7 Pendapat di atas menjelaskan bahwa metode eksperimen adalah sebuah
metode yang memberikan siswa ruang untuk bisa aktif mengamati dan mempelajari suatu materi. Siswa dilatih untuk menyusun sendiri konsep-konsep
dalam struktur kognitifnya lewat percobaan dan penelitian langsung yang dilakukan sendiri oleh siswa. Metode eksperimen menjadikan pembelajaran
berbasis sains lebih nyata dan akan lebih mudah dipahami sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan membekas bagi siswa.
Metode eksperimen sendiri merupakan metode yang mirip dengan metode demonstrasi. Penerapan konsep dilakukan dengan pengamatan dan penelitian
langsung, namun perbedaannya yaitu di dalam metode demonstrasi guru yang melakukan penelitian dan siswa hanya mengamati, sedangkan dalam metode
ekpserimen guru hanya mengamati proses penelitian yang dilakukan oleh siswa untuk menghindari kesalahan yang terjadi.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Keefektifan Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar
Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang mempengaruhi hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA di SD.
Permasalahan tersebut antara lain: 1
Guru umumnya belum menerapkan metode yang variatif atau masih dominan menggunakan demonstrasi.
8 2
Guru belum menerapkan metode eksperimen pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk menghindari kesalahan maksud dan tujuan serta agar lebih efektif dan efisien dalam mengadakan penelitian, maka perlu adanya pembatasan
masalah. Sesuai dengan judul penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut:
1 Keefektifan Metode Eksperimen dan Demonstrasi terhadap Hasil Belajar
Sifat-sifat Cahaya pada Siswa Kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara.
2 Penelitian memfokuskan pada mata pelajaran IPA materi Sifat-sifat Cahaya.
3 Membandingkan pembelajaran IPA yang menerapkan metode eksperimen
dan metode demonstrasi.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1
Adakah perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Sifat-sifat Cahaya melalui penerapan metode eksperimen dibandingkan dengan metode
demonstrasi?
9 2
Apakah penerapan metode pembelajaran eksperimen pada materi Sifat-sifat Cahaya lebih efektif daripada metode pembelajaran demonstrasi?
1.5 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1.5.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan metode eksperimen materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN 1 Prigi
Kabupaten Banjarnegara.
1.5.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu: 1
Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa antara penerapan metode eksperimen dengan penerapan metode demonstrasi pada pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam IPA materi sifat-sifat cahaya. 2
Membuktikan bahwa metode eksperimen lebih baik daripada metode demonstrasi pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.
1.6 Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, yang selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:
1.6.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori-teori pendidikan dan pembelajaran, sehingga dapat memajukan pendidikan di Indonesia. Hasil
10 penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan pemecahan masalah atas
kendala-kendala pembelajaran yang terjadi, khususnya pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.
1.6.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis hasil penelitian ini berupa manfaat bagi siswa, guru dan sekolah.
1.6.2.1 Bagi Siswa
Penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. Karena metode ini membantu siswa
untuk menemukan sendiri persoalan-persoalan melalui percobaan.
1.6.2.2 Bagi Guru
Guru dapat mengembangkan kemampuannya melalui metode eksperimen sehingga pembelajaran di kelas semakin baik, serta dapat meningkatkan
profesionalitas dan kinerja guru.
1.6.2.3 Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh sekolah untuk perbaikan kualitas pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran khususnya mata pelajaran
IPA.
11
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka akan membahas tentang landasan teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis. Berikut ini merupakan penjabaran dari
sub bab kajian pustaka tersebut.
2.1 Landasan Teori dan Hipotesis
Landasan teori ini akan membahas tentang teori-teori yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian ini. Teori-teori yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu: hakikat belajar, hakikat pembelajaran, hasil belajar, pembelajaran ilmu pengetahuan alam IPA, karakteristik siswa SD, metode
pembelajaran, metode demonstrasi, metode eksperimen, dan materi sifat-sifat cahaya.
2.1.1 Hakikat Belajar
Belajar menurut Slameto 2010: 2 merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sependapat dengan Slameto, Hamdani 2011: 21 juga mengungkapkan bahwa “belajar
merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan.” Kegiatan yang dimaksudkan oleh Hamdani misalnya membaca,
mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya.
12 Hilgard 1958 dalam Sanjaya 2006: 112 mengungkapkan
“Learning is the process by wich an activity originates or changed through training procedurs
wether in the laboratory or the natural invironment as distinguished from changes by factors not atributable to training.” Bagi Hilgard belajar adalah
sebuah proses perubahan melalui kegiatan atau latihan di dalam kelas maupun dalam lingkungan alamiah. Belajar di dalam kelas siswa dapat memperoleh teori
tentang pengetahuan, sedangkan di luar kelas siswa dapat menerapkan teori yang sudah dipelajarinya serta dapat terlihat pula perubahan perilku yang terjadi pada
siswa setelah mempelajari sebuah teori. Proses belajar juga terjadi pada lingkungan alamiah, misalnya pada lingkungan keluarga dan teman sepermainan.
Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan dengan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh Hamalik, 2008:
29. Tujuan dari belajar adalah adanya suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Perubahan ini biasanya bersifat permanen dan menuju ke arah yang
lebih baik. Bruner 1915 dalam Rusmono 2012: 14 menyatakan bahwa pada
dasarnya belajar merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu 1 proses perolehan
informasi baru, 2 proses mentransformasikan informasi yang diterima, 3 menguji relevansi dan ketepatan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses atau tahapan yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan
tersebut yaitu perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Perubahan ini biasanya bersifat permanen dan menuju ke arah yang lebih baik. Proses perubahan ini bisa
didapatkan dari pengalaman langsung atau mengkaji teori tertentu.
13
2.1.2 Hakikat Pembelajaran
Miarso 2004 dalam Rusmono 2012: 6 mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja dikendalikan dan bertujuan agar
orang lain melakukan kegiatan belajar. Hamalik 2014: 57, menyatakan “pembelajaran adalah kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.” Unsur manusiawi yang dimaksud di sini yaitu
guru dan siswa. Unsur material, fasilitas, dan perlengkapan yang bisa menunjang pembelajaran misalnya ruang kelas, ruang laboratorium, lapangan, dan lain
sebagainya. Serta prosedur seperti teknik, strategi, model maupun metode pembelajaran.
Trianto 2013: 17 menjelaskan bahwa pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk mengarahkan siswa dalam
proses belajar agar tercapai tujuan yang diharapkan. Tercapainya tujuan pembelajaran yaitu berupa pemahaman siswa tentang materi yang dipelajari. Cara
mengukur tingkat pemahaman siswa yaitu dengan melakukan evaluasi. Gagne 1998
dalam Rifa‟i dan Anni 2011: 193 menyatakan: Pembelajaran berorientasi pada bagaimana siswa berperilaku,
memberikan makna bahwa pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang merubah stimulus dari
lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk
ingatan jangka panjang.
Pembelajaran diciptakan berdasarkan kondisi kelas, baik kondisi siswa maupun lingkungan. Teknik atau metode yang dipilih guru dalam pembelajaran
harus disesuaikan dengan materi, suasana, serta karakteristik siswa. Gagne
14 mengatakan keberhasilan pembelajaran apabila dari karakter siswa yang berbeda
satu sama lain, akan menghasilkan persepsi yang sama dalam bentuk ingatan jangka panjang.
Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran merupakan suatu kondisi yang sengaja diciptakan untuk membantu keberhasilan seseorang dalam
proses belajar atau pemerolehan informasi. Jika belajar merupakan usaha yang dilakukan untuk merubah perilaku seseorang, maka pembelajaran merupakan
suasana yang diciptakan untuk mendukung usaha tersebut.
2.1.3 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bukti bahwa seseorang telah belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut. Misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti Hamalik 2008: 30. Hal ini sejalan dengan pengertian hasil belajar menurut Rifa‟i dan Anni 2011: 85,
“hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar”. Perubahan tingkah laku yang terjadi tergantung
pada apa yang telah dipelajari oleh siswa. Suprijono 2011: 5 mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Menurut Susanto 2013: 5 “hasil belajar adalah perubahaan-
perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”.
Hasil belajar sendiri terbagi ke dalam tiga ranah. Benyamin S. Bloom 1956
dalam Rifa‟i dan Anni 2011: 86 menyampaikan tiga taksonomi yang
15 disebut ranah belajar yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berikut
penjabaran dari masing-masing ranah. Ranah kognitif berkaitan dengan perilaku-perilaku yang menekankan
aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Contohnya seperti menghafal, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan
kemampuan mengevaluasi. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Ranah afektif berkaitan dengan perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
Ciri-ciri hasil belajar dari ranah afektif akan terlihat pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif mencakup penerimaan, tanggapan,
penghargaan, pengorganisasian, dan pembentukkan pola hidup. Ranah psikomotor berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik seperti tulisan tangan, keterampilan intelektual, dan keterampilan sosial. Ranah psikomotor mencakup persepsi, kesiapan, gerakan
terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian, dan kreativitas. Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai akibat dari kegiatan belajar. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diukur berupa
ranah kognitif siswa dan diukur dengan menggunakan tes akhir pembelajaran atau postest.
2.1.4 Hakikat pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam IPA merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris „science‟. Kata „science‟
16 sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin „scientia‟ yang berarti saya tahu
Trianto 2010: 136. Adapun Wahyana 1986 dalam Trianto 2010: 136 mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara
sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Laksmi Prihantoro dkk., 1986 dalam Trianto 2010: 137 mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai
produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan
untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat
memberi kemudahan bagi kehidupan. Keterampilan proses sains didefinisikan oleh Paolo dan Marten dalam
Carin 1993:5 adalah : 1 mengamati, 2 mencoba memahami apa yang diamati, 3 mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, 4
menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar Samatowa 2011: 5. Ardiyanti 2013: 1-2 juga mengungkapkan
bahwa “proses pembelajaran IPA tidak cukup dilaksanakan dengan
menyampaikan informasi tentang konsep tetapi juga harus memahami proses terjadinya fenomena IPA dengan melakukan penginderaan sebanyak mungkin,
mengamati peristiwa yang terjadi secara langsung melalui kegiatan demonstrasi dan eksperimen, serta mencatat informasi-informasi yang muncul dari peristiwa
tersebut”.
17 Beberapa alasan yang menyebabkan mata pelajaran IPA dimasukkan di
dalam kurikulum sekolah Samatowa 2011: 6 yaitu : 1
Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA,
sebab IPA merupakan dasar tekonologi, dan disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan.
2 Bila diajarkan IPA menurut cara tepat, maka IPA merupakan suatu mata
pelajaran yang melatihmengembangkan kemampuan berpikir kritis. 3
Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan
belaka. 4
Mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA pada hakikatnya adalah sekumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan terbatas pada
apa yang ada di alam. Selain itu, IPA juga merupakan pengetahuan yang menekankan proses dalam pemerolehan informasi, sehingga anak mampu
memahami pengetahuan dengan lebih bermakna. Hal ini kemudian memberikan banyak manfaat bagi individu itu maupun masyarakat luas. Inilah alasan mengapa
IPA dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah dasar.
2.1.5 Karakteristik Siswa SD
Seorang anak pada umumnya memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar pada usia 6 tahun. Diperkirakan anak pada usia ini sudah siap menerima pelajaran
18 dan dapat mengalami kemajuan belajar secara teratur dalam tugas sekolah
Sumantri dan Syaidoh 2011: 3.5. Berdasarkan usianya, kemampuan anak secara afektif, kognitif, dan psikomotor berbeda-beda.
Piaget t.t dalam Sumantri dan Syaidoh 2011: 1.21 mengelompokkan perkembangan kognitif atas empat fase :
1 Sensor motorik 0-2
2 Pra operasional 2-7
3 Operasional konkret 7-11
4 Operasional formal 11-15
Untuk anak usia sekolah dasar, yaitu 7-11 tahun, menurut Piaget termasuk ke dalam tahap operasional konkret. Pada tahap operasional konkret 7-11 tahun
kemampuan berpikir logis seorang anak sudah muncul. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini
permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan konkret Sumantri dan Syaidoh 2011: 1.15.
Berdasarkan uraian di atas, maka siswa sekolah dasar kelas V berada dalam tahap operasional konkret. Usia ini anak memerlukan pembelajaran yang
nyata. Artinya perlu pengamatan langsung untuk memahami suatu konsep atau persoalan. Karakteristik siswa pada penelitian ini sama seperti karakteristik siswa
pada umumnya. Siswa kelas V SDN 1 Prigi masih senang bermain, bergerak, bekerja dalam kelompok, dan melakukan sesuatu secara langsung. Tahapan
berpikirnya termasuk tahap operasional konkret. Siswa sudah mampu berpikir sistemastis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa konkret.
19
2.1.6 Metode Pembelajaran
Kamus Besar Bahasa Indonesia 1980 dalam Abimanyu 2008: 2-5 menyatakan bahwa metode merupakan suatu cara berpikir yang teratur dan untuk
mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan, selain itu juga digunakan untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan
yang ditentukan. Sejalan dengan pengertian tersebut, T.Raka Joni 1993 mengartikan metode sebagai cara kerja yang bersifat relatif umum yang sesuai
untuk mencapai tujuan tertentu Abimanyu 2008: 2-5. Widodo 2013: 5 menjelaskan “metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk
menyajikan materi dan menumbuhkan interaksi dalam proses pembelajaran dengan tujuan agar siswa termotivasi dalam belajar serta dapat meningkatkan
aktivitas dan kreativitasnya sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan, baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotor
”. Senjaya 2008 dalam Haryono 2013: 69 mengemukakan bahwa
“metode belajar dapat diartikan sebagai away inachieving something
”. Artinya bahwa metode pembelajaran merupakan suatu jalan atau cara yang dilakukan untuk
mencapai sebuah tujuan. M. Sobri Sutikno 2009: 88 menjelaskan “Metode
pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk
mencapai tujuan”. Siswa dapat menerima penjelasan guru salah satunya berpengaruh pada cara guru menyampaikan materi. Semakin sesuai pemilihan
metode pembelajaran, semakin baik pula tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran.
20 Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran adalah suatu cara yang yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa mencapai tujuan dalam pembelajaran yaitu pemahaman akan materi
pelajaran. Metode yang dipilih oleh guru juga hendaknya memungkinkan siswa untuk belajar melalui banyak proses, bukan hanya belajar produk. Belajar dengan
proses memungkinkan siswa untuk mendapatkan lebih banyak materi dan akan mencapai kompetensi baik dari segi afektif, kognitif, dan psikomotor.
2.1.7 Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi menurut Cole Chan 1998 dalam Wulandari 2012,
“a demostration was defined as a physical display of object or event”. Artinya, demonstrasi merupakan gambaran suatu kejadian. Menurut Saregar dan
Sunarno 2013: 103, “metode demonstrasi adalah suatu teknik penyajian pembelajaran yang melibatkan seorang gurukelompok siswa memperagakan
kepada seluruh siswa mengenai sesuatu proses sehingga siswa dapat mengamati dan merasakan proses tersebut
”. Dikatakan oleh Haryono 2013:73 tahap pelaksanaan metode demonstrasi yaitu:
1 Memulai demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa
untuk berpikir, misalnya melalui melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengandung teka-teki sehingga mendorong siswa untuk memperhatikan
demonstrasi. 2
Menciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana menegangkan.
3 Mengamati semua siswa agar siswa tetap terfokus mengikuti jalannya
demonstrasi dengan cara memperhatikan reaksi seluruh siswa.
21 4
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu.
Beberapa hal juga harus diperhatikan dalam pelaksanaan metode demonstrasi yaitu dalam persiapan dan akhir pembelajarannya. Pada persiapan
pembelajaran guru harus bisa menempatkan dan mengatur siswa agar siswa secara menyeluruh melihat proses demonstrasi dan tidak saling berebut.
Kemudian pada akhir pembelajaran, siswa hendaknya diberikan tugas- tugas tertentu yang relevan berkaitan dengan pelaksanaan demonstrasi. Hal ini
diperlukan untuk meyakinkan apakah peserta siswa memahami proses demonstrasi itu atau tidak, serta untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran
Haryono 2013: 74. Setiap metode selalu memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan
kelemahan metode demonstrasi dikemukakan oleh Wisudawati dan Sulistyowati 2014: 149, yaitu:
1 Membantu siswa memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau sistem
kerja dan konsep yang merupakan materi dari pembelajaran IPA. 2
Memudahkan dalam memberikan berbagai jenis penjelasan tentang konsep IPA.
3 Kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui
pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya. Selain kelebihan, Wisudawati dan Sulistyowati 2014: 149 juga
mengemukakan kelemahan metode demonstrasi, antara lain: 1
Siswa terkadang sukar melihat demonstrasi dengan jelas jika dilaksanakan dalam kelas besar.
22 2
Tidak semua benda dapat didemonstrasikan. 3
Sukar dimengerti jika didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai materi.
2.1.8 Metode Eksperimen
Pada sub bab ini akan dibahas beberapa teori meliputi pengertian, tahap, kelemahan dan kelebihan metode eksperimen. Berikut merupakan penjelasan dari
teori-teori tersebut.
2.1.8.1 Pengertian Metode Eksperimen
Saregar dan Sunarno 2013: 103 menjelaskan ” Metode eksperimen adalah suatu teknik pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan siswa
secara langsung untuk mengalami proses dan membuktikan sendiri hasil percobaan
”. Schoenherr 1996 dalam Haryono 2013: 69 menyatakan bahwa metode eksperimen adalah metode yang sesuai dengan pembelajaran sains. Hal ini
karena metode eksperimen mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir dan kreativitas secara optimal. Dalam
metode eskperimen guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik dan mental, serta emosional siswa. Keterlibatan fisik dan mental serta emosional diharapkan
mampu menumbuhkan sikap percaya diri, inovatif dan kreatif pada siswa. Roestiyah 2001:80
mengungkapkan “Metode eksperimen adalah suatu cara mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal,
mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru
”. Metode eksperimen bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam
23 menemukan dan memahami suatu konsep atau teori IPA yang dipelajari
Wisudawati dan Sulistyowati 2014:157. Jadi, bisa dikatakan metode eksperimen merupakan metode yang efektif
diterapkan pada mata pelajaran IPA. Hal ini karena mata pelajaran IPA bersifat abstrak dan siswa bisa memahami materi yang ada dalam mata pelajaran IPA
dengan melakukan percobaan dan penemuan sendiri. Metode eksperimen juga memiliki manfaat bagi siswa. Manfaat ini
dikemukakan oleh Duru 2010: 585, yaitu: “Experimental teaching method helps
to improve student ’s hand skills, makes them more productive, and increases their
active involvement in learning.”Artinya Metode pembelajaran eksperimen dapat
membantu meningkatkan keterampilan kerja siswa, membuat mereka lebih produktif, dan meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
2.1.8.2 Tahap-tahap Pembelajaran Eksperimen
Pembelajaran dengan metode eksperimen menurut Palendeng 2003 dalam Cahyati 2013 meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
1 Percobaan awal, siswa secara berkelompok melakukan percobaan untuk
membuktikan adanya sifat-sifat cahaya. Pada tahap ini siswa melakukan percobaan.
2 Pengamatan, merupakan kegiatan siswa untuk mengamati dan mencatat
peristiwa selama siswa melakukan percobaan. 3
Hipotesis awal, siswa dapat merumuskan hipotesis sementara berdasarkan hasil pengamatannya.
4 Verifikasi, kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang
telah dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok. Siswa diharapkan
24 merumuskan hasil percobaan dan membuat kesimpulan, selanjutnya dapat
dilaporkan hasilnya. 5
Aplikasi konsep, setelah siswa merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya diaplikasikan dalam kehidupannya. Kegiatan ini merupakan
pemantapan konsep yang telah dipelajari. 6
Evaluasi, merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep. Penerapan pembelajaran dengan metode eksperimen akan membantu siswa untuk
memahami konsep. Pemahaman konsep dapat diketahui apabila siswa mampu mengutarakan secara lisan, tulisan, maupun aplikasi dalam kehidupannya.
Dengan kata lain, siswa memiliki kemampuan untuk menjelaskan, menyebutkan, memberikan contoh, dan menerapkan konsep terkait dengan
pokok bahasan.
2.1.8.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen
Metode eksperimen juga memiliki kekurangan dan kelebihan, kelebihan metode eksperimen yaitu Cahyati 2013:
1 Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau
kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku.
2 Siswa dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi
menjelajahi tentang ilmu dan teknologi. 3
Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan- terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.
25 4
Siswa memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan eksperimen
5 Siswa terlibat aktif mengumpulkan fakta dan informasi yang diperlukan
untuk percobaan. 6
Dapat menggunakan dan melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berfikir ilmiah.
7 Dapat memperkaya pengalaman dan berpikir siswa dengan hal-hal yang
bersifat objektif, realitas dan menghilangkan verbalisme. 8
Melalui eksperimen siswa dapat menghayati sepenuh hati dan mendalam, mengenai pelajaran yang diberikan.
9 Siswa dapat aktif mengambil bagian untuk berbuat bagi dirinya, dan tidak
hanya melihat orang lain, tanpa dirinya melakukan. 10
Siswa dapat aktif mengambil bagian yang besar, untuk melaksanakan langkah-langkah dalam cara berpikir ilmiah. Jalan ini dilakukan melalui
pengumpulan data-data observasi, memberikan penafsiran serta kesimpulan. Selain kelebihan metode eksperimen, Cahyati juga mengungkapkan
beberapa kelemahan metode eksperimen, yaitu: 1
Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap siswa berkesempatan mengadakan ekperimen.
2 Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, siswa harus menanti
untuk melanjutkan pelajaran. 3
Kesalahan dan kegagalan siswa yang tidak terdeteksi oleh guru dalam bereksperimen berakibat siswa keliru dalam mengambil kesimpulan dan
keputusan.
26 4
Sering mengalami kesulitan dalam melaksanakan eksperimen karena guru dan siswa kurang berpengalaman melakukan eksperimen.
5 Memerlukan keterampilankemahiran dari pihak guru dalam menggunakan
serta membuat alat-alat eksperimen 6
Bagi guru yang telah terbiasa dengan metode ceramah secara rutin misalnya. Cenderung memandang metode eksperimen sebagai suatu pemborosan dan
memberatkan.
2.1.8 Materi Sifat-sifat Cahaya
Penelitian ini difokuskan pada mata pelajaran IPA materi Sifat-sifat Cahaya di kelas V semester 2 sekolah dasar. Materi Sifat-sifat Cahaya terdapat
pada kompetensi 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karyamodel. Alokasi waktu yang digunakan dalam mengajarkan materi
pokok sifat-sifat cahaya yaitu 4 jam pelajaran dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan yang terdiri dari materi sifat-sifat cahaya yaitu cahaya dapat merambat
lurus, cahaya dapat menembus benda, dan cahaya dapat dipantulkan serta sifat- sifat cahaya yaitu cahaya dapat dibiaskan dan cahaya dapat diuraikan.
Fisikawan Skotlandia, James Clerk Maxwell 1891-1897, mengatakan cahaya adalah rambatan gelombang yang dihasilkan oleh gabungan medan listrik
dan medan magnet. Gelombang yang dihasilkan dari gabungan medan listrik dan medan magnet disebut gelombang elektromagnetik. Cahaya adalah energi
berbentuk gelombang elektromagnet dengan panjang gelombang sekitar 380-750 nanometer. Cahaya dapat berasal dari matahari, lampu, senter, dsb. Benda-benda
yang dapat menghasilkan cahaya disebut sumber cahaya. Sumber cahaya yang utama bagi bumi yaitu matahari.
27 Cahaya dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu cahaya tampak dan cahaya
tidak tampak. Cahaya tampak adalah cahaya yang dapat ditangkap oleh mata. Cahaya tidak tampak adalah cahaya yang tidak dapat ditangkap oleh mata,
misalnya sinar x, sinar ultraviolet, sinar gama, dan sinar infra merah. Cahaya memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat cahaya banyak manfaatnya
bagi kehidupan. Sifat-sifat cahaya yaitu: cahaya merambat lurus, cahaya dapat menembus benda bening, cahaya dapat dipantulkan, dan cahaya dapat dibiaskan
bila melalui dua medium yang berbeda Syuri dan Nurhasanah 2006:167. Berdasarkan uraian materi sifat-sifat cahaya tersebut, dapat disimpulkan
bahwa materi sifat-sifat cahaya penting untuk disampaikan karena materi tersebut berlangsung di kehidupan sehari-hari. Pembelajaran menggunakan metode
eksperimen akan mempermudah siswa dalam memahami materi sifat-sifat cahaya. Siswa akan menjadi lebih paham karena dapat membuktikan secara nyata
peristiwa yang mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Penelitian yang Relevan
Peneliti menemukan beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai metode pembelajaran eksperimen. Berikut ini merupakan beberapa penelitian
tentang metode eksperimen. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Meilinda 2012 yang berjudul
“Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Penerapan Metode Eksperimen pada Pembelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 02 Bermain Ilir”. Penelitian
dilaksanakan dengan metode PTK menggunakan empat tahap kegiatan, yaitu
28 merencanakan, melakukan tindakan, pengamatan dan refleksi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menerapkan metode eksperimen pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dari pra siklus
dengan nilai rata-rata 5,4 meningkat 6,5 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 7,1 pada siklus ke II.
Kedua, penelitian dilakukan oleh Lestari 2013 yang berjudul “Penerapan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam
Pembelajaran IPA Kelas V pada Materi Sifat- sifat Cahaya”. Penelitian ini
dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklusnya terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Melalui metode eksperimen ini hasil belaajr siswa
menunjukkan adanya peningkatan, yaitu pada siklus I nilai rata-rata siswa adalah 68,00 dan presentase KKM 54,28. Sedangkan nilai rata-rata siklus II adalah
78,57 dan 80 untuk pencapaian KKM-nya. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Pangestika 2012 yang berjudul
“Keefektifan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran Daur Air di Kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 Sumbang Banyumas”. Berdasarkan uji hipotesis
menggunakan uji T tipe Independent Samples Test, hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar peserta didik dalam
pembelajaran Daur Air melalui metode eksperimen dibandingkan metode ceramah. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran Daur Air melalui metode
eksperimen lebih baik dibandingkan metode ceramah. Ada perbedaan aktivitas
29 peserta didik dalam pembelajaran Daur Air melalui metode eksperimen
dibandingkan metode ceramah. Aktivitas siswa dalam pembelajaran Daur Air melalui metode eksperimen lebih baik dibandingkan metode ceramah.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Juminarti, Rustiyarso, dan Rosnita t.t yang berjudul “Penerapan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan
Aktivitas Belajar dalam Pembelajaran IPA Kelas IV”. Penerapan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dalam Pembelajaran IPA
Kelas IV bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan aktivitas fisik, mental, dan emosional dalam pembelajaran IPA dengan metode eksperimen pada siswa
kelas IV SDN 07 Tanak Kecamatan Kembayan Kabupaten Sanggau. Metode yang digunakan dalam penelitian metode deskriptif. Bentuk penelitian deskriftif yang
digunakan adalah penelitian survey. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas PTK. Dari hasil pengamatan pra tindakan siswa yang terlibat aktif rata-rata
baru mencapai 44,9 dan meningkat menjadi 78 pada siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode eksperimen dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA kelas IV SDN 07 Tanak.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, Triyono, dan Suryanto t.t yang berjudul “Penerapan Metode Eksperimen dengan Media Realia dalam
Peningkatan Pembelajaran IPA Bagi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar”. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif yang dilaksanakan dalam
tiga siklus. Tiap siklus mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasilnya menunjukkan bahwa penerapan langkah-langkah pembelajaran
30 metode eksperimen dengan media realia dapat meningkatkan pembelajaran belajar
IPA bagi siswa kelas IV. Pada proses pembelajaran siklus I, persentase siswa mencapai 61,11, pada siklus II 73,46, dan pada siklus III meningkat menjadi
83,33. Pada pra tindakan persentase ketuntasan siswa masih 0, setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I persentase ketuntasan siswa menjadi 47,73,
pada siklus II meningkat menjadi 73,46 dan siklus III meningkat menjadi 83,33.
Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Yulianingsih, Zainudin, dan Sukmawati 2012 yang berjudul “Penerapan Metode Eksperimen dalam
Pembelajaran IPA terhadap Hasil Belajar Kelas IV SDN 15 Segedong”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPA dengan menerapkan metode eksperimen di kelas IV SDN 15 Segedong. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
bentuk penelitian Tindakan Kelas PTK yang bersifat kolaboratif. Teknik yang digunakan yaitu observasi langsung dan pengukuran dengan alat pengumpul data
berupa lembar observasi guru dan lembar soal. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Pada siklus I skor kemampuan guru merencanakan pembelajaran
sebesar 13,5 rata-rata 2,7 dan pada siklus II sebesar 17,0 rata-rata 3,4. Ada peningkatan sebesar 3,5. Skor kemampuan guru melaksanakan pembelajaran
sebesar 10,21 pada siklus I dan 14,21 pada siklus II, ada peningkatan 4,0. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 59,09 dan 81,82
pada siklus II, ada peningkatan sebesar 22,73. Berdasarkan penelitian terdahulu yang sudah dilakukan, terbukti bahwa
metode eksperimen mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Selain
31 meningkatkan juga membuktikan bahwa hasil belajar siswa dengan menerapkan
metode pembelajaran eksperimen lebih baik daripada hasil belajar siswa yang menerapkan metode pembelajaran ceramah. Hal inilah yang menjadi acuan
peneliti untuk melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui keefektifan metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten
Banjarnegara. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pangestika, Meilinda, dan Lestari yaitu sama-sama menggunakan metode pembelajaran eksperimen yang diterapkan pada mata pelajaran IPA. Penelitian ini
dan penelitian yang dilakukan oleh Pangestika merupakan penelitian eksperimen, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Meilinda dan Lestari yang
merupakan penelitian tindakan kelas. Selain itu, penelitian ini juga memiliki persamaan dalam materi pembelajarannya dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lestari yaitu materi sifat-sifat cahaya. Tiga penelitian lain, yaitu penelitian Juminarti, Rustiyarso, dan Rosnita,
penelitian Rahmawati, Triyono, dan Suryanto, serta penelitian Yulianingsih, Zainudin, dan Sukmawati juga memiliki persamaan dan perbedaan. Ketiga
penelitian tersebut merupakan penelitian tindakan kelas, berbeda dengan penelitian ini yang merupakan penelitian eksperimen. Kemudian, tiga penelitian
di atas juga mengambil sampel di kelas IV sekolah dasar, berbeda dengan penelitian ini yaitu kelas V sekolah dasar. Selain sampel dan jenis penelitian,
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Juminarti, Rustiyarso, dan Rosnita juga memiliki perbedaan pada variabel penelitian. Variabel dalam
32 penelitian Juminarti, Rustiyarso, dan Rosnita yaitu aktivitas belajar, sedangkan
dalam penelitian ini hanya hasil belajar, sama dengan dua penelitian lain.
2.3 Kerangka Berpikir