Preparasi Sampel Fraksi Protein Umbi Rumput Teki

30 dilakukan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengan pengaduk stirer magnetik untuk menghindari amonium sulfat terkonsentrasi pada satu tempat. Sebanyak 74,6 g amonium sulfat ditambahkan untuk 700 ml ekstrak gubal umbi rumput teki untuk mendapatkan FP 20 . Proses dilanjutkan dengan stirer semalaman agar terjadi keseimbangan antara larutan dan agregat protein. Didapatkan 700 ml supernatan yang kemudian ditambah 74,2 g amonium sulfat untuk mendapatkan FP 40 . Dengan proses yang sama, didapat 720 ml supernatan yang kemudian ditambah 87,22 g amonium sulfat untuk mendapatkan FP 60 . Terakhir, FP 80 didapat dengan menambahkan 98,8 g amonium sulfat pada 760 ml supernatan. Semua proses pengendapan bertingkat ini dilakukan pada suhu ±4ºC. Protein dapat mengendap karena adanya garam konsentrasi tinggi yang bersifat lebih mudah larut dibanding protein, pada lingkungan dimana protein berada. Adanya amonium sulfat yang bersifat polar akan berinteraksi dengan bagian polar dari protein dan menarik air yang terikat pada protein. Akibatnya, bagian non polar dari protein akan bergabung membentuk agregat yang tidak larut dalam air sehingga protein akan mengendap saat sentrifugasi. Mekanisme ini dikenal dengan nama salting out . Dalam setiap tingkat fraksi protein, endapan yang diperoleh dilarutkan dengan sesedikit mungkin dapar natrium fosfat 5mM pH 7,2 tanpa NaCl kemudian didialisis. Proses dialisis dilakukan dengan tujuan pemurnian protein untuk menghilangkan amonium sulfat. Masing-masing fraksi protein dimasukkan pada tubing dialysis yang merupakan membran semi permeabel dan direndam dalam larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2 dalam sebuah Beaker glass. Proses dialisis 31 berlangsung secara difusi pasif. Karena adanya gradien kadar yang besar di dalam dan di luar membran dialisis, maka amonium sulfat akan berpindah dari kadar amonium sulfat yang tinggi di dalam membran dialisis ke kadar amonium sulfat yang rendah di luar membran dialisis. Membran dialisis yang bersifat semi permeabel dengan ukuran pori-pori 15.000-20.000 Dalton memungkinkan membran untuk menahan molekul-molekul besar seperti protein tetapi melewatkan molekul-molekul kecil seperti amonium sulfat. Dialisis dilakukan semalaman untuk memaksimalkan proses dialisis agar didapat fraksi protein yang murni. Untuk menjaga gradien kadar amonium sulfat di dalam dan di luar membran dialisis maka dilakukan penggantian dapar pada waktu tertentu.

E. Pengukuran Kadar Protein Dengan Metode Spektrofotometri UV

Fraksi protein umbi rumput teki yang diperoleh selanjutnya diukur kadar proteinnya menggunakan spektrofotometer UV karena protein memiliki residu asam amino aromatik seperti tirosin, triptofan dan fenilalanin yang mengandung gugus auksokrom dan kromofor sehingga mampu menyerap sinar UV. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 280 nm karena protein memiliki serapan maksimal pada panjang gelombang tersebut. Selain itu, dilakukan pula pengukuran pada panjang gelombang 260 nm sebagai faktor koreksi karena adanya asam nukleat dan komponennya serta senyawa lain yang mengandung cincin purin dan pirimidin yang mengganggu pembacaan dan memberikan serapan yang tidak tepat. Senyawa- senyawa tersebut memberikan serapan yang kuat disekitar panjang gelombang 260 nm. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 Data yang didapat berupa absorbansi fraksi protein umbi rumput teki. Selanjutnya kadar protein dihitung dengan rumus perhitungan fraksi protein menurut Layne lampiran 3. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar protein untuk FP 20 , FP 40 , FP 60 , dan FP 80 berturut-turut adalah 25,95 mgml; 13,62 mgml; 33,47 mgml; dan 40,41 mgml.

F. Uji Sitotoksisitas Fraksi Protein Umbi Rumput Teki

Dalam penelitian ini, uji sitotoksisitas dilakukan pada sel HeLa dan sel Vero yang didapat dari Laboratorium Ilmu Hayati Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Uji sitotoksisitas pada sel HeLa dimaksudkan untuk mengetahui potensi ketoksikan fraksi protein umbi rumput teki terhadap sel HeLa, sedangkan pada sel Vero lebih dimaksudkan untuk memprediksi selektivitas ketoksikan fraksi protein umbi rumput teki. Suatu senyawa dikatakan selektif sebagai antikanker apabila mampu menghancurkan sel kanker tanpa merusak sel normal. Uji sitotoksisitas merupakan suatu uji kualitatif dan kuantitatif yang didasarkan pada kematian sel. Uji kualitatif dilakukan dengan pengamatan morfologi sel dibawah mikroskop yang meliputi perubahan bentuk dan kepadatan sel kanker sebelum dan sesudah perlakuan dengan fraksi protein umbi rumput teki. Uji kuantitatif dilakukan dengan mencari nilai LC 50 yaitu kadar yang mampu mematikan 50 populasi sel uji. Analisis LC 50 dilakukan dengan analisis probit yang merupakan salah satu analisis regresi untuk mengetahui hubungan konsentrasi – respon persen kematian sel agar didapat persamaan garis lurus sehingga dapat menentukan nilai LC 50 yang akurat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI