Analisis Hukum Bantahan dari termohon pailit

84 2. Membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 10Pailit2002PN. Niaga.Jkt.Pusat. 3. Menolak permohonan pernyataan pailit dari pemohon Paul Sukran, SH selaku Kurator PT.DSS.

d. Analisis Hukum

Tuntutan dari pemohon pailit adalah adanya pembagian deviden yang dianggap pemohon pailit sebagai utang dari termohon pailit kepadanya. Namun, apa yang dituntut tersebut dibantah oleh PT. AJMI dengan alasan bahwa : a. Dalam RUPS tanggal 17 Februari 2000 telah diputuskan bahwa : Mengenai deviden “…..diluar lingkup permasalahan sampai telah dicapai RBC yang memuaskan …..” dimana PT. DSS juga diundang untuk mengadirinya b. Pembagian deviden bukanlah kewenangan dari PT. AJMI melainkan harus diputuskan terlebih dahulu oleh RUPS Pasal 62 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. c. Anggaran Dasar juga mengatur tentang pembagian deviden melalui RUPS bukan PT. AJMI. d. Munculnya pihak ketiga yaitu perusahaan Roman Gold Asset yang menyatakan pemilik saham baru atas saham milik PT. DSS. HABIBA HANUM : ANALISIS TERHADAP KETENTUAN INSOLVENSI DALAM HUKUM KEPAILITAN, 2008. 85 Dengan demikian, kasus PT. AJMI, tidak memenuhi syarat pailit menurut UUK, karena keberadan utang PT. AJMI tidak terbukti secara sederhana sebagaimana yang disyaratkan Pasal 1 ayat 1 jo. Pasal 6 ayat 1 UUK. Kurator PT. DSS selaku pemohon pailit untuk melakukan pengurusan dan pemberesan atau perbuatan hukum harus mendapat izin terlebih dahulu dari hakim pengawas. Dalam hal ini kurator belum mendapat izin dari hakim pengawas untuk mengajukan permohonan pailit dan menghadap di muka pengadilan. Tentunya ini bertentangan dengan Pasal 67 ayat 5 UUK. Maka seharusnya permohonan pailit tidak sah dan harus ditolak. Kurator Kalisutan, SH yang ditunjuk oleh Majelis Hakim PN. Niaga dalam putusan pailitnya PT. AJMI ternyata telah keluar dari Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia AKPI. Padahal berdasarkan Pasal 7 jo. Pasal 6 ayat 1 Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.08-HT.05.10 Tahun 1998, kurator yang ditunjuk harus masih aktif di AKPI, maka penetapan kuratorKalisutan, SH dalam putusan tersebut adalah suatu kesalahan. Masalah insolvensi atau tidaknya PT. AJMI tidak menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam memutuskan perkara ini. Berdasarkan hasil laporan PT.AJMI yang dikeluarkan oleh Dirjen Lembaga Keuangan sebagai Pembina dan Pengawas Industri Asuransi, menyatakan PT. AJMI sehat dan dapat membayar kewajibannya, namun Judex Facti tetap mempailitkan PT. AJMI. Putusan tersebut dinilai pemerintah Kanada tidak memberikan kepastian hukum berinvestasi di Indonesia. Para hakim seharusnya tidak hanya berpedoman kepada Undang-undang saja, tetapi hakim HABIBA HANUM : ANALISIS TERHADAP KETENTUAN INSOLVENSI DALAM HUKUM KEPAILITAN, 2008. 86 bertindak secara aktif sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 28 UU No. 4 ayat 1 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa : ” Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Ketentuan yang dimaksud bertujuan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Sebaliknya mengenai kasus tersebut, solven atau tidaknya suatu perusahaan menjadi dasar pertimbangan hukum untuk dinyatakan pailit tidaklah penting. Apabila terpenuhinya syarat-syarat pailit yang tertera dalam Pasal 1 ayat 1 jo. Pasal 6 ayat 1 UUK menjadi dasar hakim untuk mengabulkan permohonan pailit. Mengenai insolvensi test yang diharapkan ada untuk melindungi perusahaan yang solven tidaklah begitu diperlukan, karena dalam proses kepailitan pemohon dan termohon dapat mengajukan bukti-bukti sebagai bahan pertimbangan hakim. 127 Insolvensi test merupakan kriteria internasional yang dianut oleh negara common law yang pembuktiannya dilakukan dengan memeriksa aktiva dan pasiva perusahaan yang dimohonkan pailit dan keputusan pernyatan pailit terletak pada juri persidangan. Sedangkan negara Indonesia, yang menganut sistem Eropa Kontinental. Setiap hakim mempunyai pilihan, apabila berbicara tentang kepastian hukum maka penerapan Undang-undanglah yang menjadi dasar pertimbangan hakim. Namun apabila berbicara masalah keadilan, maka kepastian hukum tidaklah dapat dijalankan. Keadilan bersifat relatif, dan hakim harus memilih apakah memberikan kepastian 127 Hasil Wawancara dengan Hakim Pengadilan Niaga Medan Bpk. Rukman Hadi, SH, Pada tanggal 20 Agustus 2007. HABIBA HANUM : ANALISIS TERHADAP KETENTUAN INSOLVENSI DALAM HUKUM KEPAILITAN, 2008. 87 hukum atau memberikan rasa keadilan. Pasal 1 ayat 1 UUK dianggap tidak memenuhi rasa keadilan apabila dijalankan untuk memberikan kepastian hukum, seharusnya persyaratan tersebut diperjelas oleh pembuat Undang-undang sehingga memberikan kepastian hukum dan keadilan. 128

2. Putusan Pengadilan Niaga N0. 13Pailit20004PN. Niaga