Sifat-Sifat Edible film Sosis

25 penjernih sari buah.fungsinyasebagai antimikroba dan antijamur jugaditerapkan dibidang kedokteran. Kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans dan Staphylacoccus aureus. selain itu, biopolimer tersebut juga berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran dialisis, bahan shampoo dan kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom, bahan ortopedik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan, antiinfeksi Sugita, 2009.

2.6. Sifat-Sifat Edible film

Sifat fisik dari film yaitu sifat mekanik dan penghambatan. Sifat fisik menunjukkan kemampuan kekuatan film dalam menahan kerusakan bahan selama pengolahan, sedangkan sifat penghambatan menunjukkan kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunakan film tersebut. 1. Ketebalan edible film Ketebalan merupakan sifat fisik edible film yang besarnya dipengaruhi oleh konsentrasi padatan terlarut. Ketebalan film akan mempengaruhi laju transmisi uap air, gas dan senyawa volatil. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film maka semakin sulit dilewati uap air. 2. Perpanjangan edible film atau elongasi Perpanjangan edible film atau elongasi merupakan kemampuan perpanjangan bahan saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film menunjukkan kemampuan rentangnya. 3. Kekuatan peregangan edible film atau tensile strength Peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan tersebut berada dalam regangan maksimumnya. Kekuatan peregangan menggambarkan tekanan maksimum yang dapat diterima oleh bahan atau sampel. 4. Kelarutan edible film Kelarutan film merupakan faktor yang penting dalam menentukan biodegradibilitas film ketika digunakan sebagai pengemas. Ada film yang 26 dikehendaki tingkat kelarutannya tinggi atau sebaliknya tergantung jenis produk yang dikemas. 5. Laju transmisi uap air Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah untuk menahan migrasi uap maka permebelitasnya terhadap uap air harus serendah mungkin. 6. Warna Edible film Perubahan warna edible film dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi bahan pembentuk edible film dan suhu pengeringan. Warna edible film akan mempengaruhi penampakan produk sehingga lebih menarik.

2.7. Karakterisasi Edible Film

2.7.1. Scanning Electron Microscope SEM

Scanning Electron Microscope SEM dikembangkan untuk mempelajari secara langsung struktur permukaan, mikrostruktur, dan morfologi bahan. Alat SEM yang digunakan pada penelitian ini dilengkapi dengan EDS Energy Dispersive Spectroscopy. EDS dihasilkan dari Sinar-X karakteristik, yaitu dengan menembakkan sinar-X pada posisi yang ingin kita ketahui komposisinya. Maka setelah ditembakkan pada posisi yang diinginkan maka akan muncul puncak – puncak tertentu yang mewakili suatu unsur yang terkandung. Scanning Electron Microscope SEM merupakan sejenis mikroskop yangmenggunakan elektron sebagai pengganti cahaya untuk melihat benda dengan resoles itinggi. Analisa SEM bermanfaat untuk mengetahui mikrostruktur termasuk porositasdan bentuk retakan benda padat. Berkas sinar elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut elektron gun. Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan elektron gun terkondensasi dilensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objekstif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang 27 dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas dipermukaan Cathoda Ray Tube CRT sebagai topografi gambar. Pada sistem ini berkas elektron dikonsentrasikan pada spesimen, bayangannya diperbesar dengan lensa objektif dan diproyeksikan pada layar. Cuplikan yang akan dianalisis dalam kolom SEM perlu dipersiapkan dahulu, walaupun telah ada jenis SEM yang tidak memerlukan pelapisan coating cuplikan. Terdapat tiga tahap persiapan cuplikan, antaralain: 1. Plat dipotong dengan menggunakan gergaji intan. Seluruh kandungan air, larutan dan semua benda yang dapat menguap apabila divakum, dibersihkan. 2. Cuplikan dikeringkan pada suhu 60°C minimal selama 1 jam.Cuplikan non logam harus dilapisi dengan emas tipis atau logam lainnya, seperti Pt. 3. Cuplikan logam dapat langsung dimasukkan dalam ruang cuplikan. Sistem penyinaran dan lensa pada SEM sama dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pengamatan yang menggunakan SEM lapisan cuplikan harus bersifat konduktif agar dapat memantulkan berkas elektron dan mengalirkannya ke ground. Bila lapisan cuplikan tidak bersifat konduktif maka perlu dilapisi dengan emas atau Pt. Pada pembentukan lapisan konduktif, spesimen yang akan dilapisi diletakkan pada tempat sampel disekeliling anoda. Ruang dalam tabung kaca dibuat memliki suhu rendah dengan memasang tutup kaca rapat dan gas yang ada didalam tabung dipompa keluar. Antara katoda dan anoda dipasang tegangan 1,2 kV sehingga terjadi ionisasi udara yang bertekanan rendah. Elektron bergerak menuju anoda dan ion positif dengan energi yang tinggi bergerak menumbuk katoda emas. Hal ini menyebabkan partikel emas menghambur dan mengendap dipermukaan spesimen. Gunawan dan Azhari, 2010.

2.7.2. Spektroskopi Infra Merah dan FTIR

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik REM. Interaksi yang terjadi dalam spektroskopi inframerah ini merupakan interaksi dengan REM melalui absorbansi 28 radiasi. Pancaran inframerah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan gelombang mikro. Molekul menyerap radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang khusus. Absorbansi cahaya ultraviolet mengakibatkan pindahnya sebuah elektron ke orbital dengan energi yang lebih tinggi. Radiasi inframerah tidak cukup mengandung energi untuk melakukan eksitasi tersebut, absorbsinya hanya mengakibatkan membesarnya amflitudo getaran atom-atom yang terikat satu sama lain Sudarmadji, 1989. Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah vibrasi molekul yang dideteksi dan dapat diukur pada spektrofotometer infra merah. Spektra didaerah infra merah dapat digunakan untuk mempelajari sifat- sifat bahan, perubahan struktur yang sedikit saja dapat memberikan perubahan yang dapat diamati pada spectrogram panjang gelombang versus transmitasi. Menurut Sastrohamidjojo 1992, panjang gelombang yang diserap oleh berbagai tipe ikatan tergantung pada jenis vibrasi ikatan tersebut. Oleh karena itu berbagai jenis ikatan mengabsorbsi radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berbeda.Perubahan ini sangat spesifik dan merupakan sidik jari suatu molekul dengan membandingkan spektogram yang dihasilkan oleh bahan yang diuji terhadap bahan yang sudah diketahui secara kualitatif. Penerapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan fungsi puncak pada panjang gelombang terkait yang dihasilkan oleh zat-zat yang diujikan dan zat standart. Spectra inframerah ditujukan terutama untuk senyawa organik yaitu analisis gugus fungsi yang dimiliki oleh senyawa tersebut Mulja, M. 1995. Kebanyakkan spektrum inframerah merekam panjang gelombang atau frekuensi versus T. Tidak adanya serapan atau suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu direkam sebagai 100T dalam keadaan ideal. Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh contoh akan berkurang. Ini menyebabkan suatu penurunan T dan terlihat didalam spektrum sebagai suatu sumur, yang disebut sebagai puncak absorpsi atau pita absorpsi. Bagian spektrum dimana T menunjukkan angka 100 atau hampir 100 disebut garis dasar baase line, yang didalam spektrum inframerah direkam pada bagian atas Fessenden, 1992. 29

2.7.3. Antioksidan

Sejak perang dunia pertama telah dikenal lebih kurang sebanyak 500 macam persenyawaan kimia yang mempunyai aktivitas antioksidan, yaitu dapat menghambat atau mencegah kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat proses oksidaasi. Pada pertama kali, bahan kimia tersebut ditambahkan untuk menghambat kerusakan oleh oksidasi pada karet, gasoline, plastik atau bahan non pangan lainnya dan belum digunakan dalam bahan pangan karena pada saat itu belum diketahui sampai berapa jauh pengaruh racun yang mungkin dapat ditimbulkannya. Sekarang antioksidan tersebut telah banyak digunakan atau ditambahkan ke dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Berdasarkan penelitian Food Laboratories of Eastman Chemical Product Inc, telah diketahui efektifitas beberapa jenis antioksidan, sifat sinergis dari fosfolipid serta pengaruh asam sitrat dan asam fosfat terhadap aktifitas antioksidan pada kondisi tertentu. Ketaren. S, 2005. Sebagian penyakit disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Tampaknya oksigen merupakan sesuatu yang diparadoksial dalam kehidupan. Molekul ini sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberikan energi pada proses metabolisms dan represi, namun pada kondisi tertentu keberadaan dapat berimplikasi pada berbagai penyakit dan kondisi degenetatif seperti kanker. Reaksi oksidasi terjadi setiap saat, ketika kita bernafas pun terjadi reaksi oksidasi. Reaksi ini mencetuskan terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif yang dapat merusak struktur serta fungsi sel. Namun reaktivitas radikal bebas itu dapat dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh. Para ahli kimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Senyawa ini terbentuk didalam tubuh dipicu oleh bermacam-macam faktor. Radikal bebas bisa terbentuk, misalnya ketika komponen makanan diubah menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme. Pada proses metabolisme ini sering kali terjadi kebocoran elektron. Dalam kondisi demikian mudah sekali terbentuk radikal bebas, seperti anion superoksida, hidroksil dan lain-lain. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan radikal 30 bebas, tapi mudah berubah menjadi radikal bebas. Misalnya hidrogen peroksida H 2 O 2 , ozon dan lain-lain. Kedua kelompok senyawa tersebut sering diistilahkan sebagai Senyawa Oksigen Reaktif SOR atau Reaktive Oxygen Species ROS. Senyawa ini juga memiliki aktivitas yang sama dan memberikan akibat yang hampir sama, meskipun melalui proses yang berbeda. Sebagai contoh dampak reaksi H 2 O 2 Sebagai antioksidan dan radikal bebas hidroksil OH• terhadap glutation GSH atau reduktor. Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh sifatnya yang segera menarik atau menyerang elektron disekelilingnya, senyawa radikal bebas juga dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal. Berdasarkan sifat ini, radikal bebas dianggap sama dengan oksidan. Pemahaman radikal bebas sebagai oksidan memang tidak salah, tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap oksidan merupakan radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksigen non- radikal. Hal ini berkaitan dengan tingginya reaktivitas senyawa radikal bebas tersebut, yang mengakibatkan terbentuknya senyawa radikal baru. Bila senyawa radikal baru tersebut bertemu dengan molekul lain akan terbentuk radikal baru lagi dan seterusnya sehingga akan terjadi reaksi berantai. Reaksi seperti ini akan berlanjut terus dan baru akan berhenti apabila reaktivitasnya diredam oleh senyawa yang bersifat antioksidan seperti glutation Winarsi,H.2007. Pembentukkan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Inilah penyebab utama dari proses penuaan dan berbagai penyakit degenetatif. Radikal bebas yang penting dalam makhluk hidup dan yang sangat berbahaya adalah radikal bebas oksigen RBO, yaitu hidroksil OH•, superoksida O 2 - , nitrogen monooksida NO, dan peroksil RO 2 •, peroksinitrit ONOO - , asam hipoklorit HOCl, hidrogen peroksida H 2 O 2 , oksigen singlet 1 O 2 dan ozon O 3 bukanlah radikal tetapi dengan mudah dapat menjurus ke reaksi-reaksi radikal bebas. Silalahi.J,2007

2.7.3.1. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan DPPH

Peredaman radikal merupakan suatu mekanisme utama dari antioksidan berperan dalam makanan. Metode yang telah dikembangkan dalam perhitungan nilai 31 aktivitas antioksidan oleh peredaman radikal sintetis dalam pelarut organik polar pada suhu kamar. Dalam pengujian DPPH peredaman radikal-radikal DPPH diikuti dengan memantau penurunan absorbansi yang disebabkan karena reduksi oleh antioksidan AH atau reaksi dengan spesi radikal R•, DPPH • + AH DPPH-H + A• DPPH • + R • DPPH-R Reaksi cepat terjadi pada radikal DPPH dengan beberapa senyawa fenolik, tetapi reaksi selanjutnya lambat yang disebabkan terjadinya penurunan absorbansi. Oleh karena itu, keadaan dasar tidak akan tercapai untuk bebarapa jam. Kebayakan dokumentasi untuk penggunaan metoe DPPH adalah peredaman 15 atau 30 menit untuk reaksi. Hasil uang dituliskan berupa IC 50 yang merupakan suatu konsentrasi sampel antioksidan yang diuji mampu melakukan perdeman 50 terhadap radikal DPPH dalam jangka waktu tertentu. Murkovic,M.2015

2.7.4. Uji Aktivitas Mikrobiologi Pangan

Sejumlah besar penelitian memperlihatkan bahwa makanan tambahan yang dioalah dalam kondisi yang tidak higenis kerapkali terkontaminasi berat dengan bakteri patogen dan merupakan faktor resiko utama dalam penularan penyakit, Dalam kemasan edible film dapat ditambahkan bahan baku seperti antimikroba. Kemasan antimikroba adalah sistem kemasan yang mampu mengendalikan, mengurangi, menghambat atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan mengurangi kontaminasi permukaan makanan. Berdasarkan pewarna gram karena perbedaan struktur dinding selnya, bakteri digolongkan menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

1. Escherichia Coli

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 mikrometer dan diameter 0,5 mikrometer, bersifat anaerob fakulatif, biasanya dapat bergerak dan tidak membenruk spora. Bakteri ini umumnya hidup pada rentang 20-40ºC, optimum pada 37ºC. Escherichia coli merupakan bakteri yang secara normal terdapat di dalam usus dan berperan dalam 32 proses pembusukan sisa-sisa makanan. Keberadaan bekteri ini merupakan parameter ada tidaknya materi fekal di dalam suatu habitat khusunya air, Escherichia coli adalah salah satu jenis bakteri yang ada dalam tinja manusia dan dapat mengakibatkan gangguan pencernaan seperti diare.

2. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob atau anaerobfakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter 0,8 – 1,0 μm, tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna kuning. Bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37ºC tetapi paling baik membentuk pigmen pada suhu 20-25ºC. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lender, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan. Usaha untuk menjaga agar mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan makanan dapat mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan pangan dan memperkecil kemungkinan adanya patogen. Pengepakan kemasan makanan, pengalengan makanan yang telah diolah dan pelaksanaan metode yang memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan makanan merupakan contoh penanganan aseptik Jawetz,2001.

2.9. Sosis

Sosis merupakan suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan, ternak dan rempah, serta bahan bahan laut. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah dilakukan sejak sangat lama. 33

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Plat akrilik Cutter Blender Saringan Batang Pengaduk Spatula Pipet tetes Magnetic stirer Erlenmeyer pyrex Oven Neraca analitis mettle toledo Gelas beaker pyrex Gelas ukur pyrex Thermometer YZ Botol reagen Botol aquadest Hotplate SEM JSM-6360 Corong Ayakan EFL1 mk3 Indikator universal Inkubator Spketroskopi FT-IR Spektrofotometer UV-Visible Spectronic 300

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, dan Ekstrak Jambu Biji (Psidium guajava L.) dengan Pemlastis Gliserin

3 64 75

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dan Dedak Dengan Penambahan Gliserin Sebagai Kulit Risol Dan Pengaruh Akibat Penggorengan

1 58 65

Karakterisasi Dan Analisa Nutrisi Edible Film Dari Campuran Ekstrak Daun Sirsak (Annona Muricata) Dengan Tepung Tapioka, Kitosan Dan Gliserin

2 17 67

Pembuatan Edible Film Dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Gliserin dan Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Costaricencis) Sebagai Pengemasan Sosis Sapi

1 12 89

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Sisik Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) dan Gliserin Untuk Pembungkus Sosis

0 0 2

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Sisik Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) dan Gliserin Untuk Pembungkus Sosis

0 0 5

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Sisik Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) dan Gliserin Untuk Pembungkus Sosis

0 4 16

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Sisik Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) dan Gliserin Untuk Pembungkus Sosis

0 0 2

Karakterisasi dan Uji Aktivitas Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, Sisik Ikan Gurami (Oshpronemus gouramy) dan Gliserin Untuk Pembungkus Sosis

0 0 15

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 1 13