Dari perolehan data dapat dilihat bahwa pekerja yang tidak pernah mendapatkan pelatihan lebih berisiko tinggi untuk mengalami kecelakaan kerja.
Pekerja pengelasan belum pernah mendapatkan pelatihan mengenai keselamatan dalam bekerja baik oleh pihak pemilik bengkel las maupun instansi pemerintah atau
dinas tenaga kerja. Padahal di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan RI Nomor 25 Tahun 1997 Bab XI mengenai Tenaga Kerja di dalam Hubungan sector informal dan
di luar hubungan kerja pasal 158-160 menyatakan bahwa adanya jaminan sosial dan keselamatan kerja serta pembinaan dari pemerintah bagi pekerja sektor informal.
Dalam kuisioner wawancara juga dicantumkan pertanyaan mengenai pelatihan yang pernah diberikan pemilik bengkel las, pekerja menyatakan bahwa ada bengkel
las yang melakukan pelatihan dan ada bengkel las yang tidak melakukan pelatihan pada pekerja. Pekerja memperoleh pelatihan pada saat mereka mulai bekerja di
bengkel las, pelatihan biasanya berupa pengarahan tentang cara kerja las. Pekerja pemula yang tidak memiliki pengalaman sebagai juru las tidak langsung terjun
sebagai tukang las namun hanya sebagai kernek pembantu tukang las selama beberapa, waktu pelatihan berkisar antara 1-3 minggu. Apabila pekerja baru pernah
bekerja sebagai tukang las di tempat lain maka tidak perlu mendapatkan pelatihan, langsung bekerja sebagai tukang las.
5.2.4. Pengawasan Pada Pekerja Pengelasan
Berdasarkan hasil pengolahan kuisioner diperoleh kategori tertinggi terdapat
pada pekerja yang menyatakan pengawasan di tempat kerja baik dan perilaku risiko kerja rendah sebanyak 26 orang 57,8.
Berdasarkan perolehan data dapat dilihat bahwa pekerja yang menyatakan bahwa pengawasan di bengkel las mereka bekerja baik maka perilaku risiko di tempat
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
mereka rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengawasan memiliki pengaruh terhadap perilaku berisiko pada pekerja. Pengawasan ada yang dilakukan
oleh pemilik bengkel langsung dan ada juga pengawas yang berasal dari sesama pekerja yang dipercayakan oleh pemilik bengkel las.
Pada umumnya, usaha pengelasan yang memiliki pengawas di dalam proses produksinya tidak khusus ditunjuk atau dibentuk oleh pemilik bengkel las untuk
mengawasi keselamatan kerja. Pengawasan pada usaha pengelasan dilakukan dengan tujuan hanya mengawasi pekerjaan atau membimbing pekerja agar berperilaku aman
dalam bekerja. Namun kenyataannya bengkel las di Jalan Mahkamah Medan tidak demikian. Pengawas kurang memperhatikan keselamatan kerja para pakerja.
Pengawas biasanya hanya berfungsi untuk mengawasi distribusi barang-barang produksi dan lebih bersifat produktivitas dan kualitas.
Walaupun demikian, ketika pengawas menemukan pelanggaran yang terjadi selama bekerja, maka pengawas langsung memberikan nasihat dan teguran. Pengawas
melakukan tindakan finansial pada pekerja yang terbukti melakukan pelanggaran dan mengakibatkan rusaknya peralatan kerja berupa pemotongan gaji. pengawas selalu
menanggapi pekerja yang bermasalah dengan alat pelindung diri yang digunakan. Setiap alat pelindung diri yang dianggap tidak layak untuk dipakai dilaporkan kepada
pengawas untuk mendapatkan penggantian. Hal tersebut terjadi apabila pengawasan dilakukan langsung oleh pemilik bengkel las.
Menurut Suma’mur 1996 dalam Pratiwi 2009 bahwa pengawasan perlu dilakukan untuk memastikan penerapan keamanan dan keselamatan kerja di
Perusahaan. Selain itu Pratiwi juga mengutip pendapat Azhar 1998 bahwa dengan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
ada pengawasan dan peraturan yang mengikutinya merupakan salah satu faktor kuat yang akan mempengaruhi perilaku seseorang.
5.2.5. Ketersediaan Fasilitas Penunjang Perilaku Aman dalam Bekerja