Rumusan masalah Manfaat Penelitian Kecelakaan Kerja

sesuai dengan kebutuhan, setelah bahan diperoleh dilakukan pemotongan sesuai dengan kebutuhan, setelah ukuran bahan dipotong sesuai dengan kebutuhan maka material yang telah dipotong tersebut dibentukan sesuai dengan model yang diinginkan konsumen, setelah pembentukan selesai dilakukan pengelasan untuk menyambungkan material-material yang telah dibentuk tersebut, setelah pengelasan, material dipoles untuk menghasilkan bentuk yang menarik dan indah.

1.2. Rumusan masalah

Seringnya terjadi kecelakaan kerja seperti tersengat listrik, terkena radiasi panas, terkena gerinda pada saat pemotongan besi, terkena percikan bunga api pada saat proses pengelasan memunculkan pertanyaan apa yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut. Perilaku tidak aman dari pekerja merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja di bengkel las. Untuk itu, peneliti bertujuan untuk menganalisis perilaku berisiko pada pekerja yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja di bengkel las di Jalan Mahkamah Medan tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis perilaku berisiko pada pekerja pengelasan di Jalan Mahkamah Medan tahun 2011. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran faktor anteseden yang mempengaruhi perilaku pekerja bengkel las di Jalan Mahkamah Medan tahun 2011. 2. Untuk mengetahui gambaran faktor konsekuensi yang mempengaruhi perilaku berisiko pada pekerja pengelasan di Jalan Mahkamah Medan tahun 2011. 3. Untuk mengetahui gambaran perilaku berisiko pada pekerja pengelasan di Jalan Mahkamah Medan tahun 2011.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka mempromosikan keselamatan kesehatan kerja K3 kepada pekerja bengkel las di Jalan Mahkamah Medan melalui wawancara. 2. Bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan dan keilmuan Keselamatan dan Kesehatan kerja K3 melalui pendekatan yang lebih aplikatif. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelasan

2.1.1. Deskripsi Umum Las

Menurut penemuan-penemuan benda bersejarah, dapat diketahui bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dari zaman prasejarah, misalnya pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian timbal-timah, menurut keterangan telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun 4000 sampai 3000 SM dan diduga sumber panas berasal dari pembakaran kayu dan arang. Pada abad ke 19 teknologi pengelasan berkembang dengan pesat karena telah dipergunakannya sumber energi listrik Suharno, 2008. Menurut Deutsce Industrie Normen DIN las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksankan dalam keadaan, dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah sesuatu proses dimana bahan dan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan Suharno, 2008.

2.1.2. Jenis-Jenis Pengelasan

Berdasarkan proses pengelasan, maka pengelasan terbagi menjadi dua antara lain Bintoro, 1999 : 1. Las Oksi Asetilen Las oksi asetilen merupakan proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas asetilen melalui pembakaran C 2 H 2 dengan gas O 2 dengan atau tanpa logam pengisi. Pembakaran gas C 2 H 2 oleh oksigen O 2 dapat menghasilkan suhu yang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara sangat sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam. Gas asetilen merupakan salah satu jenis gas yang sangat mudah terbakar dibawah pengaruh suhu dan tekanan. Gas asetilen disimpan di dalam suatu tabung yang mampu menahan tekanan kerja. Bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh gas asetilen antara lain: a. Polimerisasi, peristiwa ini akan menyebabkan suhu gas meningkat jauh lebih tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Polimerisasi ini akan terjadi pada suhu 300°C, jika berada pada tekanan 1 atm. Oleh sebab itu, gas asetilen tidak boleh disimpan atau digunakan pada suhu diatas 300°C. b. Disosiasi, yaitu adanya panas yang ditimbulkan oleh proses pembentukan zat-zat. Disosiasi terjadi pada suhu 600°C jika berada pada tekanan 1 atm atau 530°C jika tekanan 3 atm. Jika terjadi disosiasi maka tekanan gas meningkat dan hal ini sangat membahayaka karena bisa menimbulkan ledakan. 2. Las listrik Las tahanan listrik adalah proses pengelasan yang dilakukan dengan jalan mengalirkan arus listrik melalui bidang atau permukaan-permukaan benda yang akan disambung. Elektroda-elektroda yang dialiri listrik digunakan untuk menekan benda kerja dengan tekanan yang cukup. Penyambungan dua buah logam atau lebih menjadi satu dengan jalan pelelehan atau pencairan dengan busur nyala listrik. Tahanan yang ditimbulkan oleh arus listrik pada bidang-bidang sentuhan akan menimbulkan panas dan berguna untuk mencairkan permukaan yang akan disambung. Bahaya pada las listrik yaitu, loncatan bunga api yang terjadi pada nyala busur listrik karena adanya potensial tegangan atau beda tegangan antara ujung-ujung elektroda dan benda kerja. Tegangan yang digunakan sangat menentukan terjadinya loncatan bunga api, semakin besar tegangan semakin mudah terjadi loncatan bunga Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara api listrik. Hal yang perlu diperhatikan, bahwa tegangan yang tinggi akan membahayakan operator las, karena tubuh manusia hanya mampu menderita tegangan listrik sekitar 42 volt. Selain penggunaan arus dan tegangan yang bisa membahayakan operator, nyala busur listrik juga memancarkan sinar ultra violet dan sinar infra merah yang berinteraksi sangat tinggi. Pancaran atau radiasi dari sinar tersebut sangat membahayakan mata maupun kulit manusia Bintoro, 1999.

2.1.3. Manajemen dalam Pengelasan

Juru las yang terampil dan peralatan las yang baik belum tentu dapat menjamin hasil las yang bermutu tinggi, apabila sarana lainnya tidak terpenuhi. Manajemen pengelasan dalam hal ini harus mengatur beberapa sarana penting yang dapat mempengaruhi hasil pengelasan seperti pelaksanaan yang aman, pengawasan mutu, dan pemeriksaan proses. Manajemen tersebut terdiri atas beberapa pengawasan Wiryosumarto dan Okumura, 2004 antara lain : 1. Pengamanan pelaksanaan Agar pengelasan dapat dilakukan dengan aman, alat-alat pengamanan harus lengkap dan juru las harus mengerti dan dapat serta mau menggunakan alat pengaman tersebut, dalam hal ini yang penting adalah : a. Pemakaian baju kerja yang sesuai dan aman. b. Pemakaian pelindung dengan baik. c. Pada pengelasan di tempat yang tinggi harus menggunakan alat pengaman agar tidak terjatuh. d. Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dan ledakan. 2. Pengawasan umum Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Untuk mendapatkan mutu pengelasan yang baik perlu adanya pengawasan pada peralatan yang digunakan, bahan las yang dipilih, pelaksanaan dan keterampilan. Pengawasan yang dimaksud diatas diterangkan sebagai berikut a. Pengawasan peralatan Dengan menggunakan peralatan yang sempurna, akan diperoleh mutu hasil lasan yang baik dan efisiensi kerja yang tinggi, karena itu diperlukan sistem manajemen yang dapat menentukan cara-cara pemilihan alat, pembelian alat, peminjaman alat kepada pekerja dan cara memperbaiki alat yang rusak. b. Pengawasan bahan las Pengaturan pembelian bahan las baik dalam jenis maupun dalam jumlah harus menjamin agar selalu terdapat jumlah persediaan seperti yang telah ditentukan dan yang sesuai dengan jadwal pelaksanaan. c. Pengawasan pelaksanaan Apabila proses pengelasan telah ditentukan, maka perlu untuk mengadakan pengawasan agar prosedur pengelasan diikuti sepenuhnya. Untuk mempermudah pengawasan dan menghindari kesalahan perlu dibuat petunjuk kerja yang terperinci yang meliputi kondisi pengelasan, penggunaan alat, pemakaian bahan, prosedur pengerjaan dan cara-cara mengadakan perbaikan bila terjadi cacat. d. Pengawasan keterampilan Untuk mendapatkan juru las yang terampil perlu diadakan pelatihan dan pendidikan. Tiap-tiap juru las harus mempunyai kualifikasi berdasarkan peraturan yang ditentukan oleh badan yang berwenang dalam bidang konstruksi yang sesuai dan menguasai tentang pengelasan. e. Pengawasan proses Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Pengawasan terhadap proses ditujukan untuk mempertinggi produktivitas, yang berarti hasil yang baik dengan cepat dan murah. Pengawasan proses meliputi pengawasan dan pengaturan tempat, pengaturan pekerja, pengaturan bahan, alat dan lain sebagainya.

2.1.4. Bahaya Dalam Pengelasan

Pada pekerjaan pengelasan banyak risiko yang akan terjadi apabila tidak hati- hati terhadap penggunaan peralatan, mesin dan posisi kerja yang salah. Beberapa risiko bahaya yang paling utama pada pengelasan Wiryosumarto dan Okumura, 2004 antara lain : 1. Cahaya dan sinar yang berbahaya Selama proses pengelasan akan timbul cahaya dan sinar yang dapat membahayakan juru las dan pekerja lain yang ada di sekitar pengelasan. Cahaya tersebut meliputi cahaya yang dapat dilihat atau cahaya tampak, sinar ultraviolet dan sinar inframerah. a. Sinar ultraviolet Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah diserap, tetapi sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh. Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh lensa dan kornea mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan terasa seakan-akan ada benda asing di dalamnya. Dalam waktu antara 6 sampai 12 jam kemudian mata akan menjadi sakit selama 6 sampai 24 jam. Pada umunya rasa sakit ini akan hilang setelah 48 jam. b. Cahaya tampak Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa dan kornea ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka akan segera menjadi lelah dan kalau terlalu lama mungkin akan menjadi sakit. Rasa lelah dan sakit ini sifatnya juga hanya sementara. c. Sinar inframerah Adanya sinar inframerah tidak segera terasa oleh mata, karena itu sinar ini lebih berbahaya sebab tidak diketahui, tidak terlihat dan tidak terasa. Pengaruh sinar inframerah terhadap mata sama dengan pengaruh panas, yaitu menyebabkan pembengkakan pada kelopak mata, terjadinya penyakit kornea, presbiopia yang terlalu dini dan terjadinya kerabunan. 2. Arus listrik yang berbahaya Besarnya kejutan yang timbul karena listrik tergantung pada besarnya arus dan keadaan badan manusia. Tingkat dari kejutan dan hubungannya dengan besar arus adalah sebagai berikut: a. Arus 1 mA hanya akan menimbulkan kejutan yang kecil saja dan tidak membahayakan. b. Arus 5 mA akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada otot dan menimbulkan rasa sakit. c. Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat. d. Arus20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot sehingga orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan orang lain. e. Arus 50 mA sangat berbahaya bagi tubuh. f. Arus 100 mA dapat mengakibatkan kematian. 3. Debu dan gas dalam asap las. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Debu dalam asap las besarnya berkisar antara 0,2 µ m sampai dengan 3 µ m. Komposisi kimia dari debu asap las tergantung dari jenis pengelasan dan elektroda yang digunakan. Bila elektroda jenis hydrogen rendah, di dalam debu asap akan terdapat fluor F dan oksida kalium K 2 O. Dalam pengelasan busur listrik tanpa gas, asapnya akan banyak mengandung oksida magnesium MgO. Gas-gas yang terjadi pada waktu pengelasan adalah gas karbon monoksida CO, karbon dioksida CO 2 , ozon CO 3 dan gas nitrogen dioksida NO 2 . 4. Bahaya kebakaran. Kebakaran terjadi karena adanya kontak langsung antara api pengelasan dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti solar, bensin, gas, cat kertas dan bahan lainnya yang mudah terbakar. Bahaya kebakaran juga dapat terjadi karena kabel yang menjadi panas yang disebabkan karena hubungan yang kurang baik, kabel yang tidak sesuai atau adanya kebocoran listrik karena isolasi yang rusak. 5. Bahaya Jatuh. Didalam pengelasan dimana ada pengelasan di tempat yang tinggi akan selalu ada bahaya terjatuh dan kejatuhan. Bahaya ini dapat menimbulkan luka ringan ataupun berat bahkan kematian karena itu usaha pencegahannya harus diperhatikan.

2.1.5. Perlengkapan Keselamatan Kerja Las

Demi keamanan dan kesehatan tubuh, operator las harus memakai alat-alat yang mampu melindungi tubuh dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan akibat pengelasan. Perlengkapan tersebut antara lain Bintoro, 1999: 1. Pelindung muka Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Bentuk dan pelindung muka ada beberapa macam tetapi secara prinsip pelindung muka mempunyai fungsi yang sama, yaitu melindungi mata dan muka dari pancaran sinar las dan percikan bunga api. Pelindung muka mempunyai kacamata yang terbuat dari bahan tembus pandang yang berwarna sangat gelap dan hanya mampu ditembus oleh sinar las. Kacamata ini berfungsi melihat benda kerja yang dilas dengan mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke mata. 2. Kacamata bening Untuk membersihkan torak atau untuk proses finishing misalnya penggerindaan, mata perlu perlindungan, tetapi tidak dengan pelindung muka las. Mata tidak mampu melihat benda kerja karena kacamata yang berada pada pelindung muka sangat gelap. Oleh karena itu, diperlukan kacamata bening yang mampu digunakan untuk melihat benda kerja dan sangat ringan sehingga tidak mengganggu proses pekerjaan. 3. Masker wajah Masker berfungsi untuk menyediakan udara segar yang akan dihirup oleh sistem pernapasan manusia. Masker digunakan untuk pengelasan ruangan yang sistem sirkulasi udaranya tidak baik. Karena proses pengelasan akan menghasilkan gas-gas yang membahayakan sistem pernapasan jika dihirup dalam jumlah besar. Jika gas hasil pengelasan tidak segera dialirkan ke luar ruangan maka akan dihirup oleh operator. 4. Pakaian las Pakaian ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari percikan bunga api dan pancaran sinar las. Pakaian las terbuat dari bahan yang lemas sehingga tidak membatasi gerak si pemakai. Selain bahan pakaian yang digunakan lemas, juga harus Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara ringan, tidak mudah terbakar, dan mampu menahan panas atau bersifat isolator. Model lengan dan celana dibuat panjang agar mampu melindungi seluruh tubuh dengan baik. 5. Pelindung badan apron Untuk melindungi kulit dan organ-organ tubuh pada bagian badan dari percikan bunga api dan pancaran sinar las yang mempunyai intensitas tinggi maka pada bagian badan perlu dilindungi sperti halnya pada bagian muka, karena baju las yang digunakan belum mampu sepenuhnya melindungi kulit dan organ tubuh pada bagian dada. 6. Sarung tangan Kontak dengan panas dan listrik sering terjadi yaitu melewati kedua tangan, contoh: penggantian elektroda atau memegang sebagian dari benda kerja yang memperoleh panas secara konduksi dari proses pengelasan. Untuk melindungi tangan dari panas dan listrik maka operator las harus menggunakan sarung tangan, karena mempunyai sifat mampu menjadi isolator panas dan listrik mampu menahan panas dan tidak menghantarkan listrik. 7. Sepatu las Sepatu las dapat melindungi telapak dan jari-jari kaki kemungkinan tergencet benda keras, benda panas atau sengatan listrik. Dengan memakai sepatu las bebarti tidak ada aliran arus listrik dari mesin las ke ground tanah melewati tubuh kita, karena bahan sepatu berfungsi sebagai isolator listrik. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3

2.2.1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan safety mempunyai arti keadaan terbebas dari celaka accident ataupun hampir celaka near miss acccident. Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun pekerja lain di sekelilingnya, sehingga diperoleh produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja merupakan hubungan dua arah antara pekerjaan dan kesehatan. Kesehatan kerja tidak hanya menyangkut hubungan antara efek lingkungan kerja misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain, tetapi hubungan antara status kesehatan pekerja dengan kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya. Tujuan utama kesehatan kerja adalah mencegah timbulnya gangguan kesehatan daripada mengobatinya Suma’mur, 2009. Menurut Depnaker RI 2005, Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 adalah segala daya dan upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam rangka mencegah, mengurangi, dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa, dan pengendalian bahaya dengan menerapkan sistem pengendalian bahaya secara tepat dan melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

2.2.2. Persyaratan Keselamatan Kerja

Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja menurut Undang-undang No. 1 tahun 1970 Suma’mur, 2009 adalah sebagai berikut : 1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan, hal ini berkaitan dengan upaya pencegahan kecelakaan dan setiap pekerjaan atau kegiatan berbahaya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, berkaitan dengan sistem proteksi dan pencegahan kebakaran fire protection system dalam rancangan bangun, operasi, dan penggunaan sarana, pabrik, banguna dan fasilitas lainnya. 3. Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran, meliputi upaya pencegahan bahaya kebakaran fire prevention dalam kegiatan yang dapat mengandung bahaya kebakaran, menggunakan api atau kegiatan lainnya. 4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian kebakaran atau kejadian lainnya. Berkaitan dengan sistem tanggap darurat emergency response serta fasilitas penyelamat di dalam bangunan atau tempat kerja means of escape. 5. Memberikan pertolongan dalam kecelakaan. Menyangkut aspek P3K atau pertolongan jika terjadi kecelakaan termasuk resque dan pertolongan korban. 6. Memberikan alat pelindung diri bagi pekerja. Berkaitan dengan penyediaan alat keselamatan yang sesuai untuk setiap pekerjaan yang berbahaya. 7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran. Berkaitan dengan keselamatan lingkungan kerja, pencemaran atau buangan industri serta kesehatan kerja. 8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik, psikis, peracunan, infeksi, dan penularan. 9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. 10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik. 11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik. 12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan dan proses kerja. Berkaitan dengan aspek ergonomi di tempat kerja. 14. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan. Berkaitan dengan keselamatan konstruksi dan bangunan mulai dari pembangunan sampai penempatannya. 15. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan barang. Syarat ini berkaitan dengan kegiatan pelabuhan dan pergudangan. 16. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya, berkaitan dengan keselamatan ketenagalistrikan. 17. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahayanya menjadi bertambah tinggi .

2.3. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak terulang kembali. Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja. Golongan pertama adalah faktor mekanisme dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia. Golongan kedua adalah faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan Suma’mur 2009 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1 Teori Domino Heinrich Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan merupakan akibat dari peristiwa berurutan, kiasan seperti garis domino jatuh. Jika salah satu domino jatuh, itu akan memicu jatuhnya berikutnya, dan domino berikutnya, dan domino berikutnya, hingga domino terakhir. Menghapus faktor kunci membantu mencegah terjadinya reaksi berantai. Heinrich menyoroti domino ketiga sebagai Kunci domino. Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya kecelakaan kerja antara lain : 1. Situasi kerja Situasi kerja berkaitan dengan kondisi lingkungan kerja yang mempengaruhi produktivitas pekerja. Situasi kerja yang dimaksud meliputi : a. Pengendalian manajemen yang kurang b. Standar kerja yang minim c. Lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar d. Peralatan kerja yang gagal atau tempat kerja yang tidak mencukupi 2. Kesalahan orang Kesalahan orang meliputi : a. Keterampilan dan pengetahuan pekerja yang minim b. Masalah fisik dan mental c. Motivasi yang minim atau salah penempatan d. Perhatian yang kurang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 3. Tindakan tidak aman Kesepakatan domino ketiga Heinrich dengan penyebab langsung terjadinya kecelakaan. Heinrich merasa bahwa tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman merupakan faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Kondisi lingkungan kerja yang dimaksud sperti : a. Tidak mengikut i metode kerja yang telah disetujui b. Mengambil jalan pintas c. Menyingkirkan atau tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja. 4. Kecelakaan Heinrich mendefinisikan kecelakaan sebagai kejadian yang sudah umum terjadi dilingkungan kerja. a. Kejadian yang tidak terduga b. Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya c. Terjatuh d. Terhantam mesin atau material yang jatuh, dan sebagainya 5. Cedera kerusakan Cedera atau kerusakan terhadap pekerja dibedakan menjadi. a. Terhadap pekerja yang meliputi sakit dan penderitaan, kehilangan pendapatan, kehilangan kualitas hidup. b. Terhadap majikan meliputi kerusakan pabrik, pembayaran kompensasi, kerugian produksi, dan kemungkinan proses pengadilan Ridley, 2006 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

2.4. Konsep Perilaku