Tantangan Kebijakan Produksi Karet Alam Indonesia

baku karet sintesis terus meningkat. Harga minyak yang meningkat juga memberi andil terhadap peningkatan harga karet alam dunia. Harga karet alam yang tinggi ini memberi keuntungan yang lebih besar bagi petani dan tenaga kerja perkebunan karet Indonesia. Tingginya harga karet alam dunia memacu produsen karet alam Indonesia melakukan insentif pengembangan produksi. Peningkatan jumlah produksi Indonesia akan menyebabkan peningkatan ekspor karet alam Indonesia. Nilai ekspor karet alam Indonesia pada akhirnya akan mempengaruhi perekonomian Indonesia melalui peningkatan PDB.

4. Berkembangnya green tyre yang ramah lingkungan

Isu global warming memberi insentif kepada aktivis dan lembaga swadaya masyarakat untuk melakukan penanaman. Tanaman karet dapat dimanfaatkan untuk mengurangi polusi dan menjaga keseimbangan lingkungan. Karet alam mempunyai keunggulan dari segi lingkungan dibandingkan karet sintesis. Manfaat environtment sustainable adalah alasan pengembangan pemakaian karet alam yang ramah lingkungan. Hal ini menjadi peluang pengembangan ekspor karet alam Indonesia.

d. Tantangan

Beberapa tantangan yang dapat menghambat peluang karet alam Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Perkembangan negara pesaing produsen karet alam

Rendahnya teknologi baik teknologi produksi maupun teknologi pengolahan menyebabkan kualitas karet alam Indonesia masih rendah. Rendahnya penerapan teknologi dan rendahnya produktivitas berimplikasi pada daya saing karet alam Indonesia. Daya saing karet alam Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara produsen karet lainnya baik dari sisi kuantitas maupun sisi kualitas.

2. Berkembangnya teknologi karet sintetis

Karet alam mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan karet sintesis. Perbedaan karet alam terletak pada daya elastisitas, keretakan dan daya tahan panas. Perkembangan teknologi karet sintesis hampir menyamai sifat karet alam. Perkembangan teknologi karet sintesis menjadi ancaman bagi permintaan karet alam dunia.

3. Teknologi industri barang jadi karet di negara konsumen

menggunakan jenis karet yang spesifik. Permintaan jenis karet alam di negara tujuan ekspor berbeda-beda. Amerika Serikat dan Eropa lebih menyukai jenis karet spesifik dengan mutu TSR Technically Sheet Rubber atau SIR Standart Indonesian Rubber 20. Berbeda halnya dengan Jepang dan Cina yang lebih menyukai jenis karet spesifik mutu RSS Ribbed Smoked Sheet. Perbedaan penggunaan jenis karet alam ini disebabkan oleh teknologi industri barang jadi karet yang berbeda di negara masing-masing. Negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa menggunakan teknologi tinggi dan sesuai dengan bentuk fisik karet alam jenis TSR. Jepang dan Cina memiliki teknologi industri barang jadi karet yang sesuai bentuk dan kondisi fisiknya dengan jenis karet RSS. Teknologi industri barang jadi yang berbeda-beda ini menjadi ancaman bagi Indonesia untuk memproduksi dan mengekspor karet alam sesuai permintaan pasar.

8.2. Kebijakan Produksi Karet Alam Indonesia

Agribisnis karet di Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan dan permasalahan. Produktivitas hasil per hektar, terutama produkivitas karet rakyat masih perlu dioptimalkan mendekati produktivitas potensial, dari sekitar 650 kghatahun pada saat ini menjadi lebih dari 1000 kghatahun. Kondisi ini erat kaitannya dengan komposisi areal tanaman karet yang didominasi oleh bahan tanaman bermutu rendah dan banyak areal yang kurang produktif yang perlu peremajaan. Rata-rata produktivitas karet nasional masih relatif rendah, dan ekspor karet alam Indonesia sebagian besar lebih dari 90 persen berbentuk komoditas primer. Indonesia juga masih ketinggalan dalam pemanfaatan karet alam karena belum berkembangnya industri hilir. Nilai tambah dari produk karet masih belum dapat dinikmati oleh petani karet sebagai produsen utama bahan baku Sumarmadji, dkk, 2003. Pendekatan pengembangan Departemen Pertanian Tahun 2006-2010 adalah : 1. Pola pengembangan yang dilakukan harus melibatkan masyarakat, baik melalui pola PIR maupun kemitraan, dan langsung kepada petani 2. Bunga kredit 10 persen flat dengan pemberian subsidi bunga dari pemerintah, untuk pemerintah memberikan penjaminan kredit melalui PT. ASKRINDO selama tujuh tahun. 3. Pengembangan baru atau perluasan, kepemilikan lahan untuk petani peserta diharapkan maksimal empat haKK dan pendapatan mencapai US 1500-2000KKTahun. 4. Masyarakat yang terlibat diutamakan masyarakat lokal, sedangkan kekurangannya didatangkan dari luar daerah. 5. Setiap unit pengembangan harus terintegrasi dengan unit olahan, dan secara bertahap petani plasma memiliki saham di UPH 6. Pemanfaatan sarjana pertanian untuk mengawal pengembangan pertanian. Tabel 18. Target Pengembangan Areal Karet 1000 Ha, Tahun 2006-2010 Tahun Kegiatan Perluasan Peremajaan 2006 0 26 2007 20 64 2008 10 50 2009 10 50 2010 10 60 Jumlah 50 250 Sumber : Departemen Pertanian Tahun 2006 Target pengembangan areal perkebunan karet oleh departemen pertanian menunjukkan upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing karet alam Indonesia. Teknologi pra dan pasca panen yang sudah tersedia perlu dimanfaatkan dan diterapkan dari Lembaga Litbang dan segenap stakeholders terkait lainnya, sehingga usaha agribisnis karet mampu bersaing baik di dalam negeri dan di luar negeri. Kebijakan produksi diarahkan pada kebijakan umum subsistem usahatani, on-farm usaha agribisnis karet meliputi upaya : a Peningkatan pelayanan dan pengembangan penyediaan bahan tanaman bermutu dengan harga terjangkau b Percepatan peningkatan produktivitas dan mutu panen melalui pendayagunaan sumberdaya alam lahan, agroklimat, sumber daya manusia dan adopsi dan aplikasi teknologi dan keahlian secara efisien. Fokus kegiatan adalah upaya regenerasi tanamanperemajaan dengan menggunakan klon-klon unggul. c Upaya untuk merealisasikan nilai tambah dan keterpaduan antara sistem usahatani adalah dalam bentuk perusahaan kemasyarakatan corporate community d Memfasilitasi pengembangan jejaring dan kerjasama yang solid antar stakeholder di bidang perkaretan. e Lembaga penyangga internasional yang digagas tiga Negara produsen karet dunia, Thailand, Indonesia dan Malaysia seyogyanya dapat menjadi referensi di tingkat makro. Lembaga ini berfungsi untuk menjamin terciptanya insentif yang wajar dan relatif tidak berfluktuasi dalam jangka panjang.

8.3. Kebijakan Perdagangan Karet Indonesia