commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Meningkatkan mutu pendidikan adalah menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama bagi guru, yang merupakan ujung
tombak dalam pendidikan. Guru adalah orang yang paling berperan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan dapat bersaing dijaman
pesatnya perkembangan teknologi. Guru dalam setiap pembelajaran selalu menggunakan pendekatan, strategi dan model pembelajaran yang dapat
memudahkan siswa memahami materi yang diajarkannya. Dalam pelaksanaan pembelajaran Statika penggunaan model pembelajaran
yang bervariatif masih sangat rendah dan guru cenderung menggunakan model konvesional pada setiap pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini mungkin
disebabkan kurangnya penguasaan guru terhadap model-model pembelajaran yang ada, padahal penguasaan terhadap model-model pembelajaran sangat diperlukan
untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Untuk itu guru perlu meningkatkan mutu pembelajarannya, dimulai
dengan rancangan pembelajaran yang baik dengan memperhatikan tujuan, karakteristik siswa, materi yang diajarkan, dan sumber belajar yang tersedia.
Kenyataannya masih banyak ditemui proses pembelajaran yang kurang berkualitas, tidak efisien dan kurang mempunyai daya tarik, bahkan cenderung
membosankan, sehingga hasil belajar yang dicapai tidak optimal. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya efektifitas belajar siswa dan perolehan hasil belajar mata
pelajaran Statika siswa kelas X TGB SMK N 2 Surakarta, yang menunjukkan adanya indikasi terhadap rendahnya kinerja belajar siswa dan kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran yang berkualitas. Untuk mengetahui mengapa prestasi siswa tidak seperti yang diharapkan, tentu guru perlu merefleksi diri
untuk dapat mengetahui faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan siswa dalam pelajaran Statika.
commit to user Masih cukup banyak guru yang memakai gaya mengajar klasik atau
model konvensional dalam melaksanakan pembelajaran. Hal tersebut ditegaskan Lik dalam Yasa 2008, menyatakan bahwa: “Model konvensional sudah tidak
sesuai dengan tuntutan jaman, karena pembelajaran yang dilakukan dalam model konvensional, siswa tidak diberi kesempatan seluas-luasnya untuk aktif
mengkonstruksi pengetahuannya. Siswa dituntut untuk lebih aktif dibanding guru, sedangkan peran guru sebagai fasilitator dan evaluator maka guru dituntut untuk
dapat mengubah pola pengajaran ”. Tentu model konvensional tersebut bukan satu
kesalahan, tetapi kalau terus-menerus dipakai maka dapat dipastikan suasana pembelajaran berjalan secara monoton tanpa ada variasi. Oleh karena itu, sudah
sepantasnya guru mengembangkan model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran, terlebih lagi jika dikaitkan dengan upaya meningkatkan
aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Statika. Data penilaian hasil tes belajar siswa pra siklus mata pelajaran produktif
untuk pelajaran Statika pada standar kompetensi Keseimbangan, menunjukkan bahwa siswa yang nilainya kurang dari batas nilai minimal 75 sebanyak 18 siswa
52,90 , sedangkan siswa yang nilainya lebih dari batas nilai minimal 75 hanya sebanyak 16 siswa 47,10 saja. Untuk keberhasilan efektivitas ditinjau dari
penilaian afektif dan psikomotor menunjukkan bahwa siswa yang sudah efektif 7 siswa 20,59 , sedangkan siswa yang belum efektif 27 siswa 79,41 .
Menurut Sigit Susilo, 2011 WKS I SMK N 2 Surakarta dalam wawancara, batas nilai kelulusan mata pelajaran produktif untuk Statika SMK Negeri 2 Surakarta
tahun ajaran 20102011 adalah 75 nilai KKM. Menurut Drs. Slamet Purwoto, 2011 guru statika SMK N 2 Surakarta
dalam wawancara, mata pelajaran Statika tingkat SMK pada dasarnya diarahkan agar siswa memiliki penguasaan konsep teori dan rumus. Pembelajaran Statika
seyogyanya mampu membuat siswa secara aktif mengikuti proses belajar mengajar di kelas, karena siswa diberikan peluang sebesar-besarnya untuk
menemukan konsep-konsep materi pelajaran. Melihat kondisi tersebut, maka penggunaan model pembelajaran yang
tepat menjadi daya dukung utama bagi guru sebagai upaya untuk menciptakan
commit to user suasana belajar siswa secara aktif. Pada pembelajaran Statika di SMK, apabila
pelaksanaan pembelajarannya
masih cenderung
menggunakan model
pembelajaran konvensionalklasik tanpa mengembangkannya. Maka siswa akan merasa jenuh, tidak bergairah dan bosan mengikuti pelajaran. Terlebih lagi terlalu
banyak tugas yang diberikan guru. Penyebabnya adalah guru hanya melakukan ceramah dan siswa sering kali disuruh membaca sendiri materi pelajaran,
kemudian diberi tugas. Kondisi pembelajaran tersebut tentu saja tidak bisa dibiarkan berlangsung
terus menerus. Dengan kondisi tersebut guru harus mencari solusi dan alternatif- alternatif model pembelajaran yang memungkinkan dapat meningkatkan aktivitas
pembelajaran di kelas, dan salah satu yang dimaksud dalam hal ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe talking stick. Dimana pembelajaran kooperatif
cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar yang berpusat pada siswa student
oriented terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam
mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti
dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia Isjoni, 2009: 16-17.
Menurut Deden M La Ode 2010, Talking Stick merupakan model pembelajaran interaktif karena menekankan pada keterlibatan aktif siswa selama
proses pembelajaran. Pembelajaran dapat dilaksanakan guru dengan berbagai pendekatan. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa, guru menggunakan
media tongkat sebagai alat bantu dalam pelaksanaan talking stick. Talking stick dapat dilakukan di sela-sela atau akhir pembelajaran. Setelah guru menjelaskan
materi pelajaran, guru meminta siswa untuk melakukan penghafalan materi dengan terlebih dahulu menetapkan lamanya waktu yang dibutuhkan sampai
talking stick akan dilaksanakan. Setelah hal tersebut dilakukan, maka guru dan
siswa memulai talking stick. Guru terlebih dahulu memberikan tongkat kepada salah satu siswa secara acak, setelah itu guru dan siswa secara bersama behitung
commit to user satu sampai sepuluh tertentu sambil menyerahkan tongkat dari kelompok satu ke
kelompok lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan
penelitian dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick di SMK Negeri 2 Surakarta. Dengan model tersebut, diharapkan hasil belajar siswa dalam
belajar Statika meningkat.
B. Identifikasi Masalah