ANALISA KECACATAN PROSES PENGEMASAN ALOVO PRODUK TORY CHESE CREKCER DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA-GRESIK.

(1)

ANALISA KECACATAN PROSES PENGEMASAN ALOVO

PRODUK TORY CHESE CREKCER DENGAN

MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA

DI PT. GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA-GRESIK

SKRIPSI

Oleh :

AFIT ALFIAN

0532010164

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

PENDEKATAN SIX SIGMA UNTUK MENGURANGI

TINGKAT KECACATAN PACKING

TORY CHESE CREKCER KEMASAN 16 g

DI PT. GARUDA FOOD PUTRI JAYA

GRESIK

SKRIPSI

Oleh :

AFIT ALFIAN

0532010164

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “ANALISA

KECACATAN PROSES PENGEMASAN ALOVO PRODUK TORY CHESE CRECKER DENEGN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA GRESIK”, yang merupakan

kurikulum yang harus ditempuh oleh mahasiswa sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Atas terselesainya pelaksanaan dan penyusunan Tugas Akhir ini, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir M.T. Safirin, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Ir. Tri Susilo, MM. selaku Dosen Pembimbing I dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas kemudahan dan bimbingan yang bapak berikan kepada penulis.


(4)

5. Bapak Ir. Joumil Aidil ZSZ, MT. selaku Dosen Pembimbing II dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas kemudahan dan bimbingan yang bapak berikan kepada penulis.

6. Bapak Agung M Safa’at,ST, selaku Pembimbing lapangan PT GARUDA

FOOD PUTRA PUTRI JAYA (GERSIK).

7. Abah,Mamak, dan keluargaku tersayang yang selalu memberi semangat serta do’a restunya, semoga saya menjadi anak yang berguna bagi Keluarga,Agama, Masyarakat, Bangsa dan Negara, Amien....!!!!

8. Sohib sohib ku FACTRASS dan temen temen angkatan 05 yang membantu

serta mensupport untuk menyelesaikan kuliah dan selalu berjuang bersama demi tujuan yang sama

9. Semua pihak yang telah mendukung dan menyemangati kami yang tak dapat

disebutkan satu persatu sehingga terwujudlah laporan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis menyapaikan permahonan maaf apabila terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penulisan Tugas Akhir ini.

Hormat Kami,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

ABSTAKSI... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Asumsi... 4

1.5 Tujuan... 4

1.6 Manfaat Penelitian... 4

1.7 Sistematika Penulisan... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas... 7

2.1.1 PengertianPengendalian Kualitas... 8

2.1.2 Tujuan Pengendalian Kualitas... 11

2.1.3 Manajemen Kualitas... 12

2.2 Six Sigma... 13


(6)

2.2.2 Konsep Six Sigma... 19

2.2.3 Faktor Penentu dalam Six Sigma ... 22

2.2.4 Penentu Kapabilitas Proses... 24

2.3 DMAIC... 34

2.3.1 Tahap Define... 34

2.3.2 Tahap Measure... 41

2.3.3 Tahap Analyse... 46

2.3.4 Tahap Improve... 50

2.3.5 Tahap Control... 52

2.4 FMEA... 52

2.4.1 Cara FMEA Bekerja... 53

2.4.2 Severity ... 55

2.4.3 Occurrence... 56

2.4.4 Detection ... 56

2.5 Seven Tools………. 57

2.6 Peneliti Terdahulu... 63

2.6.1 Penelitian Oleh YOEHANITA F.A. Alumni Universitas Pembangunan Nasional... 63

2.6.2Peneliti Oleh SUTARNO Alumni Universitas Pembangunan Nasional……….. 65

2.7 Jurnal RETNO WULAN DAMAYANTI……… 66

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 69


(7)

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel... 69

3.2.1 Variabel Bebas... 69

3.2.2 Variabel Terikat... 70

3.3 Metode Pengumpulan Data... 70

3.4 Metode Pengolahan Data... 71

3.5 Langkah-langkah Pemecahan Masalah... 72

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Define... 77

4.1.1 Identifikasi Obyek Penelitian... 78

4.1.2 Identifikasi Variabe CTQ……… ... 78

4.2 Measure... 80

4.2.1 Pengumpulan Data……….. 80

4.2.2 Pengukuran Baseline Kinerja... 82

4.2.3 Menentukan Defect Dominan... 85

4.3 Analyse... 89

4.3.1 Analisa Kapabilitas Proses... 89

4.3.2 Menganalisa Penyebab Terjadinya Defect... 93

4.4 Improve... ... 96

4.4.1 Usulan Rencana Perbaikan……... 105

4.4.2 Usulan Prioritas Tindakan Perbaikan……… 110

4.5 Control... ... 111

4.5.1 Usulan Rencana Pengendalian... 112


(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 115 5.2 Saran... 116

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Manfaat Dari Pencapaian Beberapa Tingkat Sigma... 16

2.2 Perbedaan True 6-sigma dengan Motorola’s 6-Sigma... 22

2.3 Cara Memperkirakan Kapabilitas Proses untuk Data Atribut.. 30

2.4 Contoh dari Beberapa Peran Generik dengan Gelar atau “Belt” Dalam Progran Sig Sigma... 35

2.5 Penggunaan Metode 5W- 2H Untuk pengembangan Rencana Tindakan... 51

2.6 Severity table... 55

2.7 Occurance table... 56

2.8 Detection table... 57

2.9 Contoh Data Untuk Check Sheet... 58

2.10 Contoh Data Untuk Diagram Pareto……… 59

4.1 Data total produk dan defect pada Proses Packaging…….………. 80

4.2 Data Jenis defect pada Proses Packaging …….……… 81

4.3 DPMO dan Sigma pada Proses Packaging Bulan November 2009... 83

4.5 Rekap nilai kapabilitas proses pada Proses Packaging…….. 84


(10)

4.6 Data Jenis Cacat pada Proses Packaging

Bulan November 2009……….……… 87

4.7 Rekap Hasil Analisa Pareto Jenis Defect pada Proses Packaging November2009 – April 2010………..………… 88

4.8 Perhitungan Nilai Proporsi,3σ,USL,LSL Untuk Bulan November 2009……... 90

4.9 Rekap Perhitungan Rata-Rata Nilai Proporsi USL, LSL Bulan November 2009 – November 2010……… 92

4.10 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)………. . 107

4.11 Usulan Prioritas Tindakan Perbaikan... 111


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Konsep Six Sigma Motorola dengan Distribusi

normal bergeser 1,5 sigma... 21

2.2 Siklus Hipotesa/Analisis dari Akar Masalah... 49

2.3 Bentuk Umum Histogram... 58

2.4 Bentuk Umum Diagram Sebar... 59

2.5 Bentuk Umum Diagram Pareto... 60

2.6 Bentuk Umum Diagram Sebab Akibat ... 60

2.7 Bentuk Umum Chart Control ... 61

3.1 Langkah-langkah Pemecahan Masalah... 73

4.1 Histogram kecacatan produk Pada Proses Packaging N0vember 2009 – April 2010………. 81

4.2 Grafik Pola DPMO ... 84

4.3 Grafik Pola Kapabilitas Sigma ………... 85

4.4 Diagram Pareto Pada Jenis Defect di Dept. Processing bulan Novemeber 2009... 87

4.5 Diagram Pareto Pada Jenis Defect Pada Proses Packaging Bulan Novemeber – April... 88

4.6 Peta P Untuk Bulan Novemeber 2009... 91


(12)

4.8 Diagram Tulang Ikan Jenis Defect Cacat Isi Kurang

pada Proses Packaging... 94 4.9 Diagram Tulang Ikan Jenis Defect Cacat Gambar Lari

pada Proses Packaging... . 94 4.10Diagram Tulang Ikan Jenis Defect Cacat Cuter Seal Tidak Kuat

pada Proses Packaging... 95 4.11Diagram Tulang Ikan Jenis Defect Cacat Long Seal Tidak Kuat

pada Proses Packaging... 95 4.12Diagram Tulang Ikan Jenis Defect Cacat Long Seal Melipat


(13)

ANALISA KECACATAN PROSES PENGEMASAN ALOVO

PRODUK TORY CHESE CRACKER DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA

DI PT. GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA Oleh :

Afit Alfian (0532010164) ABSTRAKSI

Kualitas merupakan suatu jaminan yang harus diberikan dan dipenuhi oleh perusahaan kepada pelanggan. Perusahaan yang mampu bertahan dan bersaing secara efektif adalah perusahaan yang dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki, sehingga mampu menghasilkan produk yang berkualitas dan dapat memenuhi keinginan konsumen. Oleh karena itu perusahaan harus mengadakan pengendalian kualitas pada proses dan produk jadi untuk menemukan terjadinya ketidakstabilan proses dan cacat produk(kemasan) sehingga dapat diambil tindakan untuk mengurangi cacat, memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.

PT. Garuda Food Putra Putri jaya merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Export - Import dalam produk makanan ringan (snack industry). Dalam melakukan proses produksinya PT. Garuda Food Putra Putri jaya tidak terlepas dari adanya berbagai penyimpangan seperti Isi kurang, Gambar Lari, Cuter Seal Tidak Kuat, Long Seal Tidak Kuat, dan Long Seal Melipat, yang menyebabkan produk tersebut tidak sesuai dengan standard dan spesifikasi yang telah ditetapkan, di mana masih terdapat defect dalam proses Pengemasan, khususnya pada produk Tory Chese Cracker kemasan 16 gr.

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan usulan dalam hal meningkatkan kualitas untuk mengurangi defect yang dominan dan mengidentifikasi faktor-faktor terjadinya kecacatan produk dengan metode six sigma. Sehingga perusahaan dapat melakukan perbaikan yang menguntungkan bagi semua pihak. Pengukuran tingkat kapabilitas proses, dan juga perbaikan untuk mencapai hasil yang menunjukkan pada tingkat kegagalan nol (zero defect).

Berdasarkan hasil penelitian dari total produksi sebesar 124.020.801 total defect sebesar 3.467.035 dengan nilai prosentase defect sebesar 2,79 % dan nilai sigma 4,03 sigma. Dan untuk nilai indeks kapabilitas proses diperoleh 1,04 yang berarti bahwa proses produksi dianggap cukup mampu untuk bersaing dengan perusahaan lain serta memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan six sigma.

.


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan di bidang teknologi serta semakin banyaknya produk yang ada dipasaran mengakibatkan tingkat persaingan yang semakin tinggi juga ditambah dengan kondisi masyarakat yang semakin kritis dalam pemakaian atau pemilihan suatu produk. Mereka tidak hanya melihat produk dari bentuk fisik, melainkan juga mutu atau kualitas. Sebagian besar konsumen menilai kualitas merupakan faktor dasar pengambilan keputusan dalam banyak produk dan jasa yang akan mereka gunakan.

Akibatnya bagi perusahaan atau produsen, kualitas merupakan factor utama yang tidak boleh mereka abaikan begitu saja, karena hal tersebut akan menimbulkan akibat yang cukup berarti bagi pertumbuhan dan peningkatan daya saing serta keberhasilan dalam berbisnis.

Melihat kondisi diatas serta melihat akan pentingnya jaminan kualitas terhadap suatu produk, maka melakukan investasi pada pemberian jaminan kualitas terhadap suatu produk akan sangat menguntungkan bagi konsumen, sementara perusahaan juga mendapat keuntungan yang besar. Namun hal itu baru dapat terlaksana apabila perusahaan melakukan investasi pada program-program jaminan kualitas yang efektif sebab dengan program jaminan kualitas yang efektif sebagai strategi bisnisnya, konsumen akan merasa bahwa produk perusahaan tertentu jauh lebih baik kualitasnya daripada saingan-saingannya, dengan demikian konsumen akan memutuskan untuk membelinya. Selain itu program jaminan kualitas yang efektif dapat menghasilkan kenaikan penetrasi pasar,


(15)

2

produktifitas yang lebih tinggi, dan biaya pembuatan barang atau jasa secara keseluruhan lebih rendah. Maka daripada itu dengan menjalankan program jaminan kualitas yang efektif perusahaan akan dapat menikmati keuntungan-keuntungan.

PT. Garuda Food merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi makanan ringan. Seperti biscuit,wafer,kacang,permen,dll. Dimana hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri. PT. Garuda Food dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Untuk menghasilkan mutu yang baik dari produk yang dihasilkan perlu diterapkan teknik-teknik pengendalian kualitas dalam proses produksinya.

Dalam melakukan proses produksinya PT. Garuda food tidak terlepas dari adanya berbagai penyimpangan yang menyebabkan produk tersebut tidak sesuai dengan standard dan spesifikasi yang telah ditetapkan, di mana masih terdapat

defect dalam proses pengemasannya. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya

reject dalam proses produksinya, sehingga merugikan perusahaan karena jumlah produk yang dihasilkan berkurang dan biaya membesar. Pengemasan bahan pangan juga dapat menambah biaya produksi, dan ada kalanya biaya kemasan dapat jauh lebih tinggi dari harga isinya. Untuk produk yang dikonsumsi oleh kelompok konsumen yang mengutamakan pelayanan, maka hal ini tidak menjadi masalah, akan tetapi untuk produk-produk yang dikonsumsi oleh masyarakat umum maka biaya pengemasan yang tinggi perlu dihindari.

Dihadapkan pada kenyataan yang ada, diperlukan sebuah tindakan untuk mengidentifikasi dan memperbaiki proses yang ada pada saat ini, sehingga defect


(16)

3

atau pendekatan yang tepat untuk mendukung tindakan ini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu diadakan suatu penelitian untuk mengidentifikasi faktor – faktor penyebab defect terbesar yang berpengaruh terhadap kualitas produk serta meminimalkan jumlah defect yang terjadi pada produk Tory chese crekcer kemasan 16 g dengan menggunakan metode Six Sigma. Dengan metode Six Sigma ini nantinya diharapkan dengan penerapan siklus DMAIC( Define, Measure, Analyse, Improve,Control ) dapat mereduksi cacat yang terjadi pada proses pengemasan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan kondisi yang terjadi pada PT. Garuda Food putra putri jaya permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

" bagaimana upaya meminimalkan defect pada proses pengemasan dalam upaya perbaikan kualitas dan faktor - faktor penyebab defact ?”

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan-batasan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan pada produk kemasan Tory chese crekcer 16 g. 2. Penelitian dilakukan pada proses pengemasan.

3. Untuk meningkatkan kualitas dengan menurunkan defect yang terjadi pada proses produksidengan menggunakan siklus DMAIC.

4. Improve dan control hanya sebatas usulan.


(17)

4

1.4 Asumsi – Asumsi

Mengingat permasalahan yang terkait dalam kualitas produk ini cukup kompleks, maka untuk menyederhanakan diperlukan asumsi – asumsi sebagai berikut :

1. Selama penelitian berlangsung, kegiatan proses produksi tetap berjalan. 2. Kondisi lingkungan internal bersifat tetap dan berjalan normal.

3. Perolehan data yang berkaitan dengan kualitas diambil dalam jangka waktu penelitian.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan di PT. Garuda Food adalah :

1. mengidentifikasi faktor-faktor penyebab defect dengan menggunakan metode sig sigma.

2. Menentukan upaya-upaya perbaikan kualitas dalam meminimalkan jumlah produk defect berdasarkan FMEA pada proses pengemasanya.

3. Mengukur besarnya nilai Sigma.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Perusahaan

Dengan adanya penerapan metode Six Sigma, pihak perusahaan dapat mengurangi jumlah defect produk yang dialami selama ini.

2. Bagi peneliti


(18)

5

3. Bagi Universitas

Memberikan referensi tambahan dan perbendaharaan perpustakaan agar berguna di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga berguna sebagai pembanding bagi mahasiswa dimasa yang akan datang.

1.7 Sistematika Penulisan

Adapun Sistematika penulisan laporan penelitian ialah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah sehingga dapat diketahui mengapa penulis mengambil judul tersebut, batasan masalah untuk membatasi masalah agar terfokus pada masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan penelitian, asumsi – asumsi yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian, manfaat dari penelitian baik untuk penulis, perusahaan maupun universitas, dan sistematika penulisannya.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang teori pembuatan pasta gigi sesuai dengan obyek yang diteliti juga teori tentang produktivitas dan teori tentang metode yang digunakan yaitu desain Six Sigma untuk mengatasi permasalahan yang ada didalam perusahaan.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi metode atau cara berupa langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melakukan penelitian serta kerangka pemecahan masalah mulai dari pengumpulan data, perhitungan, dan analisa yang


(19)

6

diperlukan dari hasil analisis tersebut, yang menggunakan prinsip peninggkatan kualitas Six Sigma DMAIC (Define, Measure, Analyxe, Improve, Control).

BAB IV : HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi pengumpulan data dan pengolahan data dan pengolahan terhadap data yang diperoleh dan hasil pembahasan yang sesuai dengan metode yang digunakan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas kesimpulan dari penelitian dan saran terhadap permasalahan yang ada .

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas

Dalam kehidupan sehari–hari sering kali mendengar orang membicarakan masalah kualitas. Kata “ kualitas “ mengandung banyak definisi. Definisi kualitas menurut Para Guru Kualitas adalah :

Joseph M. Juran (1993) mengemukakan bahwa kualitas didefinisikan sebagai kecocokan untuk pemakaian (fitness for use) yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh konsumen.

Pendapat Philip B. Crosby (1979) mengemukakan bahwa kualitas adalah

conformance to requirements , yaitu sesuai dengan yang diisyaratkan atau distandartkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standart kualitas yang telah ditentukan.

W. Edwards Deming (1982) berpendapat bahwa kualitas adalah suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar.

Sedangkan Genichi Tahuchi mengemukakan segi umum tentang kualitas ada dua , yaitu kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Kualitas rancangan adalah barang dan jasa yang dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas ini memang disengaja, misalnya berbagai jenis mobil yang berbeda jenis bahan yang digunakan, daya tahan, pengembangan teknik mesinnya, dan lain–lain. Sedangkan kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk itu sesuai dengan spesifikasi dari


(21)

kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan itu. Kualitas kecocokan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan) yang digunakan, seberapa jauh prosedur jaminan kualitas ini diikuti, dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai kualitas (Sumber : “Rekayasa Kualitas”Irwan Soejanto, 2007, Hal 2).

Dari beberapa definisi diatas terdapat beberapa persamaan , yaitu : a. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. b. Kualitas mencakup produk, jasa, proses, dan lingkungan.

c. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang).

2.1.1 Pengertian Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas didefinisikan sebagai kombinasi semua alat dan teknis yang digunakan untuk mengontrol kualitas suatu produk dengan biaya seekonomis mungkin sehingga dapat memuaskan kebutuhan konsumen.

Biasanya permintaan konsumen ini diwujudkan dalam dua syarat yaitu :

a. Akhir kegunaan produk atau fungsi dari suatu produk. b. Harga jual suatu produk.

Pada dasarnya dua syarat ini tercemin dalam beberapa kondisi-kondisi produk, diantaranya:


(22)

b. Ciri–ciri produk. c. Ongkos produksi.

d. Persyaratan produksi untuk menghasilkan produk yang dikehendaki.

Biasanya syarat-syarat ini tidak dapat dipenuhi secara tepat, baik secara ekonomi maupun prakteknya sehingga disetujui suatu “toleransi”. Pabrik harus menjaga kualitasnya supaya ukurannya sesuai. Sebagai produsen yang baik tentu akan mempertahankan mutu supaya tidak terlalu banyak variasi.

Kualitas suatu produk ditentukan oleh ciri-ciri produk itu. Segala ciri yang mendukung produk itu memenuhi persyaratan disebut karakteristik kualitas. Ciri-ciri ini mungkin ukuran, sifat kimia, sifat fisika. Masih ada karakteristik kualitas yang lain, umpamanya daya tahan hidup, reliabilitas, dan yang lainnya.

Setelah dipahami definisi kualitas, maka harus diketahui apa saja yang termasuk dalam dimensi kualitas. Garvin (1987) mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisa karakteristik kualitas produk, yaitu sebagai berikut :

a. Performansi (Performance) berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.Sebagai contoh, performa dari produk TV berwarna adalah memiliki gambar yang jelas. Untuk mobil, memiliki kenyamanan, kecepatan, dan lain sebagainya.

b. Features merupakan aspek kedua setelah performansi yang menambah fungsi dasar dengan beberapa pilihan dan pengembangan. Misalnya dalam produk penerbanganadalah memberikan minuman atau makanan gratis dalam pesawat, pembelian tiket melalui telepon.


(23)

c. Keandalan (Reliability) berkaitan dengan kemungkinan keberhasilan suatu produk dalam melakukan berfungsi.Dengan demikian keandalan merupakan karakteristik kemungkinan tingkat keberhasilan, misalnya kehandalan mobil adalah kecepatan.

d. Konformansi (Conformance) berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keingginan konsumen. Karakteristik ini mengukur banyaknya atau persentase produk yang gagal memenuhi sekumpulan standar yang telah ditetapkan dan karena itu perlu dikerjakan ulang atau diperbaiki. Sebagai contoh, apakah semua pintu mobil untuk model tertentu diproduksi dengan toleransi yang dapat diterima : 30 + 0.01 inci.

e. Daya tahan (Durability) merupakan ukuran masa pakai dan daya tahan suatu produk. Misalnya masa pakai dalam produk ban mobil.

f. Kemampuan Pelayanan (Service ability) merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, keramahan, kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi dalam perbaikan. Misalnya pelayanan melalui telepon dan perbaikan mobil dilakukan dirumah.

g. Estetika (Aesthetics), yaitu karakteristik yang bersifat subyektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan atau pilihan individu. Seperti keelokan, kemulusan, suara yang merdu.

h. Kualitas yang dirasakan (Perceived Quality)

Karakteristik yang bersifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk seperti meningkatkan harga diri. Seperti


(24)

seseorang yang akan membeli produk Sony karena memiliki reputasi sebagai produk yang berkualitas, meskipun dia belum pernah menggunakan

nya.

2.1.2 Tujuan Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas merupakan suatu pengendalian untuk memeriksa atau menguji karakteristik kualitas yang dimiliki oleh produk yang berguna untuk penilaian atas kemampuan proses produksi yang dikaitkan dengan standar spesifikasi produk. (Ghalia Indonesia. Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif. Dorothea Wahyu Ariani, S.E, M.T. Hal. 8-9)

Tujuan dari pelaksanaan pengendalian kualitas adalah:

1. Pencapaian kebijaksanaan dan target perusahaan secara efisien. 2. Perbaikan hubungan manusia.

3. Peningkatan moral karyawan.

4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja.

Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya terdiri dari 4 langkah yaitu : 1. Menetapkan standar, yaitu standar kualitas biaya, standar kualitas prestasi

kerja, standar kualitas keamanan dan standar kualitas keandalan yang diperlukan untuk suatu produk

2. Menilai kesesuaian antara produk yang dibuat dengan standar

3. Mengambil tindakan bila diperlukan, yaitu mencari penyebab timbulnya masalah dan mencari pemecahan masalah

4. Perencanaan peningkatan, berupa pengembangan usaha-usaha yang continue


(25)

Kegiatan pengendalian kualitas yang menunjang tercapainya standar kualitas tertentu tersebut, melibatkan unsur–unsur manusia, mesin, peralatan, spesifikasi dan metode pengujian.Dengan adanya pengendalian diharapkan penyimpangan-penyimpangan yang muncul dapat dikurangi dan proses dapat diarahkan pada tujuan yang dicapai. Oleh karena itu fungsi pengendalaian kualitas ini harus dilaksanakan sebelum maupun pada saat pekerjaan pembuatan dilakukan (Feigenbaum, 1983).

2.1.3 Manajemen Kualitas

Penataan atau biasa disebut manajemen sangat diperlukan di setiap organisasi. Baik buruknya organisasi banyak bergantung pada masing-masing manajemen di setiap bagiannya, misalnya manajemen perawatan, manajemen keuangan, manajemen pemasaran, manajemen mutu, manajemen lingkungan, dsb. Menurut Trry (syamsi, 1983 : 23), manajemen merupakan suatu proses yang terdiri dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber-sumber daya yang telah ada atau tersedia.

Sementara itu, menurut Gasperz (1997), manajemen kualitas dapat dikatakan sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alat-alat manajemen kualitas, seperti perencaan kualitas, pengendalian kualitas, penjamin kualitas, dan peningkatan kualitas. (Ghalia Indonesia. Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif. Dorothea Wahyu Ariani, S.E, M.T. Hal. 17)


(26)

2.2 Six Sigma

Sigma (σ ) adalah sebuah abjad yunani yang menotasikan standart deviasi suatu proses. Standart deviasi mengukur variasi atau jumlah persebaran suatu rata–rata proses. Dengan kata lain, sigma merupakan unit pengukuran statistikal yang mendeskripsikan distribusi tentang nilai rata–rata (mean) dari setiap proses atau prosedur. Suatu proses atau prosedur yang dapat mencapai lebih atau kurang

kapasitas Six Sigma dapat diharapkan memiliki tingkat cacat yang tidak lebih dari beberapa ppm (parts per million), meskipun mengizinkan untuk beberapa pergeseran dalam nilai rata–rata (mean). Dalam teknologi statistika, ini mencapai kegagalan nol (zero defects).

Pengawasan terhadap produk mutlak diimplementasikan sebagai jaminan kepada konsumen bahwa produk yang dilemparkan ke pasaran memiliki mutu yang baik. Proses Quality Control dimulai pada saat bahan baku masuk gudang sampai proses yang terjadi pada tiap bagian di lantai produksi.

Six Sigma tidak sekedar metodologi perbaikan saja, melainkan sebuah sistem manajemen yang bertujuan mengadakan perbaikan yang menguntungkan bagi semua elemen konsumen, pemegang saham dan elemen perusahaan itu sendiri. Pengukuran tingkat kapabilitas proses, dan juga perbaikan untuk mencapai hasil yang mendekati sempurnah. Diharapkan dengan penerapan siklus DMAIC( Define, Measure, Analyse, Improve,Control ) dapat mereduksi cacat yang terjadi pada proses produksi hingga atau mendekati 3,4 DPMO ( Defect Per Million Opportunity ).(Sumber: “Lean Six Sigma”. McGraw-Hill Companies, Inc George, Michael L, 2002.)


(27)

Angka Sigma (σ ) sendiri seringkali dihubungkan dengan kemampuan proses yang terjadi terhadap produk yang diukur dengan defect per million opportunities (DPMO). Sumber dari defect atau cacat hampir selalu dihubungkan dengan variasi, misalnya variasi material, prosedur, perlakuan proses. Dengan demikian Six Sigma sendiri telah mengalami pertambahan lingkup seperti keterlambatan deadline, variabilitas lead time, dan lain–lain. Maka perhatian utama dari Six Sigma ini adalah variasi karena dengan adanya variasi maka kurang memenuhi spesifikasi dengan demikian mempengaruhi potensi pasar bahkan juga pertumbuhan pendapatan.

Tingkat kualitas sigma biasanya juga dipakai untuk menggambarkan variasi dari suatu proses. Semakin tinggi tingkat sigma maka semakin kecil toleransi yang diberikan pada kecacatan dan semakin tinggi kemampuan proses. Sehingga variasi yang dihasilkan semakin rendah dan dapat mengurangi frekuensi munculnya defect, biaya–biaya proses, waktu siklus proses mengalami penurunan dan kepuasan konsumen meningkat. (Sumber: “Pedoman Implementasi Six Sigma”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002).

Menurut Thomas Pyzdek pada buku “ The six sigma handbook “, Six Sigma adalah, pada dasarnya suatu tujuan kualitas proses, dimana sigma adalah tolak ukur penting dari variabel dalam proses.

Dalam metode ini, parameter yang dipakai : DPMO (defect per million opportunities), yaitu kegagalan per sejuta kesempatan dan COPQ (cost of poor quality), yaitu biaya yang dikeluarkan karena kualitas yang rendah.

Defect adalah kegagalan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh pelanggan, dalam hal ini ada beberapa defect dalam konsep Six Sigma yaitu:


(28)

a) Defect Per Opportunity (DPO)

Ukuran kegagalan yang dihitung dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang menunjukkan banyaknya cacat atau kegagalan persatu kesempatan, untuk menghitung menggunakan formula

DPO = Banyaknya cacat atau kegagalan yang ditemukan (Banyaknya unit yang diperiksa ⊗banyaknya kegagalan)

misalnya , dari 500 pesanan yang diterima diketahui bahwa terdapat 12 pesanan yang dikembalikan dan/ dikeluhkan karena 9 hal defect dengan nilai DPO = 12/ (500 x 9) = 0,002667

b) Defect Per Million Opportunities (DPMO)

Ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang

menunjukkan kegagalan persejuta kesempatan, untuk menghitung

menggunakan formula

DPMO = DPO ⊗ 1.000.000

Selanjutnya jika ingin mengetahui tingkat kegagalan per satu juta kesempatan (DPMO), dalam Microsoft Excel menggunakan formula berikut :

DPMO = 1.000.000-normdist (– 1,5 + Nilai Sigma) ⊗1.000.000

Pemahaman terhadap DPMO ini sangat penting dalam pengukuran keberhasilan dalam pengukuran keberhasilan aplikasi penigkatan kualitas Six Sigma.

Six Sigma merupakan suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi produk (barang dan jasa) upaya giat menuju kesempurnaan (zero defect).Vincent Gaspersz,2002, hal 1.


(29)

Hasil–hasil dari peningkatan kualitas dramatik di atas , yang diukur berdasarkan persentase antara COPQ (cost of poor quality) terhadap penjualan ditunjukkan dalam Tabel 2.1

Tabel 2.1. Manfaat Dari Pencapaian Beberapa Tingkat Sigma COPQ ( Cost of Poor Quality )

Tingkat Pencapaian Sigma

DPMO

(defect per million opportunities)

COPQ

1 – sigma 2 – sigma 3 – sigma 4 – sigma 5 – sigma 6 – sigma

691.462 308.538 66.807 6.210 233 3,4

(sangat tidak kompetitif) (rata – rata industri Indonesia ) (rata – rata industri USA)

(Industri kelas dunia)

Tidak dapat dihitung Tidak dapat dihitung 25-40% dari penjualan 15-25% dari penjualan 5-15% dari penjualan < 1% dari penjualan Setiap peningkatan atau pergeseran 1- sigma akan memberikan peningkatan keuntungan sekitar 10 % dari penjualan

Sumber : Vincent Gaspersz,2002, hal 3

2.2.1 Zero Defect

Produk tanpa cacat (zero defects) adalah kondisi ideal yang selalu didambakan, baik oleh pembuat barang (produk dan atau jasa) maupun pelanggan atau konsumen yang memakainya. Bagi perusahaan pabrikan, dengan zero defects maka waste (pemborosan) dapat ditekan. Masih ingat bukan?, bahwa salah satu jenis muda adalah barang atau produk cacat (defect). Sedangkan keuntungan bagi konsumen jelas. Produk (apalagi yang baru dibeli/baru) sangat menjengkelkan apabila ditemukan kerusakan yang membuat tampilan ataupun performa menjadi tidak maksimal.

Intinya, cacat kualitas mempunyai efek biaya (cost) besar yang berhubungan dengannya. Di samping reputasi prusahaan atau merek (brand) akan turun, waktu, dan uang yang terbuang sia-sia. Di sisi lain progam mengurangi atau bahkan menghilangkan defect membutuhkan effort besar berupa waktu dan biaya


(30)

yang tidak sedikit. Pertanyaan yang kemudian muncul: “Apakah mungkin semua output produk berkualitas sempurna, tanpa cacat atau zero defects?.

Ungkapan “zero defects” and “right first time” dipromosikan pertama kali oleh seorang tokoh manajemen kualitas Philip Crosby, awal tahun 1970-an. Zero defects Philip Crosby bukanlah berarti melakukan dengan sempurna dan tanpa kesalahan. Merupakan hal yang sungguh sangat sulit atau bahkan mustahil dilakukan khususnya pada industri manufaktur dengan ratusan proses dan dengan ribuan parts atau komponen. Crosby mau menekankan bahwa tidak bisa diijinkan sejumlah kesalahan dibangun pada suatu produk atau proses dan mau mengubah perspektif orang.

Tokoh yang mempublikasikan Quality Is Free pada tahun 1979 ini meyakini bahwa manajemen memegang peranan utama dalam pengendalian kualitas dan para pekerja hanyalah mengikuti para manajer. Ketika terdapat kualitas produk yang jelek maka penanggungjawab utama akan hal tersebut bukanlah para worker (pekerja), para manajer harus melakukan evaluasi sebagai penanggungjawab utama kualitas. Philip Crosby menggambarkan “empat hal yang mutak pada manajemen kualitas” yang lebih dikenal dengan The Four Absolutes of Quality Management yang antara lain menekankan:

>> kualitas digambarkan sebagai kesesuaian dengan persyaratan, bukan sebagai “kebaikan” atau “kerapihan”.

>> Sistem untuk membangun kualitas adalah pencegahan bukan penilaian. >> Standar performa harus zero defect (nol defect)


(31)

Tidak hanya sampai di situ, Philip Crosby dengan sangat jelas dan sistematis memberikan metode pelaksanaannya yang dikenal dengan “Empat belas tahapan program perbaikan kualitas”. Tokoh manajemen kualitas kelahiran Virginia tahun 1926 ini memperkenalkan tahapan proses perbaikan kualitas sebagai berikut:

1 Komitmen manajemen dengan penekanan pada pencegahan defect (cacat). 2 Tim perbaikan kualitas menyusun anggota tim dari setiap departemen atau

fungsi beserta semua perangkat yang diperlukan.

3. Lakukan pengukuran kualitas untuk memantau/memonitor status dan aktivitas perbaikan.

4. Biaya evaluasi kualitas oleh alat pengontrol untuk figur yang akurat. 5. Kesadaran kualitas dengan mengomunikasikan biaya/ongkos kualitas. 6. Tindakan korektif untuk menanamkan suatu kebiasaan mengidentifikasi

segala permasalahan dan memperbaikinya.

7. Adanya satu komite atau panitia khusus untuk mendukung ”zero defects”. 8. Melatih para penyelia/supervisor sedemikian sehingga semua para manajer

dapat memahami program tersebut dan mampu menjelaskannya. 9. Laksanakan dan sosialisasilkan suatu “hari tanpa defect”. 10. Menentukan sasaran/target tim yang spesifik dan terukur.

11. Mendorong komunikasi karyawan dengan manajemen mengenai rintangan dan tantangan dalam membangun kualitas.

12. Memperkenalkan pencapaian prestasi.

13. Dewan kualitas dari para profesional kualitas memimpin informasi status dan gagasan kualitas.


(32)

14. Melakukannya lagi, peningkatan kualitas terus menerus tanpa akhir.

2.2.2 Konsep Six Sigma

Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai barang sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa) diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesepatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Sehingga 6-sigma otomatis lebih baik daripada 4-sigma, 4-sigma lebih baik daripada 3-sigma. Six Sigma juga dapat di anggap sebagai strategi trobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatik) di tingkat bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process capability). (Gasperz,2002)

Terdapat 6 aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam penerapan Six Sigma dibidang manufakturing, yaitu :

1. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan (sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan).

2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (critical to quality) individual. Critical to Quality adalah atribut–atribut yang sangat


(33)

penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu produk, proses atau praktek–praktek yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan.

3. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui pengendalian material, mesin, proses–proses kerja, dll.

4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang diinginkan pelanggan (menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ).

5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ).

6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target Six Sigma. (Sumber: “Pedoman Implementasi Six Sigma”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002).

Pendekatan pengendalian proses 6-sigma Motorola (Motorola’s Six Sigma

process control) mengizinkan adanya pergeseran nilai rata-rata (mean) setiap CTQ individu dari proses industri terhadap nilai spesefikasi target (T) sebesar ± 1,5–sigma , sehingga menghasilkan 3,4 DPMO (defect per million

opportunities). Dengan demikian berdasarkan konsep Six Sigma Motorola, berlaku penyimpangan :(mean–Target ) =

(

µ−T

)

= ±1,5σ atau

σ

µ =T ±1,5 . Disini µ(mu) merupakan nilai rata–rata (mean) dari proses,


(34)

Proses Six Sigma dengan distribusi normal yang mengizinkan nilai rata–rata (mean) proses bergeser 1,5–sigma dari nilai spesifikasi target kualitas

(T) yang diinginkan oleh pelanggan, ditunjukkan dalam Gambar 2.1

T

- 1,5 sigma +1,5 sigma

mean

LSL USL

- 6sigma - 3sigma - 2sigma - 1sigma + 1sigma + 2sigma + 3sigma + 6 sigma

Keterangan : sigma dalam bagan menunjukkan ukuran variasi dari proses yang stabil mengikuti distribusi normal

Gambar 2.1 Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal bergeser 1,5–Sigma. Sumber : Vincent Gaspersz,2002, hal 11

Konsep Six Sigma Motorola dengan pergeseran nilai rata – rata (mean) dari proses yang diizinkan sebesar 1,5 –sigma (1,5 x standard deviasi maksimum ) adalah berbeda dari konsep Six Sigma dalam distribusi normal yang umum dipahami selama ini yang tidak mengizinkan pergeseran dalam nilai rata – rata (mean) dari proses. Perbedaan itu ditunjukkan dalam Tabel 2.3


(35)

Tabel 2.2 Perbedaan True 6–Sigma dengan Motorola’s 6–Sigma

True 6 – Sigma Process

(Normal Distribusi Centered)

Motorola’s 6 – Sigma Process

(Normal Distribusi Shifted 1,5 – Sigma )

Batas spesifikasi (LSL - USL)

Presentase yang memenuhi spessifikasi (LSL - USL)

DPMO (kegaglan/ cacat per sejuta kesempatan Batas spesifikasi (LSL - USL)

Presentase yang memenuhi spesifikasi (LSL - USL)

DPMO (kegagalan/ cacat per sejuta kesempatan

s i g m − ±1

s i g m − ±2

s i g m − ±3

s i g m − ±4

s i g m − ±5

s i g m − ±6 68,27% 95,45% 99,73% 99,9937% 99,999943% 99,99999998% 317.300 45.500 2.700 63 0,57 0,002

s i g m − ±1

s i g m − ±2

s i g m − ±3

s i g m − ±4

s i g m − ±5

s i g m − ±6 30,8538% 69,1462% 93,3193% 99,3790% 99,9767% 99,99966% 691.462 308.538 66.807 6.210 233 3,4

Sumber : Vinscent Gasperz , 2002, hal 11

2.2.3 Faktor Penentu Dalam Six Sigma

Dijelaskan pula bahwa faktor penentu dalam pelaksanaan Six Sigma ini antara lain:

1. Costumer centric.

Pelanggan adalah tujuan utama Six Sigma dimana kualitas dari produk diukur melalui perspektif pelanggan dengan jalan :

a) Voice of coctumer (VOC), menyatakan keinginan pelanggan. b) Requirements, masukan dari VOC ditransfer secara spesifik dengan


(36)

c) Critical to quality (CTQ), permintaan yang paling penting bagi pelanggan.

d) Defect, bagian yang kurang memenuhi spesifikasi.

2. Financial Result.

Total Quality Management (TQM) dikenal lebih dahulu dari pada Six Sigma. Pada TQM sendiri susah menentukan hal mana yang dijadikan prioritas utama bahkan hampir semua proyek yang dikerjakan mengenakan biaya pada pelanggan dan penanam saham, sehingga dapat menghasilkan banyak biaya. TQM sering dipimpin oleh pihak yang paling kurang pemahaman terhadap pengendalian kualitas dan cenderung

menemukan cara pengukurannya sendiri. Sedangkan Six Sigma

mengakomodasikan penurunan biaya dan kenaikan pendapatan.

3. Management Engagement.

Pada penerapan Six Sigma ini selain pada proses juga memerlukan perhatian dan kerjasama pada semua lini manajemen perusahaan.

4. Resources Commitment.

Komitmen untuk maju lebih ditekankan daripada jumlah personel yang terlibat dalam implementasi ini.

5. Execution Infrastructure.

Six sigma didukung oleh infrastruktur yang berisi orang-orang dari top management sampai operasional dimana keseluruhannya memiliki fokus yang sama yaitu kepuasan pelanggan. (Sumber: “Lean Six Sigma”, McGraw-Hill Companies, Inc George, Michael L, 2002)


(37)

2.2.4 Penentuan Kapabilitas Proses

Kapabilitas proses adalah perangkat untuk mengukur variabilitas yang terdapat dalam proses manufaktur. Pengukuran kapabilitas meliputi :

1) Stabilitas, yaitu keadaan di mana data hasil pengukuran dalam keadaan stabil, suatu kondisi di mana tidak terdapat data berada di luar kendali dan tidak terdapat sebab-sebab khusus dalam pola data. Jika sebaliknya, maka penyebab harus dihilangkan agar bisa dilakukan kapabilitas, atau langsung dihitung cacat per sejuta bagian dan diterjemahkan ke dalam nilai sigma.

2) Normalitas, apabila data diasumsikan berdistribusi normal maka harus dilakukan uji kenormalan data melalui plot probabilitas dan uji hipotesis.

1. Plot probabilitas, adalah memplot data ke dalam bentuk distribusi komulatif. Apabila data mengikuti distribusi normal maka ia akan mendekati bentuk garis linier

2. Uji hipotesis, yaitu pengujian anggapan bahwa data berdistribusi normal. Pengujian H0: µ = µ0 dan H1: µ ≠ µ0. Penghitungan

menggunakan rumus Z=xσ−µ untuk mendapatkan nilai-P (P-value).

Nilai-P adalah peluang untuk mendapatkan adalah peluang untuk mendapatkan suatu nilai Z sebesar atau lebih besar daripada Zhitung bila memang µ = µ0. Bila nilai-P lebih besar daripada galat jenis I maka anggapan awal diterima.

3) Penghitungan nilai indeks kapabilitas, potensial dan aktual. Kapabilitas potensial adalah variabilitas pada suatu saat dan kapabilitas aktual adalah variabilitas setiap saat. Indeks kapabilitas:


(38)

1. Potensial (Cp, Cpk, Cpm) 2. Aktual (Pp, Ppk)

Cp dan Pp adalah indeks kapabitas umum, Cpk dan Ppk dilakukan untuk mengetahui kecenderungan dan lokasi proses. Penghitungan Cpk merupakan nilai minimum antara indeks CPU dan CPL, yaitu penghitungan rentang salah satu batas spesifikasi dan rata-rata proses proses (µ) terhadap sebaran proses (σ).. Sedangkan Cpm menghitung penyimpangan rata-rata proses terhadap target. Jika nilai Cp = Cpk = Cpm, maka proses dikatakan berada pada target capable.

4) Menghitung nilai sigma yang dihasilkan. Dalam metode six sigma, setiap pengukuran diterjemahkan ke dalam nilai sigma sebagai ukuran performansi. 5) Menghitung jumlah peluang bagian yang berada di luar spesifikasi ke dalam

nilai bagian per sejuta (PPM = part per million).

Adanya peningkatan kapabilitas proses dalam mnghasilkan produk menuju tingkat kegagalan nol (zero) menunjukkan bahwa pelaksanaan program peningkatan kualitas six sigma telah berhasil. Oleh karena itu, konsep perhitungan kapabilitas proses menjadi sangat penting untuk dipahami dan implementasi program six sigma.

Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu data atribut dan data variabel.


(39)

Keberhasilan implementasi program peningkatan Six Sigma ditunjukan melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju tingkat kegagalan nol (zero defect). Konsep perhitungan kapabilitas proses menjadi sangat penting untuk dipahami dalam implementasi program Six Sigma. Teknik penentuan kapabilitas proses yang berhubungan dengan CTQ untuk data variabel dan atribut.

Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak dan dalam konteks pengendalian proses statistika dikenal dua jenis data yaitu :

1. Data atribut ( Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung

mengunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada kemasan produk,banyaknya jenis cacat pada produk.

2. Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur

menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel. Didalam teknik penentuan kapabilitas proses untuk kasus untuk data variabel misalnya; berdasarkan kebutuhan pelanggan diketahui bahwa diameter pipa yang diinginkan adalah 40 mm dengan batas toleransi adalah ± 5 mm. Pelanggan akan menolak setiap pipa yang diserahkan apabila diketahui berdiameter diatas 45 mm, dan dibawah 35 mm. Dalam konteks program


(40)

peningkatan kualitas Six Sigma, menyatakan CTQ yang perlu diperhatikan adalah diameter pipa dengan spesifikasi sebagai berikut:

1. CTQ (Critical-to-Quality) = Diameter pipa

2. Spesifikasi target (T) = 40 mm

3. Batas spesifikasi atas (Upper specification limit = USL ) = 45 mm 4. Batas spesifikasi bawah (Lower specification limit = LSL ) = 35 mm 5. Rata-rata (mean) proses = X-bar

6. Standar deviasi proses S = R-bar/d2 atau

S =

( )

1 2

− − Σ

n x xi

dimana d2 adalah koefisien untuk pendugaan standar deviasi tergantung pada ukuran contoh sampel.

7. Kapabilitas proses

Cpm = (USL – LSL )

{

6

(

xb aTr

)

2 +S2

}

Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, biasanya dipergunakan kriteria (rule of thumb) sebagai berikut :

a) Cpm ≥ 2,00; maka proses dianggap mampu dan kompetitif (perusahaan berkelas dunia)

b) Cpm antara 1,00 – 1,99; maka proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya giat untuk penigkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat kecil menuju nol (zero defect oriented). Perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai Cpm yang


(41)

berada diantara 1,00 – 1,99 memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas Six Sigma.

c) Cpm < 1,00; maka proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif untuk bersaing dipasar global.

Indeks kapabilitas proses (Cpm) digunakan untuk mengukur tingkat pada mana suatu output proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan. Semakin tinggi nilai Cpm menunjukkan bahwa output

proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan, yang berarti pula bahwa tingkat kegagalan dari proses semakin berkurang menuju target tingkat kualitas kegagalan nol (zero defect oriented).

A. Penentuan Kapabilitas Proses untuk Data Atribut

Langkah-langkah untuk menentukan kapabilitas proses untuk data atribut menurut Gaspersz (2002) adalah sebagai berikut :

1. Menentukan proses yang ingin diketahui kapabilitasnya.

2. Menghitung banyak unit transaksi yang dikerjakan melalui proses. 3. Menghitung banyak unit transaksi yang gagal.

4. Menghitung tingkat cacat (kesalahan) berdasarkan langkah 3 dengan membagi langkah 3 dengan langkah 2.

5. Menentukan banyaknya CTQ (Critical-To-Quality) potensial yang dapat mengakibatkan cacat (kesalahan).

6. Menghitung peluang tingkat cacat (kesalahan) per karakteristik CTQ ( Critical-To-Quality) dengan membagi langkah 4 dengan langkah 5.


(42)

7. Menghitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO) dengan mengalikan langkah 6 dengan 1 juta.

8. Mengkonversikan DPMO ke dalam nilai sigma. 9. Menghitung nilai indeks kapabilitas proses

n p p(1 ) 3

3σ = −

σ

3

+

=P

USL dan LSL=P−3σ

σ

6

LSL USL Cpm= −

(Sumber : Pengendalian Mutu Statistik, Grant,RicharS.Leavenworth,1998) 10. Membuat kesimpulan.

Berikut ini akan dibahas tentang teknik memperkirakan kapabilitas proses dalam ukuran pencapaian target sigma untuk data atribut (data yang diperoleh melaui perhitungan bukan pengukuran langsung, misalnya :persentase kesalahan, banyaknya keluhan pelanggan, dan lain-lain). Pada umumnya data atribut hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK, seperti : sesuai atau tidak sesuai, puas atau tidak puas, berhasil atau tidak berhasil, terlambat atau tidak terlambat, dan lain-lain. Data ini dapat dihitung untuk keperluan pencatatan dan analisis.

Misalkan kita akan menentukan kapabilitas proses billing and charging dari sebuah perusahaan jasa tertentu. Langkah-langkah penentuan kapabilitas proses untuk data atribut ditunjukkan dalam Tabel 2.3


(43)

Tabel 2.3 Cara Memperkirakan Kapabilitas Proses untuk Data Atribut

Langkah Tindakan Persamaan Hasil Perhitungan

1 Proses apa yang Anda ingin

mengetahui?

- Billing ad charging

2 Berapa banyak unit transaksi yang dikerjakan melalui proses?

- 1.283 Unit

3 Berapa banyak unit transaksi yang Gagal?

- 145 Unit

4 Hitung tingkat cacat (kesalahan) berdasarkan pada langkah 3

= (langkah 3) / (langkah 2)

0,113 = 145 1.283

5 Tentukan banyaknya CTQ

potensial yang dapat mengakibatkan cacat (kesalahan)

= banyaknya karakteristik CTQ

24

6 Hitung peluang tingkat cacat

(kesalahan) perkarakteristik CTQ

= (langkah 4) / (langkah 5)

0,004708 = 0,113 24

7 Hitung kemungkinan cacat per

satu juta kesempatan (DPMO)

= (langkah 6) x 1.000.000

4.708 = 0,004708 x 1.000.000

8 Konversi DPMO (langkah 7) ke

dalam nilai sigma (lihat Tabel lampiran 5)

- Antara 4,09 – 4,10

9 Buat kesimpulan - Kapabilitas sigma

adalah 4,10 (rata-rata kinerja industri di Amerika serikat)

Catatan: CTQ = critical-to-quality; DPMO = defects per million opportunities.

Contoh CTQ: kesalahan pengisian formulir, kegiatan, ketiadaan bukti-bukti keuangan, kesalahan pemasukan input ke dalam komputer, keterlambatan, pemrosesan dll.

Jika pembaca ingin memiliki kalkulator Six Sigma yang di-download

secara gratis dari www.spcwizard.com, maka penentuan kapabilitas proes untuk data atribut dilakukan sebagai berikut:

Pilih •defect

Defects : 145 (masukkan banyaknya unit yang gagal/cacat)


(44)

Opportunities per Unit : 24 (masukkan banyaknya CTQ potensial yang dapat mengakibatkan kegagalan/kecacatan)

Pilih Calculate

Process Sigma= 4.1 (dihitung sendiri oleh kalkulator) DPMO : 4709 (dihitung sendiri oleh kalkulator)

(Sumber: “Pedoman Implementasi Six Sigma”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002).

Sedangkan untuk mengukur kinerja sekarang pada tingkat proses, output dan/atau outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja pada awal proyek six sigma. Beberapa cara untuk meghitung dan mengekspresikan ukuran-ukuran berbasis peluang defect, yaitu :

1. Defect per Opportunity (DPO)

Menunjukkan proporsi defect atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok.

Total defect

Formula : DPO =

Total produk x Jumlah CTQ 2. Defect per Million Opportunities (DPMO)

Mengindikasikan berapa banyak defect akan muncul jika ada 1 juta peluang.

Formula : DPO x 106


(45)

Dengan menerjemahkan ukuran defect – biasanya DPMO – dengan menggunakan tabel konversi, namun jika nilai DPMO tidak terdapat pada tabel konversi maka dilakukan interpolasi.

B. Penentuan Kapabilitas Proses untuk Data Variabel

Data variabel merupakan data kuantitatif yang dihitung menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuatberdasarkan keadaan aktual, diukur secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut variable. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi elektrolit dalam persen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tingi, diameter, volume merupakan variabel.

Teknik penentuan kapabilitas proses untuk data variabel adalah sebagai berikut :

a) Menentukan proses yang ingin diukur.

b) Menentukan nilai batas spesifikasi atas dan batas spesifikasi bawah. c) Menentukan nilai target yang ingin dicapai.

d) Menghitung nilai rata-rata dan standar deviasi dari proses.

e) Menghitung nilai DPMO, dengan menggunakan formula sebagai berikut :

DPMO = [ P { Z ≥ ( USL – X-bar ) / S } x 1juta ] + [ P { Z ≤ ( LSL – X-bar ) / S } x 1juta ] (2.1)

Dimana , USL : Batas spesifikasi atas LSL : Batas spesifikasi bawah


(46)

X-bar : Nilai rata-rata S : Standart deviasi

f) Mengkonversikan nilai DPMO kedalam nilai sigma. g) Menghitung kemampuan proses didalam nilai sigma.

h) Menghitung kapabilitas proses didalam indeks kapabilitas proses, dengan formula sebagai berikut :

Cpm = (USL – LSL) / {6√X-bar – T)² + S²} (2.2)

Dimana, Cpm : Indeks kapabilitas proses T : Nilai spesifikasi target

Beberapa keuntungan penggunaan indeks Cpm :

1. Indeks Cpm dapat diterapkan pada suatu interval spesifikasi yang tidak simetris (asymetrical spesification interval), dimana nilai spesifikasi target kualitas (T) tidak berada tepat ditengah nilai USL dan LSL.

2. Indeks Cpm dapat dihitung untuk type distribusi apa saja, tidak mensyaratkan data harus berdistribusi normal.(Gasperz,2002)

Bersamaan dengan penggunaan indeks Cpm, juga digunakan indeks Cpmk yang mengukur tingkat pada mana output proses itu berada dalam batas-batas toleransi (batas-batas spesifikasi atas dan bawah, USL dan LSL) yang diinginkan oleh pelanggan. Indeks Cpmk dapat dihitung dengan menggunakan formula :

Cpmk = Cpk / √1 + {(X-bar – T) / S}² (2.3)


(47)

2.3 DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, and Control)

DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus–menerus menuju target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah–langkah proses yang tidak produktif, sering berfokus pada pengukuran–pengukuran baru, dan menetapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma.

(Sumber: “Pedoman Implementasi Six Sigma”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz, Vincent, 2002)

2.3.1 Tahap Define (D)

Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu mendefinisikan beberapa hal yang terkait dengan :

a) Kriteria pemilihan proyek Six Sigma

b) Peran dan tanggung jawab dari orang – orang yang akan terlibat dalam proyek Six Sigma

c) Kebutuhan pelatihan untuk orang – orang yang terlibat dalam proyek Six Sigma

d) Proses – proses kunci dalam proyek Six Sigma beserta pelanggannya e) Kebutuhan spesifik dari pelanggan

f) Pernyataan tujuan proyek Six Sigma


(48)

a) Mendefinisikan Kriteria Pemilihan Proyek Six Sigma

Program peningkatan kualitas Six Sigma adalah merupakan cara mendefinisikan kriteria pemilihan proyek Six Sigma, yang menjadi suatu tantangan utama yang dihadapi dalam program itu nantinya. Pemilihan proyek yang baik yaitu berdasarkan pada identifikasi proyek yang terbaik sepadan dengan kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi yang sekarang. Secara umum setiap proyek Six Sigma yang terpilih harus mampu memenuhi kategori :

1. Memberi hasil–hasil dan manfaat bisnis 2. Kelayakan , dan

3. Memberikan dampak positif kepada organisasi

b) Mendefinisikan Peran Orang-orang yang Terlibat dalam Proyek Six Sigma

Terdapat beberapa orang atau kelompok orang dengan peran generik beserta gelar–gelar yang umum dipakai dalam program Six Sigma sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 2.4

Tabel 2.4 Contoh Dari Beberapa Peran Generik Dengan Gelar Atau “Belt” Dalam Program Six Sigma

No Peran Generik dengan berbagai Gelar atau “Belt”

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Dewan Kepemimpinan ( Leadership Council ),Dewan Kualitas ( Quality Council)

Komite Pengarah (Steering Committee) Six Sigma, Senior Champions

Champions

Master Black Belts Black Belts

Greean Belts

Anggota Tim (Team Members)


(49)

keterangan :

1. Dewan Kepemimpinan

Dewan kepemimpinan, dikenal juga sebagai Dewan kualitas , Komite pengarah Six Sigma atau Senior Champions, merupakan orang – orang yang berada pada posisi manajemen puncak ( top management ) dari organisasi. Peranan dari orang – orang yang berada dalam posisi ini adalah

a) Menetapkan visi, peran, dan infrastruktur dari Six Sigma

b) Memilih proyek–proyek spesifik Six Sigma dan mengalokasikan sumber– sumber daya

c) Meninjau–ulang secara periodik tentang kemajuan dari berbagai proyek Six Sigma

d) Membantu mengkuantifikasikan dampak dari usaha–usaha Six Sigma kepada orang–orang yang berada ditingkat bawah dalam organisasi

e) Menilai kemajuan serta mengidentifikasikan kekuatan–kekuatan dan kelemahan–kelemahan dalam usaha–usaha Six Sigma

f) Membagi atau menyebarluaskan praktek–praktek terbaik dari Six Sigma ke seluruh organisasi serta kepada pemasok–pemasok kunci dan pelanggan–pelanggan utama

g) Membantu mengatasi hambatan–hambatan dalam organisasi yang

berdampak negatif proyek–proyek Six Sigma

2. Champions

Merupakan individu yang berada pada manajemen atas (top managemen)

yang memahami Six Sigma dan bertanggung jawab untuk keberhasilan dari Six Sigma itu. Secara umum , champions bertanggung jawab untuk :


(50)

1. Mendefinisikan jalur implementasi Six Sigma ke seluruh oganisasi

2. Menetapkan dan memelihara atau mempertahankan sasaran yang luas untuk proyek peningkatan kualitas Six Sigma

3. Menyetujui perubahan–perubahan dalam arah atau lingkup dari proyek Six Sigma

4. Mengembangkan rencana pelatihan komprehensif untuk implementasi Six Sigma

5. menemukan dan menegosiasikan sumber–sumber daya untuk proyek Six Sigma

6. Memberikan pengakuan dan penghargaan

7. Menerapkan pengetahuan yang diperoleh melalui peningkatan proses pada tugas–tugas manajemen

3. Master Black Belts

Merupakan individu–individu yang dipilih oleh Champions untuk bertindak sebagai tenaga ahli atau konsultan dalam perusahaan untuk menumbuh kembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan–pengetahuan stategis yang bersifat terobosan– terobosan Six Sigma keseluruh organisasi. Secara umum,

Master Black Belts bertanggung jawab untuk :

• Bekerja sama dengan Champions

• Mengembangkan dan menyebarluaskan bahan – bahan pelatihan tentang Six Sigma ke berbagai tingkat dalam organisasi

• Membantu dalam menidentifikasi proyek – proyek Six Sigma


(51)

• Memudahkan atau menyediakan fasilitas untuk penyebarluasan praktek– praktek terbaik berdasarkan Six Sigma keseluruh organisasi

4. Black Belts

Orang yang menempati posisi pemimpin penuh waktu ( full time position) dalam proyek Six Sigma. Secara umum , Black Belt bertanggung jawab untuk

a) Mengidentifikasikan hambatan–hambatan yang ada dalam proyek Six Sigma

b) Memimpin dan mengarahkan tim dalam mengeksekusi proyek Six Sigma c) Menyiapkan penilaian proyek secara terperinci selama tahap pengukuran d) Mempertahankan jadual proyek dan menjaga kemajuan proyek menuju

solusi akhir dan hasil – hasil

e) Mendokumentasikan hasil –hasil akhir dan menciptakan “Story board”

(peta – peta kemajuan) dari proyek.

5. Green Belts

Six Sigma Green Belt merupakan individu – individu yang bekerja paruh waktu dalam area spesifik atau mengambil tanggung jawab pada proyek – proyek kecil dalam lingkup proyek Six Sigma yang ditangani oleh Black Belts. Secara umum, Green Belts memiliki tanggung jawab untuk :

1. Mempelajari metodologi Six Sigma untuk dapat diaplikasikan pada proyek–proyek tertentu berskala kecil

2. Melanjutkan mempelajaridan mempraktekkan metode–metode dan alat– alat Six Sigma setelah proyek Six Sigma berakhir


(52)

6. Anggota Tim ( Team Members)

Anggota – anggota tim proyek Six Sigma yang harus menerima pelatihan dasar tentang metode – metode dan alat – alat Six Sigma agar mampu menerapkan dalam proyek – proyek spesifik atau proses – proses dalam organisasinya.

c) Mendefinisikan Kebutuhan Pelatihan dalam Proyek Six Sigma

Orang – orang yang akan terlibat dalam proyek Six Sigma yang telah dipilih berdasarkan kriteria–kriteria pemilihan proyek Six Sigma yang diterapkan harus memperoleh pelatihan tentang Six Sigma. Hal penting pelatihan Six Sigma harus membuat pelatihan Six Sigma menjadi usaha yang berlangsung terus – menerus dan menjadi kebiasaan dalam organisasi Six Sigma.

d) Mendefinisikan Proses Kunci Beserta Pelanggan dari Proyek Six Sigma Terhadap setiap proyek Six Sigma yang telah dipilih, harus didefinisikan proses – proses kunci. Sebelum mendefinisikan proses kunci beserta pelanggan dalam proyek Six Sigma, perlu diketahui tentang “ SIPOC ( Suppliers–Input- Processe–Output–Customer ). SIPOC merupakan suatu alat yang berguna dan paling banyak dipergunakan dalam manajemen dan peningkatan proses, dimana SIPOC merupakan lima elemen utama dalam sistem kualitas, yaitu :

1. Suppliers yaitu merupakan orang atau kelompok orang yang memberikan informasi kunci, material, atau sumber daya lain kepada proses

2. Inputs yaitu segala sesuatu yang diberikan oleh pemasok (supplier) kepada proses

3. Processes yaitu merupakan sekumpulan langkah yang mentransformasi, menambah nilai input, biasanya terdiri dari beberapa sub–proses


(53)

4. Outputs yaitu merupakan keluaran produk (barang / jasa ) dari suatu proses

5. Customers yaitu merupakan orang atau kelompok orang, atau sub–proses yang menerima outputs

e) Mendefinisikan Kebutuhan Spesifik dari Pelanggan yang Terlibat dalam proyek Six Sigma

Proyek Six Sigma Seyogianya merupakan

1. Suatu strategi dan sistem yang secara terus–menerus menelusuri dan memperbaruhi kebutuhan pelanggan, aktivitas pesaing, perubahan pasar. 2. Suatu deskripsi kebutuhan spesifik, standar kinerja yang terukur untuk

setiap output kunci, yang didefinisikan pelanggan

3. Standard–standard pelayanan yang dapat diamati dan jika memungkinkan dapat di ukur, untuk keterkaitan–keterkaitan kunci dengan pelanggan 4. Suatu analisis kinerja dan standard–standard pelayanan berdasarkan pada

kepentingan relatif terhadap pelanggan dan dampaknya pada stategi bisnis f) Mendefinisikan Pernyataan Tujuan Proyek Six Sigma

Terhadap setiap proyek Six Sigma yang terpilih, kita harus mendefinisikan isu–isu , nilai–nilai, dan sasaran dan / atau tujuan dari proyek itu. Pernyataan tujuan proyek harus diterapkan untuk setiap proyek Six Sigma yang terpilih. Pernyataan tujuan yang benar adalah apabila mengikuti prinsip SMART sebagai berikut:

Specific Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus bersifat Spesifik yang dinyatakan secara tegas. Tim peningkatan kualitas


(54)

Six Sigma harus menghidari pernyataan – peryataan tujuan yang bersifat umum dan tidak spesifik

Measurable Tujuan proyek peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat diukur menggunakan indikator pengukuran yang tepet guna mengevaluasi keberhasilan, peninjauan – ulang

Achievable Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus dapat dicapai melalui usaha – usaha yang menantang.

Result – Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus berfokus

oriented pada hasil–hasil berupa pencapaian target–target kualitas yang ditetapkan, yang ditunjukkan melalui DPMO, peningkatan kapabilitas proses

(

Cp m:Cp m k

)

Time – Tujuan program peningkatan kualitas Six Sigma harus menetapkan

bound batas waktu pencapaian tujuan itu dan harus dicapai secara tepat waktu

2.3.2 Measure ( M )

Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat tiga pokok hal yang harus dilakukan dalam tahap

Measure ( M ) yaitu :

1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan

CTQ ( Critical–to–Quality ) yaitu elemen dari suatu produk, proses yang berdampak langsung pada kepuasan pelanggan, dan merupakan atribut yang


(55)

sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan

2. Mengembangkan suatu rencana pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada tingkat proses, output

3. Mengukur kinerja sekarang pada tingkat proses, output untuk ditetapkan sebagai baselinekinerja (performance baseline) pada awal proyek Six Sigma

keterangan :

1. Menetapkan Karakteristik Kualitas (CTQ) Kunci

Karakteristik kualitas (Critical – to – Quality = CTQ ) kunci yang ditetapkan seyogianya berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan, yang diturunkan secara langsung dari persyaratan output dan pelayanan. Organisasi kelas dunia yang menerapkan Six Sigma biasanya menggunakan karakteristik berikut untuk mengevaluasi sistem pengukuran kinerja mereka,dengan ketentuan :

a) Biaya yang dikeluarkan untuk pengukuran seyogianya tidak lebih besar dari pada manfaat yang diterima

b) Pengukuran harus dimulai pada permulaan proyek Six Sigma. Berbagai masalah yang berkaitan dengan kualitas beserta kesempatan–kesempatan untuk meningkatkankannya harus dirumuskan secara jelas

c) Pengukuran harus sederhana serta memunculkan data yang mudah untuk digunakan , mudah dipahami, dan mudah melaporkannya

d) Pengukuran harus dilakukan pada sistem secara keseluruhan , yang menjadi ruang lingkup dari proyek Six Sigma


(56)

Karakteristik–karakteristik kualitas yang sesuai dalam pengukuran kualitas akan berada untuk setiap perusahaan, tetapi pada umumnya karakteristik yang dipertimbangkan dalam pengukuran kualitas adalah sebagai berikut:

1. Kualitas Produk, yang mencakup :

1. Kinerja (performance) , berkaitan dengan aspek funsional dari produk itu

2. Features, berkaitan dengan pilihan – pilihan dan pengembangannya

3. Kendalan (reliability) , berkaitan dengan tingkat kegagalan dalam penggunaan produk itu

4. Serviceability , berkaitan dengan kemudahan dan ongkos perbaikan 5. Konformans (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian

produk terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelum berdasarkan keinginan pelanggan

6. Durability, berkaitan dengan daya tahan atau masa pakai dari produk itu

7. Estetika (aeshetics), berkaitan dengan desain dan pembungkusan atau kemasan dari produk itu

8. Kualitas yang dirasakan (perceived quality) bersifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk itu seperti meningkatkan harga diri, moral ,dll

2. Dukungan purna – jual , terutama yang berkaitan dengan waktu penyerahan dan bantuan yang diberikan, mencakup beberapa hal berikut :


(57)

1. Kecepatan penyerahan, berkaitan dengan lamanya waktu antara waktu pelanggan memesan produk dan waktu penyerahan produk itu

2. Konsistensi, berkaitan dengan kemapuan memenuhi jadual yang dijanjikan

3. Tingkat pemenuhan pesanan, berkaitan dengan kelengkapan dari pesanan – pesanan yang dikirim

4. Informasi, berkaitan dengan status pesanan

5. Tanggapan dalam keandalan darurat, berkaitan dengan kemampuan menangani permintaan – permintaan nonstandar yang bersifat tiba – tiba

6. Kebijakan pengembalian, berkaitan dengan prosedur menangani barang – barang rusak yang dikembalikan pelanggan

3. Interaksi antara karyawan (pekerja) dan pelanggan, mencakup :

1. Ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan memberikan

tanggapan terhadap keperluan – keperluan pelanggan

2. Penampilan karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam berpakaian

3. Kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan – keluhan , berkaitan dengan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan masalah – masalah yang diajukan pelanggan


(58)

2. Mengembangkan Rencana Pengumpulan Data

Pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu pada tingkat proses (process level), tingkat output (output level), dan tingkat outcome (outcome level).

Pengukuran pada tingkat proses adalah mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh pemasok (supplier) yang mengendalikan dan mempengaruhi karakteristik kualitas output yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran pada tingkat ini adalah mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, dan menggunakan ukuran – ukuran ini untuk mengendalikan dan meningkatkan proses operasional output yang akan dihasilkan sebelum output itu diproduksi atau diserahkan kepada pelanggan.

Pengukuran pada tingkat output adalah mengukur karakteristik kualitas

output yang dihasilkan dari proses dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik kualitas yang diinginkan oleh pelanggan. Beberapa contoh pengukuran pada tingkat output adalah banyaknya unit produk yang tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang ditetapkan (banyak produk cacat), diameter dari produk yang dihasilkan.

Pengukuran pada tingkat outcome adalah mengukur bagaimana baiknya suatu produk (barang atau jasa) itu memenuhi kebutuhan spesifik dan ekspektasi rasional dari pelanggan, mengukur tingkat kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk (barang atau jasa) yang diserahkan. Beberapa contoh pengukuran pada tingkat outcome adalah banyaknya keluhan pelanggan yang


(59)

diterima, banyaknya produk yang dikembalikan oleh pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan.

3. Pengukuran Baseline Kinerja (Performance Baseline)

Baseline kinerja adalah suatu proyek Six Sigma, dimana sebelum proyek–proyek peningkatan kualitas Six Sigma dimulai, kita harus mengetahui

tingkat kinerja yang sekarang sehingga peningkatan kualitas yang menuju kegagalan nol (zero defect) memberikan kepuasan total 100% kepada pelanggan.

2.3.3 Analyze (A )

Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini memerlukan beberapa hal :

1. Menentukan stabilitas dan kapabilitas/ kemampuan dari proses

2. Menetapkan target–target kinerja dari karakteristik kualitas kunci (CTQ) yang akan ditingkatkan dalam proyek Six Sigma

3. Mengidentifikasi sumber–sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan

4. Mengkonversikan benyak kegagalan kedalam biaya kegagalan kualitas (cost of poor quality.

keterangan :

1. Menentukan Stabilitas dan Kemampuan (Kapabilitas) Proses

Process Capability ( kemampuan proses) yaitu kemampuan proses untuk memproduksi atau menyerahkan output sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan pelanggan, juga merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses


(60)

mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Process Capability

hanya diukur untuk proses yang stabil, sehingga apabila proses itu dianggap tidak stabil, maka proses itu harus distabilkan terlebih dahulu, dengan demikian nilai standard deviasi yang digunakan dalam pengukuran process capability (Cpm) berasal dari proses yang stabil sehingga merupakan variasi yang melekat pada proses yang stabil. (Vinscent Gasperz, 2002, hal 8 )

2. Menetapkan Target Kinerja dari Karakteristik Kualitas(Critical–to– Quality ) Kunci

Penetapan target kinerja harus mempertimbangkan kemampuan proses dan kesiapan sumber – sumber daya yang ada. Secara konseptual penetapan target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma merupakan hal yang sangat penting, oleh karena itu harus mengikuti prinsip ( SMART = Specific, Measurable, Achievable,Result – oriented, Time – bound ).

3. Mengidentifikasi Sumber–sumber dan Akar Penyebab Masalah Kualitas Dalam proyek Six Sigma membutuhkan 1) identifikasi masalah secara

tepat,2 )menemukan sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas itu, 3) mengajukan solusi masalah yang efektif dan efisien. Suatu solusi masalah yang

efektif apabila berhasil menemukan sumber–sumber dan akar–akar penyebab dari masalah itu, dan mengambil tindakan untuk menghilangkan akar–akar penyebabnya.

4. Mengkonversikan Banyak Kegagalan ke dalam Biaya Kegagalan Kualitas (Cost of Poor Quality = COPQ )


(61)

Hasil dari peningkatan kaulitas dramatik Six Sigma yang diukur persentase antara COPQ terhadap penjualan akan terus–menerus menurun sejalan dengan peningkatan kapabilitas Six Sigma.

Perusahaan–perusahaan besar kelas dunia yang menetapkan program Six Sigma, menciptakan pengukuran biaya kualitas (quality costs) untuk beberapa alasan berikut :

“Kesempatan untuk mengurangi ketidakpuasan pelanggan dan ancaman– ancaman yang berkaitan dengan produk yang dipasarkan dapat diidentifikasikan. Beberapa biaya dari kualitas jelek (cost of poor quality) merupakan hasil dari kegagalan produk setelah penjualan.”

Setelah akar-akar penyebab dari masalah yang ditemukan, dimasukkan ke dalam cause and effect diagram yang telah mengkategorikan sumber-sumber penyebab berdasarkan prinsip 7M, yaitu :

1. Manpower ( tenaga kerja ).

2. Machines ( mesin-mesin ).

3. Methods ( metode kerja ).

4. Material ( bahan baku dan bahan penolong ).

5. Media (surat kabar).

6. Motivation ( motivasi ).

7. Money ( keuangan ).

Analyze dapat disajikan dalam sebuah siklus (gambar 2.3). Siklus didapatkan dengan menghasilkan dan dengan mengevaluasi “hipotesis-hipotesis” terhadap penyebab masalah.


(62)

Gambar 2.2Siklus hipotesis / analisis dari akar masalah (Sumber : Peter S.P. Etal., 2002:87)

Sebagaimana diindikasikan oleh diagram siklus analisis, ada 2 sumber kunci dari input untuk menentukan penyebab sesungguhnya dari masalah yang ditargetkan,yaitu :

1. Analisis data

Menggunakan ukuran-ukuran data yang telah dikumpulkan, atau data baru yang dikumpulkan dalam fase analyze - untuk membedakan pola-pola, kecenderungan, atau faktor-faktor lain mengenai masalah yang menunjukkan/membuktikan/tidak membuktikan penyebab-penyebab yang mungkin.

2. Analisis proses

Penyelidikan yang lebih dalam dan memahami bagaimana pekerjaan dilakukan untuk mengidentifikasi inkonsistensi, “disconnect”, atau bidang-bidang masalah yang mungkin menyebabkan atau memberikan kontribusi terhadap masalah.

Analisa data / proses

Memperbaiki/ menolak hipotesis

Analisa data / proses Membuat hipotesa

Mengkonfirmasi & memilih penyebab vital


(1)

mengatasi hal tersebut maka tindakan yang dilakukan bagi bagian inspeksi diharapkan untuk lebih memperketat control material sebelum diproses, membuat jadwal teratur perawatan mesin, Mengontrol setting kecepatan Finger Line mesin

Heating End Seal dan Heating Long Seal sebelum proses produksi berlangsung, pengecekan material sebelum proses ,memberikan batas toleransi yang ketat dan kondisi tempat penyimpanan harus diperhatikan. Untuk usulan penegendaliannya bisa dengan cara melakukan inspeksi secara intensif terhadap operator oleh pengawas / Supervisor terutama untuk material, perlu adanya kontrol yang ketat dalm penjadwalan perawatan mesin agar berjalan dengan konsisten (minimal sebulan sekali sampai dengan Pemberian sanksi tegas pada operator yang ceroboh dan lalai dan mencatatnya.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan di PT. Garuda Food Putra Putri jaya adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan data yang telah diperoleh selama 6 bulan maka dapat diidentifikasikan faktor penyebab kecacatan antara lain :

a) Cuter Seal Tidak Kuat (22,9 %). Faktor peyebab kecacatan, Temperatur cuter seal berubah,cuter seal kotor, operator kurang teliti dalm seting mesin.skill pekerja kurang,kualitas bahan baku kurang baik, dan pemasangan alovo tidak center.

b) Gambar Lari (22,1 %). Factor penyebab kecacatan,mesin eye mark berubah,mesin former miring,oprator kurang teliti dalam seting mesin,skill pekerja kurang,kualitas bahan baku kurang baik,dan pemasangan alovo tidak center.

c) Long Seal Melipat (20,9 %). Faktor Penyebab kecacatan. Roller heater terlalu cepat,heating lonag longgar, operator kurang teliti dalm seting mesin.skill pekerja kurang,kualitas bahan baku kurang baik, dan pemasangan alovo tidak center.

d) Long Seal Tidak Kuat (18,9 %). Faktor penyebab kecacatan. Temperatur heating loang berubah,heating long seal kotor,operator kurang teliti dalam


(3)

seting mesin, skill pekerja kurang,kualitas bahan baku kurang baik, dan pemasangan alovo tidak center.

e) Isi Kurang (14,9 %). Faktor penyebab kecacatan. finger line patah,operator kurang teliti dalam seting mesin,skill pekrja kurang,mekanis me dalam pengisian tidak sesuai prosedur,dan pekerja kelelahan.

2 Dari data selama 6 bulan yaitu November 2009 – April 2010 diketahui bahwa dari total produksi sebesar 124020801 dan defect sebesar 3467035 (2,79%) diperoleh DPMO sebesar 5.589 dan nilai sigma sebesar 4,03 sigma serta diperoleh nilai indeks kapabilitas prosesnya = 1,04 atau 1 ini berarti bahwa proses produksi dianggap cukup mampu untuk bersaing dengan perusahaan lain serta memiliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan six sigma. Sedangkan untuk prioritas tindakan perbaikan yang diusulkan. Urutan prioritas tindakan perbaikan yang diusulkan adalah:

a. Mengontrol setting kecepatan tiap tiap mesin sebelum proses produksi berlangsung ( RPN = 252 )

b. Membuat jadwal teratur perawatan mesin ( RPN = 216 )

c. Memberi peringatan dan pengarahan kepada operator agar lebih disiplin dan teliti dalam menjalankan mesin ( RPN = 210 )

d. Kualitas pelatihan dan training lebih ditingkatkan, bila perlu lebih fokus pada lini produksi mana karyawan itu nanti ya ditempatkan ( RPN = 180 )

e. Pengecekan material sebelum proses ,memberikan batas toleransi yang ketat dan kondisi tempat penyimpanan harus diperhatikan ( RPN = 168 )


(4)

f. Operator harus lebih memahani prosedur proses pengisian yang telah di tetepkan perusahaan ( RPN = 150 )

g. Diberikan teguran pada operator yang yang melakukan kesalahan dan pengawas harus peka akan kondisi fisik operator dan mengigatkan agar dapat memanfaatkan waktu istirahat degan baik atau rolling harus segera dilakukan dan bila perlu ( RPN = 144 )

h. Operator agar lebih memahami prosedur dan teliti dalam melakukan pemasangan alovo yang telah ditetapkan ( RPN = 120 )

5.2 Saran

Adapun saran yang ingin diberikan kepada pihak perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Sebaiknya fokus perbaikan proses ditujukan pada pengontrolan pada kecepatan Finger line dan perawatan mesin finger linemesin eye mark,, mesin Heating End Seal dan mesin Heating Long Seal , Melakukan lubrikasi dan perawatan preventif yang lebih terencana tanpa menunggu sampai aus, membuat jadwal perawatan mesin dan peralatan, dan yang paling terpenting bagi operator sebagai pelaksana utama dalam proses produksi sebaiknya diikut sertakan dalam program pelatihan khusus.

2. Meningkatkan inspeksi terhadap penerimaan material awal agar diketahui mana material yang memenuhi spesifikasi dan mana yang tidak memenuhi spesifikasi sebelum dilakukan proses produksi.


(5)

3. Mengimplementasikan metode six sigma sebagai penilaian kapabilitas proses. dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap faktor yang berpengaruh harus diperhatikan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Gaspersz, Vincent. (2002), Pedoman Implementasi Program Six Sigma: Terintegrasi dengan ISO 9001, MBNQA, dan HACCP, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gasperz, Vincent. 2001. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas (ISO 9001 : 2000 Clause 8 : Measurement, Analysis, and Improvement). PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

M.N. Nasution, Drs. (2001), Manajemen Mutu Terpadu, Cetakan Pertama, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Pande, Peter S; Neuman, Robert P; Cavanagh, Rolland R (2002), The Six

Sigma Way – Bagaimana GE, Motorola, dan Perusahaan Terkenal

Lainnya Mengasah Kinerja Mereka, edisi Bahasa Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Gaspersz, Vincent. (1998), Manajemen Produktifitas Total , Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Tjiptono, Fandy dan Diana, Anastasia, (2000), Total Quality Management, edisi 3, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Pyzdek, T., 2002, “The Six Sigma Handbook”, Salemba Empat, Jakarta.

YOEHANITA F.A. PENDEKATAN SIX SIGMA UNTUK MENGURANGI TINGKAT KECACATAN PADA GELAS PLASTIK AIR MINERAL 240 ML DI PT. LAMIPAK PRIMULA INDONESIA, SIDOARJO,FTI UPN-SBY

SURATNO PENDEKATAN METODE SIX SIGMA UNTUK

MENGURANGI CACAT DAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK PADA PROSES PEMBUATAN KERTAS DI PT. SURABAYA AGUNG INDUSTRI PULP DAN KERTAS GRESIK

FTI UPN-SBY

JURNAL RETNO WULAN DAMAYANTI