Gambaran Umum Pengamatan Histopatologi Akibat Infeksi Enterobacter sakazakii

Sepsis atau septikemia adalah kondisi terjadinya proliferasi bakteri patogen danatau toksinnya yang kemudian memasuki darah sehingga menyebabkan penyakit sistemik Underwood 1992. Menurut Macfarlane et al. 2000, sepsis dapat: 1 bersifat primer, biasanya disebabkan oleh Meningococci, Streptococci pyogenes, 2 menyertai sindrom shok yang diinisiasi oleh kausa lain, misalnya infeksi organisme koliform yang terutama terjadi bila infeksi melibatkan dan terjadi di saluran pencernaan, 3 terjadi selama pengobatan bila mekanisme sistem imun mengalami gangguan, misalnya pada infeksi oportunistik. Sepsis yang terjadi pada mencit neonatus yang diinfeksikan E. sakazakii diduga berasal dari infeksi E. sakazakii danatau toksinnya pada saluran pencernaan.

4.5 Gambaran Umum Pengamatan Histopatologi Akibat Infeksi Enterobacter sakazakii

Hasil penelitian eksperimental yang dilakukan dengan menginfeksikan E. sakazakii pada mencit neonatus dapat menjelaskan beberapa kejadian yang mirip terjadi pada bayi neonatus manusia yang terinfeksi E. sakazakii. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan bahwa infeksi E. sakazakii secara per oral menyebabkan enterokolitis nekrotikan dengan tingkat keparahan yang lebih tinggi pada usus halus dibandingkan dengan usus besar. Pada neonatus manusia, infeksi E. sakazakii juga dilaporkan menyebabkan enterokolitis nekrotikan Taylor 2002; van Acker 2001. Enterobacter sakazakii yang menginfeksi tubuh melalui rute oral dapat melakukan adhesi pada permukaan epitel usus. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mange et al. 2006 dengan 50 stain E. sakazakii yang diujikan pada sel lestari HEp-2 dan Caco-2, serta sel lestari HBMEC menyimpulkan bahwa kemampuan adhesi dari E. sakazaki tidak dipengaruhi oleh adanya enzim tripsin, hemaglutinin, dan manosa yang diperantarai oleh suatu struktur fimbrie seperti yang ditemukan pada sebagian besar strain enterobacteria. Menurut Darfeuille-Michaud et al. 1990, keberadaan suatu reseptor pada permukaan bakteri yang tersusun atas protein atau glikoprotein menyebabkan bakteri mampu melakukan perlekatan spesifik dengan membran sel. Kapsul polisakarida yang mengelilingi bakteri juga berfungsi untuk memperkuat ikatan antara bakteri dengan sel, sehingga bakteri dapat terus menempel dan membentuk koloni. Setelah melakukan adhesi dan kolonisasi, bakteri dapat melepaskan toksin ke dalam sel. Menurut Pagotto et al. 2008, E. sakazakii dapat memproduksi sitotoksin dan enterotoksin. Pelepasan toksin dapat mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan tekanan osmotik dalam sel sehingga akhirnya terjadi kematian sel Darfeuille-Michaud et al. 1990. Deskuamasi epitel terjadi akibat kematian epitel usus. Pada inflamasi akut, terjadi peningkatan permeabilitas endotel pembuluh darah Cheville 1999. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan produksi toksin oleh E. sakazakii memungkinkan bakteri danatau toksin bakteri ini menembus dinding pembuluh darah dan mengalir dalam peredaran darah tubuh sehingga terjadi sepsis. Bila bakteri danatau toksinnya berhasil melewati sistem pertahanan otak yang berupa blood brain barrier maka akan terjadi meningitis danatau encephalitis. Bagian buluh darah otak banyak terdapat pada regio sub Arachinoidea yang berbatasan dengan meningen yang kaya dengan mikrokapiler. Pada bagian inilah akumulasi bakteri danatau toksinnya dapat terjadi sehingga meningen dan cortex cerebri rusak. Meningoencephalitis akibat infeksi akut E. sakazakii diduga disebabkan oleh toksin yang diproduksi E. sakazakii karena pada lapisan meningen tidak ditemukan pus, koloni bakteri, dan hanya terdapat sedikit infiltrasi sel radang. Toksin juga memiliki berat molekul yang lebih rendah dibandingkan dengan bakteri sehingga toksin lebih mudah menembus blood brain barrier . Pada manusia, terdapat banyak laporan kasus meningitis akibat E. sakazakii . Neonatus memiliki sistem kekebalan yang belum matang Pagotto et al . 2008. Pada mencit neonatus, blood brain barrier belum terbentuk secara sempurna sehingga infeksi bakteri pada otak dapat menimbulkan kerusakan yang parah, misalnya meningitis purulenta. Namun, mencit yang diinfeksi E. sakazakii pada penelitian ini hanya mengalami meningitis ringan dan tidak mengalami meningitis purulenta. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor agen, yaitu E. sakakzakii dan host, yaitu mencit neonatus. Diduga patogenitas bakteri E. sakazakii yang digunakan untuk diinfeksikan secara per oral pada mencit neonatus rendah karena telah disimpan dalam waktu lama. Selain itu, E. sakazakii memiliki kapsul polisakarida yang bersifat antifagositik yang dapat mengurangi kemampuan eliminasi oleh tubuh Iversen et al. 2004. Kapsul polisakarida pada bakteri biasanya tersusun atas 2-3 jenis gula yang menjadi karakterisktik organisme tersebut. Fungsi utama kapsul yaitu melindungi bakteri dari fagositosis. Sebagai contoh, kapsul Salmonella typhi Vi menyeliputi tempat perikatan C3 pada lipopolisakarida. Hal ini mengurangi efektifitas ikatan reseptor C3 pada PMN. Kapsul tipe K1 pada Escherichia coli sangat bersilia. Kapsul ini mencegah aktivasi jalur komplemen alternatif melalui ikatan faktor H pada permukaannya Anonim 2007. Kapsul polisakarida pada beberapa bakteri berperan sebagai alat mimikri karena memiliki struktur yang mirip dengan sel normal tubuh. Keberadaan kapsul polisakarida ini menyebabkan sel radang sulit mengenali bakteri tersebut dan jumlah sel radang yang ditemukan tidak terlalu banyak. Mencit neonatus sebagai host yang digunakan dalam penelitian ini diduga memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik sehingga sebagian besar E. sakazakii yang menginfeksi usus telah mampu dieliminir oleh sistem kekebalan tubuh sehingga tidak terjadi sepsis maupun meningitis yang berat. Sepsis digambarkan dengan adanya perdarahan pada manusia. Pada mencit neonatus yang diberi dosis infeksi 10 7 cfuml dan 10 5 cfuml juga terjadi perdarahan pada otak dan abdomen. Mencit yang diberi dosis infeksi 10 7 cfuml mati 9 jam sesudah infeksi, sedangkan mencit neonatus yang diberi dosis infeksi 10 5 selml mati 29 jam dan 47 jam sesudah infeksi. Inflamasi antara lain ditandai oleh peningkatan infiltrasi sel radang. Pada penelitian ini, PMN tidak banyak ditemukan pada mencit yang diberi dosis infeksi yang rendah, namun di lain pihak tiga dari 25 mencit neonatus mati akibat infeksi E. sakazakii . Kematian ketiga mencit ini dapat disebabkan oleh adanya kapsul polisakarida yang bersifat antifagositik pada E. sakazakii sehingga mengurangi kemampuan eliminasi oleh tubuh Iversen et al. 2004. Selain itu diduga daya tahan tubuh ketiga mencit neonatus tersebut lemah. Beberapa kemungkinan penyebab tidak ditemukannya PMN yaitu waktu nekropsi yang terlalu lama, yakni tiga hari pasca infeksi sehingga tubuh telah mampu mengeliminir E. sakazakii yang diinfeksikan dan jumlah PMN akibat inflamasi yang telah menurun. Kemungkinan kedua yaitu E. sakazakii yang diinfeksikan mungkin menimbulkan infeksi yang dapat berlangsung kronis.

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Enterobacter sakazakii danatau toksinnya berpotensi menyebabkan enterokolitis nekrotikan, meningoencephalitis, splenitis, dan sepsis. Kerusakan jaringan akibat infeksi E. sakazakii diduga disebabkan oleh toksin yang diproduksi bakteri tersebut. Infeksi E. sakazakii pada usus mencit neonatus terjadi pada dosis 10 4 cfuml, sedangkan dosis infeksi pada sistem saraf pusat yaitu 10 6 cfuml. Perubahan histopatologis yang dapat diamati pada mencit neonatus yang diinfeksikan E. sakazakii yaitu di usus terjadi deskuamasi epitel, udema lamina propria, dan peningkatan jumlah sel radang. Pada sistem saraf pusat terjadi peningkatan jumlah mikroglia, malacia, dan meningitis. Di limpa terjadi deplesi folikel limfoid limpa, infiltrasi sel radang PMN terutama neutrofil, dan deposisi protein radang.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian infeksi E. sakazakii menggunakan hewan model yang mengalami imunosupresi. 2. Perlu dilakukan penelitian dengan waktu penelitian yang lebih panjang, interval nekropsi yang lebih singkat, dan jumlah hewan coba yang lebih banyak. 3. Perlu penelitian mengenai keberadaan kapsul, aktivitas, dan kapasitas fagositosis E. sakazakii. 4. Perlu penelitian yang dilengkapi dengan re-isolasi E. sakazakii. 5. Perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji profil infeksi E. sakazakii yang subklinis atau berpotensi menjadi infeksi kronis.