BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di era otonomi daerah sekarang ini, pembangunan di tingkat KabupatenKota menjadi tanggung jawab Pemerintah daerah. Pada dasarnya
pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat ini membutuhkan partisipasi dari seluruh komponen masyarakat. Masyarakat yang
dimaksud dalam hal ini adalah laki-laki dan perempuan. Dapat dikatakan bahwa pembangunan daerah membutuhkan partisipasi laki-laki dan perempuan.
Partisipasi perempuan dalam pembangunan amat penting bagi terwujudnya kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan dalam menikmati hasil
pembangunan yang selanjutnya dapat mewujudkan keluarga sejahtera dan membina generasi muda, sehingga kualitas hidup masyarakat dapat semakin
membaik. Sektor pendidikan merupakan sektor yang penting dalam pembangunan
karena sektor pendidikan merupakan salah satu sektor kunci untuk keberhasilan pembangunan terutama pembangunan sumberdaya manusia. Kondisi pendidikan
yang semakin membaik merupakan kemajuan pembangunan bidang pendidikan. Keberhasilan pendidikan juga ditandai oleh aksesibilitas pendidikan berdasarkan
gender, dengan melihat tingkat kesenjangan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam mengakses pendidikan.
Data mengenai pendidikan yang didapat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menunjukkan bahwa sektor pendidikan di Kabupaten Bogor
menurun drastis pada tingkat SMA. Pada tahun 2006, jumlah siswa lulusan SLTP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bogor adalah sekitar 28.808 siswa Dinas
Pendidikan Kabupaten Bogor, 2006. Jumlah siswa kelas satu SMA Negeri dan swasta Kabupaten Bogor pada tahun ajaran berikutnya adalah sekitar 12.796
siswa Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, 2007. Lulusan SLTP yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi kurang dari 50 dari
jumlah lulusan. Penurunan jumlah tersebut dapat menunjukkan bahwa pendidikan menenangah atas di Kabupaten Bogor masih mengalami kendala dalam hal akses.
Berdasarkan data jumlah lulusan SLTP dan siswa kelas satu SMA per Kecamatan di Kabupaten Bogor, Kecamatan Cariu merupakan Kecamatan yang
mengalami penurunan angka cukup drastis. Jumlah lulusan SLTP Negeri dan Swasta di Kecamatan Cariu tahun ajaran 20052006 adalah sebanyak 916 siswa
Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, 2006. Siswa yang melanjutkan ke jenjang SMA pada tahun ajaran 20062007 tercatat sebanyak 515 siswa Dinas Pendidikan
Kabupaten Bogor, 2007. Penurunan jumlah siswa hampir dua kali lipat. Permasalahan ini akan lebih menarik ketika kita mengkaji dari perspektif gender
dengan melihat data tersebut berdasarkan jenis kelamin. Persentase lulusan SMP negeri dan swasta laki-laki dan perempuan dibandingkan dengan persentase
jumlah siswa SMA kelas satu laki-laki dan perempuan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Pada tahun ajaran 20052006, lulusan SMP Negeri dan
Swasta, serta Madrasah Tsanawiyah laki-laki adalah 54 persen, sedangkan lulusan SMP negeri dan swasta, serta Madrasah Tsanawiyah perempuan sebanyak 45
persen. Pada tahun ajaran berikutnya, yaitu tahun ajaran 20062007, siswa kelas satu SMA dan SMK laki-laki adalah 84 persen, sedangkan siswa kelas satu SMA
perempuan adalah 34 persen siswa laki-laki meningkat sebesar 30 persen, sedangkan persentase siswa perempuan menurun sebesar 13 persen.
Salah satu hal yang diduga menjadi penyebab timbulnya perbedaan akses pendidikan dari jenjang SMP menuju jenjang SMA adalah kuatnya ideologi
gender di masyarakat. Masyarakat seringkali menganggap bahwa konsep gender sama dengan konsep seks. Semua yang berhubungan dengan perbedaan identitas
individu laki-laki dan perempuan dianggap kodrat, sesuatu yang mutlak, tidak bisa dipertukarkan. Dengan demikian, berkembanglah berbagai isu ketidakadilan
gender. Berbagai pelabelan ditempelkan pada masing-masing identitas gender, dilanggengkan dari waktu ke waktu, turun temurun dari generasi ke generasi.
Pelabelan tersebut tidak selalu negatif, namun dapat memunculkan dampak negatif bagi pemilik identitas gender yang ditempeli label tersebut. Pelabelan
tersebut memang tidak selalu ditujukan kepada perempuan, pelabelan pun dapat ditujukan kepada laki-laki, namun pada kenyataannya, pelabelan lebih banyak
merugikan perempuan. Salah satu contoh pelabelan yang ditujukan kepada perempuan adalah bahwa perempuan sudah seharusnya hanya bekerja di rumah,
mengurusi rumah tangga, anak, dan suami. Kodrat perempuan hanya sampai pada urusan dapur. Hal tersebut berimbas pada sektor pendidikan. Orang tua tidak
menyekolahkan anak perempuannya karena berpendapat bahwa menyekolahkan anak perempuan tinggi-tinggi tidak menghasilkan apa-apa, toh pada akhirnya anak
perempuan hanya akan mengurusi dapur. Dugaan kuatnya ideologi gender di masyarakat tersebut dikaitkan dengan
data peningkatan persentase siswa laki-laki dan penurunan persentase siswa perempuan yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA di Kecamatan Cariu,
Kabupaten Bogor sangat bertentangan dengan pasal 30 UUD 1945 yang menyatakan adanya kesamaan hak warga negara dalam mengenyam pendidikan.
Peminggiran perempuan di sektor pendidikan menjadi suatu hal yang penting dan menarik untuk dikaji karena peminggiran perempuan di sektor pendidikan
mungkin saja tidak hanya berhenti sampai di permasalahan perempuan lebih rendah secara intelektual dibanding laki-laki, tetapi bisa merambat ke berbagai
permasalahan lain. Hal ini disebabkan oleh pendidikan yang tidak hanya bermanfaat bagi individu untuk berjuang di segi ideologis dan politis, tetapi
pendidikan juga bermanfaat bagi individu untuk berjuang melawan kemiskinan, kebodohan, dan ketidakberdayaan. Peminggiran perempuan di sektor pendidikan
dapat menyebabkan permasalahan krusial lain yang berkelanjutan. Oleh karena itu, akses perempuan dalam memperoleh pendidikan menjadi isu yang perlu
diperjuangkan.
1.2. Pertanyaan Penelitian