KEEFEKTIFAN METODE EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SIFAT SIFAT CAHAYA SISWA KELAS V SDN 1 PRIGI KABUPATEN BANJARNEGARA

(1)

KEEFEKTIFAN METODE EKSPERIMEN

TERHADAP HASIL BELAJAR SIFAT-SIFAT CAHAYA

SISWA KELAS V SDN 1 PRIGI

KABUPATEN BANJARNEGARA

Skripsi

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar

oleh Indah Larasati

1401411184

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa isi skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan atau hasil karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Tegal, 1 Juni 2015

Indah Larasati 1401411184


(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diuji ke sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 1 Juni 2015.

Mengetahui,

Koordinator UPP Tegal Dosen Pembimbing

Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. Drs. Daroni, M.Pd. 19630923 198703 1 001 19530101 198103 1 0


(4)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul Keefektifan Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjanegara, oleh Indah Larasati 1401411184, telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FIP UNNES pada tanggal 10 Juni 2015.

PANITIA UJIAN

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Fakhruddin, M.P Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd. 19560427 198603 1 001 19630923 198703 1 001

Penguji Utama

Mur Fatimah, S. Pd, M. Pd. 19761004 200604 2 001

Penguji Anggota 1 Penguji Anggota 2

Drs. Yuli Witanto, M.Pd. Drs. Daroni, M.Pd.


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

1. Lakukanlah yang terbaik untuk dirimu, maka kamu akan memberikan yang terbaik untuk orang lain (Penulis)

2. Keberuntungan ialah bertemunya persiapan dengan kesempatan (Adrian Brody)

3. Jangan engkau katakan setiap apa yang engkau ketahui, tapi ketahuilah setiap yang engkau katakan (Hadist)

4. Bereksperimenlah, karena eksperimen akan membantumu menemukan jati diri (Penulis)

Persembahan:

Untuk Ibu Widiastuti tercinta, simbah, bulek, om, pakdhe, budhe yang selalu memberikan doa dan dukungannya selama ini; Fajar Lazuardi dan Dayu Wiyati yang selalu menjadi hebat untukku.


(6)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Keefektifan Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara”.

Banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fatur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan belajar di Universitas Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian.

3. Dra. Hartati, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan ijin menempuh pendidikan guru sekolah dasar.

4. Drs. Akhmad Junaedi, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal, yang telah memberikan arahan dan motivasi kepada peneliti.

5. Drs. Daroni, M.Pd., Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi yang sangat bermanfaat kepada peneliti demi terselesaikannya skripsi ini.


(7)

6. Suhada, S.Pd.SD., Kepala Sekolah Dasar Negeri 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

7. Masitah, S.Pd.SD., Kepala Sekolah Dasar Negeri 1 Kalibenda yang telah memberikan ijin melakukan uji coba.

8. Bapak/Ibu dosen jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UPP Tegal yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada peneliti.

9. Umi Nurhayati S.Pd.SD. dan Robingah S.Pd.SD., guru kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara yang telah membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian.

10. Siswa kelas V SD Negeri 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara yang telah menjadi sumber data penelitian.

11. Retno, Ratih, Sanah, Isti, Resti, Cicih, Mega, Nirwana, Agung, dan teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal angkatan 2011, yang telah membantu dan memberikan semangat kepada peneliti.

12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Tegal, 14 Juni 2015


(8)

ABSTRAK

Larasati, Indah. 2015. Keefektifan Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara. Skripsi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pengetahuan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Drs. Daroni, M.Pd.

Kata Kunci: Metode eksperimen, hasil belajar, IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah dasar. IPA mengajarkan siswa untuk menemukan konsep dengan melalui proses terlebih dahulu. Dengan adanya proses yang dijalani selama penemuan, siswa dilatih untuk berpikir kritis, berpendapat, bekerja sama, serta menghargai orang lain. Secara tidak langsung IPA akan melatih dan membangun karakter siswa. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar hendaknya berjalan dengan baik agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi berhasilnya suatu pembelajaran, salah satunya yaitu pemilihan metode pembelajaran. Metode pembelajaran adalah suatu teknik yang dipilih dan digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang cocok diterapkan pada pelajaran IPA yaitu metode eksperimen. Metode eksperimen melatih siswa untuk mempelajari IPA secara konsep yang berdasarkan fakta. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keefektifan metode pembelajaran eksperimen dibandingkan dengan metode demonstrasi pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya kelas V.

Populasi dalam penelitian ini yaitu 22 siswa kelas VA dan 21 siswa kelas VB SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara. Seluruh populasi dijadikan sebagai anggota sampel karena peneliti menggunakan teknik sampling jenuh. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara tidak terstruktur, dokumentasi, dan tes. Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji prasyarat analisis meliputi normalitas, homogenitas, dan kesamaan rata-rata. Analisis akhir atau pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji-t.

Hasil uji hipotesis data hasil belajar siswa menggunakan rumus independent sample t test menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar 2,648 dan ttabel sebesar 2,020 (thitung > ttabel) maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan hasil belajar IPA materi sifat-sifat cahaya siswa kelas V antara yang menggunakan metode eksperimen dan yang menggunakan metode demonstrasi. Sementara hasil uji keefektifan menggunakan rumus one sample t test menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar 3,588 dan ttabel sebesar 2,086 (thitung > ttabel), maka Ho2 ditolak dan Ha2 diterima. Berdasarkan penghitungan tersebut, maka dapat diketahui bahwa hasil belajar IPA materi sifat-sifat cahaya siswa kelas V yang menggunakan metode eksperimen lebih baik dari pada yang menggunakan metode demonstrasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa, metode eksperimen efektif terhadap peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Judul ... i

Pernyataan Keaslian Tulisan ... ii

Persetujuan Pembimbing ... iii

Pengesahan ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Prakata ... vi

Abstrak ... viii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Bagan ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

Bab 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Pembatasan Masalah ... 8

1.4 Perumusan Masalah ... 8

1.5 Tujuan Penelitian ... 9

1.5.1 Tujuan Umum ... 9

1.5.2 Tujuan Khusus ... 9


(10)

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 9

1.6.2 Manfaat Praktis ... 10

1.6.2.1 Bagi Siswa ... 10

1.6.2.2 Bagi Guru ... 10

1.6.2.3 Bagi Sekolah ... 10

2. KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1 Landasan Teori dan Hipotesis ... 11

2.1.1 Hakikat Belajar ... 11

2.1.2 Hakikat Pembelajaran ... 13

2.1.3 Hasil Belajar ... 14

2.1.4 Hakikat Pembelajaran IPA ... 15

2.1.5 Karakteristik Siswa SD ... 17

2.1.6 Metode Pembelajaran ... 19

2.1.7 Metode Demonstrasi ... 20

2.1.8 Metode Eksperimen ... 22

2.1.8.1 Pengertian Metode Eksperimen ... 22

2.1.8.2 Tahap-tahap Pembelajaran Eksperimen ... 23

2.1.8.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen ... 24

2.1.9 Materi Sifat-sifat Cahaya ... 26

2.2 Penelitian yang Relevan ... 27

2.3 Kerangka Berpikir ... 32

2.4 Hipotesis ... 33

3. METODE PENELITIAN ... 35


(11)

3.2 Populasi dan Sampel ... 37

3.2.1 Populasi ... 37

3.2.2 Sampel... 38

3.3 Variabel Penelitian ... 38

3.3.1 Variabel Terikat ... 38

3.3.2 Variabel Bebas ... 39

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.4.1 Wawancara Tidak Terstruktur ... 39

3.4.2 Dokumentasi ... 39

3.4.3 Tes ... 40

3.5 Instrumen Penelitian ... 40

3.5.1 Pengujian Validitas Instrumen ... 41

3.5.1.1 Validitas Logis ... 41

3.5.1.2 Validitas Empiris ... 42

3.5.2 Pengujian Reliabilitas Instrumen ... 43

3.5.3 Analisis Tingkat Kesukaran ... 44

3.5.4 Analisis Daya Beda ... 45

3.6 Metode Analisis Data ... 47

3.6.1 Deskripsi Data ... 47

3.6.2 Uji Prasyarat Analisis ... 47

3.6.2.1 Uji Normalitas ... 47

3.6.2.2 Uji Homogenitas ... 48

3.6.2.3 Uji Kesamaan Rata-rata ... 48


(12)

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Hasil Penelitian ... 52

4.1.1 Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran ... 52

4.1.1.1 Kelas Eksperimen ... 53

4.1.1.2 Kelas Kontrol ... 55

4.1.2 Analisis Deskriptif Data Penelitian ... 57

4.1.2.1Analisis Deskriptif Variabel Bebas ... . 57

4.1.2.2Analisis Deskriptif Variabel Terikat. ... 58

4.1.2.2.1 Tes Awal . ... 58

4.1.2.2.1 Tes Akhir. ... 59

4.2 Analisis Statistik Data Hasil Penelitian . ... 60

4.2.1 Data Sebelum Eksperimen . ... 60

4.2.1.1 Uji Normalitas Data Nilai Tes Awal . ... 61

4.2.1.2 Uji Homogenitas Data Nilai Tes Awal. ... 62

4.2.1.3 Uji Kesamaan rata-rata . ... 64

4.2.2 Data Setelah Eksperimen . ... 66

4.2.2.1 Uji Normalitas Data Nilai Tes Akhir. ... 66

4.2.2.2 Uji Homogenitas Data Nilai Tes Akhir. ... 67

4.2.2.3 Uji Hipotesis . ... 69

4.2.2.3.1 Hipotesis Pertama. ... 69

4.2.2.3.1 Hipotesis Kedua. ... 71

4.3 Pembahasan. ... 75

5. PENUTUP... 82


(13)

5.2 Saran ... 83

5.2.1 Bagi Guru ... 83

5.2.2 Bagi Sekolah ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Rekapitulasi Uji Validitas Soal Tes Uji Coba ... 42

3.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 43

3.3 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 45

3.4 Hasil Analisis Daya Beda Soal Uji Coba ... 46

4.1 Deskripsi Data Tes Awal Siswa ... 58

4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Awal ... 59

4.3 Deskripsi Data Tes Akhir Siswa ... 59

4.4 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Akhir ... 60

4.5 Hasil Penghitungan Uji Normalitas Data Tes Awal ... 62

4.6 Hasil Penghitungan Uji Homogenitas Nilai Tes Awal ... 63

4.7 Hasil Penghitungan Uji Kesamaan Rata-rata Nilai Tes Awal ... 65

4.8 Hasil Penghitungan Uji Normalitas Data Tes Akhir ... 67

4.9 Hasil Penghitungan Uji Homogenitas Nilai Tes Akhir ... 68

4.10 Hasil Penghitungan Uji Hipotesis Pertama ... 71


(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Nama Siswa Kelas IVA SDN 1 Prigi Kabupaten Banjanegara

Tahun Pelajaran 2014/2015 .. ... 88

2. Daftar Nama Siswa Kelas IVB SDN 1 Prigi Kabupaten Banjanegara Tahun Pelajaran 2014/2015.. ... 89

3. Daftar Nama Siswa Kelas IV SDN 1 Kalibenda Kabupaten Banjanegara Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 90

4. Silabus Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 91

5. Silabus Pengembangan Kelas Eksperimen ... 95

6. Silabus Pengembangan Kelas Kontrol ... 101

7. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Pertama ... 109

8. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Kedua ... 126

9. RPP Kelas Kontrol Pertemuan Pertama ... 139

10. RPP Kelas Kontrol Pertemuan Kedua . ... 156

11. Lembar Validasi oleh Penilai Ahli ... 169

12. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 175

13. Kisi-kisi Soal Tes Awal dan Tes Akhir ... 179

14. Soal Uji Coba ... 183

15. Soal Tes Awal dan Tes Akhir ... 191

16. Kunci Jawaban Soal Uji Coba, Tes Awal, dan Tes Akhir ... 195

17. Daftar Nilai Tes Uji Coba ... 196


(17)

19. Pembagian Kelompok Atas dan Bawah ... 200

20. Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal ... ... 203

21. Analisis Daya Beda Butir Soal ... 204

22. Daftar Nilai Tes Awal Siswa Kelas Kontrol ... 205

23. Daftar Nilai Tes Awal Siswa Kelas Eksperimen ... 206

24. Daftar Nilai Tes Akhir Siswa Kelas Kontrol ... 207

25. Daftar Nilai Tes Akhir Siswa Kelas Eksperimen ... 208

26. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa di Kelas Eksperimen ... 209

27. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa di Kelas Kontrol ... 212

28. Output Uji Normalitas, Homogenitas, dan Kesamaan Rata-rata Nilai Tes Awal 214

29. Output Uji Normalitas dan Homogenitas Nilai Tes Akhir ... 219

30. Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas Eksperimen ... 223

31. Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas Kontrol ... 224

32. Surat Ijin Penelitian ... 225

33. Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 226


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan akan dibahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Berikut ini merupakan penjabaran dari beberapa sub bab pendahuluan.

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang harus dimiliki oleh seseorang dalam menjalani kehidupan. Pentingnya pendidikan salah satunya yaitu memberikan pengetahuan bagi setiap individu. Era globalisasi menuntut individu mengembangkan diri dan potensi yang nantinya dijadikan sebagai bekal bersaing di masyarakat. Jadi, dengan pendidikan seseorang mampu memperoleh pengetahuan tentang dunia, mampu bersaing dan memperoleh karir yang baik, serta mampu membangun karakter sehingga menjadi warga negara yang beradab dan bertanggung jawab.

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 1 menyebutkan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,


(19)

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pasal tersebut menjelaskan pengertian pendidikan, dimana pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar yang dilakukan seseorang sebagai proses pengembangan diri dan potensi agar seseorang dapat melangsungkan kehidupan. Seseorang dapat melangsungkan kehidupannya dengan baik manakala dirinya memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan bagi dirinya maupun orang lain yang diperoleh melalui pendidikan.

Pendidikan sendiri diperoleh dari berbagai macam satuan pendidikan. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI pasal 13 ayat 1 menjelaskan “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.” Dinyatakan pula pada pasal 14 bahwa “Jalur pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan atas.”

Jalur pendidikan menurut undang-undang di atas, terdiri dari pendidikan formal, informal, dan nonformal. Pendidikan formal merupakan pendidikan di sekolah yang diperoleh secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas. Pendidikan formal terbagi lagi menjadi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan atas.

Pendidikan di sekolah dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan baca, tulis, hitung, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangan serta mempersiapkan mereka mengikuti


(20)

3 pendidikan di jenjang berikutnya. Ada enam tingkatan kelas dalam jenjang sekolah dasar. Masing-masing tingkatan disesuaikan dengan perkembangan siswa. Kelas I, II, dan III merupakan kelas rendah, dimana pada usia ini anak-anak masih dalam tahap senang bermain dan penyesuaian belajar. Sedangkan kelas IV, V, dan VI merupakan kelas tinggi dimana siswa sudah dapat dituntut untuk lebih berkembang dalam proses belajarnya.

Takson inilah yang membedakan proses belajar anak. Siswa pada kelas rendah hanya belajar berhitung, membaca, dan menulis. Tingkat pemikiran anak akan dikembangkan di kelas tinggi melalui mata pelajaran yang lebih kompleks. Mata pelajaran pada pendidikan formal telah di atur dalam kurikulum. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab X pasal 37 ayat 1 menerangkan “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal”.

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada siswa dalam satu periode jenjang pendidikan. Undang-Undang Sisdiknas menjelaskan bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib tersusun dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah.

Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 22) menyatakan bahwa IPA merupakan rumpun ilmu yang memiliki karakteristik khusus yaitu mengkaji fenomena alam


(21)

yang faktual. Pembelajaran IPA cenderung menitikberatkan pada proses penelitian dan pemecahan masalah (Wisudawati dan Sulistyowati 2014: 10). Berdasarkan pendapat tersebut maka IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang penting untuk diajarkan. IPA melatih anak untuk berpikir kritis dan objektif dalam pelaksanaan penelitian dan pemecahan masalah. IPA juga sesuai dengan tingkat perkembangan siswa sekolah dasar, dimana anak masih berpikir realistis. Konsep mata pelajaran IPA yang abstrak namun dikemas dengan penemuan-penemuan langsung saat mempelajari konsep yang ada menjadikan siswa selalu berpikir sebelum mereka mengolah suatu materi.

Keberhasilan pemerolehan materi oleh siswa juga bergantung pada bagaimana peran guru dalam pembelajaran. Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan keberlangsungan proses belajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Ada beberapa hal yang membentuk kewibawaan guru, salah satunya yaitu metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa (Susanto 2013: 92).

Metode pembelajaran umumnya memiliki pengertian yang lebih luas dari teknik pembelajaran, namun perbedaannya tidak terlalu jelas. Kita mengenal beberapa metode mengajar yang utama ialah: ceramah, diskusi, tanya jawab, sumbang saran, eksperimen, demonstrasi, pemecahan masalah, penugasan, widyawisata, proyek, pameran, latihan, dsb. Setiap metode mengajar itu memiliki keunggulan dan kekurangan. Ada enam hal yang perlu kita pertimbangkan dalam memilih metode belajar untuk pembelajaran IPA yakni tujuan belajar, psikologi


(22)

5 belajar, kemampuan siswa, bahan ajar, alokasi waktu, dan prasarana yang tersedia, serta pribadi guru (Sapriati dkk. 2009: 3.50).

Metode pembelajaran dipilih sebagai suatu sarana mempermudah guru untuk menyampaikan materi pelajaran dan menjadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pembelajaran pada umumnya akan lebih bermakna bagi siswa apabila siswa menjadi subjek utama dalam proses pembelajaran. Artinya, siswa dilibatkan aktif dalam pemerolehan ilmu pengetahuan.

Namun pada kenyataannya, pembelajaran di sekolah dasar saat ini masih menempatkan siswa sebagai objek pembelajaran, tidak sebagai subjek. Guru masih berperan aktif dalam pemberian materi, bukan sebagai fasilitator, sehingga siswa menjadi pasif dalam menerima informasi. Ini juga disebabkan kurangnya variasi model atau metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya mencari model atau metode yang menarik perhatian siswa, serta mampu mengajak siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Dengan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, maka pembelajaran akan lebih bermakna.

Pembelajaran IPA di SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara sudah menerapkan metode pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran IPA pada materi yang memerlukan praktek terutama materi sifat-sifat cahaya menerapkan metode pembelajaran demonstrasi. Metode demonstrasi merupakan peragaan suatu proses atau kejadian yang dilakukan oleh guru dengan disertai penjelasan dalam demonstrasi tersebut. Metode demonstrasi dikatakan inovatif karena metode ini sudah menggunakan media atau alat peraga dalam penyampaian informasi. Berbeda dengan metode konvensional dimana guru hanya menjelaskan dengan


(23)

ceramah tanpa bantuan media dan alat peraga. Metode demonstrasi baik diterapkan pada pembelajaran IPA karena metode ini dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi pada pembelajaran ceramah dengan cara menghadirkan objek yang sebenarnya melalui alat peraga. Siswa juga akan memahami dengan jelas karena perhatian mereka terpusatkan, namun beberapa kelemahan peneliti temukan pada metode pembelajaran demonstrasi. Apabila metode ini diterapkan di dalam kelas dengan jumlah siswa yang banyak, maka siswa sukar untuk melihat dengan jelas proses demonstrasi tersebut sehingga keadaan kelas menjadi kurang kondusif.

Hal lain yang menurut peneliti menjadikan metode demonstrasi kurang maksimal yaitu metode pembelajaran demonstrasi yang di terapkan di SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara tergolong pembelajaran yang belum mengaktifkan siswanya. Artinya, guru masih aktif memberikan informasi tanpa memberikan siswa kesempatan untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa hanya memperhatikan demonstrasi yang dilakukan oleh guru dan mencatat hal-hal penting.

Metode pembelajaran inovatif yang lain dan menurut peneliti baik untuk diterapkan pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya yaitu metode eksperimen. Sapriati dkk. (2009: 3.23) mengemukakan:

Metode eksperimen adalah suatu cara penyajian materi pelajaran dimana siswa secara aktif melakukan dan membuktikan sendiri tentang materi yang sedang dipelajarinya. Melalui metode ini siswa dapat melakukan serangkaian aktivitas ilmiah seperti: mengamati suatu objek sehingga akan memberikan penguatan pada ingatan siswa sebab banyak melibatkan siswa dalam proses belajarnya.


(24)

7 Pendapat di atas menjelaskan bahwa metode eksperimen adalah sebuah metode yang memberikan siswa ruang untuk bisa aktif mengamati dan mempelajari suatu materi. Siswa dilatih untuk menyusun sendiri konsep-konsep dalam struktur kognitifnya lewat percobaan dan penelitian langsung yang dilakukan sendiri oleh siswa. Metode eksperimen menjadikan pembelajaran berbasis sains lebih nyata dan akan lebih mudah dipahami sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan membekas bagi siswa.

Metode eksperimen sendiri merupakan metode yang mirip dengan metode demonstrasi. Penerapan konsep dilakukan dengan pengamatan dan penelitian langsung, namun perbedaannya yaitu di dalam metode demonstrasi guru yang melakukan penelitian dan siswa hanya mengamati, sedangkan dalam metode ekpserimen guru hanya mengamati proses penelitian yang dilakukan oleh siswa untuk menghindari kesalahan yang terjadi.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Keefektifan Metode Eksperimen terhadap Hasil Belajar Sifat-sifat Cahaya Siswa Kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara”.

1.2

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang mempengaruhi hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA di SD. Permasalahan tersebut antara lain:

(1) Guru umumnya belum menerapkan metode yang variatif atau masih dominan menggunakan demonstrasi.


(25)

(2) Guru belum menerapkan metode eksperimen pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

1.3

Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesalahan maksud dan tujuan serta agar lebih efektif dan efisien dalam mengadakan penelitian, maka perlu adanya pembatasan masalah. Sesuai dengan judul penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut:

(1) Keefektifan Metode Eksperimen dan Demonstrasi terhadap Hasil Belajar Sifat-sifat Cahaya pada Siswa Kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara.

(2) Penelitian memfokuskan pada mata pelajaran IPA materi Sifat-sifat Cahaya. (3) Membandingkan pembelajaran IPA yang menerapkan metode eksperimen

dan metode demonstrasi.

1.4

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Adakah perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Sifat-sifat Cahaya melalui penerapan metode eksperimen dibandingkan dengan metode demonstrasi?


(26)

9 (2) Apakah penerapan metode pembelajaran eksperimen pada materi Sifat-sifat

Cahaya lebih efektif daripada metode pembelajaran demonstrasi?

1.5

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan metode eksperimen materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

(1) Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa antara penerapan metode eksperimen dengan penerapan metode demonstrasi pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) materi sifat-sifat cahaya.

(2) Membuktikan bahwa metode eksperimen lebih baik daripada metode demonstrasi pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

1.6

Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, yang selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:

1.6.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori-teori pendidikan dan pembelajaran, sehingga dapat memajukan pendidikan di Indonesia. Hasil


(27)

penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan pemecahan masalah atas kendala-kendala pembelajaran yang terjadi, khususnya pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis hasil penelitian ini berupa manfaat bagi siswa, guru dan sekolah.

1.6.2.1Bagi Siswa

Penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. Karena metode ini membantu siswa untuk menemukan sendiri persoalan-persoalan melalui percobaan.

1.6.2.2Bagi Guru

Guru dapat mengembangkan kemampuannya melalui metode eksperimen sehingga pembelajaran di kelas semakin baik, serta dapat meningkatkan profesionalitas dan kinerja guru.

1.6.2.3Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh sekolah untuk perbaikan kualitas pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran khususnya mata pelajaran IPA.


(28)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka akan membahas tentang landasan teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis. Berikut ini merupakan penjabaran dari sub bab kajian pustaka tersebut.

2.1

Landasan Teori dan Hipotesis

Landasan teori ini akan membahas tentang teori-teori yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian ini. Teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: hakikat belajar, hakikat pembelajaran, hasil belajar, pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA), karakteristik siswa SD, metode pembelajaran, metode demonstrasi, metode eksperimen, dan materi sifat-sifat cahaya.

2.1.1 Hakikat Belajar

Belajar menurut Slameto (2010: 2) merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sependapat

dengan Slameto, Hamdani (2011: 21) juga mengungkapkan bahwa “belajar

merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian

kegiatan.” Kegiatan yang dimaksudkan oleh Hamdani misalnya membaca,


(29)

Hilgard (1958) dalam Sanjaya (2006: 112) mengungkapkan “Learning is the process by wich an activity originates or changed through training procedurs (wether in the laboratory or the natural invironment) as distinguished from

changes by factors not atributable to training.” Bagi Hilgard belajar adalah

sebuah proses perubahan melalui kegiatan atau latihan di dalam kelas maupun dalam lingkungan alamiah. Belajar di dalam kelas siswa dapat memperoleh teori tentang pengetahuan, sedangkan di luar kelas siswa dapat menerapkan teori yang sudah dipelajarinya serta dapat terlihat pula perubahan perilku yang terjadi pada siswa setelah mempelajari sebuah teori. Proses belajar juga terjadi pada lingkungan alamiah, misalnya pada lingkungan keluarga dan teman sepermainan.

Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan dengan langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh (Hamalik, 2008: 29). Tujuan dari belajar adalah adanya suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Perubahan ini biasanya bersifat permanen dan menuju ke arah yang lebih baik.

Bruner (1915) dalam Rusmono (2012: 14) menyatakan bahwa pada dasarnya belajar merupakan proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) proses perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima, (3) menguji relevansi dan ketepatan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses atau tahapan yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut yaitu perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Perubahan ini biasanya bersifat permanen dan menuju ke arah yang lebih baik. Proses perubahan ini bisa didapatkan dari pengalaman langsung atau mengkaji teori tertentu.


(30)

13 2.1.2 Hakikat Pembelajaran

Miarso (2004) dalam Rusmono (2012: 6) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja dikendalikan dan bertujuan agar orang lain melakukan kegiatan belajar. Hamalik (2014: 57), menyatakan

“pembelajaran adalah kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk

mencapai tujuan pembelajaran.” Unsur manusiawi yang dimaksud di sini yaitu guru dan siswa. Unsur material, fasilitas, dan perlengkapan yang bisa menunjang pembelajaran misalnya ruang kelas, ruang laboratorium, lapangan, dan lain sebagainya. Serta prosedur seperti teknik, strategi, model maupun metode pembelajaran.

Trianto (2013: 17) menjelaskan bahwa pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk mengarahkan siswa dalam proses belajar agar tercapai tujuan yang diharapkan. Tercapainya tujuan pembelajaran yaitu berupa pemahaman siswa tentang materi yang dipelajari. Cara mengukur tingkat pemahaman siswa yaitu dengan melakukan evaluasi.

Gagne (1998) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 193) menyatakan: Pembelajaran berorientasi pada bagaimana siswa berperilaku, memberikan makna bahwa pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang merubah stimulus dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang.

Pembelajaran diciptakan berdasarkan kondisi kelas, baik kondisi siswa maupun lingkungan. Teknik atau metode yang dipilih guru dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan materi, suasana, serta karakteristik siswa. Gagne


(31)

mengatakan keberhasilan pembelajaran apabila dari karakter siswa yang berbeda satu sama lain, akan menghasilkan persepsi yang sama dalam bentuk ingatan jangka panjang.

Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran merupakan suatu kondisi yang sengaja diciptakan untuk membantu keberhasilan seseorang dalam proses belajar atau pemerolehan informasi. Jika belajar merupakan usaha yang dilakukan untuk merubah perilaku seseorang, maka pembelajaran merupakan suasana yang diciptakan untuk mendukung usaha tersebut.

2.1.3 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan bukti bahwa seseorang telah belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti (Hamalik 2008: 30). Hal

ini sejalan dengan pengertian hasil belajar menurut Rifa‟i dan Anni (2011: 85), “hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah

mengalami kegiatan belajar”. Perubahan tingkah laku yang terjadi tergantung

pada apa yang telah dipelajari oleh siswa.

Suprijono (2011: 5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan

keterampilan. Menurut Susanto (2013: 5) “hasil belajar adalah perubahaan -perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif,

afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”.

Hasil belajar sendiri terbagi ke dalam tiga ranah. Benyamin S. Bloom (1956) dalam Rifa‟i dan Anni (2011: 86) menyampaikan tiga taksonomi yang


(32)

15 disebut ranah belajar yaitu: ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berikut penjabaran dari masing-masing ranah.

Ranah kognitif berkaitan dengan perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Contohnya seperti menghafal, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Ranah afektif berkaitan dengan perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Ciri-ciri hasil belajar dari ranah afektif akan terlihat pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif mencakup penerimaan, tanggapan, penghargaan, pengorganisasian, dan pembentukkan pola hidup.

Ranah psikomotor berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, keterampilan intelektual, dan keterampilan sosial. Ranah psikomotor mencakup persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian, dan kreativitas.

Berdasarkan pendapat di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan tingkah laku sebagai akibat dari kegiatan belajar. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diukur berupa ranah kognitif siswa dan diukur dengan menggunakan tes akhir pembelajaran atau postest.

2.1.4 Hakikat pembelajaran IPA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan


(33)

sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin „scientia‟ yang berarti saya tahu (Trianto 2010: 136). Adapun Wahyana (1986) dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

Laksmi Prihantoro dkk., (1986) dalam Trianto (2010: 137) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.

Keterampilan proses sains didefinisikan oleh Paolo dan Marten dalam Carin (1993:5) adalah : (1) mengamati, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, (4) menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar (Samatowa 2011: 5). Ardiyanti (2013: 1-2) juga mengungkapkan bahwa “proses pembelajaran IPA tidak cukup dilaksanakan dengan menyampaikan informasi tentang konsep tetapi juga harus memahami proses terjadinya fenomena IPA dengan melakukan penginderaan sebanyak mungkin, mengamati peristiwa yang terjadi secara langsung melalui kegiatan demonstrasi dan eksperimen, serta mencatat informasi-informasi yang muncul dari peristiwa


(34)

17 Beberapa alasan yang menyebabkan mata pelajaran IPA dimasukkan di dalam kurikulum sekolah (Samatowa 2011: 6) yaitu :

(1) Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa. Kesejahteraan materil suatu bangsa banyak sekali tergantung pada kemampuan bangsa itu dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar tekonologi, dan disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan.

(2) Bila diajarkan IPA menurut cara tepat, maka IPA merupakan suatu mata pelajaran yang melatih/mengembangkan kemampuan berpikir kritis.

(3) Bila IPA diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka.

(4) Mata pelajaran IPA mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA pada hakikatnya adalah sekumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan terbatas pada apa yang ada di alam. Selain itu, IPA juga merupakan pengetahuan yang menekankan proses dalam pemerolehan informasi, sehingga anak mampu memahami pengetahuan dengan lebih bermakna. Hal ini kemudian memberikan banyak manfaat bagi individu itu maupun masyarakat luas. Inilah alasan mengapa IPA dimasukkan ke dalam kurikulum di sekolah dasar.

2.1.5 Karakteristik Siswa SD

Seorang anak pada umumnya memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar pada usia 6 tahun. Diperkirakan anak pada usia ini sudah siap menerima pelajaran


(35)

dan dapat mengalami kemajuan belajar secara teratur dalam tugas sekolah (Sumantri dan Syaidoh 2011: 3.5). Berdasarkan usianya, kemampuan anak secara afektif, kognitif, dan psikomotor berbeda-beda.

Piaget (t.t) dalam Sumantri dan Syaidoh (2011: 1.21) mengelompokkan perkembangan kognitif atas empat fase :

(1) Sensor motorik (0-2) (2) Pra operasional (2-7) (3) Operasional konkret (7-11) (4) Operasional formal (11-15)

Untuk anak usia sekolah dasar, yaitu 7-11 tahun, menurut Piaget termasuk ke dalam tahap operasional konkret. Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun) kemampuan berpikir logis seorang anak sudah muncul. Mereka dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah. Pada tahap ini permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan konkret (Sumantri dan Syaidoh 2011: 1.15).

Berdasarkan uraian di atas, maka siswa sekolah dasar kelas V berada dalam tahap operasional konkret. Usia ini anak memerlukan pembelajaran yang nyata. Artinya perlu pengamatan langsung untuk memahami suatu konsep atau persoalan. Karakteristik siswa pada penelitian ini sama seperti karakteristik siswa pada umumnya. Siswa kelas V SDN 1 Prigi masih senang bermain, bergerak, bekerja dalam kelompok, dan melakukan sesuatu secara langsung. Tahapan berpikirnya termasuk tahap operasional konkret. Siswa sudah mampu berpikir sistemastis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa konkret.


(36)

19 2.1.6 Metode Pembelajaran

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1980) dalam Abimanyu (2008: 2-5) menyatakan bahwa metode merupakan suatu cara berpikir yang teratur dan untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan), selain itu juga digunakan untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan yang ditentukan. Sejalan dengan pengertian tersebut, T.Raka Joni (1993) mengartikan metode sebagai cara kerja yang bersifat relatif umum yang sesuai untuk mencapai tujuan tertentu (Abimanyu 2008: 2-5). Widodo (2013: 5)

menjelaskan “metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru untuk menyajikan materi dan menumbuhkan interaksi dalam proses pembelajaran dengan tujuan agar siswa termotivasi dalam belajar serta dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitasnya sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan, baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotor”.

Senjaya (2008) dalam Haryono (2013: 69) mengemukakan bahwa “metode belajar dapat diartikan sebagai away inachieving something”. Artinya bahwa metode pembelajaran merupakan suatu jalan atau cara yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan. M. Sobri Sutikno (2009: 88) menjelaskan “Metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk

mencapai tujuan”. Siswa dapat menerima penjelasan guru salah satunya

berpengaruh pada cara guru menyampaikan materi. Semakin sesuai pemilihan metode pembelajaran, semakin baik pula tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran.


(37)

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara yang yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa mencapai tujuan dalam pembelajaran yaitu pemahaman akan materi pelajaran. Metode yang dipilih oleh guru juga hendaknya memungkinkan siswa untuk belajar melalui banyak proses, bukan hanya belajar produk. Belajar dengan proses memungkinkan siswa untuk mendapatkan lebih banyak materi dan akan mencapai kompetensi baik dari segi afektif, kognitif, dan psikomotor.

2.1.7 Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi menurut Cole & Chan (1998) dalam Wulandari (2012), “a demostration was defined as a physical display of object or event”. Artinya, demonstrasi merupakan gambaran suatu kejadian. Menurut Saregar dan

Sunarno (2013: 103), “metode demonstrasi adalah suatu teknik penyajian pembelajaran yang melibatkan seorang guru/kelompok siswa memperagakan kepada seluruh siswa mengenai sesuatu proses sehingga siswa dapat mengamati dan merasakan proses tersebut”. Dikatakan oleh Haryono (2013:73) tahap pelaksanaan metode demonstrasi yaitu:

(1) Memulai demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa untuk berpikir, misalnya melalui melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengandung teka-teki sehingga mendorong siswa untuk memperhatikan demonstrasi.

(2) Menciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana menegangkan.

(3) Mengamati semua siswa agar siswa tetap terfokus mengikuti jalannya demonstrasi dengan cara memperhatikan reaksi seluruh siswa.


(38)

21 (4) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih

lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu.

Beberapa hal juga harus diperhatikan dalam pelaksanaan metode demonstrasi yaitu dalam persiapan dan akhir pembelajarannya. Pada persiapan pembelajaran guru harus bisa menempatkan dan mengatur siswa agar siswa secara menyeluruh melihat proses demonstrasi dan tidak saling berebut.

Kemudian pada akhir pembelajaran, siswa hendaknya diberikan tugas-tugas tertentu yang relevan berkaitan dengan pelaksanaan demonstrasi. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan apakah peserta siswa memahami proses demonstrasi itu atau tidak, serta untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran (Haryono 2013: 74).

Setiap metode selalu memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahan metode demonstrasi dikemukakan oleh Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 149), yaitu:

(1) Membantu siswa memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau sistem kerja dan konsep yang merupakan materi dari pembelajaran IPA.

(2) Memudahkan dalam memberikan berbagai jenis penjelasan tentang konsep IPA.

(3) Kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya.

Selain kelebihan, Wisudawati dan Sulistyowati (2014: 149) juga mengemukakan kelemahan metode demonstrasi, antara lain:

(1) Siswa terkadang sukar melihat demonstrasi dengan jelas jika dilaksanakan dalam kelas besar.


(39)

(2) Tidak semua benda dapat didemonstrasikan.

(3) Sukar dimengerti jika didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai materi.

2.1.8 Metode Eksperimen

Pada sub bab ini akan dibahas beberapa teori meliputi pengertian, tahap, kelemahan dan kelebihan metode eksperimen. Berikut merupakan penjelasan dari teori-teori tersebut.

2.1.8.1 Pengertian Metode Eksperimen

Saregar dan Sunarno (2013: 103) menjelaskan ” Metode eksperimen adalah suatu teknik pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan siswa secara langsung untuk mengalami proses dan membuktikan sendiri hasil percobaan”. Schoenherr (1996) dalam Haryono (2013: 69) menyatakan bahwa metode eksperimen adalah metode yang sesuai dengan pembelajaran sains. Hal ini karena metode eksperimen mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir dan kreativitas secara optimal. Dalam metode eskperimen guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik dan mental, serta emosional siswa. Keterlibatan fisik dan mental serta emosional diharapkan mampu menumbuhkan sikap percaya diri, inovatif dan kreatif pada siswa.

Roestiyah (2001:80) mengungkapkan “Metode eksperimen adalah suatu cara mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru”. Metode eksperimen bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam


(40)

23 menemukan dan memahami suatu konsep atau teori IPA yang dipelajari (Wisudawati dan Sulistyowati 2014:157).

Jadi, bisa dikatakan metode eksperimen merupakan metode yang efektif diterapkan pada mata pelajaran IPA. Hal ini karena mata pelajaran IPA bersifat abstrak dan siswa bisa memahami materi yang ada dalam mata pelajaran IPA dengan melakukan percobaan dan penemuan sendiri.

Metode eksperimen juga memiliki manfaat bagi siswa. Manfaat ini dikemukakan oleh Duru (2010: 585), yaitu: “Experimentalteaching method helps to improve student’s hand skills,makes them more productive, and increases their active involvement in learning.”Artinya Metode pembelajaran eksperimen dapat membantu meningkatkan keterampilan kerja siswa, membuat mereka lebih produktif, dan meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

2.1.8.2 Tahap-tahap Pembelajaran Eksperimen

Pembelajaran dengan metode eksperimen menurut Palendeng (2003) dalam Cahyati (2013) meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

(1) Percobaan awal, siswa secara berkelompok melakukan percobaan untuk membuktikan adanya sifat-sifat cahaya. Pada tahap ini siswa melakukan percobaan.

(2) Pengamatan, merupakan kegiatan siswa untuk mengamati dan mencatat peristiwa selama siswa melakukan percobaan.

(3) Hipotesis awal, siswa dapat merumuskan hipotesis sementara berdasarkan hasil pengamatannya.

(4) Verifikasi, kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang telah dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok. Siswa diharapkan


(41)

merumuskan hasil percobaan dan membuat kesimpulan, selanjutnya dapat dilaporkan hasilnya.

(5) Aplikasi konsep, setelah siswa merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya diaplikasikan dalam kehidupannya. Kegiatan ini merupakan pemantapan konsep yang telah dipelajari.

(6) Evaluasi, merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep. Penerapan pembelajaran dengan metode eksperimen akan membantu siswa untuk memahami konsep. Pemahaman konsep dapat diketahui apabila siswa mampu mengutarakan secara lisan, tulisan, maupun aplikasi dalam kehidupannya. Dengan kata lain, siswa memiliki kemampuan untuk menjelaskan, menyebutkan, memberikan contoh, dan menerapkan konsep terkait dengan pokok bahasan.

2.1.8.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Eksperimen

Metode eksperimen juga memiliki kekurangan dan kelebihan, kelebihan metode eksperimen yaitu (Cahyati 2013):

(1) Metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku.

(2) Siswa dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi.

(3) Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.


(42)

25 (4) Siswa memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan

eksperimen

(5) Siswa terlibat aktif mengumpulkan fakta dan informasi yang diperlukan untuk percobaan.

(6) Dapat menggunakan dan melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berfikir ilmiah.

(7) Dapat memperkaya pengalaman dan berpikir siswa dengan hal-hal yang bersifat objektif, realitas dan menghilangkan verbalisme.

(8) Melalui eksperimen siswa dapat menghayati sepenuh hati dan mendalam, mengenai pelajaran yang diberikan.

(9) Siswa dapat aktif mengambil bagian untuk berbuat bagi dirinya, dan tidak hanya melihat orang lain, tanpa dirinya melakukan.

(10)Siswa dapat aktif mengambil bagian yang besar, untuk melaksanakan langkah-langkah dalam cara berpikir ilmiah. Jalan ini dilakukan melalui pengumpulan data-data observasi, memberikan penafsiran serta kesimpulan.

Selain kelebihan metode eksperimen, Cahyati juga mengungkapkan beberapa kelemahan metode eksperimen, yaitu:

(1) Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap siswa berkesempatan mengadakan ekperimen.

(2) Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, siswa harus menanti untuk melanjutkan pelajaran.

(3) Kesalahan dan kegagalan siswa yang tidak terdeteksi oleh guru dalam bereksperimen berakibat siswa keliru dalam mengambil kesimpulan dan keputusan.


(43)

(4) Sering mengalami kesulitan dalam melaksanakan eksperimen karena guru dan siswa kurang berpengalaman melakukan eksperimen.

(5) Memerlukan keterampilan/kemahiran dari pihak guru dalam menggunakan serta membuat alat-alat eksperimen

(6) Bagi guru yang telah terbiasa dengan metode ceramah secara rutin misalnya. Cenderung memandang metode eksperimen sebagai suatu pemborosan dan memberatkan.

2.1.8 Materi Sifat-sifat Cahaya

Penelitian ini difokuskan pada mata pelajaran IPA materi Sifat-sifat Cahaya di kelas V semester 2 sekolah dasar. Materi Sifat-sifat Cahaya terdapat pada kompetensi 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model. Alokasi waktu yang digunakan dalam mengajarkan materi pokok sifat-sifat cahaya yaitu 4 jam pelajaran dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan yang terdiri dari materi sifat-sifat cahaya yaitu cahaya dapat merambat lurus, cahaya dapat menembus benda, dan cahaya dapat dipantulkan serta sifat-sifat cahaya yaitu cahaya dapat dibiaskan dan cahaya dapat diuraikan.

Fisikawan Skotlandia, James Clerk Maxwell (1891-1897), mengatakan cahaya adalah rambatan gelombang yang dihasilkan oleh gabungan medan listrik dan medan magnet. Gelombang yang dihasilkan dari gabungan medan listrik dan medan magnet disebut gelombang elektromagnetik. Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elektromagnet dengan panjang gelombang sekitar 380-750 nanometer. Cahaya dapat berasal dari matahari, lampu, senter, dsb. Benda-benda yang dapat menghasilkan cahaya disebut sumber cahaya. Sumber cahaya yang utama bagi bumi yaitu matahari.


(44)

27 Cahaya dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu cahaya tampak dan cahaya tidak tampak. Cahaya tampak adalah cahaya yang dapat ditangkap oleh mata. Cahaya tidak tampak adalah cahaya yang tidak dapat ditangkap oleh mata, misalnya sinar x, sinar ultraviolet, sinar gama, dan sinar infra merah.

Cahaya memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat cahaya banyak manfaatnya bagi kehidupan. Sifat-sifat cahaya yaitu: cahaya merambat lurus, cahaya dapat menembus benda bening, cahaya dapat dipantulkan, dan cahaya dapat dibiaskan bila melalui dua medium yang berbeda (Syuri dan Nurhasanah 2006:167).

Berdasarkan uraian materi sifat-sifat cahaya tersebut, dapat disimpulkan bahwa materi sifat-sifat cahaya penting untuk disampaikan karena materi tersebut berlangsung di kehidupan sehari-hari. Pembelajaran menggunakan metode eksperimen akan mempermudah siswa dalam memahami materi sifat-sifat cahaya. Siswa akan menjadi lebih paham karena dapat membuktikan secara nyata peristiwa yang mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari.

2.2

Penelitian yang Relevan

Peneliti menemukan beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai metode pembelajaran eksperimen. Berikut ini merupakan beberapa penelitian tentang metode eksperimen.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Meilinda (2012) yang berjudul

“Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa dengan Penerapan Metode Eksperimen pada Pembelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 02 Bermain Ilir”. Penelitian dilaksanakan dengan metode PTK menggunakan empat tahap kegiatan, yaitu


(45)

merencanakan, melakukan tindakan, pengamatan dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menerapkan metode eksperimen pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dari pra siklus dengan nilai rata-rata 5,4 meningkat 6,5 pada siklus I dan meningkat lagi menjadi 7,1 pada siklus ke II.

Kedua, penelitian dilakukan oleh Lestari (2013) yang berjudul “Penerapan

Metode Eksperimen untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPA Kelas V pada Materi Sifat-sifat Cahaya”. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklusnya terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Melalui metode eksperimen ini hasil belaajr siswa menunjukkan adanya peningkatan, yaitu pada siklus I nilai rata-rata siswa adalah 68,00 dan presentase KKM 54,28%. Sedangkan nilai rata-rata siklus II adalah 78,57 dan 80% untuk pencapaian KKM-nya. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Pangestika (2012) yang berjudul

“Keefektifan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran Daur Air di Kelas V

Sekolah Dasar Negeri 1 Sumbang Banyumas”. Berdasarkan uji hipotesis

menggunakan uji T tipe Independent Samples Test, hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran Daur Air melalui metode eksperimen dibandingkan metode ceramah. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran Daur Air melalui metode eksperimen lebih baik dibandingkan metode ceramah. Ada perbedaan aktivitas


(46)

29 peserta didik dalam pembelajaran Daur Air melalui metode eksperimen dibandingkan metode ceramah. Aktivitas siswa dalam pembelajaran Daur Air melalui metode eksperimen lebih baik dibandingkan metode ceramah.

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Juminarti, Rustiyarso, dan

Rosnita (t.t) yang berjudul “Penerapan Metode Eksperimen untuk Meningkatkan

Aktivitas Belajar dalam Pembelajaran IPA Kelas IV”. Penerapan Metode

Eksperimen untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dalam Pembelajaran IPA Kelas IV bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan aktivitas fisik, mental, dan emosional dalam pembelajaran IPA dengan metode eksperimen pada siswa kelas IV SDN 07 Tanak Kecamatan Kembayan Kabupaten Sanggau. Metode yang digunakan dalam penelitian metode deskriptif. Bentuk penelitian deskriftif yang digunakan adalah penelitian survey. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Dari hasil pengamatan pra tindakan siswa yang terlibat aktif rata-rata baru mencapai 44,9% dan meningkat menjadi 78 % pada siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA kelas IV SDN 07 Tanak.

Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, Triyono, dan Suryanto

(t.t) yang berjudul “Penerapan Metode Eksperimen dengan Media Realia dalam

Peningkatan Pembelajaran IPA Bagi Siswa Kelas IV Sekolah Dasar”. Penelitian

ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif yang dilaksanakan dalam tiga siklus. Tiap siklus mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Hasilnya menunjukkan bahwa penerapan langkah-langkah pembelajaran


(47)

metode eksperimen dengan media realia dapat meningkatkan pembelajaran belajar IPA bagi siswa kelas IV. Pada proses pembelajaran siklus I, persentase siswa mencapai 61,11%, pada siklus II 73,46%, dan pada siklus III meningkat menjadi 83,33%. Pada pra tindakan persentase ketuntasan siswa masih 0%, setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I persentase ketuntasan siswa menjadi 47,73%, pada siklus II meningkat menjadi 73,46% dan siklus III meningkat menjadi 83,33%.

Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Yulianingsih, Zainudin, dan

Sukmawati (2012) yang berjudul “Penerapan Metode Eksperimen dalam

Pembelajaran IPA terhadap Hasil Belajar Kelas IV SDN 15 Segedong”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA dengan menerapkan metode eksperimen di kelas IV SDN 15 Segedong. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bersifat kolaboratif. Teknik yang digunakan yaitu observasi langsung dan pengukuran dengan alat pengumpul data berupa lembar observasi guru dan lembar soal. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Pada siklus I skor kemampuan guru merencanakan pembelajaran sebesar 13,5 (rata-rata 2,7) dan pada siklus II sebesar 17,0 (rata-rata 3,4). Ada peningkatan sebesar 3,5. Skor kemampuan guru melaksanakan pembelajaran sebesar 10,21 pada siklus I dan 14,21 pada siklus II, ada peningkatan 4,0. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 59,09 dan 81,82 pada siklus II, ada peningkatan sebesar 22,73.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang sudah dilakukan, terbukti bahwa metode eksperimen mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Selain


(48)

31 meningkatkan juga membuktikan bahwa hasil belajar siswa dengan menerapkan metode pembelajaran eksperimen lebih baik daripada hasil belajar siswa yang menerapkan metode pembelajaran ceramah. Hal inilah yang menjadi acuan peneliti untuk melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui keefektifan metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Pangestika, Meilinda, dan Lestari yaitu sama-sama menggunakan metode pembelajaran eksperimen yang diterapkan pada mata pelajaran IPA. Penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Pangestika merupakan penelitian eksperimen, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Meilinda dan Lestari yang merupakan penelitian tindakan kelas. Selain itu, penelitian ini juga memiliki persamaan dalam materi pembelajarannya dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari yaitu materi sifat-sifat cahaya.

Tiga penelitian lain, yaitu penelitian Juminarti, Rustiyarso, dan Rosnita, penelitian Rahmawati, Triyono, dan Suryanto, serta penelitian Yulianingsih, Zainudin, dan Sukmawati juga memiliki persamaan dan perbedaan. Ketiga penelitian tersebut merupakan penelitian tindakan kelas, berbeda dengan penelitian ini yang merupakan penelitian eksperimen. Kemudian, tiga penelitian di atas juga mengambil sampel di kelas IV sekolah dasar, berbeda dengan penelitian ini yaitu kelas V sekolah dasar. Selain sampel dan jenis penelitian, penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Juminarti, Rustiyarso, dan Rosnita juga memiliki perbedaan pada variabel penelitian. Variabel dalam


(49)

penelitian Juminarti, Rustiyarso, dan Rosnita yaitu aktivitas belajar, sedangkan dalam penelitian ini hanya hasil belajar, sama dengan dua penelitian lain.

2.3

Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah dasar. Hal ini karena IPA adalah mata pelajaran yang dapat mengembangkan tingkat berpikir siswa. Pembelajaran IPA di jenjang sekolah dasar seharusnya mampu mengembangkan rasa ingin tahu dan daya berpikir kritis pada siswa, namun pada kenyataannya pembelajaran IPA di sekolah dasar jarang melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran juga masih berpusat pada guru dan kurang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran IPA yang bersifat abstrak akan sulit dipahami siswa yang tingkat perkembangannya masih dalam berpikir konkret. Apabila guru hanya menjelaskan materi tanpa mengajak siswa secara aktif mengkaji materi, maka pembelajaran akan kurang bermakna bagi siswa. Siswa memahami suatu konsep hanya dari penjelasan guru. Dengan begitu, menjadikan siswa untuk menghafal suatu konsep abstrak, bukan mempelajari dan memahami secara nyata. Untuk itu, guru harus menggunakan pendekatan/strategi yang bervariasi sesuai materi pelajaran agar pembelajaran IPA bermakna bagi siswa.

Materi sifat-sifat cahaya yang dibahas dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Melalui metode eksperimen, siswa akan melakukan kegiatan penemuan untuk memahami secara nyata sebuah konsep atau fakta dari materi pelajaran. Hal ini akan menimbulkan konsep atau fakta tersebut menjadi ingatan


(50)

33 jangka panjang bagi penemunya. Pembelajaran juga akan lebih bermakna bagi siswa.

Penelitian ini akan mengujikan metode eksperimen pada kelas eksperimen dan metode demonstrasi pada kelas kontrol. Kemudian hasil belajar dari kedua kelas tersebut akan dibandingkan. Dari hasil perbandingan tersebut, diharapkan dapat diketahui model mana yang lebih efektif terhadap hasil belajar siswa.

Berikut ini adalah bagan kerangka berpikir keefektifan metode eksperimen terhadap hasil belajar materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara dalam bentuk bagan.

Bagan 2.1. Kerangka berpikir

2.4

Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

Proses pembelajaran Metode

eksperimen di kelas eksperimen

Hasil belajar siswa dengan

metode pembelajaran

eksperimen

Hasil belajar siswa dengan

metode pembelajaran

demonstrasi dibandingkan

Metode demonstrasi di

kelas kontrol Pembelajaran IPA materi

sifat-sifat cahaya dengan metode yang belum mengaktifkan


(51)

kalimat pernyataan (Sugiyono 2014: 99). Berdasarkan landasan teori, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ho1 : tidak terdapat perbedaan hasil belajar sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V

SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara antara yang menerapkan metode pembelajaran eksperimen dan yang menerapkan metode pembelajaran demonstrasi. (µ1 = µ2)

Ha1 : terdapat perbedaan hasil belajar sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara antara yang menerapkan metode pembelajaran eksperimen dan yang menerapkan metode pembelajaran demonstrasi. (µ1 ≠ µ2)

Ho2 : hasil belajar sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara yang mendapat metode pembelajaran eksperimen tidak lebih efektif dari yang mendapat metode pembelajaran demonstrasi. (µ1≤ µ2) Ha2 : hasil belajar sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten

Banjarnegara yang mendapat metode pembelajaran eksperimen lebih efektif dari yang mendapat metode pembelajaran demonstrasi. (µ1 > µ2)


(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bagian ini akan dijelaskan tentang desain penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, serta teknik analisis data. Berikut ini merupakan penjelasan setiap metode penelitian yang telah disebutkan.

3.1

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian yaitu Quasi Experimental. Menurut Sugiyono (2014: 116) bentuk desain eksperimen ini mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Bentuk desain penelitian Quasi Experimental yang akan digunakan peneliti adalah Nonequivalent Control Group Design dengan paradigma sebagai berikut:

Keterangan:

O1 = tes awal kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan O2 = tes akhir kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan X = perlakuan yang diberikan, yaitu metode eksperimen

O1 X O2


(53)

O3 = tes awal kelompok kontrol O4 = tes akhir kelompok kontrol

Desain nonequivalent control group design hampir sama dengan desain true experimental bentuk pretest-posttest control group design, hanya saja pada desain ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono 2014: 118). Kelompok O1 (kelompok eksperimen) diberi perlakuan (X) yaitu pembelajaran menggunakan metode eksperimen, sedangkan kelompok O3 (kelompok kontrol) tidak diberi perlakuan (tidak menggunakan metode eksperimen).

Sebelum dilaksanakan penelitian, dilakukan tes awal pada kelas kontrol dan eksperimen. Tes awal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelas tersebut. Menurut Sugiyono (2014: 114), kedua kelompok tersebut bisa dijadikan subjek penelitian jika memenuhi syarat, yaitu bila hasil tes awal antara kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan (O1 = O3). Apabila hasil dari tes awal tidak menunjukkan tingkat kemampuan siswa yang sama, peneliti dapat menganalisis menggunakan nilai UTS. Setelah dilaksanakan tes awal, peneliti memulai pembelajaran pada kedua kelas tersebut dengan menggunakan metode pembelajaran yang berbeda. Peneliti melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan metode demonstrasi pada kelas kontrol, dimana metode ini sudah biasa digunakan oleh guru dalam pembelajaran IPA. Berbeda dengan kelas kontrol, peneliti menerapkan metode eksperimen pada kelas eksperimen sebagai perlakuan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian eksperimen dengan desain quasi


(54)

37 experimental yang menerapkan bentuk nonequivalent control group design. Data penelitiannya berupa data kuantitatif guna menerangkan hasil belajar siswa setelah mendapat perlakuan berupa pembelajaran dengan metode eksperimen yang akan dibandingkan dengan kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran dengan metode demonstrasi.

3.2

Populasi dan Sampel

Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai besar populasi dan penentuan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Penjelasan selengkapnya yaitu sebagai berikut.

3.2.1 Populasi

Sugiyono (2014: 119) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara, tahun pelajaran 2014/2015. Anggota populasi terdiri dari dua kelas yaitu kelas paralel dengan jumlah populasi 43 siswa, kelas VA sebanyak 21 siswa (kelas kontrol) dan VB 22 siswa (kelas eksperimen). Penentuan populasi ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu keadaan lingkungan sosial siswa yang relatif sama karena masih berada dalam satu wilayah; guru di kedua kelas tersebut memiliki kualifikasi yang sama yakni pendidikan terakhir S1 dengan status kepegawaian PNS; siswa kedua kelas


(55)

tersebut memiliki kemampuan awal yang sama, dibuktikan dengan uji kesamaan rata-rata nilai tes awal mata pelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya. Hasil uji kesamaan rata-rata dapat dilihat pada lampiran 4.

3.2.2 Sampel

Arikunto (2010: 174) menjelaskan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti. Sugiyono (2014: 126) menjelaskan bahwa penggunaan seluruh anggota populasi dapat dilakukan jika peneliti ingin membuat generasilisasi dengan tingkat kesalahan yang sangat kecil. Menurut Sugiyono (2014: 126) teknik penentuan sampel dengan menggunakan seluruh anggota sampel dinamakan sampling jenuh.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh. Jadi seluruh siswa kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara digunakan sebagai sampel penelitian. Selanjutnya untuk penentuan kelas kontrol dan eksperimen peneliti menggunakan undian. Hasil undian menunjukkan bahwa kelas VA terpilih sebagai kelas kontrol dan kelas VB sebagai kelas eksperimen.

3.3

Variabel Penelitian

“Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono 2014: 64). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. 3.3.1 Variabel Terikat

“Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas” (Sugiyono 2014:64). Variabel terikat dalam


(56)

39 penelitian ini yaitu hasil belajar IPA materi sifat-sifat cahaya siswa kelas V SDN Prigi 1 Kabupaten Banjarnegara.

3.3.2 Variabel Bebas

“Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat” (Sugiyono 2014: 64). Variabel bebas dari penelitian ini yaitu penerapan metode eksperimen dalam pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya.

3.4

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitiannya. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan yaitu wawancara tidak terstruktur, dokumentasi, dan tes. Uraian selengkapnya sebagai berikut:

3.4.1 Wawancara Tidak Terstruktur

“Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya” (Sugiyono 2014: 191). Wawancara tidak terstruktur ini digunakan untuk membantu peneliti dalam mengetahui kondisi awal sebelum penelitian. Baik kondisi siswa, proses pembelajaran, maupun hasil belajar siswa sehingga peneliti nantinya akan mampu menentukan permasalahan atau variabel yang harus diteliti.

3.4.2 Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian, meliputi


(57)

buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, dan data penelitian yang relevan (Riduwan 2013: 58). Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai data nama-nama siswa yang menjadi sampel penelitian, foto-foto serta video sebagai bukti telah dilaksanakannya penelitian.

3.4.3 Tes

“Tes sebagai instrumen pengumpul data adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, inteligensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok” Riduwan (2013:57). Dalam penelitian ini tes terbagi menjadi dua, yaitu tes awal dan tes akhir. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum pembelajaran atau sebelum memperoleh perlakuan. Sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengukur kemampuan siswa setelah memperoleh perlakuan. Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes pilihan ganda dengan jumlah soal sebanyak 25 butir dan terdapat empat alternatif jawaban.

3.5

Instrumen Penelitian

Dalam suatu penelitian, dibutuhkan instrumen penelitian yang digunakan sebagai alat ukur penelitian (Sugiyono 2014:148). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu soal tes tentang materi sifat-sifat cahaya untuk mengukur hasil belajar siswa dan lembar pengamatan pembelajaran untuk menilai

aktivitas guru dan siswa. “Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan -pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban yang kemudian


(58)

41 dijadikan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa” (Sudjana 2011:35). Tes yang dilakukan pada penelitian ini berupa tes tertulis. Bentuk tes yaitu pilihan ganda sebanyak 20 soal dengan empat opsi jawaban.

Sebelum soal menjadi alat ukur penelitian, terlebih dahulu soal diujicobakan kepada kelas di luar sampel. Kelas uji coba dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VI SDN 1 Prigi kabupaten Banjarnegara. Data hasil analisis tersebut kemudian dianalisis untuk mencari validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda. langkah-langkah analisis soal tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

3.5.1 Pengujian Validitas Instrumen

“Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah” (Arikunto 2010: 211). Dalam penelitian ini terdapat dua validitas instrumen, yaitu validitas logis dan validitas empiris.

3.5.1.1Validitas Logis

Validitas logis adalah validitas yang pada umumnya dilakukan oleh pertimbangan para ahli. Validitas ini juga mempunyai peran penting untuk tes pencapaian hasil belajar. Tidak ada formula matematis khusus, pengamatan serta pertimbangan tentang bagaimana baik interpretasi tes evaluasi tersebut menggambarkan cakupan isi yang hendak diukur (Sukardi 2011: 33). Pada penelitian ini, validitas logis dilakukan oleh dua ahli yaitu Drs. Daroni, M.Pd. (pembimbing) dan Robingah (guru kelas V SDN 1 Prigi Kabupaten Banjarnegara) dengan menggunakan lembar penilaian validitas logis.


(59)

3.5.1.2Validitas Empiris

“Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman” (Arikunto 2012: 81). Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi intrumen yang bersangkutan dengan kriteria atau sebuah ukuran. Jadi, sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas apabila sudah dilakukan uji coba. Peneliti melakukan uji coba instrumen kepada siswa kelas V SDN 1 Kalibenda Kabupaten Banjarnegara. Alasan peneliti memilih SDN 1 Kalibenda sebagai kelas uji coba karena adanya kesamaan kualitas sekolah baik guru maupun siswa, serta wilayah yang tidak terlalu jauh sehingga masih memungkinkan suasana di sekolah tersebut dengan tempat penelitian memiliki suasana yang sama.

Pengujian validitas pada penelitian ini menggunakan software statistical product and service solution (SPSS) versi 17 dengan Corrected Item-Total Correlation. Menu yang digunakan untuk mencari validitas pada SPSS 17 yaitu analyze – scale – reliability analysis. Kriterianya yaitu butir soal dikatakan valid jika rhitung ≥ rtabel pada taraf signifikansi 0,05, dan jika rhitung < rtabel, maka hasil

rhitung pada butir tertentu dinyatakan tidak valid (Priyatno 2010: 91). Rekap data

hasil penghitungan SPSS versi 17 pada soal tes uji coba dapat dibaca pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Rekapitulasi Uji Validitas Soal Tes Uji Coba dengan rtabel = 0,396; Taraf Signifikansi 0,05 dan n= 25 (Corrected Item-Total Correlation)

No Kriteria No Soal Jumlah

1. Valid 1, 3, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 18, 19, 22, 24, 25, 27, 29, 31, 32, 33, 36, 37, dan 40

22 2. Tidak Valid 2, 4, 5, 7, 11, 13, 16, 17, 20, 21, 23, 26, 28, 30,

34,35, 38, dan 38


(60)

43 Berdasarkan hasil outpout validitas emprik menggunakan SPSS versi 17, diperoleh 22 butir soal yang valid dan 18 butir soal yang tidak valid. Butir soal yang valid terdiri dari soal nomor 1, 3, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 15, 18, 19, 22, 24, 25, 27, 29, 31, 32, 33, 36, 37, dan 40. Pengujian validitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 18.

3.5.2 Pengujian Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas alat penilaian adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilai. Artinya, kapanpun alat penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama (Sudjana 2011: 16). Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan SPSS versi 17 dengan metode cronbach alpha. Menu yang digunakan yaitu analyze – scale – reliability analysis.

Kriteria untuk data yang dinyatakan reliabel menurut Sekaran (1992) dalam Priyatno (2010: 98) yaitu reliabilitas kurang dari 0,6 dinyatakan kurang baik, reliabilitas 0,7 dapat diterima dan reliabilitas di atas 0,8 dinyatakan baik. Hasil uji reliabilitas tiap butir soal dapat dilihat pada lampiran 18. Berikut adalah hasil uji reliabilitas soal:

Tabel 3.2. Hasil Uji Reliabilitas

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items

.865 40

Hasil dari uji reliabilitas di atas menerangkan bahwa nilai cronbach alpha sebesar 0,865. Jadi, dapat dikatakan bahwa soal-soal uji coba tersebut sudah reliabel dan berkategori baik karena lebih dari 0,8.


(61)

3.5.3 Analisis Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah akan membuat siswa tidak berpikir lebih dalam memecahkan masalah. Soal yang terlalu sukar juga akan membuat siswa mudah putus asa (Arikunto 2012: 222). Untuk mengetahui taraf kesukaran soal dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

JS B = P

Keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = Banyaknya seluruh siswa peserta tes

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:

Soal dengan P 0,00 - 0,30 = soal kategori sukar Soal dengan P 0,31 - 0,70 = soal kategori sedang Soal dengan P 0,71 - 1,00 = soal kategori mudah (Arikunto 2012: 223-5)

Penghitungan tingkat kesukaran soal dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan jumlah siswa yang menjawab soal dengan benar pada setiap butir soalnya dan dibandingkan dengan banyaknya jumlah siswa peserta tes. Berikut rekapitulasi hasil perhitungan manual analisis tingkat kesukaran. Soal yang dianalisis tingkat kesukarannya hanya soal yang sudah valid dan reliabel.


(62)

45 Tabel 3.3. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba

No Kriteria No Soal Jumlah

1. Mudah 3, 10, 15, 22, 32, 33 6

2. Sedang 1, 6, 12, 14, 18, 24, 25, 27, 31, 36, 37, dan 40 12

3. Sukar 8, 9, 19, 29 4

3.5.4 Analisis Daya Beda

Daya pembeda soal menurut Arikunto (2012: 226) adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Rumus yang digunakan yaitu:

Keterangan:

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menajwab benar

Untuk menafsirkan hasil dari analisis daya beda, Arikunto (2012: 232) menafsirkannya sebagai berikut:

D = 0,00 – 0,20 berarti jelek (poor)

D = 0,21 – 0,40 berarti cukup (satisfactory) D = 0,41 – 0,70 berarti baik (good)


(63)

Sebelum menganalisis daya beda soal, siswa terlebih dahulu dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan hasil yang diperoleh masing-masing siswa dengan cara rangking. Kelompok ini nantinya dinamakan kelompok atas dan kelompok bawah. Kelompok atas yaitu siswa dengan rangking 1 sampai 12, sedangkan kelompok bawah yaitu siswa dengan rangking 14 sampai 25. Siswa dengan rangking 13 tidak diikutkan dalam kelompok dan tidak ikut dihitung karena dijadikan sebagai nilai tengah.

Penghitungan selanjutnya dilakukan dengan cara jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar dibanding jumlah siswa kelas atas (PA) dikurangi jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar dibanding jumlah siswa kelas bawah (PB). Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh soal dengan kategori jelek, cukup, baik, dan baik sekali. Berikut rekapitulasi hasil analisis daya beda.

Tabel 3.4. Hasil Analisis Daya Beda Soal Uji Coba

No Kriteria No Soal Jumlah

1. Jelek - 0

2. Cukup 9, 10, 24, 29, 32, 33, 36 7

3. Baik 1, 3, 6, 8, 14, 15, 19, 22, dan 37 9

4. Baik sekali 12, 18, 25, 27, 31, 40 6

Berdasarkan analisis daya beda tersebut terdapat 7 soal dengan kategori cukup, 9 soal dengan kategori baik, dan 6 soal dengan kategori baik sekali. Dari hasil analisis soal-soal uji coba tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat 22 butir soal yang memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian. Memenuhi syarat dalam hal ini karena suda dinyatakan valid, reliabel


(1)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

F Sig.

Tesakhir Equal variances assumed

,042 ,839

Equal variances not assumed

Lampiran 30

DOKUMENTASI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS EKSPERIMEN


(2)

Siswa melakukan diskusi kelompok Siswa melakukan eksperimen

Siswa melakukan eksperimen Siswa melakukan diskusi kelompok

Lampiran 31

DOKUMENTASI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS KONTROL


(3)

Siswa melakukan diskusi kelompok

Lampiran 32


(4)

Lampiran 33


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN MODEL JIGSAW TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR SIFAT SIFAT BANGUN DATAR PADA SISWA KELAS V SDN RANJINGAN BANYUMAS

1 24 254

KEEFEKTIFAN STRATEGI PRACTICE REHEARSAL PAIRS TERHADAP HASIL BELAJAR SIFAT SIFAT CAHAYA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI DEBONG TENGAH 1 DAN 3 KOTA TEGAL

0 33 256

Pengaruh Video Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Sifat-sifat Cahaya

0 7 188

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DALAM PELAJARAN IPA MATERI POKOK SIFAT-SIFAT CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SDN 101777 SAENTIS T.A. 2013/2014.

0 5 27

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA TENTANG SIFAT - SIFAT CAHAYA.

0 4 26

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN IPA MATERI POKOK SIFAT - SIFAT CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA.

0 1 36

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DALAM UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN IPA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA DI KELAS V SDN SUKAHEGAR.

0 0 42

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG SIFAT-SIFAT CAHAYA DENGAN METODE DEMONSTRASI DI SDN CIKALONGKULON IV CIANJUR : Penelitian Tindakan kelas Pada Siswa Kelas V SDN Cikalongkulon IV Kecamatan Cikalongkulon Kabupaten Cianjur.

0 0 41

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA KELAS V PADA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA: Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SDN Sukajaya Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat Tahun Ajaran 2012/2013.

0 0 43

PENGARUH PERMAINAN JELAJAH CAHAYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SD PADA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas V SDN Sindang III dan SDN Garawastu II di Kecamatan Sindang Kabupaten Majalengka).

0 0 35