commit to user yang kemudian disertai dengan kemauan yang kuat untuk menerapkannya pada
saat pembelajaran. Sementara itu, ketidaksiapan siswa dapat diatasi dengan cara menyediakan
panduan yang memuat cara kerja yang jelas, petunjuk tentang sumber yang dapat dieksplorasi, serta deskripsi tentang hasil akhir yang diharapkan, dan sistem
evaluasi. Kendala lain adalah waktu, strategi pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang cukup panjang dan fleksibel, meskipun untuk topik-topik
tertentu waktu yang diperlukan mungkin cukup dua kali tatap muka ditambah dengan kegiatan-kegiatan di luar jam pelajaran.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berpijak pada beberapa pendekatan yang diasumsikan mampu meningkatkan proses dan hasil belajar
siswa. Pendekatan yang dimaksud adalah belajar aktif, konstruktivistik, dan kooperatif. Beberapa pendekatan tersebut diintegrasikan dimaksudkan untuk
menghasilkan suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Belajar aktif, ditunjukkan dengan
adanya keterlibatan intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar.
6. Peranan Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Menciptakan lingkungan yang optimal baik secara fisik maupun mental, dengan cara menciptakan suasana kelas yang nyaman, suasana hati yang gembira
tanpa tekanan, maka dapat memudahkan siswa dalam memahami mata pelajaran. Pengaturan kelas yang baik merupakan langkah pertama yang efektif untuk
mengatur pengalaman belajar siswa secara keseluruhan Isjoni, 2010: 61. Sesuai dengan pendapat tersebut, maka aspek-aspek yang mendukung
efektifitas dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dibutuhkan kemauan dan kemampuan serta kreatifitas guru dalam mengelola lingkungan
kelas. Sehingga dalam menggunakan model ini guru bukannya pasif, tapi harus menjadi lebih aktif terutama saat menyusun rencana pembelajaran secara matang,
mengatur kelas saat pelaksanaan pembelajaran, dan membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama dengan kelompoknya.
commit to user Peran guru dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif adalah sebagai
fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator. Sebagai fasilitator seorang guru harus mempunyai sikap-sikap sebagai berikut: 1 mampu menciptakan
suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, 2 membantu dan mendorong siswa untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya
baik secara individuan maupun kelompok, 3 membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan serta membantu kelancaran belajar mereka, 4
membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya, dan 5 menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur
penyebarannnya dalam bertukar pendapat. Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung dalam menjembatani
mengkaitkan materi pembelajaran yang sedang dibahas melalui pembelajaran kooperatif dalam pernyataan yang nyata ditemukan dilapangan. Peran ini sangat
penting dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna meaningful learning, yaitu istilah yang ditemulkan Ausubel untuk menunjukkan bahan yang dipelajari
memiliki\kaitan makna dan wawasan dengan apa yang sudah dimiliki siswa sehingga mangubah apa yang menjadi molik siswa Hasan, dalam Isjoni, 2010:
63. Sebagai director-moderator, guru berperan dalam membimbing serta
mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban. Disamping itu, sebagai motivator guru berperan sebagai
pemberi semangat pada siswa untuk aktif berpartisipas. Peran ini sangat penting dalam rangka memberikan semangat dan dorongan belajar kepada siswa dalam
mengembangkan keberanian siswa, baik dalam mengembangkan keahlian dalam bekerjasama yang meliputi mendengarkan dengan seksama, mengembangkan rasa
simpati, maupun berkomunikasi saat bertanya, mengemukakan pendapat atau menyampaikan permasalahannya.
Berdasarkan teori motivasi, peranan teman sebaya dalam belajar bersama memegang peranan yang penting untuk memunculkan motivasi dan keberanian
siswa agar mampu mengembangkan potensi belajarnya secara maksimal. Oleh karena itu, sebagai seorang guru harus menciptakan iklim yang kondusif, agar
commit to user terjalin interaksi dan dialog yang hangat, baik antara guru dengan siswa maupun
siswa dengan siswa yang lainnya. Sebagai evaluator, guru berperan dalam menilai kegiatan belajar mengajar
yang sedang berlangsung. Penilaian ini tidak hanya pada hasil, tapi lebih ditekankan pada proses pembelajaran. Penilaian dilakukan baik secara perorangan
maupun secara kelompok. Alat yang digunakan dalam evaluasi selain berbentuk tes sebagai alat pengumpul data juga berbentuk catatan observasi guru untuk
melihat kegiatan siswa di kelas Isjoni, 2010: 63-64. Dalam pembelajaran kooperatif dibutuhkan proses yang melibatkan niat
dan kiat will and skill dari anggota kelompokmnya sehingga masing-masing siswa harus memiliki kiat untuk bekerjasama dengan anggota lainnya. Di smping
itu, juga harus memiliki kiat-kiat bagaimana caranya berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lian. Dalam pengelolaan model kelas pembelajaran kooperatif ini
ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni pengelompokan, pemberian motivasi kepada kelompok, dan penataan ruang kelas Anita Lie, 2010: 39-51.
a. Pembentukan Kelompok
Pada saat pembentukan kelompok guru membuat kelompok yang hiterogen. Pembentukan kelompok dibentuk dengan memperhatikan kemampuan
akademis. Pada umumnya masing-masinh kelompok beranggotakan empat orang yang terdiri atas satu orang yang berkemampuan tinggi, dua orang yang
berkemampuan sedang, dan satu orang berkemampuan rendah. Alasan dibentuk kelompok heterogen adalah: pertama, memberikan
kesempatan untuk saling mengajar peer tutoryng dan saling mendukung. Kedua, dapat meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, etnik, dan gender. Ketiga,
memudahkan mengelola kelas karena masing-masing kelompok memiliki anak yang berkemampuan tinggi special hilper, yang dapat membantu teman lainnya
dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kelompok Jarolimek dan Parkre, 1993. Dalam Isjoni, 2010: 65.
b. Pemberian Semangat Kelompok
Agar kelompok bisa bekerja secar efektif dalam proses pembelajran kooperatif maka masing-masing kelompok perlu memiliki semangat kelompok.
commit to user Pemberian semangat ini sangat penting agar kelompoknya dapat bekerja lebih
baik. Pemberian semangat ini bisa dibina dengan melakukan beberapa kegiatan yang bisa mempererat hubungan antara anggota kelompok, yaitu melaluikegiatan
kesamaan kelompok, identitas kelompok, maupun sapaan atau sorak kelompok. Dengan demikian, diharapkan tertanam perasaan saling memiliki diantara
anggota kelompok. Rasa saling memiliki menciptakan rasa kebersamaan, kesatuan, kesepakatan, dan dukungan dalam belajar. Dengan membangun rasa
memiliki akan mempercepat proses pengajaran dan meningkatkan rasa tanggung jawab dari pelajar Porter, 2001. Dalam Isjoni, 2010: 66
c. Penataan Ruang Kelas
Penataan ruang sangat mempengaruhi filsafal dan metode pembelajaran yang dipakai di kelas. Pada umumnya penataan kelas diatur secara klasikal,
karena hal ini sangat sesuai dengan metode ceramah. Dalam metode ini guru sebagau nara-sumber yang utama atau mungkin satu-satunya narasumber.
Sementara untuk model pembelajaran kooperatif guru tidak hanya satu- satunya narasumber, tetapi siswa juga dapat belajar dari temannya dan guru
berperan sebagai fasilitator, mediator, dan evaluator. Sebagai konsekuensinya ruang kelas harus ditata sedemikian rupa sehingga dapat menunjang terjadinya
dialog dalam pembelajaran kooperatif. Peraturan bangku memainkan peranan penting dalam kegiatan
pembelajaran kooperatif sehingga semua siswa bisa melihat guru atau papan tulis dengan jelas. Di samping itu, harus melihat dan menjangkau rekan-rekan
kelompoknya dengan baik dan berada dalam jangkauan kelompoknya dengan merata.
Guru mempuyai peranan penting terutama pada saat proses belajar mengajar berlangsung seperti halnya penentuan topik, permasalahan apa saja yang
akan didiskusikan, memberikan saran-saran dan juga kalau sudah selesai guru haruslah memberikan pujian terutama bagi mereka yang telah menyelesaikan
tugasnya paling cepat, tepat, dan benar. Beberapa konsep mendasar yang perlu diperhatikan guru terutama dalam
melaksanakan pembelajaran dikemukakan Stahl dalam Isjoni, 2010: 68, yaitu: 1
commit to user kejelasan rumusan tujuan pembelajaran, 2 penerimaan siswa secara menyeluruh
tentang tujuan belajar, 3 saling membutuhkan diantara sesama anggota, 4 keterbukaan dalam interaksi pembelajaran, 5 tanggung jawab individu, 6
hiterogenitas kelompok, 7 sikap dan perilaku sosial yang positif, 8 defriefing refleksi, 9 kepuasan dalam belajar.
7. Talking Stick