45
Dasar insolvensi diartikan sebagai “tidak membayar lunas” utangnya. Pasal ini
merupakan salinan dari Pasal 1 ayat 1 UUK yang mengatur ketentuan yang sama. Bedanya terletak pada kata “lunas” . keadaan tidak membayar lunas diartikan sebagai
sudah pernah membayar sekali, dua kali dan seterusnya tetapi tidak seluruhnya. Atau debitor sudah membayar pokoknya tetapi belum membayar bunganya.
Ketentuan “tidak membayar lunas” menurut UUK dan PKPU pada prinsipnya sama dengan “keadaan berhenti membayar” utang-utangnya menurut Fallissment
verordening. Karena berhenti membayar berarti sudah pernah membayar namun suatu saat berhenti.
83
B. Pernyataan Pailit
Mengajukan permohonan pailit tidaklah sedemikian mudahnya, haruslah memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 ayat 1
UUK dan PKPU. Jika tidak, semua orang akan dapat mengajukan permohonan pailit. Hal ini nantinya tidak akan menciptakan ketertiban dan keteraturan serta kepastian
dalam hukum, tetapi nantinya akan mengacaukan jalannya hukum dan merugikan masyarakat secara lebih jauh.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 8 ayat 4 UUK dan PKPU, hakim harus mengabulkan permohonan pailit apabila :
1. Minimal harus ada dua kreditor.
83
Man S Sastrawidjaja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung :Alumni, 2006, hal 18.
HABIBA HANUM : ANALISIS TERHADAP KETENTUAN INSOLVENSI DALAM HUKUM KEPAILITAN, 2008.
46
2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih. 3.
kedua hal tersebut dapat dibuktikan secara sederhana Bagir Manan menyatakan bahwa “syarat kepailitan yang terlalu sederhana,
hanya cukup dengan adanya dua kreditor dan adanya utang yang telah jatuh tempo sehingga orang bisa mengajukan pailit, ini tentu menimbulkan suatu
masalah”.
84
persoalan pailit bukan saja menyangkut kepentingan perusahaan semata”. Hal ini didasarkan oleh banyaknya pengajuan pailit yag tidak pernah
mempertimbangkan aspek lain, seperti kepentingan sosial, dan pelayanan umum yang bakal ditimbulkannya. Misalnya, perusahaan yang asetnya banyak dan jumlah
tenaganya besar, tetapi dengan mudahnya saja dipailitkan. Permohonan pernyataan pailit dalam UUK dan PKPU dapat diajukan oleh :
a. Debitor itu sendiri Permohonan pailit dapat diajukan oleh debitor sendiri bilamana debitor tidak
mempunyai harapan untuk dapat memenuhi kewajibannya terutama dalam melakukan pembayaran utang-utangnya terhadap para kreditor. Permohonan
tersebut diajukan kepada Pengadilan Negeri Niaga ditempat kedudukan hukum debitor. Dalam memeriksa dan menyelesaikan permohonan pailit terhadap debitor
84
‘Ketua MA Prihatin Banyak Proses Kepailitan yang Disalahgunakan”, Http:www.hukum online.com detail.asp?id=9604cl=Berita, diakses tgl 15 Juni 2007.
HABIBA HANUM : ANALISIS TERHADAP KETENTUAN INSOLVENSI DALAM HUKUM KEPAILITAN, 2008.
47
itu sendiri, kadangkala hakim mewajibkan pembuktian melalui audit pejabat publik.
85
b. Seorang kreditor atau lebih Apabila seorang kreditur atau lebih mengajukan permohonan kepailitan harus
memenuhi syarat bahwa hak menuntutnya terbukti pembuktian sumir, baik kreditor yang merupakan perorangan maupun perusahaan.
c. Jaksa demi kepentingan umum Pihak kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitor
berdasarkan alasan demi kepentingan umum.
86
Berdasarkan keputusan
Hof Amsterdam 9 November 1922, N.J. 1923, 171, alasan kepentingan umum itu ada bilamana tidak dapat lagi dikatakan ada kepentingan-
kepentingan perseorangan melainkan alasan-alasan yang bersifat lebih umum dan lebih serius yang memerlukan penanganan oleh suatu lembaga alat perlengkapan
negara.
87
Menurut M.H. Tirtaamidjaja, bahwa pailit itu juga dapat dinyatakan atas tuntutan jaksa, tuntutan mana harus berdasarkan alasan-alasan untuk dengan tidak
menyelesaikan urusan-urusannya. Atau debitor sedang berusaha menggelapkan harta kekayaannya dengan merugikan kreditor-kreditornya.
88
85
Putusan MA No. 03 KN1999 tertanggal 5 Mei 1999.
86
Menurut Penjelasan Pasal 2 angka 2 UUK dan PKPU, kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara danatau kepentingan masyarkat luas.
87
Chidir Ali, Himpunan Yurisprudensi, Hukum Dagang di Indonesia, Jakarta :Pradnya Paramita, 1982, hal 11.
88
Victor M Situmorang dan Hendri Sukarso, Op. Cit, hal 49.
HABIBA HANUM : ANALISIS TERHADAP KETENTUAN INSOLVENSI DALAM HUKUM KEPAILITAN, 2008.
48
d. Bank Indonesia BI Sutan Remy menyatakan bahwa ketentuan yang menyatakan bahwa hanya BI
yang dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitor yang merupakan bank adalah standart ganda double standart.
89
Ketentuan ini telah merampas hak kreditor dari suatu bank. Kreditor bank pada umumnya adalah juga bank,
yang memberikan fasilitas kepada bank itu melalui interbank money market. Dengan adanya Pasal 2 ayat 3 UUK dan PKPU tersebut, maka hilanglah hak
bank untuk mengajukan permohonan pailit terhadap debitornya yang merupakan juga bank.
90
Apabila kreditor yang mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada bank bukan Bank Indonesia, dikhawatirkan bahwa setiap saat bank akan senantiasa
dibayang-bayangi pengajuan permohonan pailit. Pemberian hak-hak khusus kepada Bank Indonesia yang mewakili kepentingan umum harus mendapat
dukungan karena berkaitan dengan dana masyarakat yang terhimpun dalam bank. Perlindungan terhadap masyarakat luas ini harus dijaga dan dilindungi
secara proporsional. Apabila bank yang dengan mudahnya pailit oleh kreditor bukan Bank Indonesia terjadi, tentunya akan menganggu kinerja perbankan
nasional dan tentunya hal ini berdampak pula pada perekonomian Indonesia.
91
89
Sutan Remy Syahdeini, “Undang-undang Kepailitan : Dalam Perspektif Hukum,Politik dan Ekonomi”, Makalah disajikan Pada Tanggal 7 Mei 1998 di Jakarta, hal 3.
90
Bismar Nasuton dan Sunarmi, Op. Cit, hal 37.
91
Ibid, hal 38.
HABIBA HANUM : ANALISIS TERHADAP KETENTUAN INSOLVENSI DALAM HUKUM KEPAILITAN, 2008.
49
e. Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam Debitor yang merupakan perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring, dan
penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bapepam. Ketentuan tersebut ternyata dalam praktek
menimbulkan pro dan kontra baik dalam kalangan ahli hukum maupun para praktisi. Hal tersebut karena berkaitan dengan fungsi dan tugas Bapepam.
92
Terhadap perusahaan yang go publik, keterlibatan Bapepam mutlak diperlukan, hal ini mengingat tugasnya untuk mengawasi jalannya kelancaran Pasar Modal.
Bapepam mutlak mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh para emiten yang dikhawatirkan akan menganggu kinerja Pasar Modal. Namun di sisi lain,
sebaiknya keterlibatan Bapepam hanya cukup dilapori saja. Berdasarkan semangat dan asas UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bapepam tidak
diinginkan untuk turut campur apalagi mengambil hak-hak investor atau emiten.
93
f. Menteri Keuangan Kewenangan untuk mengajukan permohonan pailit terhadap perusahaan asuransi
dan perusahaan reasuransi sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan. Ketentuan ini diperlukan untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi sebagai lembaga pengelola resiko
92
Ibid, hal 39.
93
Ibid, hal 40.
HABIBA HANUM : ANALISIS TERHADAP KETENTUAN INSOLVENSI DALAM HUKUM KEPAILITAN, 2008.
50
dan sekaligus sebagai lembaga pengelola dana dari masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian.
94
C. Akibat Hukum Kepailitan