c. Kreditur dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan
penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian.
d. Dalam hal suatu perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik,
kelalaian satu pihak memberikan hak kepada pihak yang lain untuk meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan
permintaan penggantian kerugian.
D. Berakhirnya Suatu Perjanjian
Setelah syarat-syarat sahnya suatu perjanjian itu terpenuhi maka lahirlah suatu perjanjian yang mana para pihak yang mengikatkan diri tersebut haruslah
melaksanakan hak dan kewajiban mereka masing-masing. Lahirnya suatu perjanjian akan menimbulkan berakhirnya atau hapusnya suatu perjanjian
tersebut. Mengenai penghapusan perjanjian telah diatur didalam Pasal 1381 KUHPerdata Buku Ketiga Bab ke-IV tentang hapusnya perikatan, yaitu:
1. Karena Pembayaran
Dalam kegiatan perjanjian sehari-hari, pihak debitur berhutang mendapatkan kewajiban untuk melakukan pembayaran setelah mendapatkan
haknya, dan jika pembayaran tersebut telah dipenuhi maka perjanjian itu akan berakhir. Tetapi pembayaran disini tidak selamanya berbentuk penyerahan uang
atau harta benda tetapi lebih diartikan terhadap pemenuhan kewajiban atau prestasi yang telah dibuat para pihak dalam perjanjian tersebut. Mengenai
hapusnya hutang karena pembayaran ini diatur dalam Pasal 1382 sampai dengan
Universitas Sumatera Utara
1403. Pihak yang mendapat kewajiban untuk melakukan pembayaran ialah pihak debitur yang berhutang. Pihak debitur melakukan pembayaran atau pemenuhan
prestasi kepada pihak kreditur yang berpiutang. Tetapi didalam Pasal 1382 dinyatakan bahwa tidak hanya debitur saja yang dapat melakukan tetapi ada
pihak-pihak lain seperti bunyi Pasal 1382 yaitu : “Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa pun yang berkepentingan,
seperti orang yang turut berutang atau penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan, asal
pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ia
bertindak atas namanya sendiri”.
Dari pengertian Pasal 1382 diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dapat melakukan pembayaran adalah :
a Orang yang berkepentingan dalam hal ini yaitu orang yang berhutang
Debitur; b
Orang yang dianggap sebagai penanggung utang; c
Orang ketiga yang tidak berkepentingan, dalam hal ini pihak ketiga bertindak atas nama serta melunasi hutang si debitur dan tidak
mengambil hak-hak kreditur jika ia mengatasnamakan namanya sendiri..
Dalam hal orang yang menerima pembayaran ini diatur didalam Pasal 1385 KUHPerdata, yaitu :
“Pembayaran harus dilakukan kepada kreditur atau kepada orang yang dikuasakan olehnya, atau juga kepada orang yang dikuasakan oleh hakim
atau oleh undang-undang untuk menerima pembayaran bagi kreditur. Pembayaran yang dilakukan kepada seseorang yang tidak mempunyai
kuasa menerima bagi kreditur, sah sejauh hal itu disetujui kreditur atau nyata-nyata bermanfaat baginya”.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1385 KUHPerdata ini menyatakan bahwa orang yang dapat menerima pembayaran ini ada 3 tiga yaitu orang yang berkepentingan itu sendiri
yakni si kreditur berpiutang, orang yang telah dikuasakan atau diberi kuasa oleh sang kreditur dan orang yang telah dikuasakan oleh hakim atau undang-undang
untuk menerima pembayaran untuk kreditur. 2.
Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
Hapusnya perjanjian dalam hal ini diatur dalam Pasal 1404 sampai dengan Pasal 1412 KUHPerdata. Pasal 1404 menjelaskan tentang hapusnya perikatan ini
sebagai berikut : “Jika kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan
penawaran pembayaran tunai atas apa yang harus dibayarnya; dan jika kreditur juga menolaknya, maka debitur dapat menitipkan uang atau
barangnya kepada pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran,
asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang; sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur”.
Pasal 1404 diatas mengatakan bahwa jika pihak debitur ingin membayar hutangnya tetapi pihak kreditur menolak pembayaran tersebut, maka pihak debitur
dapat melakukan penawaran pembayaran tunai terhadap hutang tersebut, akan tetapi jika si kreditur menolak untuk menerimanya lagi maka sang debitur dapat
menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan. Jadi disini debitur dapat melunasi hutangnya dengan melalui pembayaran tunai yang diikut dengan
penitipan. Penitipan atau penyimpanan yang dimaksud tersebut maksudnya hanya
meliputi kebendaan yang bergerak saja, oleh karena kebendaan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
bergerak memiliki bentuk dan cara penyerahan tersendiri yang berbeda dari penyerahan kebendaan bergerak, yang menurut ketentuan Pasal 512 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata cukup dengan penyerahan fisik dari kebendaan tersebut. Kebendaan tidak bergerak secara esensi tidak mungkin dapat dititipkan
atau disimpan untuk diserahkan kepada kreditor.
29
3. Karena pembaharuan utang
Yang dimaksud dengan pembaharuan utang atau novasi ialah adanya pergantian atau pembaharuan atas perjanjian yang lama terhadap perjanjian yang
baru. Dengan diadakannya pembaharuan atas perjanjian yang baru maka sekaligus mengakhiri perjanjian yang lama tersebut. Pergantian atau pembaharuan haruslah
berdasarkan persetujuan pihak-pihak yang melakukan perjanjian. Pembaharuan utang telah diatur dalam Pasal 1413 sampai dengan Pasal 1424 KUHPerdata.
Pasal 1413 menjelaskan bahwa novasi dapat dilakukan dengan 3 macam, yaitu : a
Bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan utang lama, yang dihapuskan
karenanya; b
Bila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama, yang oleh kreditur dibebaskan dari perikatannya;
c Bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru
ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, yang terhadapnya debitur dibebaskan dari perikatannya.
29
Gunawan Widjaja,Hapusnya Perikatan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 67.
Universitas Sumatera Utara
Dari tiga macam diatas pembaharuan utang ini dapat digolongkan menjadi dua macam :
a. Novasi Subjektif Novasi subjektif digolongkan pada Pasal 1413 Ayat 2 Ayat 3 yaitu
mengatur tentang subjek atau pihak yang melakukan perjanjian kreditur dan debitur. Novasi subjektif yang terjadi karena pergantian atas debitur yang lama
kepada debitur yang baru atas persetujuan ketiga belah pihak tersebut disebut subjektif pasif, sedangkan novasi subjektif yang dilakukan atas pergantian
kreditur yang lama oleh kreditur yang baru disebut subjektif aktif. b. Novasi Objektif
Novasi objektif ialah pembaharuan terhadap objek perjanjian tersebut yang berupa isi perjanjian dan objek prestasinya, dan bukan pembaharuan terhadap
subjeknya. Novasi objektif terdapat dalam Pasal 1413 Ayat 1. 4.
Karena perjumpaan utang atau kompensasi Perjumpaan utang atau kompensasi termasuk dalam hal hapusnya atau
berakhirnya suatu perjanjian, jika kedua belah pihak sama-sama mempunyai utang terhadap satu sama lainnya,dimana pihak debitur mempunyai utang kepada pihak
kreditur, dan pada saat itu pula pihak kreditur juga mempunyai utang kepada pihak debitur dalam jumlah yang sama sehingga mereka dikatakan sebagai
perjumpaan utang. Perjumpaan utang diatur dalam Pasal 1425 sampai dengan Pasal 1435
KUHPerdata. Pasal 1427 mengatakan syarat-syarat terjadinya perjumpaan hutang ketika :
Universitas Sumatera Utara
“Perjumpaan hanya terjadi antara dua utang yang dua-duanya berpokok sejumlah utang, atau sejumlah barang yang dapat dihabiskan dan dari jenis
yang sama, dan yang dua-duanya dapat diselesaikan dan ditagih seketika”.
Dapat disimpulkan syarat-syarat perjumpaan hutang, yaitu : a.
Pihak-pihak yang melakukan perjanjian ini sama-sama berada dalam posisi sebagai debitur antara satu sama lainnya.
b. Objeknya ini dapat dihabiskan dan dari jenis yang sama baik itu berupa
uang atau barang. c.
Hal yang diperjanjikan tersebut dapat ditagih seketika. 5.
Karena pencampuran utang Pasal 1436 sampai dengan Pasal 1437 KUHPerdata mengatur hapusnya
perjanjian karena pencampuran utang. Pasal 1436 menyebutkan pencampuran utang, yaitu :
“Bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang, dan oleh sebab itu
piutang dihapuskan”.
Dengan rumusan ini diketahui bahwa, jika dalam perjumpaan utang terkait sekurangnya dua utang yang saling bertimbal balik, maka dalam percampuran
utang hanya ada satu utang, kewajiban atau perikatan yang saling meniadakan karena berkumpulnya utang dan piutang pada satu pihak.
30
Hapusnya perjanjian karena pencampuran utang ini terjadi didalam hukum kekeluargaan seperti perkawinan dimana terdapat persatuan harta kekayaan yang
disepakati oleh suami-istri, dan juga terjadi pada hukum perusahaan karena disebabkan merger penggabungan dan konsolidasi peleburan.
30
Ibid, hal. 145.
Universitas Sumatera Utara
6. Karena pembebasan utang
Hal yang mengatur mengenai pembebasan utang diatur dalam Pasal 1438 sampai dengan Pasal 1443 KUHPerdata. Pembebasan utang ialah pembuatan
pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitur. Menurut Pasal 1439
KUHPerdata, pembebasan utang itu tidak dapat dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan. Misalnya sebagaimana yang disebutkan oleh Pasal 1439 KUHPerdata,
pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh kreditur, merupakan bukti tentang pembebasan hutangnya.
31
7. Karena musnahya barang yang terutang
Dalam hal hapusnya perjanjian ini dilihat dari segi syarat objektif perjanjian tersebut. Musnahnya barang yang terutang diatur dalam Pasal 1444
sampai dengan 1445. Pasal 1444 menjelaskannya yaitu : “Jika barang tertentu yang menjadi pokok suatu persetujuan musnah, tak
dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang
itu musnah atau hilang diluar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan meskipun debitur lalai menyerahkan suatu
barang, yang sebelumnya tidak ditanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan tetap hapus jika barang itu akan musnah juga
dengan cara yang sama ditangan kreditur, seandainya barang tersebut sudah diserahkan kepadanya. Debitur diwajibkan membuktikan kejadian
tak terduga yang dikemukakannya. Dengan cara bagaimanapun suatu barang hilang atau musnah, orang yang mengambil barang itu sekali-kali
tidak bebas dari kewajiban untuk mengganti harga”.
Maksud Pasal 1444 diatas yaitu musnahnya barang yang terutang dapat menjadi hapusnya perjanjian jika barang itu musnah atau hilang diluar kesalahan
debitur yaitu seperti Force Majeuratau adanya keadaan yang memaksa seperti
31
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hal. 143.
Universitas Sumatera Utara
bencana alam sehingga barang itu menjadi musnah. Dalam hal ini pihak debitur tidak bisa lepas begitu saja, pihak debitur harus dapat membuktikan bahwa
musnahnya barang tersebut dikarenakan hal-hal tersebut. 8.
Karena kebatalan atau pembatalan Dalam hal kebatalan atau pembatalan sebenarnya telah dijelaskan pada
bagian syarat-syarat subjektif suatu perjanjian diatas, dimana terbagi menjadi dua bagian yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan untuk
membuat suatu perikatan. Jika dua syarat ini tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan demi hukum. Seperti seorang melakukan perjanjian dengan
melakukan paksaan, penipuan dan yang melakukan perjanjian dibawah umur yang telah ditentukan. Kebatalan dan pembatalan ini terdapat dalam Pasal 1446
KUHPerdata sampai dengan Pasal 1456. Para pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan tuntutan kepada pengadilan sesuai dengan Pasal 1454. Pada Pasal
1446 menyatakan kebatalan perjanjian dikarenakan belum cakap seseorang dalam melakukan perjanjian, yang berbunyi :
“Semua perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa atau orang-orang yang berada dibawah pengampuan adalah batal demi hukum,
dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakanbatal, semata-mata atas dasar kebelum dewasaan atau
pengampuannya”.
Sedangkan mengenai cacat subyektif tentang kebatalan atau pembatalan karena kesepakatan yang dapat berupa paksaan, penipuan dan kekhilafan diatur
dalam Pasal 1452 : “Pernyataan batal yang berdasarkan adanya paksaan, penyesatan atau
penipuan, juga mengakibatkan barang dan orang yang bersangkutan pulih dalam keadaan seperti sebelum perikatan dibuat”.
Universitas Sumatera Utara
9. Karena berlakunya suatu syarat pembatalan yang diatur dalam Bab I
buku ini Jika suatu perjanjian telah dibuat maka para pihak yang membuat
perjanian tersebut dapat membatalkan perjanjian yang telah mereka buat, dengan catatan harus disetujui oleh para pihak tersebut. Maka suatu perjanjian itu dapat
berakhir karena adanya syarat pembatalan sesuai dalam Pasal 1265 Buku Ketiga Bab I, yaitu :
“Suatu syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula,
seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya mewajibkan
kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila peristiwa yang dimaksudkan terjadi”.
Jadi para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut mencantumkan syarat batal dalam perjanjiannya dan apabila para-para pihak setuju untuk
membatalkan perjanjian tersebut maka perikatan-perikatan dalam perjanjian itu terhapuskan dan semua kembali seperti semula.
10. Karena kadaluwarsa
Pasal 1946 KUHPerdata mengartikan tentang Kadaluawarsa, yaitu : “Kadaluwarsa adalah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau
suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam
undang-undang”.
Orang yang melakukan perjanjian tetapi sudah dari lewatnya waktu yang ditentukan dan juga sesuai dengan undang-undang bahwa sudah lewat waktunya,
maka perjanjian itu dapat dikatakan berakhir. Pasal 1967 dan Pasal 1975 menyatakan jangka waktu kadaluwarsa, namun jangka waktu tersebut dapat
berbeda-beda jika diatur lebih lanjut oleh undang-undang. Kadaluwarsa dapat
Universitas Sumatera Utara
dicegah dengan cara-cara yang telah diatur dalam Pasal 1978 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1985, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1979 dalam hal upaya
mencegah terjadinya kadaluwarsa perjanjian tersebut dengan melakukan suatu peringatan, suatu gugatan, dan tiap perbuatan berupa tuntutan hukum ke
pengadilan yang berwenang.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PROGRAM TENAGA KERJA LUAR HUBUNGAN KERJA TK-LHK