BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA
A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan suatu kata yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Dengan mendengar sebuah kata perjanjian maka kita akan langsung berfikir
bahwa tentang suatu hubungan perikatan yang diperbuat oleh dua belah pihak atau lebih. Perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
KUHPerdata dalam buku ke III tentang perikatan. Buku ke III KUHPerdata terdiri dari XVIII bab dan terbagi atas 2 dua ketentuan yaitu Bab I sampai
dengan Bab IV berisikan tentang ketentuan umum tentang perikatan itu sendiri dan Bab V sampai dengan Bab XVIII berisikan tentang ketentuan khusus seperti
jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian kerja, perseroan perdata, dan seterusnya.
Adapun yang dimaksudkan dengan “perikatan” oleh buku III B.W itu, ialah : suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang,
yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.
Buku II mengatur perihal hubungan-hubungan hukum antara orang dengan benda hak perbendaan. Buku III mengatur perihal hubungan-hubungan hukum antara
orang dengan orang hak-hak perseorangan, meskipun mungkin yang menjadi obyek juga suatu benda. Oleh karena sifat hukum yang termuat dalam buku III itu
selalu berupa suatu tuntut-menuntut, maka isi buku III itu juga dinamakan
Universitas Sumatera Utara
“hukum perhutangan”. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau “kreditur”, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak
berhutang atau “debitur”. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “prestasi”, yang menurut undang-undang dapat berupa menyerahkan suatu barang,
melakukan suatu perbuatan dan tidak melakukan suatu perbuatan.
8
Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara 2 dua orang atau lebih, yang terletak didalam
lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. Mr. Dr. H.F. Vollmar didalam bukunya
“Inleiding tot de Studie van het Nedderlands Burgerlijk Recht” mengatakan ditinjau dari isinya ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu debitur
harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur, kalau perlu dengan bantuan hakim. Dari rumus diatas kita dapat melihat bahwa
unsur-unsur perikatan ada 4 empat yaitu
9
1. Hubungan hukum
:
2. Kekayaan
3. Pihak-pihak
4. Prestasi
1. Hubungan Hukum Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan adanya suatu hak
pada satu pihak dan menimbulkan suatu kewajiban pada pihak yang lainnya,
8
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan Ke-XXXII, PT. Intermasa, Jakarta, 2005, hal.122.
9
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan,PT. Citra Aditya Bakti, Cetakan I, Bandung, 2001, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
dimana para pihak harus melaksanakan hak dan kewajiban yang ditimbulkan tersebut. Dalam hal ini jika satu pihak tidak menepati atau melanggar terhadap
hubungan yang timbul tadi maka hukum dapat memaksakan agar hubungan yang timbul itu dapat dilaksanakan dengan semestinya.
2. Kekayaan Dalam melakukan perikatan haruslah mempunyai hubungan hukum dan
didalam hubungan hukum ini mempunyai kriteria perikatan. Kriteria perikatan telah berubah-ubah dari masa kemasa, dahulu kriteria dalam melakukan hubungan
hukum itu haruslah dapat dinilai dengan uang atau tidak. Apabila hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang, maka dapat dikatakan hubungan hukum itu
dalam suatu perikatan. Namun kriteria perikatan itu lama kelamaan tidak dapat lagi digunakan,
karena dalam masyarakat terdapat juga suatu hubungan hukum yang tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi jika tidak dipenuhi maka tidak tercapai suatu rasa
keadilan. 3. Pihak-pihak
Didalam melakukan hubungan hukum haruslah terdapat pihak-pihak yang melaksanakannya minimal terdiri 2 dua orang atau lebih. Pihak yang berhak dan
dapat memaksakan suatu prestasi atau pihak yang memberikan hutang berpiutang yaitu disebut sebagai pihak kreditur dan pihak yang wajib
melaksanakan prestasi atau pihak yang melakukan hutang berutang yaitu disebut sebagai pihak debitur.
Universitas Sumatera Utara
4. Prestasi Objek Hukum Prestasi atau objek hukum ini terdapat dalam Pasal 1234 KUHPerdata,
yaitu : “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Pasal 1233 KUHPerdata mengatakan bahwa, tiap-tiap perikatan dilahirkan
baik karena persetujuan dan karena undang-undang. Dari Pasal tersebut sumber dari perikatan itu adalah perjanjian dan undang-undang.
Perikatan yang timbul dari undang- undang disini yaitu perikatan yang dapat lahir antara orangpihak yang satu dengan orangpihak yang lainnya, tanpa
orang-orang yang bersangkutan menghendakinya atau lebih tepat tanpa memperhitungkan kehendak mereka. Bahkan bisa saja terjadi, bahwa perikatan
timbul tanpa orang-orangpara pihak melakukan suatu perbuatan tertentu dan perikatan bisa lahir karena kedua pihak berada dalam keadaan tertentu atau
mempunyai kedudukan tertentu.
10
Perikatan yang bersumber dari undang-undang semata-mata uit de wet allenadalah perikatan-perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan.
“Pasal 1352-1353 KUHperdata membagi sumber perikatan dari undang- undang dimana Pasal 1352 KUHPerdata: “Perikatan-perikatan yang
dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja uit de wet allen atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” uit de wet
ten ten gevolge van’s mensen toedoen dan Pasal 1353 KUHperdata : “Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang sebagai akibat
perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melawan hukum onrechmatige daad”.
10
J.Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Cetakan Ketiga, Bandung, 1999, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya : Kelahiran dengan kelahiran anak maka timbul perikatan antara ayah dan anak, dimana si ayah wajib memelihara anak tersebut.
Perikatan yang bersumber dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen adalah perikatan yang timbul
sebagai akibat dengan dilakukannya serangkaian tingkah laku oleh seseorang, maka undang-undang melekatkan akibat hukum berupa perikatan terhadap orang
tersebut. Tingkah laku seseorang tersebut mungkin merupakan perbuatan yang menurut hukum dibolehkan undang-undang atau mungkin pula merupakan
perbuatan yang tidak diperbolehkan undang-undang melawan hukum. Perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang yang menurut
hukum misalnya mengurus kepentingan orang lain secara sukarela zaakwaarneming, dimana sebagai akibatnya, undang-undang menetapkan
beberapa hak dan kewajiban, yang harus mereka perhatikan seperti hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian.
11
11
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hal. 7.
Perikatan yang timbul dari perjanjian atau persetujuan dapat dilihat dari contoh pada Pasal 1457 yaitu jual-beli dimana suatu persetujuan dengan mana
pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Dari penjelasan diatas dapat
dikatakan bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk mengikatkan diri satu sama lain, yaitu pihak yang satu menyerahkan barang yang hendak dijual dan
pihak yang satu lainnya membayarnya dengan harga yang sudah dijanjikan sehingga menimbulkan hak dan kewajiban.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa perjanjian merupakan sebagai sumber dari perikatan, karena jika kita mengadakan sebuah
perjanjian maka secara tidak langsung didalamnya kita akan melakukan perikatan dengan pihak lawan dan perikatan itu sebagai hal yang harus dipenuhi dari suatu
perjanjian. Suatu perikatan juga lebih besar bagian yang dikajinya daripada perjanjian, bahwa suatu perikatan itu dapat lahir dari perjanjian dan juga dari
undang-undang. Ditinjau dari sudut istilah bahasa perikatan dan persetujuan juga berbeda,
perikatan dalam Bahasa Belanda menggunakan istilah “Verbitenis” dan perjanjian atau persetujuan menggunakan istilah “Overeenkomst”.
Berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk menerjemahkan “Verbitenis” dan “Overeenkomst”, yaitu :
“1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio
12
2. Utrecht menggunakan istilah perikatan untuk “Verbitenis” dan persetujuan
untuk “Overeenkomst”.
13
3. Achmad Ichsan , dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia
memakai istilah Perhutangan untuk “Verbitenis”, dan Perjanjian untuk “Overeenkomst”.
14
Dari uraian diatas, untuk “Verbitenis” dikenal tiga istilah dalam Bahasa Indonesia, yaitu: Perikatan, Perhutangan dan Perjanjian, sedangkan untuk
“Overeenkomst” dipakai 2 dua istilah yaitu Perjanjian dan Persetujuan. Verbintenis berasal dari kata kerja Verbinden yang artinya mengikat. Maka
dalam bukunya Hukum Perdata IB menerjemahkan “Verbitenis” dengan perjanjian dan “Overeenkomst”
dengan persetujuan”.
12
Subekti dan Tjiptosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Paramita,Jakarta, 1974, hal. 291 dan 304.
13
Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, PT.Penerbit Balai Buku Ikhtiar, Cetakan V, Bandung, 1959, hal. 320 dan 621.
14
A. Ichsan, Hukum Perdata IB, PT. Pembimbing Masa, Jakarta, 1969, hal. 7 dan 14.
Universitas Sumatera Utara
Verbintenis menunjuk kepada adanya “ikatan” atau “hubungan”. Hal ini sesuai dengan definisi Verbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan
tersebut penulis cenderung untuk menggunakan istilah perikatan. Overeenkomst berasal dari kata kerja Overeenkomen yang artinya setuju atau sepakat.
Overeenkomst mengandung kata sepakat sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu, istilah terjemahannya pun harus dapat
mencerminkan asas kata sepakat tersebut. Maka berlandaskan alasan tersebut penulis menggunakan istilah persetujuan atau perjanjian.
15
Pasal 1313 KUHPerdata mengartikan sebuah persetujuan atau perjanjian yaitu suatu tindakan oleh satu orang atau lebih melakukan perikatan dengan orang
lain. Yang dimaksud perikatan disini bukanlah sebagai perikatan yang timbul dengan sendirinya seperti yang kita temui dalam harta benda kekeluargaan. Dalam
hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan sendirinya timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya seperti yang diatur dalam hukum
waris. Lain halnya dalam perjanjian dimana hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta
Perjanjian melahirkan sebuah perikatan yang timbul karena berdasarkan persetujuan. Para pihak setuju dan menghendaki untuk melakukan perikatan satu
sama lainnya, berbeda dengan perikatan yang timbul karena undang-undang yang belum tentu dikehendaki oleh para pihak. Sesuai dengan pengertian perjanjian
menurut Pasal 1313 KUHPerdata yaitu suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
15
Moch. Chidir Ali, Pengertian-pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata,Mandar Maju, Bandung, 1993, hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
oleh karena adanya “tindakan hukum”. Tindakanperbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian,
sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan
“kewajiban” untuk menunaikan prestasi.
16
Oleh karena itu pengertian perjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaanharta benda antara dua orang atau
lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.
17
Dalam perumusan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut tidaklah dikatakan apa yang menjadi tujuan untuk perjanjian, sehingga para pihak tidak jelas tujuan untuk
mengikatkan dirinya. Menurut Rutten, perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada,
tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas
beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
18
Menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Dari peristiwa ini ditimbulkan suatu perhubungan antara dua orang itu yang dinamakan perikatan. Perjanjian tersebut menerbitkan suatu perikatan antara
16
M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian,Cetakan Kedua, Alumni,Bandung, 1986, hal. 7.
17
Ibid, hal. 6.
18
Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Bandar Maju, Bandung, 1994, hal. 46.
Universitas Sumatera Utara
dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang
diucapkan atau ditulis.
19
Sedangkan menurut Dr. Wirjono SH merumuskan hukum perjanjian sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam
mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut
pelaksanaan janji itu. Disini unsur “berjanji atau dianggap berjanji” merupakan suatu unsur yang esensial, sedangkan bila dianut perumusan menurut hukum
Barat saja unsur yang esensial adalah ikatan pihak kesatu kepada pihak yang lain untuk melakukan sesuatu, ikatan mana timbul karena persetujuan, permufakatan
atau karena diatur dalam undang-undang.
20
Oleh karena itu penulis menyimpulkan pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan atau tindakan hukum yang dilakukan berdasarkan hukum kekayaan atau
hukum benda oleh satu orang atau lebih yang mana para pihak saling mengikatkan diri terhadap satu sama lainnya berdasarkan penyesuaian kehendak antara para
pihak yang berisi prestasi untuk kepentingan para pihak yang disusun baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
19
F.Subekti, Hukum Perdjandjian, PT. Pembimbing Masa, Cetakan Kedua, Jakarta, 1970, hal. 1.
20
Moch. Chidir Ali, Op.Cit., hal. 32.
Universitas Sumatera Utara
B. Sahnya Perjanjian