Perubahan Histopatologis Limpa HASIL DAN PEMBAHASAN

Dosis infeksi E. sakazakii terhadap SSP lebih tinggi dibandingkan dengan usus karena sebelum menyerang SSP tubuh berupaya mengeleminir bakteri ini melalui sistem kekebalan tubuh. Infeksi E. sakazakii danatau toksinnya terhadap usus terjadi secara langsung, sedangkan infeksi E. sakazakii danatau toksinnya terhadap SSP merupakan lanjutan infeksi di usus akibat mengalirnya bakteri danatau toksinnya dalam darah bakterimiasepsis.

4.4 Perubahan Histopatologis Limpa

Pengamatan terhadap limpa dilakukan untuk melihat potensi E. sakazakii dalam menyebabkan splenitis dan sepsis. Adapun hasil data kuantitatif pengamatan limpa, yakni rataan jumlah folikel limfoid dan jumlah megakaryosit disajikan pada Tabel 9. Sedangkan data kualitatif yang meliputi skoring deplesi, infiltrasi sel radang, dan infiltrasi protein radang disajikan pada Tabel 10. Tabel 9 Rataan jumlah limfoid folikel dan megakaryosit pada limpa mencit neonatus akibat infeksi E. sakazakii dengan berbagai dosis infeksi secara per oral Kelompok Dosis Infeksi Limfoid Folikel Megakaryosit Kontrol NaCl fisiologis 0,81 ± 0,13 a 4,10 ± 0,41 a I 10 3 cfuml 0,56 ± 0,22 a 4,83 ± 1,14 a II 10 4 cfuml 0,58 ± 0,06 a 3,68 ± 2,64 a III 10 5 cfuml 0,64 ± 0,26 a 3,96 ± 1,60 a IV 10 6 cfuml 0,74 ± 0,14 a 3,30 ± 1,54 a V 10 7 cfuml 0,70 ± 0, 37 a 3,58 ± 0,81 a Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata P0,05. Tabel 10 Rataan jumlah skoring berdasarkan uji Kruskal-Wallis untuk deplesi folikel limfoid, infiltrasi sel radang, dan deposisi protein radang pada limpa mencit neonatus akibat infeksi E. sakazakii dengan berbagai dosis infeksi secara per oral Kelompok Dosis Infeksi Deplesi folikel limfoid Infiltrasi Sel Radang Deposisi Protein Radang Kontrol NaCl fisiologis 4,13 3,38 5,50 I 10 3 selml 7,30 9,10 6,30 II 10 4 selml 15,80 12,80 15,00 III 10 5 selml 14,00 19,00 17,13 IV 10 6 selml 19,00 15,60 17,40 V 10 7 selml 24,60 25,80 24,40 Berdasarkan data pada Tabel 9, tidak ada perbedaan nyata P0,05 untuk rataan jumlah folikel limfoid dan megakaryosit antara mencit yang diberi E. sakazakii dengan kontrol. Folikel limfoid berfungsi untuk memproduksi antibodi Valli dan Parry 1993. Proses hematopoiesis pada rodensia dapat berlangsung di limpa. Pada fokus terjadinya hematopoiesis ditemukan adanya megakaryosit Smith et al. 1974. Megakaryosit merupakan sel raksasa, multilobular, dan berfungsi untuk memproduksi platelet darah Harvey 2001. Peningkatan megakaryosit terjadi apabila ada perdarahan yang hebat. Tidak adanya peningkatan jumlah folikel limfoid dan megakaryosit antara mencit kontrol dan mencit perlakuan yang berbeda nyata P0,05, menunjukkan bahwa peradangan dan perdarahan yang terjadi pada mencit perlakuan tidak terlalu hebat. Berdasarkan hasil pengolahan data statistik non-parametrik menggunakaan uji Kruskal-Wallis pada Tabel 10 diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata P0,05 antara mencit yang diinfeksikan E. sakazakii dengan mencit kontrol untuk deplesi folikel limfoid, infiltasi sel radang, dan deposisi protein radang di limpa Gambar 19. Hasil data kualitatif secara umum menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis infeksi, maka semakin parah tingkat deplesi, infiltrasi sel radang, dan deposisi protein radang yang terjadi di limpa. Secara histopatologi juga ditemukan sitolisis sel limfoid Gambar 20 yang diduga disebabkan oleh toksin E. sakazakii. Menurut Pagotto et al. 2008, E. sakazakii dapat memproduksi sitotoksin dan enterotoksin. Pada limfadenitis akut terjadi hemoragi dan nekrosa, sedangkan pada limfadenitis akut yang sederhana terjadi hiperemi, udema yang menyebar di antara jaringan, infiltrasi neutrofil dan monosit dalam sinus, dan migrasi sebagian netrofil ke dalam folikel limfoid Jubb et al. 1993. Deplesi folikel limfoid terjadi karena sel limfoid mengalami sitolisis meninggalkan fragmen-fragmen inti. Sel radang terutama ditemukan pada pulpa merah dan didominasi neutrofil. Hal ini menjadi indikator telah terjadi infeksi bakteri. Deposisi protein radang terjadi akibat respon peradangan pada limpa Valli dan Parry 1993. Dengan demikian, E. sakazakii danatau toksinnya berpotensi menyebabkan splenitis radang limpa yang dapat berkembang menjadi sepsis. Gambar 19 Limpa normal pada mencit kontrol kiri dan splenitis sepsis pada mencit yang diinfeksikan E. sakazakii dengan dosis infeksi 10 7 cfuml. Keterangan: pm Pulpa merah, k kapsula, m megakaryosit, fl folikel limfoid, d deplesi folikel limfoid, sr infiltrasi sel radang, pr deposisi protein radang. Pewarnaan HE. Pembesaran 100x. Gambar 20 Splenitis pada mencit yang diinfeksikan E. sakazakii dengan dosis infeksi 10 6 cfuml. Keterangan: M megakaryosit, PMN infiltrasi PMN, S sitolitik terhadap sel limfoid, pr deposisi protein peradangan. Pewarnaan HE. Perbesaran 400x. Sepsis atau septikemia adalah kondisi terjadinya proliferasi bakteri patogen danatau toksinnya yang kemudian memasuki darah sehingga menyebabkan penyakit sistemik Underwood 1992. Menurut Macfarlane et al. 2000, sepsis dapat: 1 bersifat primer, biasanya disebabkan oleh Meningococci, Streptococci pyogenes, 2 menyertai sindrom shok yang diinisiasi oleh kausa lain, misalnya infeksi organisme koliform yang terutama terjadi bila infeksi melibatkan dan terjadi di saluran pencernaan, 3 terjadi selama pengobatan bila mekanisme sistem imun mengalami gangguan, misalnya pada infeksi oportunistik. Sepsis yang terjadi pada mencit neonatus yang diinfeksikan E. sakazakii diduga berasal dari infeksi E. sakazakii danatau toksinnya pada saluran pencernaan.

4.5 Gambaran Umum Pengamatan Histopatologi Akibat Infeksi Enterobacter sakazakii