Konsep Six Sigma Six Sigma

14. Melakukannya lagi, peningkatan kualitas terus menerus tanpa akhir.

2.2.2 Konsep Six Sigma

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai barang sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk barang danatau jasa diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesepatan DPMO atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok industri dan pelanggan pasar. Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Sehingga 6-sigma otomatis lebih baik daripada 4- sigma, 4-sigma lebih baik daripada 3-sigma. Six Sigma juga dapat di anggap sebagai strategi trobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa dramatik di tingkat bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses process capability. Gasperz,2002 Terdapat 6 aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam penerapan Six Sigma dibidang manufakturing, yaitu : 1. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. 2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ critical to quality individual. Critical to Quality adalah atribut–atribut yang sangat Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses atau praktek–praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan. 3. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui pengendalian material, mesin, proses–proses kerja, dll. 4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggan menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ. 5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ. 6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target Six Sigma. Sumber: “Pedoman Implementasi Six Sigma”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002 . Pendekatan pengendalian proses 6-sigma Motorola Motorola’s Six Sigma process control mengizinkan adanya pergeseran nilai rata-rata mean setiap CTQ individu dari proses industri terhadap nilai spesefikasi target T sebesar ± 1,5–sigma , sehingga menghasilkan 3,4 DPMO defect per million opportunities. Dengan demikian berdasarkan konsep Six Sigma Motorola, berlaku penyimpangan :mean–Target = T − µ = σ 5 , 1 ± atau σ µ 5 , 1 ± = T . Disini µ mu merupakan nilai rata–rata mean dari proses, sedangkan σ sigma merupakan variasi proses. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Proses Six Sigma dengan distribusi normal yang mengizinkan nilai rata–rata mean proses bergeser 1,5–sigma dari nilai spesifikasi target kualitas T yang diinginkan oleh pelanggan, ditunjukkan dalam Gambar 2.1 T - 1,5 sigma +1,5 sigma mean LSL USL - 6sigma + 6 sigma - 3sigma - 2sigma - 1sigma + 1sigma + 2sigma + 3sigma Keterangan : sigma dalam bagan menunjukkan ukuran variasi dari proses yang stabil mengikuti distribusi normal Gambar 2.1 Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal bergeser 1,5–Sigma. Sumber : Vincent Gaspersz,2002, hal 11 Konsep Six Sigma Motorola dengan pergeseran nilai rata – rata mean dari proses yang diizinkan sebesar 1,5 –sigma 1,5 x standard deviasi maksimum adalah berbeda dari konsep Six Sigma dalam distribusi normal yang umum dipahami selama ini yang tidak mengizinkan pergeseran dalam nilai rata – rata mean dari proses. Perbedaan itu ditunjukkan dalam Tabel 2.3 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 2.2 Perbedaan True 6–Sigma dengan Motorola’s 6–Sigma True 6 – Sigma Process Normal Distribusi Centered Motorola’s 6 – Sigma Process Normal Distribusi Shifted 1,5 – Sigma Batas spesifikasi LSL - USL Presentase yang memenuhi spessifikasi LSL - USL DPMO kegaglan cacat per sejuta kesempatan Batas spesifikasi LSL - USL Presentase yang memenuhi spesifikasi LSL - USL DPMO kegagalan cacat per sejuta kesempatan s i g m − ± 1 s i g m − ± 2 s i g m − ± 3 s i g m − ± 4 s i g m − ± 5 s i g m − ± 6 68,27 95,45 99,73 99,9937 99,999943 99,99999998 317.300 45.500 2.700 63 0,57 0,002 s i g m − ± 1 s i g m − ± 2 s i g m − ± 3 s i g m − ± 4 s i g m − ± 5 s i g m − ± 6 30,8538 69,1462 93,3193 99,3790 99,9767 99,99966 691.462 308.538 66.807 6.210 233 3,4 Sumber : Vinscent Gasperz , 2002, hal 11

2.2.3 Faktor Penentu Dalam Six Sigma