PENGARUH KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TERHADAP KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS V SD DI KECAMATAN PUCAKWANGI KABUPATEN PATI

(1)

i

PENGARUH KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN

TERHADAP KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERITA PENDEK

SISWA KELAS V SD DI KECAMATAN PUCAKWANGI

KABUPATEN PATI

SKRIPSI

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

PRIYATI OKTAVIASARI 1401412159

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO

“Jelajah dan tafsirkan dunia dengan membaca”. (Priyati Oktaviasari)

“Strive not to be a success, but rather to be a value”. Kerja keras bukan untuk sukses tetapi untuk sebuah nilai. (Albert Enstein)

PERSEMBAHAN

Tanpa mengurangi rasa syukur peneliti kepada Allah SWT, karya tulis ini peneliti persembahkan untuk:

1. Orang tua tercinta (Bapak Sutar dan Ibu Sureni) terimakasih atas kasih sayang, doa, semangat dan dukungan yang selalu menyertaiku setiap langkahku.


(6)

vi

memberikan kelancaran dan kemudahan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kemampuan Membaca Pemahaman terhadap Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek Siswa Kelas V SD di Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati”. Skripsi ini diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menuntut ilmu di Universitas Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin melasanakan penelitian.

3. Drs. Isa Ansori. M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan bantuan pelayanan khususnya dalam memperlancar penyelesaian skripsi ini.

4. Drs. A. Zaenal Abidin, M.Pd., Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dra. Sri Susilaningsih, M.Pd., Dosen Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, saran, arahan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

6. Dra. Nuraeni Abbas, M.Pd., Dosen Penguji Utama skripsi.

7. Segenap dosen jurusan PGSD FIP UNNES yang telah membekali ilmu yang bermanfaat.


(7)

vii

8. Seluruh Kepala Sekolah SD di Gugus Sultan Agung Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian

9. Seluruh guru kelas V SD di Gugus Sultan Agung Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati yang telah membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusuan skripsi yang tidak dapat

peneliti sebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pelaksanaan pembelajaran di SD.

Semarang, 5 Agustus 2016 Peneliti

Priyati Oktaviasari NIM 1401412159


(8)

viii

Guru Sekolah Dasar. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. A. Zaenal Abidin, M.Pd. dan Dra. Sri Susilaningsih, M.Pd. 238 Hlm.

Membaca pemahaman digunakan untuk memeroleh informasi dari suatu bacaan secara menyeluruh sehingga siswa mengetahui unsur-unsur pembangun dari bacaan tersebut. Sehingga membaca pemahaman dapat membantu siswa dalam kegiatan apresiasi sastra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan mengapresiasi cerita pendek siswa kelas V SD di Gugus Sultan Agung Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati.

Penelitian dilaksanakan pada tujuh SD di Gugus Sultang Agung Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati, pada bulan Mei 2016. Populasinya adalah siswa kelas V SD di Gugus Sultan Agung Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati sejumlah 120 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu Proportional Random Sampling dengan jumlah 60 siswa (50%). Teknik pengumpulan data menggunakan tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif persentase, uji korelasi, dan regresi linear sederhana.

Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara kemampuan membaca pemahaman dengan kemampuan mengapresiasi cerita pendek yaitu sebesar 0,828 termasuk dalam kategori sangat kuat. Perhitungan persamaan regresi menunjukkan Ŷ = 0,611 + 0,816X, artinya apabila nilai kemampuan membaca pemahaman bertambah satu satuan, maka nilai kemampuan mengapresiasi cerita pendek akan bertambah 0,816. Nilai determinasi kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan mengapresiasi cerita pendek sebesar 68,6%, artinya kemampuan mengapresiasi cerita pendek 68,6% ditentukan oleh tingginya kemampuan membaca pemahaman, dan 31,4% ditentukan oleh faktor lainnya, misalnya tingkat intelegensi siswa.

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan positif dan pengaruh signifikan antara kemampuan membaca pemahaman dengan kemampuan mengapresiasi cerita pendek. Hal ini harus menjadi perhatian guru dalam proses pembelajaran, guru perlu merencanakan kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang peningkatan keterampilan membaca siswa.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTRA GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.1 Kajian Teori ... 12

2.1.1 Hakikat Belajar ... 12

2.1.1.1 Pengertian Belajar ... 12

2.1.1.2 Pengertian Pembelajaran ... 13

2.1.2 Hakikat Bahasa Indonesia dan Keterampilan Berbahasa Indonesia ... 15

2.1.2.1 Pengertian Bahasa Indonesia ... 15

2.1.2.2 Fungsi Bahasa Indonesia... 16

2.1.2.3 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar ... 17

2.1.2.4 Keterampilan Berbahasa Indonesia ... 19


(10)

x

2.1.3.4 Jenis Membaca ... 26

2.1.4 Hakikat Kemampuan Membaca Pemahaman ... 29

2.1.4.1 Pengertian Kemampuan Membaca Pemahaman ... 29

2.1.4.2 Tujuan Membaca Pemahaman ... 30

2.1.4.3 Jenis-jenis Membaca Pemahaman ... 31

2.1.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Membaca Pemahaman ... 32

2.1.4.5 Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Pemahaman ... 34

2.1.4.6 Kendala dan Solusi dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman .. 36

2.1.4.7 Pengukuran Kemampuan Membaca Pemahaman ... 36

2.1.5 Hakikat Kemampuan Mengapresiasi Sastra ... 40

2.1.5.1 Pengertian Sastra dan Sastra Anak ... 40

2.1.5.2 Pengertian Apresiasi Sastra ... 42

2.1.5.3 Manfaat Mengapresiasi Sastra ... 44

2.1.5.4 Pendekatan dalam Apresiasi Sastra ... 45

2.1.5.5 Jenis-jenis Karya Sastra ... 47

2.1.5.6 Pengertian Cerita Pendek ... 49

2.1.5.7 Jenis-jenis Cerita Siswa SD ... 50

2.1.5.8 Unsur Pembangun Cerita Pendek ... 51

2.1.5.9 Langkah-langkah Mengapresiasi Cerita Pendek ... 53

2.1.5.10Kendala dan Solusi dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra ... 54

2.1.6 Pengaruh Kemampuan Membaca Pemahaman terhadap Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 56

2.2 Kajian Empiris ... 57

2.3 Kerangka Berpikir ... 61

2.4 Hipotesis Penelitian ... 64

BAB III METODE PENELITIAN ... 65

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 65


(11)

xi

3.3 Subjek, Lokasi, dan Waktu Penelitian ... 67

3.3.1 Subjek Penelitian ... 67

3.3.2 Lokasi Penelitian ... 67

3.3.3 Waktu Penelitian ... 67

3.4 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 67

3.4.1 Populasi ... 67

3.4.2 Sampel dan Teknik Sampling ... 68

3.5 Variabel Penelitian ... 70

3.5.1 Variabel Bebas (X) ... 70

3.5.2 Variabel Terikat (Y) ... 71

3.6 Definisi Operasional Variabel ... 71

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 73

3.8 Instrumen Penelitian ... 73

3.8.1 Uji Validitas Instrumen ... 75

3.8.2 Uji Reliabilitas Instrumen ... 79

3.9 Analisis Data ... 81

3.9.1 Analisis Data Awal ... 81

3.9.1.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 81

3.9.1.2 Uji Prasyarat Analisis ... 84

3.9.1.2.1Uji Normalitas ... 84

3.9.1.2.2Uji Homogenitas ... 85

3.9.1.2.3Uji Linearitas Regresi ... 87

3.9.2 Analisis Data Akhir ... 88

3.9.2.1 Pengujian Hipotesis ... 88

3.9.2.2 Uji Signifikansi ... 88

3.9.2.3 Analisis Regresi Linear Sederhana ... 90

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 91

4.1 Hasil Penelitian ... 91

4.1.1 Analisis Deskriptif Persentase ... 91

4.1.1.1 Data Variabel Kemampuan Membaca Pemahaman ... 92


(12)

xii

4.1.2.3 Uji Linearitas ... 113

4.1.3 Analisis Data Akhir ... 114

4.1.3.1 Pengujian Hipotesis ... 114

4.1.3.2 Analisis Regresi Sederhana ... 117

4.1.3.3 Uji Signifikansi ... 118

4.2 Pembahasan ... 119

4.2.1 Kemampuan Membaca Pemahaman (Variabel X) ... 120

4.2.2 Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek (Variabel Y) ... 122

4.2.3 Hubungan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 123

4.2.4 Pengaruh Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 127

4.2.5 Implikasi Hasil Penelitian ... 129

4.2.5.1 Implikasi Teoritis ... 129

4.2.5.2 Implikasi Praktis ... 130

4.2.5.3 Implikasi Pedagogis ... 130

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 131

5.1 Simpulan ... 131

5.2 Saran ... 132


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman 3.1 Data Siswa Kelas V SD di Gugus Sultan Agung Kecamatan

Pucakwangi Kabupaten Pati Tahun pelajaran 2015/2016 ... 68

3.2 Data Pengambilan Sampel Siswa Kelas V SD di Gugus Sultan Agung Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati Tahun pelajaran 2015/2016 ... 70

3.3 Validitas Item Variabel Kemampuan Membaca Pemahaman ... 76

3.4 Validitas Item Variabel Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 78

3.5 Reliabilitas Item Variabel Kemampuan Membaca Pemahaman ... 81

3.6 Reliabilitas Item Variabel Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 81

3.7 Bobot Penskoran dan Distribusi Skor ... 83

3.8 Kriteria Kemampuan Membaca Pemahaman dan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 84

3.9 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... 89

4.1 Analisis Deskripsi Kemampuan Membaca Pemahaman dan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 91

4.2 Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Membaca Pemahaman ... 93

4.3 Kriteria Ketuntasan Kemampuan Membaca Pemahaman ... 94

4.4 Analisis Deskripsi Persentase Kemampuan Membaca Pemahaman ... 95

4.5 Presentase Skor Per Indikator Kemampuan Membaca Pemahaman ... 96

4.6 Analisis Deskripsi Persentase Indikator Memahami Arti Kata-kata sesuai Penggunaan dalam Wacana ... 97

4.7 Analisis Deskripsi Persentase Indikator Mengenali Susunan Organisasi Wacana dan Antar Hubungan Bagian-bagiannya ... 98

4.8 Analisis Deskripsi Persentase Indikator Mengenali Pokok-pokok Pikiran yang Terungkapkan dalam Wacana ... 99


(14)

xiv

4.10Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Mengapresiasi Cerita

Pendek ... 103

4.11Kriteria Ketuntasan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 104

4.12Analisis Deskripsi Persentase Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 105

4.13Presentase Skor Per Indikator Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 106

4.14Analisis Deskripsi Persentase Indikator Aspek Kognitif ... 107

4.15Analisis Deskripsi Persentase Indikator Aspek Emotif ... 108

4.16Analisis Deskripsi Persentase Indikator Aspek Evaluatif ... 109

4.17Hasil Uji Normalitas Variabel X dan Y ... 111

4.18Hasil Uji Homogenitas ... 113

4.19Hasil Uji Linearitas antar Variabel ... 114

4.20Hasil Uji Korelasi antar Variabel ... 115

4.21Hasil Analisis Regresi Sederhana ... 118


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1 Desain Kerangka Berpikir ... 63 3.1 Desain Penelitian ... 65 4.1 Histogram Frekuensi Skor Kemampuan Membaca Pemahaman ... 94 4.2 Histogram Frekuensi Skor Kemampuan Mengapresiasi Cerita

Pendek ... 104 4.3 P-Plots Hasil Uji Normalitas ... 112


(16)

xvi

1. Daftar Nama Sampel Uji Coba ... 138

2. Kisi-kisi Tes Kemampuan Membaca Pemahaman (Uji Coba) ... 139

3. Tes Kemampuan Membaca Pemahaman (Uji Coba) ... 140

4. Lembar Hasil Uji coba Tes Kemampuan Membaca Pemahaman ... 150

5. Tabulasi Data Uji Coba Kemampuan Membaca Pemahaman ... 152

6. Uji Validitas Kemampuan Membaca Pemahaman ... 153

7. Uji Reliabilitas Kemampuan Membaca Pemahaman ... 155

8. Kisi-kisi Tes Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek (Uji Coba) ... 157

9. Tes Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek (Uji Coba) ... 158

10. Lembar Hasil Uji coba Tes Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 162

11. Tabulasi Data Uji Coba Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 163

12. Uji Validitas Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 164

13. Uji Reliabilitas Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 165

14. Daftar Nama Sampel Penelitian ... 166

15. Kisi-kisi Tes Kemampuan Membaca Pemahaman (Penelitian) ... 167

16. Tes Kemampuan Membaca Pemahaman (Penelitian) ... 168

17. Lembar Hasil Penelitian Tes Kemampuan Membaca Pemahaman ... 176

18. Kisi-kisi Tes Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek (Penelitian) ... 178

19. Tes Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek (Penelitian) ... 179

20. Lembar Hasil Penelitian Tes Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 183


(17)

xvii

22. Tabulasi Data Variabel Kemampuan Mengapresiai Cerita

Pendek ... 188

23. Analisis Deskriptif Persentase Kemampuan Membaca Pemahaman ... 189

24. Analisis Deskriptif Kemampuan Membaca Pemahaman Per Indikator ... 193

25. Analisis Deskriptif Persentase Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek ... 201

26. Analisis Deskriptif Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek Per Indikator ... 205

27. Uji Normalitas ... 212

28. Uji Homogenitas ... 213

29. Uji Linearitas ... 214

30. Uji Regresi Sederhana ... 215

31. Jadwal Penelitian ... 218

32. Dokumentasi Penelitian ... 219

33. Surat Keputusan Dosen Pembimbing ... 221

34. Surat Ijin Penelitian ... 222

35. Surat Keterangan Penelitian ... 229


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Bab III Pasal 4 Butir 5 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat (Sisdiknas 2011:8). Sesuai dengan hal tersebut, Indonesia perlu memposisikan dirinya menjadi bangsa yang berbudaya baca tulis, maka perlu dilakukan upaya pengembangan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal. Pengembangan melalui pendidikan formal dimulai dari sekolah dasar yang berfungsi sebagai pusat budaya dan pembudayaan baca tulis. Jadi sekolah harus membekali lulusannya dengan kemampuan dan keterampilan dasar yang memadai (Zulela 2013:1).

Pedoman pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 yang memuat standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, bahwa Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan


(19)

2

baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (BSNP 2006:231).

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi menyebutkan bahwa mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar memiliki tujuan sebagai berikut: (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis; (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara; (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan; (4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; (6) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Berdasarkan tujuan tersebut, pembelajaran bahasa di sekolah dasar diharapkan siswa mendapat bekal yang matang untuk mengembangkan dirinya dalam pendidikan berikutnya dan hidup bermasyarakat (BSNP 2006:231).

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengemukakan bahwa ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi: (a) aspek mendengarkan; (b) aspek berbicara; (c) aspek membaca; dan (d) aspek menulis (BSNP 2006:232). Dalam Penelitian ini ruang lingkup bahasa Indonesia yang di ambil adalah ruang


(20)

lingkup membaca karena sesuai dengan masalah yang ada yaitu rendahnya keterampilan membaca pemahaman siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD dilaksanakan secara terpadu, yaitu dilaksanakan sesuai dengan cara anak memandang dan menghayati dunianya, maka pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan siswa dapat memahami secara rasional serta konsep-konsep yang terkait dengan pembelajaran bahasa Indonesia. Membaca juga berperan dalam mengetahui berbagai macam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Melalui membaca, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diketahui dan dipahami sebelum dapat diaplikasikan.

Salah satu jenis membaca yang dapat digunakan untuk menggali ilmu pengetahuan dan teknologi adalah membaca pemahaman. Tujuan membaca pemahaman ialah untuk memperoleh pemahaman atau informasi dari suatu bacaan secara menyeluruh agar pembaca mampu menghubungkan informasi lama dan informasi yang baru diketahuinya. Hal ini didukung oleh pendapat dari Dalman (2014:87), membaca pemahaman merupakan keterampilan membaca yang berada pada urutan yang lebih tinggi. Membaca pemahaman adalah membaca secara kognitif (membaca untuk memahami), maka pembaca dituntut mampu memahami isi bacaan. Setelah membaca teks, pembaca dapat menyampaikan hasil pemahaman membacanya dengan cara membuat rangkuman isi bacaan dengan menggunakan bahasa sendiri dan menyampaikannya baik secara lisan maupun tulisan. Jadi hal terpenting dalam mengajar membaca pemahaman adalah bagaimana cara siswa mampu memahami isi bacaan yang dibacanya. Dalam hal


(21)

4

ini, peran guru sangat diharapkan untuk dapat menemukan berbagai ide kreatif dalam mengajar agar siswa mampu memahami isi bacaan yang dibacanya. Sehingga siswa akan dapat menggali pengetahuan yang terdapat dalam suatu bacaan serta dapat mengikuti arus perkembangan zaman. Pembelajaran membaca pemahaman digunakan oleh guru untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap suatu karya sastra.

Dalam pelajaran sastra, salah satu hal yang penting adalah apresiasi sastra. Pelajaran sastra harus menumbuhkan apresiasi siswa terhadap karya sastra. Mengapresiasi sastra ialah mengenal, memahami, menghayati, dan menikmati karya sastra. Seseorang yang sudah menikmati karya sastra akan senang dengan karya sastra, dan kemudian dapat menghargai karya sastra.

Pelajaran sastra di sekolah tidak untuk membuat siswa menjadi seorang sastrawan atau seorang ahli sastra, melainkan ingin menanamkan apresiasi sastra. Pelajaran sastra mengarahkan agar siswa menjadi orang yang menggemari karya sastra, mau membaca sendiri karya sastra sehingga dapat menyerap nilai-nilai terutama nilai moral yang terkandung dalam karya sastra. Hal tersebut sejalan dengan pendapat dari Zulela (2013:5), kemampuan bersastra untuk sekolah dasar bersifat apresiatif, karena dengan sastra dapat menanamkan rasa peka terhadap kehidupan, mengajarkan siswa bagaimana menghargai orang lain, mengerti hidup, dan belajar bagaimana menghadapi berbagai persoalan.

Kemampuan apresiasi sastra bagi siswa sekolah dasar itu sangat penting untuk diajarkan dalam pendidikan formal. Apresiasi sastra dapat melatih siswa mengembangkan tingkat imajinasinya, menambah wawasan dan memberi


(22)

pengetahuan baru sehingga siswa sadar dengan kehidupan sekelilingnya, serta dapat membantu siswa menyelesaikan atau meringankan masalah yang dihadapinya. Pengajaran sastra di sekolah-sekolah diharapkan banyak memberikan kegiatan kepada siswa untuk membaca karya sastra secara langsung dan utuh. Karya sastra yang diajarkan di sekolah di antaranya drama, novel, cerpen, dan puisi. Maka dari itu, di sekolah siswa diperkenalkan langsung pada sastra tersebut secara langsung bukan pada teorinya, sehingga siswa akan mempunyai kemampuan mengapresiasi sastra.

Berdasarkan naskah akademik kajian kebijakan kurikulum mata pelajaran Bahasa (BSNP, 2007:9-11) ditemukan beberapa permasalahan pelaksanaan standar isi mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu guru banyak mengalami kendala dalam memahami kurikulum untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi progam pembelajaran. Pelaksanaan program tersebut tidak sesuai dengan prinsip pengembangan KTP, silabus, RPP, dan prinsip pelaksanaan KTSP. Cara mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan beberapa kegiatan, yaitu (a) pelatihan, (b) sosialisasi, dan (c) supervisi klinis. Selain itu, guru belum menguasai penilaian yang sesuai dengan karakteristik keterampilan berbahasa, misalnya kompetensi berbicara diujikan secara tertulis.

Berdasarkan kajian PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) 2011 yaitu studi internasional dalam bidang membaca pada anak-anak di seluruh dunia ini menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa kelas IV sekolah dasar di Indonesia berada pada urutan terakhir dari 45 negara di dunia. Subtansi yang diteskan terkait dengan kemampuan siswa menjawab beragam


(23)

6

proses pemahaman, pengula-ngan, pengintegrasian, dan penilaian atas teks yang dibaca. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa Indonesia mampu menjawab butir soal level sempurna (0,1%), mampu menjawab butir soal level tinggi 4%, mampu menjawab butir soal level sedang 28%, dan mampu menjawab butir soal level lemah 66%. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan masih rendah, karena mereka mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal bacaan yang memerlukan pemahaman dan penalaran (Pusat Penilaian Badan Penelitian Kemendikbud).

Fenomena permasalahan pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia tersebut, merupakan gambaran yang terjadi di kelas V sekolah dasar di Gugus Sultan Agung Pucakwangi Kabupaten Pati. Hasil wawancara dengan guru dan siswa kelas V, saat pembelajaran bahasa Indonesia ditemukan beberapa permasalahan yaitu seringkali pengajaran membaca hanya untuk kepentingan praktis yakni siswa mampu menjawab pertanyaan berdasarkan isi karya sastra sehingga kemampuan apresiasi sastra siswa masih kurang. Selain tingkat apresiasi siswa kurang, pemahaman siswa terhadap isi bacaan secara menyeluruh juga kurang, karena siswa hanya konsen membaca untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Masalah lain yang ditemukan yaitu: (1) siswa merasa kesulitan dalam memahami makna yang terkandung dalam suatu karya sastra; dan (2) minat atau motivasi membaca siswa yang masih rendah. Hal ini dapat disebabkan karena pada era sekarang jarang sekali orang tua yang membiasakan bercerita atau mendongeng kepada anaknya. Padahal melalui cerita/dongeng yang dibacakan sebelum tidur akan meningkatkan kecerdasan emosional anak dan rasa


(24)

ingin tahu yang tinggi. Hilangnya kebiasaan orang tua tersebut mengakibatkan anak kesulitan memahami makna yang terkandung dalam suatu cerita dan malas untuk membaca cerita karena tidak terbiasa membaca atau mendengarkan cerita. Sehingga anak juga akan kesulitan dalam kegiatan apresiasi cerita. Sesuai dengan masalah tersebut dan mengingat pentingnya peranan ke empat keterampilan berbahasa, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan mengapresiasi cerita pendek.

Permasalahan mengenai kualitas pembelajaran bahasa Indonesia yang masih belum optimal tersebut terutama pada keterampilan membaca pemahaman merupakan masalah yang perlu diketahui sebab dan/atau akibatnya karena keterampilan membaca pemahaman merupakan aspek yang sangat penting dan berpengaruh bagi mata pelajaran yang lainnya. Peneliti akan mengidentifikasi sebab dan/atau akibat dari masalah keterampilan membaca siswa untuk mengetahui akar permasalahan pada pembelajaran bahasa Indonesia tersebut dengan cara mengidentifikasi pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan mengapresiasi cerita pendek siswa. Sehingga diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran bahasa Indonesia khususnya dalam aspek keterampilan membaca pemahaman dan apresiasi cerita pendek.

Penelitian yang mendukung dalam pemecahan masalah ini adalah penelitian yang dilakukan Oleh Rabiatul Adawiyah, dkk tahun 2013 dengan judul

“Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Melalui Metode Diskusi Siswa Kelas IV SDN Inti Tomoli”. Hasil penelitiannya pada pelaksanaan tindakan siklus


(25)

8

I ketuntasan klasikal siswa adalah 60% (12 orang siswa yang tuntas hasil belajar), tetapi hal tersebut belum mencapai kriteria ketuntasan yang diharapkan, yaitu tuntas secara klasikal bila mencapai = 75% atau memperoleh skor = 65. Pada tindakan siklus II, diperoleh ketuntasan klasikal sebesar 100% dengan perolehan nilai semua siwa (20 siswa) sudah mencapai skor = 65. Dengan demikian, kemampuan membaca pemaha-man siswa Kelas IV SDN Inti Tomoli dapat ditingkatkan melalui metode diskusi.

Penelitian lain yang mendukung dalam pemecahan masalah ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Suhartiningsih tahun 2012 dengan judul

“Meningkatkan Kemampuan Mengapresiasi Bacaan Cerita Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Melalui Pendekatan Area Isi”. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: (1) 80% dari siswa bisa menemukan unsur-unsur yang membentuk cerita dengan benar, (2) 75% dari siswa dapat menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita dengan benar, dan (3) 80% dari siswa bisa memberikan tanggapan tertulis tentang isi cerita dengan bahasa kronologis yang mudah dipahami.

Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Ombra A. Imam, dkk tahun 2013 dengan judul “Correlation between Reading Comprehension Skills and Students’ Performance in Mathematics”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor secara signifikan berkorelasi dengan nilai koefisien korelasi berikut: Pemahaman Membaca 0,670 dan Matematika 0,596. Tes ditetapkan pada tingkat signifikansi 0,05. Jadi kemampuan membaca pemahaman siswa tidak memiliki kaitan langsung pada kinerja matematika mereka secara keseluruhan menyiratkan bahwa


(26)

faktor lain yang tidak berhubungan dengan membaca harus dieksplorasi untuk menjelaskan kinerja yang buruk siswa dalam matematika.

Kemampuan apresiasi cerita pendek yang memadai, dapat dimiliki oleh siswa jika siswa mempunyai kemampuan membaca yang baik. Oleh karena itu, untuk memastikan ada atau tidaknya pengaruh yang signifikan kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan apresiasi cerita pendek siswa sekolah dasar perlu diadakan penelitian.

Mengingat cakupan karya sastra itu luas dan banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan apresiasi sastra yaitu: 1) kepekaan emosi atau perasaan sehingga pembaca mampu memahami dan menikmati unsur-unsur keindahan yang terdapat dalam cipta sastra; 2) pemilikan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan; 3) pemahaman terhadap aspek kebahasaan; dan 4) pemahaman terhadap unsur-unsur instrinsik, maka tidak mungkin seluruh masalah dibahas di dalam penelitian ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembatasan masalah. Genre karya sastra yang dijadikan objek kajian adalah cerita pendek (cerpen), sedangkan faktor-faktor yang dipandang dominan dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca pemahaman. Jadi, dalam penelitian ini kemampuan apresiasi cerita pendek dipandang sebagai variabel terikat; sedangkan faktor yang lain, yakni faktor kemampuan membaca pemahaman dijadikan variabel bebas.

Berdasarkan ulasan latar belakang, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan topik yang sama mengenai kemampuan membaca pemahaman dengan sasaran siswa sekolah dasar, maka peneliti akan mengkaji melalui


(27)

10

penelitian korelasional dengan judul “Pengaruh Kemampuan Membaca Pemahaman terhadap Kemampuan Mengapresiasi Cerita Pendek Siswa Kelas V

SD di Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati”.

1.2

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan permasalahan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh yang signifikan kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan mengapresiasi cerita pendek siswa kelas V SD di Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati?

1.3

TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan mengapresiasi cerita pendek siswa kelas V SD di Kecamatan Pucakwangi Kabupaten Pati.

1.4

MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat Teoretis

1.4.1.1 Memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan khususnya di Indonesia. 1.4.1.2 Memperluas khasanah pengetahuan guru tentang pengaruh kemampuan

membaca pemahaman terhadap kemampuan mengapresiasi cerita pendek.


(28)

1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran guru tentang pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan mengapresiasi cerita pendek.

1.4.2.2 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memperdalam pengetahuan dan menerapkan ilmu yang telah diperoleh di bangku perkuliahan dalam kehidupan praktek belajar mengajar yang sesungguhnya.

1.4.2.3 Bagi Pembaca

Memberikan sumbangan bagi pengembangan khasanah ilmu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan mengapresiasi cerita pendek.


(29)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1

KAJIAN TEORI

2.1.1 Hakikat Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar

Winataputra (2008:1.4), belajar sebagai proses mendapatkan pengetahuan dengan membaca dan menggunakan pengalaman sebagai pengetahuan yang memandu perilaku pada masa yang akan datang. Perilaku belajar sebagai proses psikologis individu dalam interaksinya dengan lingkungan secara alami, sedangkan pakar pendidikan melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis-pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan.

Daryanto (2010:2), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sardiman (2012:20) menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya.

Gagne (dalam Rifa’i dan Anni, 2012:66) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.


(30)

Ada tiga unsur utama dalam konsep belajar yaitu: (1) belajar berkaitan dengan perubahan perilaku; (2) perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman; (3) perubahan perilaku karena belajar bersifat permanen.

Ciri-ciri belajar menurut William Burton (dalam Hamalik, 2013:31) diantaranya yaitu: (1) proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan melampaui; (2) proses itu mulai bermacam-macam ragam pengalaman dan mata pelajaran yang terpusat pada suatu tujuan tertentu; (3) pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi kehidupan murid; (4) pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu; (5) proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh hereditas dan lingkungan; (6) proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual di kalangan murid-murid.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka hakikat belajar yaitu proses yang dilalui seseorang untuk membangun pemahaman dan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang diperoleh dari pengalaman dan pengetahuannya. Proses belajar didapatkan dari beberapa sumber belajar, yaitu salah satunya adalah pendidikan formal di sekolah. Proses belajar di sekolah dilakukan dalam suatu pembelajaran setiap mata pelajaran yang telah ditetapkan.

2.1.1.2 Pengertian Pembelajaran

Kegiatan belajar tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan proses interaksi yang sengaja dilakukan antara pendidik dengan siswa ke arah yang lebih baik dengan menggunakan sumber belajar dan


(31)

14

lingkungan yang dapat memudahkan siswa mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk mendukung meningkatkan kualitas belajar pada diri siswa.

Pengertian pembelajaran tersebut didukung oleh Winataputra (2008:1.18), pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memfasilitasi dan meningkatkan intensitas serta kualitas belajar pada diri siswa. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Pasal 1 butir 20 tentang Sisdiknas (Sisdiknas 2011:5), pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam konsep tersebut terkandung 5 konsep, yakni interaksi, siswa, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar.

Gagne (dalam Rifa’i dan Anni, 2012:158), pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal siswa yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa ini dirancang agar siswa memperoleh informasi yang nyata dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Hamdani (2011:71), pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Jadi pembelajaran adalah upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta antarsiswa. Salah satu pembelajaran yang sangat penting dalam proses interaksi antara guru dan siswa serta antarsiswa adalah bahasa Indonesia, karena proses interaksi akan berjalan dengan lancar jika menggunakan bahasa yang baik dan benar sehingga terjadi hubungan timbal balik yang baik juga.


(32)

2.1.2 Hakikat Bahasa Indonesia dan Keterampilan Berbahasa Indonesia 2.1.2.1 Pengertian Bahasa Indonesia

Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama. Manusia harus mengadakan interaksi sosial untuk dapat hidup dengan sesamanya, karena interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Syarat terjadinya Interaksi sosial yaitu adanya kontrak sosial dan komunikasi. Kontrak sosial merupakan tahap pertama terjadinya interaksi sosial. Oleh sebab itu, manusia harus memiliki alat komunikasi yang disebut bahasa. Jadi hakikat bahasa dapat dimaksudkan bahasa menjadi alat komunikasi yang diperlukan dalam komunikasi antar manusia sebagai makhluk sosial. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang kita pakai sehari-hari dan juga bahasa resmi negara kita. Dalam penggunaannya, bahasa Indonesia mempunyai beberapa aturan yang harus ditaati agar kita bisa menggunakannya dengan baik dan benar.

Kridalaksana (dalam Doyin dan Wagiran, 2012:1), bahasa Indonesia merupakan salah satu ragam bahasa melayu. Bahasa Indonesia memiliki peran sebagai alat komunikasi dalam peri kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bahasa Indonesia tidak hanya digunakan sebagai bahasa resmi dalam penyelenggaraan kehidupan negara dan pemerintahan, tetapi juga sebagai bahasa pengantar pada jenis dan jenjang pendidikan.

Keraf (dalam Faisal, 2009:1.4), bahasa meliputi dua bidang yaitu: (1) bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus bunyi; dan (2) bunyi itu merupakan getaran yang bersifat fisik yang merangsang alat pendengar kita, serta arti atau makna adalah isi yang terkandung


(33)

16

di dalam arus bunyi yang menyebabkan adanya reaksi itu. Sehingga Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat, yang berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

2.1.2.2 Fungsi Bahasa Indonesia

Secara umum fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi, baik komunikasi secara lisan maupun tulis. Sehubungan dengan hal tersebut, Santosa (dalam Faisal, 2009:1.6) berpendapat bahwa bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut.

1. Fungsi informasi, yaitu untuk menyampaikan informasi timbal-balik antaranggota keluarga ataupun anggota-anggota masyarakat.

2. Fungsi ekspresi diri, bahasa sebagai alat ekspresi diri berarti dengan bahasa manusia dapat menyatukan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam pikiran manusia untuk mengekspresikan diri.

3. Fungsi integrasi dan adaptasi sosial, bahasa sebagai alat integrasi, bahasa memungkinkan setiap penuturannya merasa diri terikat dalam kelompok sosial atau masyarakat yang menggunakan bahasa yang sama, para anggota kelompok itu dapat melakukan kerja sama dan membentuk masyarakat. Bahasa yang sama yang memungkinkan mereka bersatu atau berintegrasi di dalam masyarakat tersebut.

4. Fungsi kontrol sosial, bahasa dapat digunakan untuk mengatur berbagai aktivitas sosial, merencanakan berbagai kegiatan, dan mengarahkan kedalam suatu tujuan yang di inginkan. Bahasa pula yang dilakukan oleh seseorang.


(34)

Segala kegiatan atau aktivitas dapat berjalan dengan baik apabila diatur atau dikontrol dengan bahasa.

Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) lambang kebangsaan; (2) lambang identitas nasional; (3) alat penghubung antarwarga, antardaerah dan antarbudaya; dan (4) alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Sedangka sebagai bahasa negara, bahasa indonesia berfungsi sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan; (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan; (3) alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.1.2.3 Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar perlu dilaksanakan dengan benar. Kridalaksana (dalam Doyin dan Wagiran, 2012:1), bahasa Indonesia merupakan salah satu ragam bahasa melayu. Bahasa Indonesia memiliki peran sebagai alat komunikasi dalam peri kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bahasa Indonesia tidak hanya digunakan sebagai bahasa resmi dalam penyelenggaraan kehidupan negara dan pemerintahan, tetapi juga sebagai bahasa pengantar pada jenis dan jenjang pendidikan.

Keterampilan yang diharapkan dimiliki oleh siswa dari sekolah dasar adalah keterampilan berbahasa yang baik, karena bahasa merupakan modal terpenting bagi manusia. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (dalam Susanto, 2015:245), pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar diarahkan


(35)

18

untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

Zulela (2013:4) menyatakan bahwa Standar Kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia di SD merupakan kualifikasi minimal siswa, yang menggambarkan penguasaan keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia, maka tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar siswa dapat:

1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan.

2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

3. Memahami bahasa Indonesia dan dapat menggunakan dengan cepat dan efektif dalam berbagai tujuan.

4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.

5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, menghaluskan budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Susanto (2015:242), pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar tidak terlepas dari empat keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara,


(36)

membaca, dan menulis. Keterampilan berbahasa bagi manusia sangat diperlukan. Sebagai makhluk sosial, manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa sebagai media, baik berkomunikasi menggunakan bahasa lisan maupun bahasa tulis.

2.1.2.4 Keterampilan Berbahasa Indonesia

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengemukakan bahwa ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi: (a) aspek mendengarkan; (b) aspek berbicara; (c) aspek membaca; dan (d) aspek menulis (BSNP 2006:232). Sejalan dengan pendapat Doyin dan Wagiran (2009:11), keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen yang saling berhubungan yaitu: (1) keterampilan menyimak (listening skills); (2) keterampilan berbicara (speaking skills); (3) keterampilan membaca (reading skills); (4) keterampilan menulis (writing skills). Pemerolehan keempat keterampilan berbahasa tersebut melalui urutan yang teratur. Keterampilan menyimak dan berbicara merupakan keterampilan berbahasa lisan yang bersifat alamiah yang didapatkan melalui peniruan yang bersifat alamiah dan langsung dalam proses komunikasi. Keterampilan membaca dan menulis diperoleh secara sengaja melalui proses belajar dan digunakan dalam komunikasi tertulis secara tidak langsung.


(37)

20

Logan (dalam Santosa, 2007:6.31), menyimak dapat dilihat dari berbagai segi. Menyimak dapat dipandang sebagai suatu sarana, sebagai suatu keterampilan, sebagai seni, sebagai suatu proses, sebagai suatu respons atau sebagai suatu pengalaman kreatif.

2. Keterampilan Berbicara (speaking skills)

Brown dan Yule (dalam Santosa, 2007:6.34), berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan, atau perasaan secara lisan.

3. Keterampilan Membaca (reading skills)

Santosa (2007:6.3), membaca terdiri dari dua bagian, yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca sebagai proses mengacu pada aktivitas mental dan fisik dalam usaha memahami bacaan. Sedangkan membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari kegiatan membaca yang dilakukan saat membaca.

4. Keterampilan Menulis (writing skills)

Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang digunakan dalam komunikasi secara tidak langsung. Keterampilan menulis tidak didapatkan secara alamiah, melainkan melalui proses belajar dan berlatih. Dalam kegiatan menulis, penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, kosa-kata, struktur kalimat, pengembangan paragraf, dan logika berbahasa.

Dalam berbahasa Indonesia terdapat empat keterampilan yang dipelajari secara berurutan yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keterampilan berbahasa


(38)

tersebut dapat diperoleh secara alamiah dan melalui proses belajar. Salah satu keterampilan yang diperoleh melalui proses belajar adalah keterampilan membaca. Jadi keterampilan berbahasa Indonesia yang akan diteliti pada penelitian ini adalah keterampilan membaca.

2.1.3 Hakikat Membaca 2.1.3.1 Pengertian Membaca

Salah satu keterampilan berbahasa Indonesia yang sangat penting adalah membaca. Tarigan (2008:7), membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Dalam hal ini, membaca adalah suatu usaha untuk menelusuri makna yang ada dalam tulisan.

Somadayo (2011:3), membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting di samping tiga keterampilan lainnya. Hal ini karena membaca merupakan sarana untuk mempelajari dunia lain yang diinginkan sehingga manusia bisa memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dan menggali pesan-pesan tertulis dalam bahan bacaan. Somadayo juga mengungkapkan bahwa membaca adalah suatu kegiatan interaktif untuk memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tulis. Membaca semakin penting dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Setiap aspek melibatkan kegiatan membaca dan kemampuan membaca juga merupakan tuntutan realitas kehidupan sehari-hari manusia.

Klein, dkk (dalam Rahim, 2011:3), membaca mencakup: pertama, membaca merupakan suatu proses. Maksudnya adalah informasi dari teks atau


(39)

22

pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Kedua, membaca adalah strategis. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengonstruk makna ketika membaca. Ketiga, membaca interaktif. Keterlibatan membaca dengan teks tergantung pada konteks. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa membaca merupakan proses memahami kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan, sehingga pembaca mampu memahami isi teks yang dibacanya dan pada akhirnya dapat merangkum isi teks yang bacaan tersebut dengan menggunakan bahasa sendiri.

Dalman (2014:5), membaca merupakan suatu kegiatan atau proses kognitif yang berupaya untuk menemukan berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan. Hal ini berarti membaca merupakan proses berpikir untuk memahami isi teks yang dibaca. Oleh sebab itu, membaca bukan hanya sekedar melihat kumpulan huruf yang telah membentuk kata, kelompok kata, kalimat, paragraf, dan wacana saja, tetapi lebih dari itu bahwa membaca merupakan kegiatan memahami dan menginterprestasi-kan lambang/tanda/tulisan yang bermakna sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat diterima oleh pembaca.

Berdasarkan beberapa definisi membaca di atas, maka membaca adalah proses perubahan bentuk lambang/tanda/tulisan menjadi wujud bunyi yang bermakna. Kegiatan membaca sangat ditentukan oleh kegiatan fisik dan mental yang menuntut seseorang untuk menginterpretasikan simbol-simbol tulisan dengan aktif dan kritis sebagai pola komunikasi dengan diri sendiri, agar pembaca dapat menemukan makna tulisan dan memperoleh informasi yang dibutuhkan.


(40)

2.1.3.2 Tujuan Membaca

Setiap kegiatan membaca, pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai oleh pembacanya. Tujuan membaca dapat dicapai sesuai dengan kepentingan pembaca. Dalam hal ini, teks bacaan (fiksi atau nonfiksi) yang digunakan untuk membaca perlu disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Pembaca perlu mencari teks yang sesuai dengan tujuan membacanya.

Tarigan (2008:9), tujuan utama membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca. Tujuan membaca adalah sebagai berikut.

1. Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh khusus; atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts).

2. Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami tokoh, merangkumkan hal-hal yang dilakukan oleh tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas).

3. Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula pertama, kedua, dan


(41)

24

ketiga/seterusnya, setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian-kejadian buat dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urusan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization).

4. Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference).

5. Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasi (reading to classify).

6. Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate).

7. Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, dan bagaimana tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).


(42)

Tampubolon (dalam Haryadi, 2012:15), tujuan umum membaca ada tiga jenis, yaitu untuk studi, usaha, dan kesenangan. Membaca untuk studi ialah membaca untuk menemukan informasi-informasi yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah-masalah studi untuk memperkaya pengetahuan dalam bidang ilmu atau disiplin yang ditekuninya. Membaca untuk usaha ialah membaca untuk menemukan dan memahami berbagai informasi yang terkait dengan usaha yang dilaksanakan. Membaca untuk kesenangan ialah membaca untuk mengisi waktu luang atau senggang dan memuaskan perasaan dan imajinasi. Tujuan membaca yang telah dijelaskan tersebut dapat tercapai jika menggunakan teknik membaca yang tepat.

2.1.3.3 Teknik Membaca

Pada dasarnya, membaca bertujuan mendapat informasi. Untuk menemukan informasi fokus secara efisien, ada beberapa teknik membaca yang digunakan, yaitu:

1. Baca-pilih (selecting) ialah bahwa pembaca memilih bahan bacaan dan/atau bagian (bagian-bagian) bacaan yang dianggapnya relevan, atau berisi informasi fokus yang ditentukannya.

2. Baca-lompat (skipping) ialah bahwa pembaca dalam menemukan bagian atau bagian bacaan yang relevan, melampaui atau melompati bagian-bagian lain.

3. Baca-layap (skimming) yaitu membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum suatu bacaan atau bagiannya.


(43)

26

4. Baca-tatap (scanning) yaitu membaca dengan cepat dan dengan memusatkan perhatian untuk menemukan bagian bacaan yang berisi informasi fokus yang telah ditentukan, dan seterusnya membaca bagian itu dengan teliti sehingga informasi fokus itu ditemukan dengan tepat dan dipahami benar (Dalman 2014:15).

Setelah menentukan teknik yang akan digunakan dalam proses membaca, maka pembaca juga harus menentukan jenis/cara membaca yang disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan pembaca itu sendiri.

2.1.3.4 Jenis Membaca

Berdasarkan teknik membaca yang sudah dijelaskan di atas, maka terdapat dua macam jenis membaca yang dapat diterapkan saat kegiatan membaca, yaitu: 1. Membaca Nyaring

Membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan mengeluarkan suara atau kegiatan melafalkan lambang-lambang bunyi bahasa dengan suara yang cukup keras. Membaca nyaring bertujuan agar seseorang mampu mempergunakan ucapan yang tepat, membaca dengan jelas dan tidak terbata-bata, membaca dengan tidak terus-menerus melihat pada bahan bacaan, membaca dengan menggunakan intonasi dan lagu yang tepat dan jelas.

2. Membaca Senyap (dalam hati)

Membaca senyap atau dalam hati adalah membaca tidak bersuara, tanpa gerakan bibir, tanpa gerakan kepala, tanpa berbisik, memahami bahan bacaan yang dibaca secara diam atau dalam hati, kecepatan mata dalam membaca tiga kata per detik, menikmati bahan bacaan yang dibaca dalam hati, dan dapat


(44)

menyesuaikan kecepatan membaca dengan tingkat kesukaran yang terdapat dalam bahan bacaan itu. Membaca senyap dapat dibagi atas:

1). Membaca Ekstensif

Membaca ekstensif berarti membaca secara luas, objeknya meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu yang sesingkat mungkin. Membaca ekstensif meliputi membaca survei, membaca sekilas, dan membaca dangkal.

a. Membaca Survei

Membaca survei adalah jenis membaca dengan memeriksa, meneliti indeks, bagan, skema, dan buku yang bersangkutan.

b. Membaca Sekilas

Membaca sekilas adalah sejenis membaca yang membuat mata kita bergerak dengan cepat melihat, memerhatikan bahan tertulis untuk mencari serta mendapatkan informasi penerangan.

c. Membaca dangkal

Membaca dangkal bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang dangkal yang bersifat luaran, yang tidak mendalam dari suatu bahan bacaan.

2). Membaca Intensif

Membaca intensif adalah studi saksama, telaah, teliti, dan penanganan terperinci yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek kira-kira dua sampai empat halaman setiap hari. Membaca intensif dibedakan atas membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa.

a. Membaca telaah isi terdiri atas: a). Membaca teliti


(45)

28

Membaca jenis ini sama pentingnya dengan membaca sekilas, maka seringkali seseorang perlu membaca dengan teliti bahan yang disukai.

b). Membaca pemahaman

Membaca pemahaman adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami tentang standar-standar atau norma kesastraan, resensi kritis, dan pola-pola fiksi.

c). Membaca kritis

Membaca kritis adalah kegiatan membaca yang dilakukan secara bijaksana, mendalam, evaluatif, dengan tujuan untuk menemukan keseluruhan bahan bacaan, baik makna baris-baris, makna antarbaris, maupun makna balik baris. d). Membaca ide

Membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh, serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan.

e). Membaca kreatif

Membaca kreatif adalah kegiatan membaca yang tidak hanya sekadar menangkap makna tersurat, makna antarbaris, tetapi juga mampu secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kehidupan sehari-hari.

b. Membaca telaah bahasa terdiri atas: a). Membaca bahasa

Tujuan utama membaca bahasa adalah memperbesar daya kata dan mengembangkan kosakata.


(46)

Dalam membaca sastra, perhatian pembaca harus dipusatkan pada penggunaan bahasa dalam karya sastra agar dapat membedakan antara bahasa ilmiah dan bahasa sastra (Dalman 2014:63).

Dalam kegiatan membaca, untuk memperoleh informasi yang lengkap dapat menggunakan jenis membaca intensif. Pada penelitian ini akan memfokuskan pada jenis membaca intensif khususnya membaca telaah isi yaitu membaca pemahaman.

2.1.4 Hakikat Kemampuan Membaca Pemahaman 2.1.4.1Pengertian Kemampuan Membaca Pemahaman

Hal yang paling penting dalam kegiatan membaca ialah kemampuan seseorang untuk memahami makna bacaan secara menyeluruh, atau yang disebut dengan kemampuan membaca pemahaman. Tarigan (2008:56), membaca pemahaman merupakan jenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma kesastraan (literal standars), resensi kritis (critical review), drama tulis (printed drama) serta pola-pola fiksi (patterns of ficion).

Somadayo (2011:10), membaca pemahaman merupakan suatu proses pemerolehan makna yang secara aktif melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan dengan isi bacaan. Dengan demikian, terdapat tiga hal pokok dalam membaca pemahaman, yaitu: (1) pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki tentang topik; (2) menghubungkan pengetahuan dan pengalaman dengan teks yang akan dibaca; dan (3) proses memperoleh makna secara aktif sesuai dengan pandangan yang dimiliki.


(47)

30

Dalman (2014:87), membaca pemahaman merupakan keterampilan yang berada pada urutan paling tinggi. Membaca pemahaman adalah membaca secara kognitif (membaca untuk memahami). Oleh sebab itu, setelah membaca teks, pembaca diharapkan dapat menyampaikan hasil pemahaman membacanya dengan cara membuat rangkuman isi bacaan dengan menggunakan bahasanya sendiri dan menyampaikannya baik secara lisan maupun tulisan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka kemampuan membaca pemahaman ialah kemampuan untuk memahami isi bacaan atau teks secara menyeluruh dan dapat menyampaikan hasil pemahaman membacanya dengan cara membuat rangkuman isi bacaan dengan menggunakan bahasanya sendiri melalui aktivitas proses kognitif yang dilakukan oleh pembaca.

2.1.4.2Tujuan Membaca Pemahaman

Selain untuk memahami isi bacaan atau teks secara menyeluruh dan dapat menyampaikan hasil pemahaman membacanya, membaca pemahaman juga mempunyai tujuan lainnya. Tarigan (2008:117), tujuan utama membaca pemahaman adalah untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang disediakan oleh pembaca berdasarkan pada teks bacaan. Untuk itu, pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah: (1) mengapa hal itu merupakan judul atau topik; (2) masalah apasajakah yang dikupas atau dibentangkan dalam bacaan tersebut; (3) hal-hal apa yang dipelajari dan dilakukan oleh sang tokoh.

Nutall (dalam Somadayo, 2011:11), tujuan membaca merupakan bagian dari proses membaca pemahaman, pembaca memperoleh pesan atau makna dari


(48)

teks yang dibaca, pesan atau makna tersebut dapat berupa informasi, pengetahuan, dan bahkan ungkapan pesan senang atau sedih.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, maka tujuan membaca pemahaman adalah untuk memperoleh pemahaman atau informasi dari suatu bacaan secara menyeluruh agar pembaca mampu menghubungkan informasi lama dan informasi yang baru diketahuinya. Tujuan membaca pemahaman tersebut dapat dicapai jika pembaca mengetahui jenis membaca pemahaman secara menyeluruh.

2.1.4.3Jenis-jenis Membaca Pemahaman

Dalam proses membaca, pembaca menggunakan beberapa jenis membaca pemahaman, yaitu:

1. Pemahaman Literal

Membaca literal merupakan kegiatan membaca sebatas mengenal dan menangkap arti yang tertera secara tersurat sehingga pembaca hanya berusaha menangkap informasi yang terletak secara literal dalam bacaan dan tidak berusaha menangkap makna yang lebih dalam, yakni makna-makna tersiratnya, baik tataran antarbaris, apalagi makna yang terletak di balik barisnya.

2. Pemahaman Interpretasi

Burns menyatakan bahwa membaca interprestasi merupakan suatu proses pelacakan gagasan yang disampaikan secara tidak langsung. Dalam membaca interpretasi, pembaca memainkan peran yang aktif untuk membangun makna dari apa yang dinyatakan di dalam teks.


(49)

32

3. Pemahaman Kritis

Membaca kritis menurut Rubin merupakan tingkat pemahaman dan lebih tinggi dari dua kategori sebelumnya karena tingkat ini melibatkan evaluasi pribadi, dan kebenaran apa yang dibaca. Membaca kritis merupakan kemampuan pembaca untuk mengolah bahan bacaan secara kritis dan menemukan keseluruhan makna bahan bacaan, baik makna tersurat maupun makna tersirat.

4. Pemahaman Kreatif

Membaca kreatif merupakan tingkatan tertinggi dari kemampuan membaca seseorang. Artinya, pembaca tidak hanya menangkap makna tersurat, makna antarbaris, dan makna di balik baris, tetapi juga mampu secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kepentingan sehari-hari (Somadayo 2011:19).

2.1.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Membaca Pemahaman

Syafi’ie (dalam Somadayo, 2011:27), faktor yang berpengaruh terhadap

proses pemahaman siswa terhadap suatu bacaan adalah penguasaan struktur wacana/teks bacaan. Proses pemahaman tidak datang dengan sendirinya, melainkan memerlukan aktifitas berpikir yang terjadi melalui kegiatan menghubungkan pengetahuan-pengetahuan yang relevan yang dimiliki sebelumnya. Sedangkan Ebel mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kemampuan pemahaman bacaan yang dapat dicapai oleh siswa dan perkembangan minat bacanya tergantung pada faktor: a) siswa yang bersangkutan; b) keluarganya; c) kebudayaan-nya; dan d) situasi sekolah.


(50)

Pada umumnya, faktor kemampuan membaca yang dimaksud disini adalah ditujukan oleh pemahaman seseorang pada bacaan yang dibacanya dan tingkat kecepatan yang dimilikinya. Adapun faktor-faktor yang dimaksud antara lain: 1. Tingkat intelegensia, membaca pada hakekatnya proses berpikir dan

memecahkan masalah.

2. Kemampuan berbahasa, seseorang yang menghadapi bacaan yang bahasanya tidak pernah didengarnya maka akan sulit memahami bacaan tersebut, salah satu penyebabnya adalah keterbatasan kosakata yang dimilikinya.

3. Sikap dan minat, sikap ditunjukan oleh rasa senang dan tidak senang, sedangkan minat merupakan keadaan dalam diri seseorang untuk mendorongnya melakukan sesuatu.

4. Keadaan bacaan, tingkat kesulitan yang dikupas, aspek perwajahan, atau desain halaman-halaman buku, besar kecilnya huruf, dan sebagainya.

5. Kebiasaan membaca, seseorang menentukan waktu atau kesempatan membaca yang disediakan sebagai sebuah kebutuhan.

6. Pengetahuan tentang cara membaca, pengetahuan untuk menemukan ide pokok secara cepat, menangkap kata-kata kunci secara cepat, dan lain sebagainya. 7. Latar belakang sosial, ekonomi, budaya, seseorang akan kesulitan dalam

menangkap isi bacaan jika bacaan yang dibacanya memiliki latar belakang kebudayaannya.

8. Emosi, keadaan emosi yang berubah akan mempengaruhi membaca seseorang. 9. Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya.


(51)

34

Tujuan utama dalam pembelajaran membaca pemahaman adalah untuk mengembangkan kemampuan membaca pemahaman siswa. Adapun tahapan pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman meliputi:

1. Tahap Prabaca

Pelaksanaan kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum siswa melakukan kegiatan membaca. Guru perlu mengarahkan perhatian pada pengaktifan skemata siswa yang berhubungan dengan topik bacaan. Kegiatan pembelajaran pada tahap prabaca adalah membangkitkan skemata siswa tentang topik sehingga siswa dapat menggunakan pengetahuan dan pengalaman latarnya. Kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa pada tahap ini adalah mengajukan sejumlah pertanyaan tentang topik, kemudian siswa menjawab pertanyaan tersebut dengan menghubungkan latar pengalaman yang dimiliki.

2. Tahap Saat Baca

Kegiatan saat baca dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan memonitor pemahaman siswa terhadap bacaan dengan cara memusatkan perhatian siswa terhadap bacaan yang disediakan oleh guru maupun bacaan yang dipilih siswa sendiri. Rubin menyatakan bahwa pada saat ini, kegiatan saat baca dilakukan dengan cara guru mendorong terjadinya diskusi tentang materi bacaan.


(52)

Burns, dkk mengemukakan bahwa kegiatan pascabaca digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Pada kegiatan ini, siswa diberi kesempatan mengembangkan belajar mereka dengan menyuruh siswa mempertimbangkan apakah siswa tersebut membutuhkan atau menginginkan informasi lebih lanjut tentang topik tersebut dan dimana mereka bisa menemukan informasi lebih lanjut. Setelah itu, mereka membaca tentang topik dan berbagai temuannya dengan teman-temannya (Somadayo 2011:35).

2.1.4.6Kendala dan Solusi dalam Pembelajaran Membaca Pemahaman

Pemahaman bacaan menjadi salah satu aspek yang sangat penting dan merupakan alat ukur untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa menguasai keterampilan membaca. Siswa dituntut untuk dapat memahami bacaan dengan cara menentukan informasi, baik yang tersurat maupun yang tersirat serta memahami kosa kata tertentu dalam bacaan sesuai indikator pembelajaran yang telah ditetapkan. Tetapi pada kenyataannya ditemukan beberapa permasalahan yang menjadi kendala dari pembelajaran membaca pemahaman, yaitu sebagai berikut.

1. Masih kurangnya budaya membaca siswa di sekolah maupun di rumah. 2. Ketersediaan buku bacaan untuk anak-anak yang masih kurang.

3. Guru banyak mengalami kesulitan dalam memahami kurikulum untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi program pembelajaran.


(53)

36

4. Guru belum menguasai penilaian yang sesuai dengan karakteristik keterampilan berbahasa.

5. Pengawasan dan perhatian orang tua yang perlahan menghilang terhadap perkembangan pendidikan anak.

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan pada pembelajaran membaca pemahaman di atas, maka solusi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut. 1. Memberikan motivasi kepada siswa dengan menciptakan kegiatan membaca

yang menyenangkan dan rutin, sehingga siswa mempunyai minat untuk membaca dan budaya membaca dapat berjalan secara aktif.

2. Melengkapi buku-buku bacaan di perpustakaan sekolah sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

3. Perlu adanya seminar atau workshop peningkatan kinerja guru, khususnya tentang perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian keterampilan berbahasa. 4. Perlu adanya komunikasi timbal balik antara anak dan orang tua tentang

perkembangan pendidikan anak di sekolah.

2.1.4.7Pengukuran Kemampuan Membaca Pemahaman

Pembelajaran membaca perlu difokuskan pada aspek kemampuan memahami isi bacaan. Oleh sebab itu, siswa perlu dilatih secara intensif untuk memahami suatu teks bacaan. Menurut Dalman (2014:9) yang perlu diuji dalam kemampuan memahami isi bacaan yaitu meliputi:

a. Memahami makna kata-kata yang dibaca;

b. Memahami makna istilah-istilah di dalam konteks kalimat; c. Memahami inti sebuah kalimat yang dibaca;


(54)

d. Memahami ide, pokok pikiran, atau tema dari suatu paragraf yang dibaca; e. Menangkap dan memahami beberapa pokok pikiran dari suatu wacana yang

dibaca, dan menarik kesimpulan dari suatu wacana yang dibaca;

f. Membuat rangkuman isi bacaan secara tertulis dengan menggunakan bahasa sendiri;

g. Menyampaikan hasil pemahaman isi bacaan dengan menggunakan bahasa sendiri di depan kelas.

Penilaian kemampuan membaca yang bertujuan untuk mengukur kompetensi siswa dalam memahami isi informasi yang terdapat dalam bacaan dapat dilakukan dengan melihat ikhtisar kemampuan membaca. Farr (dalam Djiwandono, 2011: 117) mengemukakan ikhtisar rincian kemampuan memahami bacaan untuk siswa SD sebagai berikut.

a. Memahami arti kata-kata sesuai penggunaan dalam wacana,

b. Mengenali susunan organisasi wacana dan antar hubungan bagian-bagiannya, c. Mengenali pokok-pokok pikiran yang terungkapkan dalam wacana, dan d. Mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya secara ekplisit

terdapat dalam wacana.

Dari keempat kemampuan tersebut, indikator dalam kemampuan membaca pemahaman dalam penelitian ini akan dijelaskan pada masing-masing indikator, yaitu:

a. Memahami arti kata-kata sesuai penggunaan dalam wacana

Siswa dapat mengerti makna kata-kata sulit (yang tidak biasa digunakan) dalam cerita.


(55)

38

b. Mengenali susunan organisasi wacana dan antar hubungan bagian-bagiannya Siswa dapat menjelaskan keruntutan cerita antar bagian satu dengan bagian lain dan dapat memberikan sebuah kesimpulan.

c. Mengenali pokok-pokok pikiran yang terungkapkan dalam wacana Siswa dapat menjelaskan pokok pikiran paragraf dalam cerita pendek.

d. Mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya secara ekplisit terdapat dalam wacana.

Burns (dalam Somadayo, 2011:39), tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa mamahami isi atau informasi yang terdapat dalam bacaan. Pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari beberapa segi, yaitu:

1. Tingkat Kesulitan Wacana

Tingkat kesulitan wacana terutama ditentukan oleh kekomplekan kosakata dan struktur. Wacana yang baik untuk bahan tes kemampuan membaca adalah wacana yang tingkat kesulitannya sedang, atau yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Tingkat kesulitan wacana biasanya ditentukan oleh jumlah dan/atau tingkat kesulitan kosakata. Tingkat kesulitan kosakata yang ditentukan berdasarkan frekuensi pemunculannya. Tingkat kesulitan wacana dapat dilihat dari tingkat kesulitan dan jumlah kosakata yang dipergunakan. 2. Isi Wacana

Secara pedagogis, bacaan yang baik adalah yang sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa, dan kebutuhan atau menarik perhatian siswa.


(56)

3. Panjang Pendek Wacana

Wacana yang diteskan sebaiknya tidak terlalu panjang. Wacana pendek yang dimaksudkan dapat berupa satu atau dua alenia, kira-kira 50 sampai 100 kata. 4. Bentuk-bentuk Wacana

Wacana yang digunakan adalah berbentuk prosa (narasi), dialog (drama), ataupun puisi. Pada umumnya wacana yang berbentuk prosa banyak dipergunakan orang, tetapi jika dimanfaatkan secara tepat, ketiga bentuk wacana tersebut dapat sama-sama efektif.

Nurgiyantoro (2014:376), penilaian hasil membaca pemahaman dapat dilakukan dengan menggunakan tes kompetensi membaca. Tes kompetensi membaca dibagi dalam dua cara, yaitu:

a. Tes Kompetensi Membaca dengan Merespon Jawaban

Tes kompetensi membaca dengan cara ini mengukur kemampuan membaca siswa dengan cara memilih jawaban yang telah disediakan oleh pembuat soal. Soal yang biasa digunakan adalah pilihan ganda. Jenis penilaian ini biasa disebut tes tradisional karena siswa hanya menjawab soal dengan memilih opsi jawaban.

b. Tes Kompetensi Membaca dengan Mengonstruksi Jawaban

Tes kompetensi membaca dengan cara ini tidak sekedar meminta siswa memilih jawaban yang benar dari sejumlah jawaban yang tersedia, akan tetapi siswa harus mengemukakan jawaban sendiri dengan mengkreasikan bahasa berdasarkan informasi yang diperoleh dari wacana yang diteskan. Dalam mengerjakan tes ini, siswa dituntut untuk memahami wacana, dan


(57)

40

berdasarkan pemahamannya itu kemudian siswa mengerjakan tugas yang diberikan. Tugas dalam bentuk ini merupakan tugas otentik yang menuntut siswa untuk berunjuk kerja secara aktif produktif. Dengan demikian, tes kompetensi membaca yang semula bersifat reseptif diubah menjadi tugas reseptif dan produktif.

Berdasarkan pemaparan di atas, tes yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah tes kompetensi membaca dengan merespon jawaban, yaitu menuntut siswa mengidentifikasi, memilih, atau merespon jawaban yang disediakan. Bentuk tes yang digunakan adalah tes objektif yang mampu menampung banyak soal dan lebih efektif, serta jenis bacaan yang digunakan adalah teks sastra.

2.1.5 Hakikat Kemampuan Mengapresiasi Sastra 2.1.5.1 Pengertian Sastra dan Sastra Anak

Tujuan dari membaca pemahaman adalah agar siswa memahami makna isi bacaan secara menyeluruh sehingga siswa mampu melakukan apresiasi sastra. Sastra merupakan bagian dari kesenian yang dapat memberikan kesenangan, hiburan, kebahagiaan pada manusia. Untuk itu, maka manusia ingin mewujudkan keindahan itu dalam bentuk, seperti: seni tari, mewujudkan keindahan gerak tubuh manusia; seni rupa, mewujudkan keindahan bentuk benda dan susunannya; seni sastra, mewujudkan keindahan bentuk keindahan susunan bahasa; dan masih banyak seni lainnya. Sastra berhubungan dengan penciptaan dan ungkapan pribadi (ekspresi). Jadi sastra merupakan bagian kecil dari kebutuhan hidup manusia yang berupa perwujudan dari rasa seni dan keindahan yang menjadikan bahasa sebagai


(58)

media. Keindahan karya sastra terletak pada pengolahan bahan pokoknya melalui bahasa. Jadi sastra adalah seni, bukanlah ilmu pengetahuan (Zulela 2013:18).

Dalam bahasa Indonesia, karya sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yakni berasal dari akar kata sas-, yang dalam kata kerja turunannya diartikan

sebagai “mengarahkan”, “mengajar”, dan “memberi petunjuk atau intruksi”.

Akhiran –tra menunjukkan alat berdasarkan kata dalam bahasa Sansekerta, diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, dan buku instruksiatau pengajaran (Rosdiana 2008:5.3).

Sedangkan sastra siswa merupakan suatu karya sastra yang bahasa dan isinya sesuai perkembangan usia dan kehidupan anak, baik ditulis oleh pengarang yang sudah dewasa, remaja, atau oleh siswa itu sendiri. Dalam segi bahasa, sastra siswa memiliki nilai estetis dan dari segi isi mengandung nilai-nilai yang dapat memperkaya pengalaman ruhani bagi kalangan siswa (Faisal, dkk 2009:7.4).

Rosdiana (2008:5.3) mendeskripsikan sastra anak adalah sastra yang disampaikan dalam bentuk lisan maupun tulisan, baik berupa prosa, puisi, maupun drama, dan berisi pelajaran moral untuk siswa, serta ditulis oleh orang tua.

Berdasarkan pendapat di atas, maka sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan ungkapan perasaan atau emosi yang spontan dan mampu mengungkapkan aspek estetika baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna. Sedangkan sastra anak merupakan karya sastra yang ditujukan untuk siswa dan mengandung nilai-nilai moral yang ditulis oleh orang dewasa, remaja, maupun siswa. Salah satu hal penting dalam pembelajaran membaca karya sastra adalah apresiasi sastra, karena siswa dapat mengenal,


(59)

42

memahami, menghayati, dan menikmati karya sastra, serta dapat menyerap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra.

2.1.5.2 Pengertian Apresiasi Sastra

Upaya pemahaman unsur-unsur bacaan sastra tidak dapat dilepaskan dari masalah membaca. Jadi untuk mengetahui pemahaman terhadap unsur-unsur sastra, perlu adanya kegiatan apresiasi. Apresiasi berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”. Dalam konteks yang lebih luas, istilah apresiasi menurut Gove (dalam Aminuddin, 2013:34) mengandung makna: (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin; dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Selain itu, Squire dan Taba berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yakni: (1) aspek kognitif; (2) aspek emotif; dan (3) aspek evaluatif. Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif. Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam upaya menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca. Aspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik-buruk, indah-tidak indah, sesuai-tidak sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh pembaca. Berdasarkan pendapat Squire dan Taba tersebut, indikator dalam kemampuan apresiasi ini meliputi tiga unsur inti apresiasi yang telah dikembangkan lagi oleh peneliti.


(60)

Effendi mengemukakan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Jadi kegiatan apresiasi dapat tumbuh dengan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang diapresiasinya, menumbuhkan sikap sungguh-sungguh serta melaksanakan kegiatan apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya, sebagai suatu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya (Aminuddin 2013:35).

Bentuk apresiasi sastra yang diharapkan dapat berwujud kegiatan langsung maupun kegiatan tak langsung. Apresiasi sastra secara langsung adalah kegiatan membaca untuk menikmati cipta sastra berupa teks maupun performansi secara langsung. Kegiatan membaca suatu teks sastra secara langsung itu dapat terwujud dalam perilaku membaca, memahami, menikmati, serta mengevaluasi teks sastra, baik yang berupa cerpen, novel, roman, naskah drama, maupun teks sastra yang berupa puisi. Sedangkan kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung itu dapat ditempuh dengan cara mempelajari teori sastra, membaca artikel yang berhubungan dengan kesastraan, baik di majalah maupun di koran, mempelajari buku-buku maupun essay yang membahas dan memberikan penilaian terhadap suatu karya sastra serta mempelajari sejarah sastra (Aminuddin, 2013:36).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka apresiasi sastra merupakan suatu kegiatan seseorang dalam menggauli karya sastra untuk memberikan penilaian/pujian terhadap kualitas sebuah karya melalui perasaan atau kepekaan batin, pemikiran kritis, pemahaman, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan


(61)

44

yang diungkapkan oleh pengarang. Sedangkan apresiasi sastra anak merupakan serangkaian kegiatan bermain dengan sastra sehingga tumbuh pemahaman, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, kepekaan perasaan yang baik bagi siswa terhadap karya sastra anak. Apresiasi sastra sangat bermanfaat bagi siswa, karena dapat melatih siswa mengembangkan tingkat imajinasi dan menambah wawasan dan pengetahuan baru kepada siswa.

2.1.5.3 Manfaat Mengapresiasi Sastra

Sebagai sesuatu yang mengandung berbagai aspek, manfaat yang diperoleh seseorang sewaktu atau setelah membaca sastra dibedakan menjadi dua ragam, yaitu:

1. Manfaat secara Umum

Sebagian besar masyarakat peminat atau pembaca sastra melakukan kegiatan membaca hanya untuk mendapatkan hiburan dan pengisi waktu luang. Sedangkan menurut Olsen, cipta sastra pada dasarnya mampu memberikan man-faat yang lebih bernilai dari sekedar pengisi waktu luang atau pemberi hiburan.

2. Manfaat secara Khusus

Manfaat yang akan diperoleh oleh seorang pembaca sehubungan dengan upaya pencapaian tujuan-tujuan tertentu yaitu: (1) dapat dijadikan pengisi waktu luang; (2) pemberian atau pemerolehan hiburan; (3) untuk mendapatkan informasi; (4) media pengembang dan pemerkaya pandangan kehidupan; (5) memberikan pengetahuan nilai sosio-kultural dari zaman atau masa karya sastra itu dilahirkan (Aminuddin 2013:60).


(62)

Manfaat lain dari apresiasi sastra menurut Moody dan Leslie (dalam Faisal, 2009:7.6) yaitu: (1) melatih keempat keterampilan berbahasa; (2) menambah pengetahuan tentang pengalaman hidup manusia seperti adat istiadat, agama, kebudayaan, dsb; (3) membantu mengembangkan pribadi; (4) membantu pembentukan watak; (5) memberi kenyamanan; (6) meluaskan dimensi kehidupan dengan pengalaman baru.

2.1.5.4 Pendekatan dalam Apresiasi Sastra

Pendekatan sebagai prinsip dasar atau landasan yang digunakan oleh seseorang sewaktu mengapresiasi karya sastra dapat bermacam-macam. Berdasarkan dari tujuan dan apa yang akan diapresiasi, pembaca dapat menggunakan beberapa pendekatan yaitu:

1. Pendekatan Parafrastis dalam Mengapresiasi Sastra

Pendekatan parafrastis adalah strategi pemahaman kandungan makna dalam suatu cipta sastra dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan pengarang dengan menggunakan kata-kata maupun kalimat yang digunakan pengarangnya. Tujuan akhir dari penggunaan pendekatan parafrastis adalah untuk menyederhanakan pemakaian kata atau kalimat seorang pengarang sehingga pembaca lebih mudah memahami kandungan makna yang terdapat dalam suatu cipta sastra.

2. Pendekatan Emotif dalam Mengapresiasi Sastra

Pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang mengaduk emosi dan perasaan pembaca. Prinsip-prinsip dasar adanya pendekatan emotif adalah pandangan bahwa cipta sastra


(63)

46

merupakan bagian dari karya seni yang hadir di hadapan masyarakat pembaca untuk dinikmati sehingga mampu memberikan hiburan dan kesenangan. 3. Pendekatan Analitis dalam Mengapresiasi Sastra

Pendekatan analitis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang atau mengimajinasikan ide-idenya, sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen intrinsik itu sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.

4. Pendekatan Historis dalam Mengapresiasi Sastra

Pendekatan historis adalah suatu pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang biografi pengarang, latar belakang peristiwa kesejarahan yang melatar-belakangi masa-masa terwujudnya cipta sastra yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan penciptaan maupun kehidupan sastra itu sendiri pada umumnya dari zaman ke zaman.

5. Pendekatan Sosiopsikologis dalam Mengapresiasi Sastra

Pendekatan sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial-budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat cipta sastra itu diwujudkan. 6. Pendekatan Didaktis dalam Mengapresiasi Sastra

Pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap


(64)

kehidupan. Penerapan pendekatan didaktis akan menuntut daya kemampuan intelektual, kepekaan rasa, maupun sikap yang mapan dari pembacanya (Aminuddin 2013:40).

2.1.5.5 Jenis-jenis Karya Sastra

Jenis sastra merupakan hasil dari klasifikasi terhadap bentuk dan isi dari karya sastra. Berdasarkan bentuknya, karya sastra terbagi atas prosa, puisi, dan drama.

1. Prosa

Surana (dalam Faisal, 2009:7.16), prosa adalah bentuk karangan sastra dengan bahasa biasa, bukan puisi, terdiri atas kalimat-kalimat yang jelas pula runtutan pemikirannya, biasanya ditulis satu kalimat setelah yang lain, dalam kelompok-kelompok yang merupakan alenia-alenia. Sedangkan prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita (Aminuddin 2013:66). Karya sastra berbentuk prosa dapat berupa novel, roman, novelet, cerpen, dan beberapa istilah lain, yang berisi sebuah cerita tentang kehidupan khusus untuk anak-anak bisa dikelompokkan ke dalam cerita anak-anak. Sebuah karya prosa dibangun oleh unsur-unsur yang saling mendukung, yaitu: tokoh, tema, alur, latar, gaya, dan pusat pengisahan (Rosdiana 2008:5.18). Unsur intrinsik prosa adalah unsur yang terdapat dalam diri prosa. Unsur intrinsik prosa meliputi ; tema, penokohan, latar, alur, amanat, gaya bahasa, dan sudut pandang.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERPEN PADA SISWA KELAS V SDN GUGUS KI HAJAR DEWANTORO TUGU KOTA SEMARANG

0 23 248

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DAN SIKAP BAHASA DENGAN KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERITA PENDEK

0 5 126

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TERHADAP KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERPEN DI SMA GLOBAL PRIMA MEDAN.

0 4 31

KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TEKS NARASI PADA SISWA KELAS V SD N 01 KARANGPANDAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TEKS NARASI PADA SISWA KELAS V SD N 01 KARANGPANDAN KECAMATAN KARANGPANDAN KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2010-2011.

0 1 14

KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DAN KEMAMPUAN BERCERITA SISWA KELAS VI SD 03 KALIYOSO KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DAN KEMAMPUAN BERCERITA SISWA KELAS VI SD 03 KALIYOSO KECAMATAN UNDAAN KABUPATEN KUDUS TAHUN AJARAN 2007/2008.

0 2 9

KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DAN KEMAMPUAN BERCERITA SISWA KELAS VI SD 03 KALIYOSO KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DAN KEMAMPUAN BERCERITA SISWA KELAS VI SD 03 KALIYOSO KECAMATAN UNDAAN KABUPATEN KUDUS TAHUN AJARAN 2007/2008.

0 3 80

Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Dongeng Metode PAKEM Siswa Kelas V SDN Suwaduk 1 Wedarijaksa Pati.

0 0 118

PENGARUH KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 3 KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN.

0 0 199

PENGARUH MODEL MEMBACA TOTAL TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN SISWA KELAS V B SD NEGERI 1 SUMBERAGUNG JETIS KABUPATEN BANTUL.

28 107 196

PENINGKATAN MENULIS CERITA PENDEK SISWA

1 1 14