Analisis Faktor-Faktor Internal Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat

4.4 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat

Pada sub bab ini dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana umum tata ruang Kota Pati, yang meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, sehingga dapat berpengaruh pada derajad keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang.

4.4.1 Analisis Faktor-Faktor Internal

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat meliputi faktor-faktor yang berasal dari individu responden sendiri, meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Hasil perhitungan distribusi frekuensi selengkapnya sebagaimana tabel IV.11 berikut ini. TABEL IV.11 DISTRIBUSI FREKUENSI FAKTOR-FAKTOR INTERNAL No. Kriteria Frekuensi A Jenis Kelamin 1 Pria 52 96,3 2 Wanita 2 3,7 B Usia 1 20-30 tahun - - 2 31-40 tahun 7 13,0 3 41-50 tahun 23 42,6 4 Lebih dari 50 tahun 24 44,4 C Pendidikan 1 Sarjana 12 22,2 2 Sarjana MudaDiploma 8 14,8 3 Lulus SMAsederajad 31 57,4 4 Lulus SMPsederajad 3 5,6 5 Lulus SDsederajad - - D Pekerjaan 1 PNSTNI 3 5,6 Lanjutan 2 Pensiunan 10 18,5 3 Kepala DesaKelurahan 24 44,4 4 Pegawai Swasta 3 5,6 5 Wiraswasta 8 14,8 6 Lain-lain 6 11,1 E Penghasilan 1 Kurang dari Rp.500.000,- - - 2 Rp.500.000,- sd Rp.799.000,- 3 5,6 3 Rp.800.000,- sd Rp.1.099.000,- 13 24,1 4 Rp.1.100.000,- sd Rp.1.400.000,- 19 35,2 5 Lebih dari Rp.1.400.000,- 19 35,2 Sumber: Hasil analisis, 2006 Berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi pada tabel diatas, faktor jenis kelamin responden yang terlibat dalam penyusunan rencana umum tata ruang Kota Pati terdiri dari dominan jenis kelamin pria sebanyak 52 orang 96,3 dan wanita sebanyak 2 orang 3,7. Dari tabel diatas menunjukkan bahwa partisipasi yang diberikan oleh seorang pria dan wanita adalah berbeda. Hal ini disebabkan adanya sistem pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang membedakan kedudukan dan derajad antara pria dan wanita. Perbedaan kedudukan dan derajad ini, akan menimbulkan perbedaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Menurut Soedarno et. al 1992 dalam Yulianti 2000:34, bahwa di dalam sistem pelapisan atas dasar seksualitas ini, golongan pria memiliki sejumlah hak istimewa dibandingkan golongan wanita. Dengan demikian maka kecenderungannya kelompok pria akan lebih banyak ikut berpartisipasi dari pada kelompok wanita. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi usia responden maka diperoleh bahwa sebagian besar responden memiliki usia lebih dari 50 tahun yaitu sebanyak 24 orang 44,4, kemudian diikuti responden dengan usia 41-50 tahun sebanyak 23 orang 42,6, responden dengan usia 31-40 tahun sebanyak 7 orang 13,0, dan tidak ada responden yang berusia 20-30 tahun. Dari perhitungan diatas terlihat bahwa masyarakat yang berpartisipasi semuanya tergolong dalam usia produktif 15-64 tahun. Dari usia produktif tersebut dominan berusia matang lebih dari 50 tahun yaitu 44,4. Hal ini menunjukan adanya senioritas dalam berpartisipasi. Perbedaan usia juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat, karena dalam masyarakat terdapat pembedaan kedudukan dan derajad atas dasar senioritas, sehingga akan memunculkan golongan tua dan golongan muda, yang berbeda-beda dalam hal-hal tertentu, misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil keputusan Soedarno et. al,1992 dalam Yulianti,2000:34. Usia berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi Slamet, 1994:142. Dalam hal ini golongan tua yang dianggap lebih berpengalaman atau senior, akan lebih banyak memberikan pendapat dan dalam hal menetapkan keputusan. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi pendidikan responden maka diperoleh bahwa sebagian besar responden memiliki pendidikan tamat SMA atau sederajad yaitu sebanyak 31 orang 57,4, kemudian diikuti responden dengan pendidikan Sarjana sebanyak 12 orang 22,2, responden dengan pendidikan Sarjana MudaDiploma sebanyak 8 orang 14,8, responden dengan pendidikan tamat SMP atau sederajad sebanyak 3 orang 5,6, dan tidak ada responden yang berpendidikan tamat SD atau sederajad. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa masyarakat yang terlibat dalam proses penyusunan sebagian besar memiliki tingkat pendidikan menengah sampai tinggi SMA sampai dengan Sarjana. Secara akumulatif jumlahnya mencapai 94,4, dan hanya 5,6 yang berpendidikan SMP. Hal ini akan berpengaruh pada bentuk dan tata cara berpartisipasi. Litwin 1986 dalam Yulianti 2000:34 menyatakan bahwa, salah satu karakteristik partisan dalam pembangunan partisipatif adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang usaha-usaha partisipasi yang diberikan masyarakat dalam pembangunan. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi latar belakang pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan yang luas tentang pembangunan dan bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat diberikan. Faktor pendidikan dianggap penting karena dengan melalui pendidikan yang diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar, dan cepat tanggap terhadap inovasi. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi pekerjaan responden maka diperoleh bahwa semua responden adalah merupakan tokoh masyarakat di desakelurahan. Sebagian besar responden memiliki pekerjaan kepala desakelurahan yaitu sebanyak 24 orang 44,4, sedangkan sisanya 55,6 berjenis pekerjaan sebagai pensiunan, wiraswasta, PNSTNI, pegawai swasta, dan lain-lain. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat penghasilan seseorang. Dapat dikatakan bahwa mata pencaharianjenis pekerjaan dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu luang seseorang untuk terlibat dalam pembangunan, misalnya dalam hal menghadiri pertemuan. Berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi penghasilan responden maka diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden memiliki penghasilan antara Rp.1.100.000,- sd Rp.1.400.000,- sebanyak 19 orang 35,2, lalu responden dengan penghasilan lebih dari Rp.1.400.000,- sebanyak 19 orang juga 35,2. Dari tabel diatas terlihat bahwa 70,4 responden memiliki penghasilan per bulan yang cukup tinggi yaitu antara Rp. 1.100.000,- sampai dengan lebih dari Rp.1.400.000,- Hal ini juga akan mempengaruhi partisipasi masyarakat. Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Tingkat penghasilan yang mencukupi akan mempengaruhi waktu luang masyarakat karena mereka tidak disibukkan lagi dengan mencari tambahan penghasilan sehingga lebih aktif untuk terlibat dalam pembangunan, misalnya dalam hal menghadiri pertemuan. Kesimpulannya bahwa dari analisis faktor internal, sebagian besar responden adalah berjenis kelamin pria, berusia matang antara 41-50 tahun dan lebih dari 50 tahun, berpendidikan lulus SMA, jenis pekerjaan sebagai tokoh masyarakat, dan berpenghasilan cukup tinggi.

4.4.2 Analisis Faktor-Faktor Eksternal