sendiri dapat dikatakan mandiri, artinya perempuan tersebut sudah mampu mengambil keputusan bagi dirinnya sendiri, tanpa harus menggantungkan diri
kepada orang lain.
Tabel 49. Dampak Ketimpangan Gender dalam Pendidikan terhadap Kehidupan Individu Perempuan, Kecamatan Cariu 2008
Dampak Ketimpangan Gender dalam Pendidikan terhadap Kehidupan
Individu Perempuan Frekuensi orang
Persentase Negatif
21 70
Positif 9
30 Total
30 100
Berdasarkan data yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, didapatkan hasil bahwa dampak ketimpangan pendidikan perempuan
terhadap individu perempuan begitu terlihat. Sebanyak 70 persen responden mengalami dampak negatif akibat ketimpangan gender dalam pendidikan
perempuan. Mereka mengaku kesulitan mendapatkan pekerjaan karena tingkat pendidikan mereka yang rendah, selain itu pun mereka tidak memiliki
keterampilan khusus yang dapat dilihat sebagai nilai tambah dalam diri mereka. Hal tersebutlah yang menjadi titik lemah perempuan dalam mencari pekerjaan.
Berbagai pendapat diungkapkan oleh responden, namun berikut adalah dua pendapat berbeda dari responden yang masing-masing dirasa dapat mewakili
pendapat responden lainnya. Memang benar pendidikan itu penting, tapi saya sih ga ngerasain
buruk-buruknya banget ah.. ya minimal bisa lah idup buat diri sendiri mah.. jadi ga usah ngerepotin siapa-siapa lagi. Kerja
seadanya, gaji seadanya, makan seadanya, yah gitu lah.. tapi ga parah-parah amat, namanya juga idup yah, jadi kalo ada susah-
sudah dikit mah ga usah dibikin tambah pusing lah... idup mah dijalanin aj, da susahnya itu mah bukan gara-gara cewe ga
sekolah SMA Itu mah nasib kali yah AS, anak, 31 tahun.
Pernyataan yang berlawanan disampaikan oleh responden lainnya, Saya baru sadar kalo pendidikan emang segitu gede pengaruhnya
ke hidup seseorang pas udah ngerasain susahnya aja. Waktu dulu saya pengen sekolah tapi orang tua nyuruh kerja, nyuruh nikah
juga, ya saya mau bilang apa lagi atuh kalo udah gitu mah..padahal kalo dipikir-pikir sekarang, ngapain juga kerja kaya
gitu, gajinya ga seberapa tapi tenaga aja abis tiap hari kaya kuli. RT, anak, 28 tahun.
8.2. Dampak Ketimpangan Gender dalam Pendidikan Perempuan terhadap Perempuan dalam Keluarga
Dampak dari ketimpangan gender yang selanjutnya adalah dampak yang terjadi pada kehidupan individu perempuan dalam berkeluarga. Membentuk
keluarga adalah salah satu bagian dari proses kehidupan yang dijalani oleh sebagian besar orang. Kehidupan di pedesaan biasanya sangat familiar dengan
istilah kawin muda. Anak-anak di bawah umur sudah dinikahkan asalkan ada laki- laki yang melamar. Dampak pada keluarga ini dilihat dari bagaimana seorang
anak perempuan di dalam keluarganya dan penilaian perempuan mengenai pembentukan keluarga ideal. Pembentukan keluarga yang tidak didasari
pendidikan yang ideal dapat memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam keluarga tersebut, misalnya keturunan yang juga nantinya tidak
berpendidikan.
Tabel 53. Dampak Ketimpangan Gender dalam Pendidikan terhadap Kehidupan Individu Perempuan dalam Keluarga Kecamatan Cariu 2008
Dampak Ketimpangan Gender dalam Pendidikan terhadap Kehidupan
Individu Perempuan dalam Keluarga Frekuensi orang
Persentase Negatif
23 76,7
Positif 7
23,3 Total
30 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa dampak ketimpangan pendidikan dalam kehidupan individu berkeluarga mmenunjukkan angka yang memprihatinkan.
Sebanyak 76,7 persen responden mengaku adanya dampak negatif terhadap kehidupan berkeluarga mereka karena adanya ketimpangan gender. Karena
adanya pandangan bahwa anak perempuan tidak begitu. mementingkan pendidikan, maka orang tua berpikir untuk lebih baik menikahkan anak-anak
perempuan mereka. Hal ini dapat menimbulkan dampak terhadap pembertukan keluarga tersebut Dampak ini dapat dikatakan dampak yang paling fatal, karena
dampak ini juga sangat memungkinkan terjadinya pewarisan ideologi kepada keturunan mereka. Orang tua yang tidak mengerti tentang pentingnya pendidikan
cenderung akan mewariskan hal tersebut kepada anak. Ketimpangan gender dalam bidang pendidikan selain dapat berdampak
terhadap pewarisan persepsi negatif kepada keturunan pun dapat merubah orientasi seseorang mengenai keluarga. Sebagai contoh, seorang anak yang
diberhentikan sekolah karena akan dinikahkan memandang keluarga sebagai sesuatu yang biasa, tanpa harus dihadapi dengan persiapan yang matang. Mereka
bahkan tidak mempersiapkan mental mereka ketika akan dinikahkan. Hal tersebut dapat berakibat buruk pada perkawinan yang mereka jalani. Ketika mental yang
tidak dipersiapkan dengan baik harus berhadapan dengan masalah rumah tangga yang pelik, maka mental tersebut akan menciut dan dapat mengakibatkan
berakhirnya perkawinan.