hangat 45
o
C dengan tujuan untuk menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Sediaan diangkat dari permukaan air dengan gelas objek yang telah diulasi larutan
albumin yang berfungsi sebagai perekat. Selanjutnya sediaan dikeringkan dalam inkubator suhu 60
o
C selama satu malam. Sediaan dimasukkan ke dalam xilol untuk dideparafinisasi sebanyak dua
kali, masing-masing selama dua menit. Selanjutnya sediaan melalui proses rehidrasi. Proses rehidrasi dimulai dari alkohol absolut sampai ke alkohol 80,
yang masing-masing lamanya dua menit. Setelah itu, sediaan dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Sediaan yang telah kering diwarnai dengan pewarnaan
Mayer’s Hematoksilin selama 8 menit, dibilas dengan air mengalir, dicuci dengan lithium karbonat selama 15-30 detik, dibilas dengan air, dan diwarnai dengan
pewarna Eosin selama dua menit. Selanjutnya, sediaan dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan warna Eosin yang berlebih sebelum akhirnya dikeringkan.
Setelah kering, sediaan dicelupkan ke dalam alkohol 90 sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut I sebanyak 10 kali celupan, alkohol absolut II selama
2 menit, xilol I selama satu menit dan xilol II selama dua menit. Sediaan ditetesi perekat permount, ditutup dengan gelas penutup, dan dibiarkan kering sesuai
dengan metode Bagian Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Sediaan siap dilihat dan setelah perekat kering diamati menggunakan mikroskop cahaya.
3.3.5 Pengamatan Histopatologi
Pengamatan histopatologi dilakukan secara deskriptif maupun kuantitatif menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 kali 40x objektif dan 10x
okuler. Organ-organ yang diamati terdiri atas usus halus, usus besar, otak besar cerebrum, medula spinalis, dan limpa.
Pengamatan pada usus halus dan usus besar dilakukan untuk melihat respon inflamasi usus akibat infeksi E. sakakzakii. Pengamatan dilakukan pada
lima lapang pandang untuk usus halus dan lima lapang pandang untuk usus besar pada setiap mencit neonatus. Data kuantitatif diperoleh dengan menghitung
jumlah sel radang, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui skoring deskuamasi epitel pada usus halus dan usus besar. Adapun kriteria skoring deskuamasi epitel
yang digunakan, yaitu:
: normal, tidak terjadi deskuamasi epitel 1
: ringan, deskuamasi epitel terjadi sampai 33,33 lapang pandang 2
: sedang, deskuamasi epitel terjadi sampai 66,67 lapang pandang 3
: berat, deskuamasi epitel sampai 99 lapang pandang. Pengamatan pada otak dan medula spinalis dilakukan untuk mengamati
terjadinya inflamasi pada sistem saraf pusat akibat infeksi E. sakazakii. Data kuantitatif diperoleh dengan menghitung jumlah sel mikroglia setiap mencit
neonatus melalui pengamatan pada 10 lapang pandang untuk cerebrum dan 5 lapang pandang untuk medula spinalis. Selain itu, dilakukan pengamatan
mengenai ada tidaknya malacia di medula spinalis. Pengamatan pada limpa dilakukan untuk melihat respon umum jaringan
tubuh. Parameter data kuantitatif yang digunakan yaitu jumlah folikel limfoid dan jumlah megakaryosit pada sepuluh lapang pandang. Selain itu, sebagai data
kualitatif dilakukan skoring tingkat deplesi folikel limfoid, infiltrasi sel radang, dan protein radang pada 10 lapang pandang di setiap mencit neonatus. Adapun
kriteria skoring yang digunakan, sebagai berikut: Deplesi
: tidak terjadi deplesi, normal, sel kompak 1
: deplesi ringan, sampai 33.33 lapang pandang 2
: deplesi sedang, sampai 66.67 lapang pandang 3
: deplesi berat, sampai 99 lapang pandang. Infiltrasi sel radang
: jumlah sel radang normal 1
: jumlah sel radang sedikit 2
: jumlah sel radang sedang 3
: jumlah sel radang banyak. Protein radang
: tidak ada protein radang, normal 1
: protein radang sedikit, sampai 33.33 lapang pandang 2
: protein radang sedang, sampai 66.67 lapang pandang 3
: protein radang banyak, sampai 99 lapang pandang.
Perubahan jaringan yang terjadi dibandingkan antara mencit kontrol mencit yang diberi NaCl fisiologis dengan mencit perlakuan, yaitu mencit yang
diinfeksikan 10
3
cfuml, 10
4
cfuml, 10
5
cfuml, 10
6
cfuml, dan 10
7
cfuml suspensi bakteri E. sakazakii.
3.3.6 Analisis Data