif diantaranya pemerintah melalui Departemen Kesehatannya dengan mendirikan rumah-rumah sakit atau pusat-pusat rehabilitasi. Adapun fungsi rumah sakit jiwa itu meliputi hal-hal sebagai berikut. 1. melindungi para pasien terhadap segala kemungkinan yang merusakkan diri mereka sendiri, rumah tempat tinggal mereka, pekerjaan mereka dll nya. 2. memudahkan keberadaan para pasien dengan memberi mereka perlindungan terhadap faktor-faktor lingkungan yang memicu dan mempererat hubungan mereka. 3. menyediakan perhatian yang mendukung, hubungan perseorangan, dan kesempatan-kesempatan pengungkapan diri. Dalam rangka mempermudah penyembuhan dan pemulihan kesakitan mental pasien yang mengalami gangguan jiwa, maka fungsi rumah sakit jiwa atau panti-panti Rehabilitasi disini harus bisa menjadi sebuah lingkungan yang berpengaruh yaitu aman, dapat melindungi, melayani, memberi perhatian, pemeliharaan dan pembinaan kepada pasien penderita sakit jiwa sampai mencapai tingkat pulih dan dapat melakukan kembali fungsi sosialnya dimasyarakat. 3 Secara sederhana pengertian rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan yang semula atau yang sebagaimana mestinya. Menurut Jenny Marlindawani Purba.dkk2008:9, Rehabilitasi pemulihan adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar para penderita gangguan jiwa dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya adalah pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Banyak bagian masyarakat di Indonesia yang masih mengira bahwa penyakit “gila” ini selalu berkaitan dengan hal-hal gaib atau mistis, kerasukan setan, penyakit akibat ilmu sihirsantet, kutukan dan lain sebagainya. Gangguan- gangguan psikis kejiwaan bermacam-macam jenis dan tingkat kronisnya, dalam bahasa psikologisnya dikenal dengan nama “psikosis psikosa”, namun oleh masyarakat umumnya memandang penyakit gangguan jiwa mengacu hanya pada satu patokan yang disebut dengan istilah “gila” jika si penderita sudah berada pada tingkat yang kronis. Masyarakat biasanya beranggapan penderita yang sudah mengalami tingkat gangguan jiwa yang kronik mestinya dirawat di rumah sakit jiwa atau panti-panti rehabilitasi yang mengurus para penderita penyakit jiwa kronik. Karena jika penderita dibiarkan bebas hidup ditengah-tengah masyarakat dikhawatirkan akan mengganggu keamanan masyarakat sekitar. Oleh karena hal itu, rumah sakit jiwa atau panti-panti rehabilitasi dibangun sebagai tempat yang mampu menampung dan memulihkan para penderita gangguan jiwa tersebut. Saat ini banyak berdiri panti-panti rehabilitasi untuk 4 membantu pemerintah menangani permasalahan ini serta membantu rumah sakit jiwa milik pemerintah yang over kapasitas. Panti-panti rehabilitasi ini terdiri dari bermacam-macam latar belakang, sebagian ada berdiri atas biaya dari pemerintah namun ada juga yang berdiri atas biaya swasta ataupun oleh yayasan sosial atau agama tertentu.. Salah satunya adalah “Panti Rehabilitasi Bukit Doa” yang berdiri atas nama sebuah Yayasan Bukit Doa Taman Getsemany terletak di Jl.Tuntungan Golf, No:120, Desa Durin Jangak, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan hasil wawancara awal penulis dengan beberapa para petugas panti serta melihat data arsip panti, Panti Rehabilitasi Bukit Doa berdiri sejak Januari tahun 1983. Panti Rehabilitasi Bukit Doa mengemban tugas untuk melayani dan membina orang-orang yang terkena penyakit jiwa gila dengan berbagai latar belakang mulai dari akibat ketergantungan narkoba, stress akibat berbagai masalah pribadi pasien, serta akibat yang dalam keyakinan masyarakat karena kutukan atau penyakit karena ilmu sihirsantet. Memiliki jumlah pasien 75 orang, Panti Rehabilitasi Bukit Doa berfungsi sebagai tempat untuk melindungi, memperhatikan, memelihara, mengobati dan sebagai tempat pembelajaran pasien penderita gangguan jiwa agar bisa diterima kembali dimasyarakat kelak jika si pasien sudah pulih. Para pasien yang ada dipanti tersebut berasal dari berbagai daerah asal, yaitu dari Kota Medan, Siantar, Dairi, Tanah Karo, Jambi, Jakarta serta sedikit dari penduduk di sekitar tempat Panti tersebut berdomisili. Awalnya para pasien yang dirawat merupakan sanak saudara, kerabat atau anggota keluarga dari salah 5 satu anggota jemaat Gereja Bukit Doa, namun perkembangannya kini dari mulut kemulut sehingga kebanyakan pasien yang dirawat kini bukan hanya sanak saudara, kerabat atau anggota keluarga dari salah satu anggota jemaat Gereja Bukit Doa saja. Hari kunjungan keluarga untuk melihat perkembangan pasien , ditentukan setiap hari Jumat. Beberapa dari pasien yang dirawat di Panti Rehabilitasi Bukit Doa sebelumnya pernah masuk ke Rumah Sakit Jiwa di berbagai daerahnya masing- masing, beberapa diantaranya juga pernah dirawat dirumahnya masing-masing dengan penyembuhan tradisional . Namun pada akhirnya, pihak keluarga si pasien sendirilah dengan alasan lelah dengan pengobatan di Rumah Sakit Jiwa atau dengan penyembuhan tradisional yang tak kunjung sembuh, maka mereka memutuskan untuk memindahkan si pasien dari perawatan rumah sakit jiwa atau di rumah masing-masing dengan penyembuhan tradisional beralih ke Panti Rehabilitasi Bukit Doa. Sebagian lagi para keluarga pasien memang langsung menjadikan sebagai pilihan utama tempat yang diyakini sebagai tempat penyembuhan yang paling bagus dalam merawat pasien penderita gangguan jiwa Berdasarkan hasil wawancara awal dengan para petugas panti dan dengan beberapa anggota keluarga pasien. Merujuk dari fakta tersebut, timbulah pertanyaan mengapa masyarakat keluarga dari pasien lebih memilih pengobatan alternatif dalam penelitian ini yaitu Panti Rehabilitasi Bukit Doa sebagai tempat untuk menyembuhkan si penderita penyakit gangguan jiwa ketimbang membawa si penderita ke Rumah 6 Sakit Jiwa dengan pengobatan secara medis; atau ke psikiater dengan pengobatan secara ilmu psikiatris; atau juga pengobatan-pengobatan tradisional lainnya Berdasarkan hasil wawancara awal penulis dengan pihak panti, Panti Rehabilitasi Bukit Doa dalam proses penyembuhannya tidak menggunakan tenaga-tenaga dari disiplin ilmu psikiatri kejiwaan walaupun ada kerja sama dengan pihak Rumah Sakit Jiwa untuk memberikan resep dan obat penennag dan obat saraf kepada pasien tertentu. Beberapa staff petugas panti yang berjumlah 11 orang hanya memiliki latar belakang pendidikan teologi Kristen dan Sarjana Ekonomi dan lainnya ada yang tamatan SMU Sederajat dan SLTP sedangkan pimpinan utama panti tersebut adalah seorang pendeta senior Gereja Bukit Doa Wawancara awal dengan pihak panti. Berdasarkan hal tersebut, lalu timbullah pertanyaan bagaimana cara-cara penyembuhan pasien penderita penyakit gangguan jiwa di Panti Rehabilitasi Bukit Doa. Cara-cara penyembuhan di Panti Rehabilitasi Bukit Doa tentulah memilki arahkecenderungan tersendiri dibandingkan dengan pengobatan-pengobatan penyakit gangguan jiwa lainnya seperti di Rumah Sakit Jiwa atau pengobatan tradisional lainnya. Merujuk pada uraian diatas, penulis menyebut arah atau kecenderungan proses penyembuhan di Panti Rehabilitasi Bukit Doa sebagai “Orientasi Penyembuhan di Panti Rehabilitasi Bukit Doa”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian dari orientasi adalah suatu pandangan yang mendasari pikiran, perhatian dan kecenderungan mengenai sesuatu hal dan mengarah pada suatu tujuan ; suatu peninjauandasar untuk 7 menentukan sikap arah, tempat, kiblat dan sebagainya yang tepat dan benar untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Kang Mas Juqi dalam Blog nya di Worldpress.com, mendefenisikan “orientasi” sebagai suatu “kompas” atau arah proses yang dijalani seseorang pada suatu aspek kehidupan tertentu dalam hidupnya. Definisinya hampir sama dengan definisi visi, namun sebagai sedikit penggambaran, bahwa orientasi adalah “visi mini” yang menjadi pedoman untuk menggapai sebuah visi yang sebenarnya. Visi biasanya dikaitkan dengan misi-misi. Suatu misi bersifat lebih real jika dibandingkan dengan sebuah orientasi. Ketika sebuah misi mendefinisikan langkah-langkah real yang dilakukan untuk mencapai sebuah visi ataupun berupa target-target kecil yang menjadi parameter tarcapainya visi, maka bisa dikatakan orientasi adalah aturan-aturan yang mengatur agar misi-misi yang dibuat tidak keluar dari visi yang juga telah dibuat Kang Mas Juqi, 2008. Pengertian “Orientasi” dalam penelitian ini berarti bagaimana pandangan dasar, arahtujuan atau kecenderungan dari segala usaha penyembuhan yang dilakukan oleh Panti Rehabilitasi Bukit Doa terhadap para pasiennya.

1.2 Tinjauan Pustaka