Pengujian multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF Variance Inflation Factor untuk koefisien regresi ke-j. Nilai VIF didefinisikan
sebagai berikut : k
j j
R VIF
,...., 2
, 1
, 1
1
2
= −
=
R
2 j
adalah koefisien determinasi antara variabel bebas ke j dengan variabel bebas lainnya. Nilai j = 2 berarti bahwa koefisien determinasinya sama dengan
korelasi antara X
1
dan X
2
. Jika R
2 j
= 0 atau antar variabel bebas tidak berkorelasi maka nilai VIF sama dengan satu. Jika R
2 j
≠ 0 atau ada korelasi antar variabel bebas, maka nilai VIF lebih besar dari satu. Oleh karena itu, multikolinieritas
tidak terjadi jika nilai VIF mendekati angka 1.
4.5.5. Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi antara variabel itu sendiri, pada pengamatan yang berbeda waktu atau individu. Kasus autokorelasi umumnya banyak terjadi pada
data time series. Langkah yang dibutuhkan untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan melihat pola hubungan antara residual u
i
dan variabel bebas atau waktu X. Indikator adanya serial correlations terangkum dalam Tabel 7.
H : tidak ada serial correlations
H
1
: ada serial correlations
Tabel 7. Indikator Durbin-Watson
Nilai DW Hasil
4-dl DW 4 Tolak H
, korelasi serial negatif 4-dl DW 4-dl
Hasil tidak dapat ditentukan 2 DW 4-du
Terima H , tidak ada korelasi serial
du DW 2 Terima H
, tidak ada korelasi serial dl DW du
Hasil tidak dapat ditentukan 0 DW dl
Tolak H , korelasi serial positif
Dampak yang ditimbulkan autokorelasi yaitu taksiran yang diperoleh dengan menggunakan OLS tidak lagi BLUE, tetapi masih tak bias dan konsisten. Interval
kepercayaan menjadi lebar dan uji signifikansi kurang kuat, sehingga hasil uji t dan uji F tidak baik.
4.5.6. Heteroskedastisitas
Masalah heteroskedastisitas dalam regresi linier ganda ditandai oleh adanya variansi yang sama. Akibat tidak konstannya variansi, maka akan
menimbulkan lebih besarnya variansi dari taksiran. Langkah yang perlu dilakukan untuk menguji heteroskedastisitas adalah :
H = homoskedastisitas
H
1
= heteroskedastisitas Jika obs R-square
χ
2 df=2
atau Probability P-value α, maka terima Ho
dan simpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95 persen tidak ada heteroskedastisitas. Variansi taksiran yang lebih besar akan berpengaruh pada uji
hipotesis yang dilakukan uji t dan uji F. Oleh karena itu, kedua uji hipotesis tersebut menjadi kurang akurat. Variansi taksiran yang lebih besar juga
mengakibatkan standard error taksiran lebih besar, sehingga interval kepercayaan menjadi sangat besar.
Cara mengatasi masalah heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan metode Generalized Least Squares GLS dan Transformasi Logaritma.
Generalized Least Squares GLS merupakan prosedur menaksir transformed model dengan OLS.
j j
u X
Y +
+ =
2 1
1
β β
dikalikan
j
σ 1
Maka diperoleh transformed model sebagai berikut
2 1
1 i
i
u X
Y +
+ =
β β
Cara lain yang digunakan adalah mentransformasi dalam bentuk logaritma. Transformasi dalam bentuk logaritma akan membuat perbedaan nilai
akan lebih kecil. Perbedaan nilai yang lebih kecil akan menyebabkan data heteroskedastisitas dapat menjadi homoskedastisitas.
4.6. Matriks SWOT