71
a. Duduk perkaranya :
1 Permohonannya ini adalah voluntary petition yang diajukan oleh Djafar
Tjiawi alias Akang beralamat di Medan, dengan alasan bahwa pemohon mempunyai beberapa utang. Dan beberapa bulan terakhir sudah dalam
keadaan berhenti membayar dan tidak sanggup lagi membayarnya kepada kreditor;
2 Bahwa usaha dagang yang dilakukan oleh pemohon selama ini adalah dagang
alat-alat bangunan yang diambil dari para kreditor di Medan dengan pembayaran giro-giro gantung yang diundurkan tanggal pembayarannya dan
dengan bon-bon pengambilan barang; 3
Bahwa barang-barang tersebut pemohon jual melalui Toko Harapan Baru Medan;
4 Bahwa jumlah seluruh utang pemohon kepada kreditor tersebut adalah sebesar
Rp. 104.359.161,- seratus empat juta tiga ratus lima puluh sembilan ribu seratus enampuluh satu rupiah
b. Pertimbangan Hakim PN. Niaga
Sebelum memberikan putusannya Pengadilan Negeri Medan telah memberikan pertimbangan hukumya antara lain bahwa pemohon telah beberapa kali
membayar utang-utangnya kepada para kreditor. Kepada Toko Saudara dilakukan pembayaran pada bulan Juni 1987, kepada Toko Sinar Baru pada mulanya pembayar
lancar, tetapi kemudian terhenti. Demikian juga terhadap kreditor-kreditor lainnya.
HABIBA HANUM : ANALISIS TERHADAP KETENTUAN INSOLVENSI DALAM HUKUM KEPAILITAN, 2008.
72
Pengadilan juga mempertimbangkan itikad baik pemohon yang telah membayar sebagian utang pemohon dan kesedian pemohon untuk berdamai dengan
para termohon, dengan menawarkan 15 dari jumlah utang pemohon. Akhirnya pengadilan mengabulkan permohonan pemohon dengan amar
putusan sebagai berikut : a.
Mengabulkan permohonan pemohon; b.
Menyatakan pemohon Djafar Djiawi alias Akang Toko Harapan Baru alamat Jl. Gatot Subroto Medan, berada dalam keadaan pailitberhenti membayar;
c. Mengangkat Asmar Ismail, Hakim pada Pengadilan Negeri Medan tersebut
sebagai Hakim Komisaris; d.
Membebankan ongkos perkara kepada pemohon sebesar Rp. 31.000,- tiga puluh satu ribu rupiah.
c. Analisis Hukum
Pentingnya “keadaan berhenti membayar utang” diterapkan secara benar dalam arti bahwa debitor sudah pernah membayar utang tetapi terhenti adalah untuk
menghindari kemungkinan itikad buruk dari debitor. Lebih-lebih permohon pailit itu berupa voluntary petition. Hal yang pernah dikemukakan oleh Retnowulan Sutantio
cukup beralasan. Retno mengkhawatirkan debitor itu sebelumya telah membuat
HABIBA HANUM : ANALISIS TERHADAP KETENTUAN INSOLVENSI DALAM HUKUM KEPAILITAN, 2008.
73
sebanyak-banyaknya utang tetapi tidak pernah membayarnya, lalu debitor mengajukan permohonan pailit untuk menghindari penagihan utang oleh kreditor.
125
Permohonan pailit yang diajukan debitor pada masa Faillissment verordening lebih banyak dilakukan dibandingkan kreditor untuk mengatasi permasalahan utang
piutang debitor itu sendiri. Hal ini menunjukan bahwa debitor menginginkan dirinya dinyatakan pailit dan hukum kepailitan disalahgunakan oleh debitor untuk
kepentingan dirinya sendiri dengan merugikan para kreditornya.
Akan tetapi apabila debitor sebelum mengajukan permohonan pailit sudah pernah membayar utangnya, maka pihak kreditor seharusnya menganggap debitor
beritikad baik, kecuali dapat dibuktikan hal yang sebaliknya. Dapat juga terjadi bahwa debitor tidak membayar utangnya disebabkan kreditor juga mempunyai utang
kepada debitor. Hal ini bisa saja terjadi dalam perjanjian timbal-balik, sehingga penyelesaian masalah ini lebih tepat dibawa ke Pengadilan Umum. Sebab pada
Pengadilan Umum lebih terbuka asas audio et alteram partum.
E. Menurut UU No. 4 Tahun 1998
1. Putusan Pengadilan Niaga No. 10PailitPN.Jakpus2000 Tanggal 13 Juni
2002
antara PT. Dharmala Sakti Sejahtera PT. DSS Vs. PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia PT. AJMI.
125
Sutan Remy Sjahdeini, Op. Cit, hal 122
HABIBA HANUM : ANALISIS TERHADAP KETENTUAN INSOLVENSI DALAM HUKUM KEPAILITAN, 2008.