PENGARUH KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 3 KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN.

(1)

i

PENGARUH KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA

SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 3 KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Sigit Widyanto NIM 12108241147

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Seharusnya kamu belajar berjalan dulu nak! Barulah kamu bisa berlari”. (Mrs. Puff)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang kepada : 1. Bapakku dan Ibuku tercinta semangat terbesarku, terimakasih atas limpahan

doa, kasih sayang, dan kesabaran selama ini.

2. Almamater S1 PGSD Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Nusa, bangsa, dan agama.


(7)

vii

PENGARUH KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA

SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 3 KECAMATAN SEYEGAN KABUPATEN SLEMAN

Oleh Sigit Widyanto NIM 12108241147

ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika pada siswa kelas V sekolah dasar se-gugus 3 Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman tahun ajaran 2016/2017. Kajian dilatarbelakangi oleh permasalahan pada kemampuan membaca pemahaman dan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika.

Penelitian ini merupakan penelitian exspost facto dengan sampel penelitian sebanyak 123 siswa yang ditentukan secara acak. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan tes dengan bentuk pilihan ganda. Instrumen tes bentuk pilihan ganda telah diuji validitas dan reliabilitas, sehingga diperoleh 27 butir valid dari 35 butir dengan reliabilitas sebesar 0,814 pada soal kemampuan membaca pemahaman dan 27 butir valid dari 35 butir dengan reliabilitias 0,904 pada soal kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis regresi linear sederhana.

Hasil penelitian menujukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Hasil analisis menunjukkan Fhitung sebesar

264,217 pada signifikansi 0,000a dan dengan fungsi regresi yang terbentuk yaitu, Y = - 0,253 + 1,049 X. Selain itu, sumbangan kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika diketahui sebesar 68,6%.

Kata Kunci : membaca pemahaman, menyelesaikan soal cerita matematika, sekolah dasar.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Kemampuan Membaca Pemahaman Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar Se-Gugus 3 Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Fakultas Ilmu Pendidikan dalam penulisan skripsi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memeberi kemudahan kepada penulis untuk melakukan penelitian skripsi. 3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi kemudahan kepada penulis untuk menyusun skripsi.

4. Ibu Dr. Enny Zubaidah, M.Pd. selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dengan tulus membimbing penulisan skripsi.

5. Kepala sekolah, guru, siswa dan semua warga SD Se-Gugus 3 Seyegan Sleman yang telah memberi izin dan membantu penelitian skripsi.


(9)

ix

6. Staf dan karyawan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah berperan dalam kelancaran penulisan skripsi.

7. Teman-teman kampus III khusunya kelas C PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi.

8. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut berperan serta membantu dalam penulisan skripsi ini.

Semoga amal kebaikan Bapak/Ibu/Saudara/Teman-teman mendapat imbalan yang terbaik dari Tuhan Yang Maha Esa.

Yogyakarta, 25 Oktober 2016


(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 14

C. Batasan Masalah ... 15

D. Rumusan Masalah ... 15

E. Tujuan Penelitian ... 15

F. Manfaat Penelitian ... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Membaca ... 17

1. Pengertian Membaca ... 17

2. Aspek Membaca ... 18

3. Produk membaca ... 19

4. Jenis Membaca ... 20

B. Kemampuan Membaca Pemahaman ... 21

1. Pengertian Kemampuan Membaca Pemahaman ... 21


(11)

xi

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan

Membaca Pemahaman ... 23

4. Penilaian Kemampuan Membaca Pemahaman ... 24

C. Matematika ... 26

1. Pengertian Matematika ... 26

2. Ruang Lingkup Matematika Kelas V SD ... 27

D. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ... 28

1. Pemecahan Masalah dalam Matematika ... 28

2. Pengertian Soal Cerita Matematika ... 29

1. Pendekatan dalam Penyelesaian Soal Cerita Matematika ... 30

2. Langkah-langkah Penyelesaian Soal Cerita Matematika ... 31

3. Standar Kompetensi dan Kometensi Dasar Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ... 33

E. Karateristik Siswa Kelas V SD ... 34

F. Kerangka Pikir ... 37

G. Hipotesis Penelitian ... 39

H. Definis Operasional Variabel ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41

B. Desain dan Paradigma Penelitian ... 42

1. Desain Penelitian ... 42

2. Paradigma Penelitian ... 43

C. Tempat dan Waktu penelitian ... 44

D. Variabel Penelitian ... 44

E. Populasi dan Sampel ... 45

1. Populasi Penelitian ... 45

2. Sampel Penelitian ... 46

F. Teknik Pengumpulan data ... 48

1. Tes ... 48

2. Dokumentasi ... 49

3. Observasi ... 49


(12)

xii

G. Instrument Penelitian ... 50

1. Pengembangan Instrumen ... 51

2. Uji Coba Instrumen ... 53

a. Uji Validitas Instrumen ... 53

b. Uji reliabilitas Instrumen ... 55

H. Teknik Analisis Data ... 59

1. Analisis Data Diskriptif ... 59

2. Uji Prasyarat Analisis ... 61

3. Pengujian Hipotesis ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 65

1. Variabel Kemampuan Membaca Pemahaman ... 65

2. Variabel Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ... 67

B. Analisis Prasyarat ... 69

1. Uji Normalitas Data ... 69

2. Uji Linearitas Data ... 69

C. Uji Hipotesis ... 70

D. Fungsi Regresi ... 72

E. Pembahasan ... 74

F. Keterbatasan Penelitian ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Table 1. SK, KD dan Indikator Soal Cerita Matematika Kelas V SD ... 34

Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas V SD Se-Gugus 3 Seyegan ... 45

Tabel 3. Sampel Penelitian ... 47

Tabel 4. Kisi-kisi Soal Kemampuan Membaca Pemahaman Kelas V ... 51

Tabel 5. Kisi-kisi Soal Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Kelas V ... 52

Tabel 6. Kriteria Butir Soal ... 54

Tabel 7. Instrumen Kemampuan Membaca Pemahaman ... 57

Tabel 8. Instrumen Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ... 58

Tabel 9. Penentuan Kategori ... 60

Tabel 10. Frekuensi Kategori Variabel Kemampuan Membaca Pemahaman ... 66

Tabel 11. Frekuensi Kategori Variabel Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita matematika ... 67

Tabel 12. Hasil Uji Linearitas ... 70

Tabel 13. Hasil R Square ... 71

Tabel 14. Hasil ANOVA Variabel X terhadap Variabel Y ... 72


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Paradigma Penelitian ... 43 Gambar 2. Sebaran Frekuensi Kategori Variabel X ... 65 Gambar 3. Sebaran Frekuensi Kategori Variabel Y ... 68


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Contoh Soal Cerita Matematika kelas V SD ... 90

Lampiran 2. Lembar Observasi Awal ... 91

Lampiran 3. Hasil Wawancara Awal ... 95

Lampiran 4. Daftar Nilai ... 103

Lampiran 5. Intrumen Penelitian ... 107

Lampiran 6. Analisi Uji Coba Instrumen ... 129

Lampiran 7. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 159

Lampiran 8. Surat Izin Penelitian ... 160

Lampiran 9. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 161

Lampiran 10. Dokumentasi Pengambilan Data Penelitian ... 168

Lampiran 11. Lembar Jawab Siswa ... 172

Lampiran 12. Data Penelitian ... 175

Lampiran 13. Uji Normalitas Data ... 179

Lampiran 14. Uji Lineartitas ... 180

Lampiran 15. R Square ... 181

Lampiran 16. Uji F ... 182

Lampiran 17. Persamaan Regresi ... 183


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah dasar (SD) adalah pendidikan dasar formal yang ditempuh oleh siswa untuk memperoleh kemampuan-kemampuan awal untuk menempuh jenjang pendidikan formal selanjutnya. Pendidikan di SD bertujuan memberikan kemampuan dasar kepada siswa. Kemampuan tersebut adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Ketiga kemampuan yang diberikan tersebut disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan mempersiapkan siswa melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah menengah pertama.

Pedidikan di SD bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar “baca tulis hitung”, pengetahuan dan keteramplan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai tingkat perkembangannya, guna mempersiapkan siswa mengikuti pendidikan di tingkat selanjutnya (Rofi’uddin dan Darmiyanti, 1998/1999: 47). Kegiatan belajar mengajar menjadi kegiatan utama di SD untuk mencapai upaya tersebut. Pada kegiatan inilah guru mengambil peranan besar untuk dapat menghantarkan mencapai perkembangan kemampuan dasar yang optimal.

Salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai siswa SD adalah kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa memberikan keterampilan bagi seseorang untuk dapat melakukan komunikasi. Baik komunikasi dalam bentuk lisan maupun tertulis, searah maupun dua arah. Dengan keterampilan komunikasi yang baik, diharapkan seseorang dapat melalui tantangan di kehidupannya, baik


(17)

2

yang mempunyai kaitan langsung maupun tidak langsung dengan kebahasaan dan komunikasi.

Terdapat beberapa keterampilan dalam kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh manusia. Keterampilan ini digolongkan ke dalam jenisnya dengan melihat pada kegiatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Keterampilan berbahasa menurut Tarigan (2008 : 1) terbagi menjadi empat segi. Keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan berbicara (speaking skill), keterampilan membaca (reading skill) dan keterampilan menulis (writing skill). Setiap keterampilan memiliki hubungan dengan ketiga keterampilan yang lain.

Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang tidak dapat lepas dari kehidupan sehari-hari. Berbagai informasi sebagian besar disampaikan melalui media cetak bahkan yang melalui lisan pun juga bisa dilengkapi dengan tulisan. Melalui membaca, siswa dapat memperoleh pengetahuan, ilmu, dan informasi yang sebanyak-banyaknya. Farida Rahim (2008: 1) berpendapat bahwa masyarakat yang gemar membaca memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa mendatang.

Membaca merupakan kemampuan memperoleh makna dari barang cetak. Sementara itu, Finichiaro dan Bonomo (Tarigan, 2008: 9) menyatakan “reading is bring meaning to and getting meaning from printed or written material”. Membaca adalah memetik dan memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tertulis. Melalui kemampuan membaca pemahaman, siswa dapat memahami isi dari sebuah informasi yang disajikan secara tertulis dengan tepat.


(18)

3

Pemahaman isi dari sebuah informasi penting untuk dapat dilakukan. Dengan paham, siswa dapat melakukan tindak lanjut secara tepat terkait informasi tersebut baik dalam hal kehidupan sehari-hari maupun dalam pembelajaran di dalam kelas. Menurut Spodek dan Saracho (Rofi’uddin dan Darmiyanti, 1998/1999: 48) Pembelajaran membaca di SD secara garis besar dibedakan menjadi dua yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut. Menurut Sabarti Akhadiah (1992/1993: 29) Membaca permulaan diberikan di kelas I dan II sedangkan membaca lanjut diberikan sejak kelas III. Demikian pula diungkapkan oleh Farida Rahim (2008: v) bahwa membaca permulaan diberikan kepada siswa pada kelas I dan II, sedangkan membaca lanjut diberikan kepada siswa kelas III – VI. Membaca permulaan merujuk pada proses penyandian (decoding) yaitu penerjemahan rangkaian grafis kedalam kata-kata. Sementara itu, membaca lanjut merujuk pada proses pemahaman makna dari apa yang dibaca.

Pemahaman bacaan merupakan komponen penting dalam aktivitas membaca, sebab pada hakikatnya pemahaman atas bacaan merupakan esensi dari kegiatan membaca. Dengan demikian, apabila seseorang setelah melakukan aktivitas membaca dapat mengambil pesan dari bacaan, maka proses tersebut dikatakan berhasil. Begitu pula sebaliknya, apabila belum dapat mengambil pesan yang disampaikan oleh penulis, maka proses tersebut belum berhasil.

Kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan untuk memahami makna suatu bacaan merupakan kemampuan yang harus dikuasai siswa. Kemampuan tersebut selalu digunakan dalam setiap pembelajaran. Hal tersebut menunjukkan pentingnya penguasaan kemampuan membaca karena kemampuan


(19)

4

membaca merupakan salah satu standar kemampuan bahasa dan sastra Indonesia yang harus dicapai dalam setiap jenjang pendidikan, termasuk di jenjang SD.

Siswa yang mempunyai kemampuan membaca pemahaman yang baik akan memperoleh nilai yang berada di atas rata-rata kelas dan lebih mudah memahami sesuatu hal yang disajikan secara tertulis dan demikian pula sebaliknya. Siswa yang rendah dalam kemampuan membaca pemahaman akan terhambat dalam memahami suatu materi yang disajikan secara terlulis dan berakibat pada prestasi akademisnya (Farida Rahim, 2008: 122-123).

Kemampuan membaca pemahaman juga diperlukan bagi siswa dalam sebuah tes. Tes yang dilaksanakan di SD masih didominasi oleh tes tertulis. Pertama, siswa harus mampu memahami petunjuk pengerjaan tes tersebut agar dapat melakukan prosedur pengerjaan dan pengisian dengan benar. Untuk menjawab tes tertulis tersebut, siswa harus mampu utnuk memahami informasi-informasi yang terkandung dalam soal dan apa yang ditanyakan atau harus dikerjakan. Ketidakmampuan dalam melakukan hal tersebut dapat menyebabkan siswa tidak dapat mengerjakan soal tes dengan tepat.

Melihat pentingnya kemampuan membaca pemahaman bagi peseta didik, sudah selayaknya peseta didik mempunyai kemampuan membaca pemahaman dengan baik. Namun kenyataan yang ditemukan di lapangan siswa masih mengalami masalah dengan kemampuan membaca pemahaman. Berdasarkan temuan hasil di dua SD yang tergabung pada Gugus 3 Seyegan, diketahui bahwa kemampuan membaca pemahaman dari kurang lebih 50% siswa masih rendah.


(20)

5

Melalui observasi dan wawancara dengan guru kelas V SD N Pete dan SD N Sompokan, diperoleh informasi bahwa kurang lebih 50% siswa kelas V mengalami kesulitan dalam menerapkan kemampuan membaca pemahaman. Mereka terkadang sulit untuk memahami isi dari suatu bacaan. Kesulitan tersebut banyak muncul pada penentuan gagasan utama atau kalimat utama setiap paragraf maupun dalam menyipulkan isi informasi pada bacaan.

Pada kegiatan pembelajaran membaca pemahaman tersebut, siswa harus memiliki dan menggunakan kosentrasi yang besar. Pemusatan konsentrasi terhadap bacaan memungkinkan kemajuan siswa dalam memahami bacaan meningkat (Farida Rahmi, 2008: 29). Akan tetapi, beberapa siswa cenderung kurang berkonsentrasi saat membaca bacaan, sehingga pemahaman terhadap isi bacaan menjadi kurang. Hal tersebut ditunjukkan dari sebagian siswa masih melakukan kegiatan seperti berbincang dengan siswa lain, terganggu atau mengganggu temannya, bermain alat tulis, mengetuk-ketuk meja dengan pelan dan perhatian sering teralihkan oleh suara yang berasal dari luar kelas.

Siswa juga terlihat beberapa kali harus kembali membaca kata atau kalimat yang sudah dibacanya. Hal tersebut menyebabkan waktu untuk membaca sebuah teks menjadi lama dan menunjukkan adanya kesulitan dalam memahami teks yang dibaca. Menurut Fahim Musthafa (2005: 77) ketidakmampuan untuk memahami bacaan akan menyebabkan kegiatan membacanya lambat. Pembaca masih terpaku dengan kalimat yang dibaca sebelumnya ketika membaca kalimat yang sedang dibaca. Sedangkan menurut Soedarso (1991: 7) kebiasaan membaca


(21)

6

dengan mengulang kata atau beberapa kata yang telah dibaca (regresi) dapat mengacaukan susunan kata yang dengan sendirinya mengacaukan arti.

Ketika siswa harus menjawab pertanyaan yang ada terkait bacaan yang dibaca, terdapat juga siswa yang beberapa kali harus membaca kembali bacaan tersebut. Pembacaan kembali mengindikasikan ketidakingatan dan ketidakpahaman saat kegiatan membaca sebelumnya sehingga harus mengulangi membaca saat menemui sebuah pertanyaan. Bagaiaman siswa dapat menjawab pertanyaan yang terkait bacaan yang baru saja dibacanya menunjukkan tingkat pemahaman terhadap bacaan tersebut (Farida Rahmi, 2008: 105). Oleh karena itu, pembacaan kembali setelah menghadapi pertanyaan menunjukkan kemampuan pemahaman saat membaca kurang.

Sebagian besar siswa kurang memiliki motivasi dalam membaca. Motivasi membaca yang besar akan membantu siswa dalam berkonsentrasi terhadap bacaan dan memahaminya (Farida Rahmi, 2008: 14). Diketahui bahwa pada jam istirahat siswa memilih untuk tidak mngunjungi perpustakaan sekolah, melainkan bermain dan membeli makanan atau minuman bersama teman-temannya. Diakui juga oleh sebagian besar siswa, mereka melakukan kegiatan membaca hanya ketika disuruh oleh guru saat kegiatan belajar mengajar, persiapan menghadapi ulangan maupun ujian. Di luar itu, siswa lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bermain dan menonton televisi.

Selain menunjukkan kurangnya motivasi dalam membaca, hal di atas juga menunjukkan pengalaman membaca siswa kurang. Menurut Farida Rahmi (2008: 13) pengalaman membaca yang banyak akan memberikan kesempatan lebih luas


(22)

7

bagi siswa untuk mengembangkan pemahaman kosa kata dan konsep yang mereka hadapi saat membaca. Siswa yang kurang dalam pengalaman membaca akan lebih sempit dalam pemahaman kosa kata dan konsep dalam memahami suatu bacaan.

Keterangan dari guru kelas melalui wawancara juga mendukung adanya kelemahan kemampuan membaca pemahaman pada sebagaian siswa. Dikatakan oleh guru kelas, kesulitan yang muncul paling banyak ketika diminta untuk menuliskan gagasan utama dan kalimat utama. Hal tersebut menujukkan kemampuan membaca pemahaman yang rendah. Selain itu, motivasi siswa sendiri untuk membaca masih kurang. Hal ini ditunjukan dengan hanya sebagian dari siswa yang meminjam buku di perpustakaan sekolah maupun perpustakaan keliling dan waktu luang yang dimiliki oleh siswa lebih bayak dimanfaatkan untuk bermain bersama teman-temannya.

Nilai rata-rata yang diperoleh oleh siswa SD N Pete pada ulangan harian 1 mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah sebesar 76,4. Nilai tersebut dianggap sudah baik oleh guru kelas sebagai nilai rata-rata kelas. Akan tetapi, apabila melihat nilai per siswa akan ditemui 12 siswa yang berada dibawah nilai KKM yaitu 70. Guru kelas mengungkapkan bahwa banyak kesalahan yang temui dari pengerjaan soal kemampuan membaca pemahaman. Kesalahan yang terbanyak adalah pada soal-soal yang menuntut siswa untuk menentukan kalimat utama dan menentukan ide pokok dari suatu paragraf.

Hal yang sama juga diungkapakan oleh guru kelas V SD N Sompokan. Pada ulangan harian 1 Bahasa Indonesia, rata-rata kelas yang diperoleh sebesar 73,2. Nilai tersebut juga dianggap sudah bagus sebagai rata-rata kelas oleh guru.


(23)

8

Akan tetapi apabila melihat nilai setiap siswa, masih tedapat 10 siswa dengan nilai yang berada dibawah KKM yang digunakan oleh SD N Sompokan yaitu sebesar 70. Sama seperti yang diungkapkan guru kelas V SD N Pete, banyak juga ditemui kesalahan pengerjaan pada soal-soal kemamuan membaca pemahaman di ulangan harian 1 kelas V SD N Sompokan dengan kesalahan yang paling banyak ditemui pada penentuan kalimat utama dan penentuan ide pokok paragraf.

Keadaan di atas menunjukkan kemampuan membaca sebagaian siswa di SD N Pete dan SD N Sompokan rendah. Padahal kemampuan membaca pemahaman merupakan kemampuan yang penting untuk dikuasai dan diterapkan dengan baik oleh siswa. Melalui kemampuan membaca pemahaman, siswa tidak hanya dapat mencapai tujuan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, tetapi juga dalam menguasai mata pelajaran lainnya. Contohnya mata pelajaran IPS, IPA, PKn, dan Matematika khususnya pada soal cerita.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD. Menurut James dan James (Ruseffendi, 1992: 27) Matematika adalah ilmu mengenai logika tentang bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsepnya saling berhubungan satu sama lain. Sementara itu, Kline (Ruseffendi, 1992 : 28) menyatakan matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna dengan berdiri sendiri, manun matematika merupakan pengetahuan yang terkait dengan berbagai pengetahuan lainnya yang digunakan manusia dalam memahami dan menghadapi permasalahan sosial, ekonomi dan alam dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, penting bagi siswa untuk dapat menguasi matematika.


(24)

9

Dengan menguasai matematika, siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari bersama pengetahuan-pengetahuan lain yang dimilikinya.

Menurut Freudenthal (Daitin Tarigan, 2006: 3) matematika terkait dengan realitas, dekat dengan dunia anak dan relevan bagi masyarakat. Hal yang dipelajari dalam mata pelajaran matematika merupakan kegiatan manusiawi yaitu, kegiatan pemecahan masalah melalui pengorganisasian materi pelajaran. Pemecahan masalah merupakan sentral pengajaran matematika masa kini (Ruseffendi, 1992: 94). Oleh karena itu, pembelajaran matematika yang terkait dengan pemecahan masalah dalam keidupan sehari-hari perlu untuk diajarkan kepada siswa.

Kegiatan pemecahan masalah dalam matematika dapat dijumpai secara jelas dalam soal cerita matematika. Soal cerita matematika adalah soal matematika yang diungkapkan atau dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan pemasalahan pada kehidupan sehari-hari (Endang Setyo Wirani dan Sri Harmini, 2012: 122). Soal cerita merupakan sebuah cerita yang mengandung permasalahan matematika. Permasalahan matematika yang ada dalam soal cerita merupakan permasalahan sehari-hari yang ditemui siswa dalam kehidupannya. Permasalahan yang terkandung dalam sebuah cerita inilah yang harus siswa temukan dan selesaiakan.

Menurut Sutawidjaja dkk (1992/1993: 23) keberadaan soal matematika yang berbentuk cerita merupakan langkah awal untuk mengembangkan keterampilan pemacahan masalah. Soal cerita matematika merupakan bentuk soal matematika yang secara langsung terkait dengan pemecahan masalah dalam


(25)

10

kehidupan sehari-hari. Menurut Daitin Tarigan (2006: 150) pada pemecahan masalah soal cerita, siswa dilatih untuk memahami informasi dan penerapan metode matematika. Dalam pembelajaran, guru akan menjelaskan kepada siswa prosedur pemecahan masalah secara bertahap. Kemudian siswa mencoba mengaplikasikan dalam soal pemecahan masalah baru yang berbeda angka dan situasinya. Namun, dalam kegiatan menyelesaikan permasalah pada soal cerita matematika ini banyak siswa yang menemui kesulitan.

Menurut Endang Setyo Wirani dan Sri Harmini (2012: 122) soal cerita matematika berkaitan dengan kata-kata atau rangkaian kalimat yang mengandung konsep-konsep matematika. Penyajian soal cerita matematika secara tertulis membutuhkan kemampuan dari siswa untuk dapat memahami masalah dalam soal tersebut sebelum melakukan proses penyelesaian. Menurut Muschla dan Muschla (2009: 170) dalam menyelesaikan soal cerita dibutuhkan kemampuan untuk memahami informasi dalam soal tersebut. Pemahaman akan pokok masalah dan fakta yang diperlukan dalam menyelesaikan soal harus dapat dilakukan. Di sinilah kemampuan membaca pemahaman dari siswa dibutuhkan.

Untuk dapat menyelesaikan soal cerita matematika siswa harus melalui beberapa langkah penyelesaian. Menurut Endang dan Harmini (2012: 123) langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan soal cerita matematika adalah sebagai berikut :

a) Temukan atau cari apa yang ditanyakan oleh soal cerita. b) Cari informasi atau keterangan yang esensial.


(26)

11

d) Ubah permasalahan yang ditemukan menjadi kalimat matematika. e) Selesaikan kalimat matematikannya

f) Nyatakan jawaban dari soal cerita itu kedalam bahasa Indonesia, sehingga menjawab pertanyaan dari soal cerita tersebut.

Menurut Daitin Tarigan (2006: 150-151) terdapat berbagai kesulitan yang dialami siswa dalam penyelesaian masalah soal cerita. Siswa tidak mengetahui makna dari soal. Siswa menjawab pemasalahan secara singkat. Siswa tidak mengetahui makna informasi yang diketahui maupun permasalahan yang ditanyakan dalam soal. Selain itu, banyak ditemui siswa yang hanya meniru pekerjaan dari temannya sehingga mereka tidak secara mandiri mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan soal cerita matematika. Selain itu, menurut Bell (N. Novferma, 2016 : 79) kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika salah satunya disebabkan oleh kesulitan membaca permasalahan matematika yang dihadapi. Siswa cenderung bisa membaca langsung materi matematika dari buku, namun tidak mampu memahami apa yang sedang dibacanya. Kesulitan-kesulitan tersebut menjadi penghalang bagi siswa untuk dapat memecahkan masalah soal cerita matematika.

Berdasarkan observasi di SD yang sama, hampir semua siswa menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan tidak menarik. Siswa juga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Kesulitan tersebut terlihat pada saat siswa mengerjakan soal cerita matematika. Langkah awal, siswa akan membaca dan mencoba memahami soal cerita, kemudian menuliskan informasi-informasi yang didapatkan pada bagian pengerjaan


(27)

12

“diketahui”. Pada langkah ini, masih ada siswa yang mengalami kesalahan. Kesalahan yang muncul adalah kurang lengkapnya informasi yang dituliskan. Ketidaklengkapan informasi akan berakibat pada pengerjaan soal yang tidak akurat.

Siswa juga mengalami kesulitan dalam memahami masalah yang ada dalam soal. Ketika siswa diharuskan menuliskan permasalahan utama yang harus diselesaiakan pada bagian “ditanya”, separuh dari siswa mengalami kesulitan dan harus bertanya kepada guru. Ketidakpahaman terhadap apa yang menjadi permasalahan dalam soal cerita dan apa yang diminta untuk diselesaikan akan berpengaruh besar terhadapan penyelesaian soal cerita tersebut. Jika tidak mengetahui apa yang menjadi permasalahan dalam soal, siswa tidak akan mampu untuk menyelesaikan soal cerita.

Setelah memahami permasalahan utama soal cerita, siswa harus mengubah permasalahan tersebut menjadi kalimat matematika yang tepat. Pengubahan kedalam kalimat matematika yang tepat akan menghasilkan jawaban yang tepat. Banyak ditemukan kesalahan yang dilakukan oleh siswa adalah pada susunan kalimat matematika yang dibuat dan operasi hitung yang dipilih tidak sesuai dengan informasi dan permasalahan dalam soal cerita.

Ketelitian dari siswa dalam melakukan penghitungan terhadap kalimat matematika yang telah dihasilkan juga belum sempurna. Sebagian dari siswa kurang teliti dalam melakukan penghitungan pada operasi hitung perkalian, pembagian dan campuran. Ketidaktelitian dalam menghitung tentu saja akan menyebabkan kesalahan hasil penghitungan.


(28)

13

Selain itu, sebagian dari siswa dalam kelas juga tidak dapat menentukan letak kesalahan yang dia alami ketika ia salah dalam mengerjakan soal. Mereka dapat mengetahui jawaban mereka salah ketika dibandingkan dengan jawaban benar yang diberikan oleh guru. Mereka cukup melakukannya dengan membandingkan susunan, angka, hasil dan kalimat dari jawaban mereka dengan jawaban dari guru. Ketika mereka menemukan perbedaan, mereka akan mengalami kebingungan apakah itu salah atau itu benar dan harus bertanya satu persatu kepada guru.

Melalui kegiatan wawancara dengan guru kelas, diperoleh informasi bahwa sebagian siswanya mengalami hambatan dalam menyelesaikan soal cerita. Menurut guru, siswa terhambat pada saat memahami permasalahan dalam soal cerita. Siswa juga terkadang salah saat mengubah permasalahan yang dia pahami menjadi kalimat matematika. Selain itu, ketelitian siswa dalam mengerjakan soal juga masih rendah. Padahal dalam menyelesaikan soal cerita dibutuhkan ketelitian, baik teliti dalam memahami permasalahan, menerjemahkan soal ke dalam kalimat matematika dan melakukan penghitungan.

Nilai rata-rata yang diperoleh oleh siswa kelas V SD N Pete pada ulangan harian 1 mata pelajaran matematika adalah sebesar 74,3 sedangkan nilai yang diperoleh oleh siswa kelas V SD N Sompokan sebesar 64,8. Nilai tersebut dianggap sudah baik oleh guru kelas sebagai nilai rata-rata kelas. Akan tetapi, apabila melihat nilai per siswa akan ditemui 14 siswa yang berada dibawah nilai KKM yaitu 65 untuk SD N Pete dan 10 siswa yang berada dibawah nilai KKM yaitu 60 untuk SD N Sompokan.


(29)

14

Guru kelas dari kedua SD mengungkapkan bahwa banyak kesalahan yang temui dari pengerjaan soal cerita matematika. Kesalahan yang banyak muncul adalah ketika siswa mengubah permasalahan dalam soal cerita matematika menjadi kalimat matematika dan melakukan operasi penghitungannya. Selain itu, diungkapkan juga oleh guru kelas, siswa yang dapat mengerjakan soal operasi hitung matematika secara benar terkadang mengalami kelasahan saat mengerjakan soal cerita matematika.

Terungkapnya masalah rendahnya kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika dan kemampuan membaca pemahaman menjadikan dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian. Penelitian yang dilakukan adalah untuk membuktikan apakah kemampuan membaca pemahaman menjadi faktor yang berpengaruh dalam kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal cerita matematika dan seberapa besar pengaruh yang diberikan. Di samping itu, ditemukannya masalah pada dua SD N Pete yang tergabung dalam Gugus 3 Seyegan mendorong peneliti untuk melakukan penelitian pada seluruh SD yang tergabung dalam Gugus 3 Seyegan. Hal ini didasari kesamaan latar belakang siswa di lingkup SD se-Gugugs 3 Seyegan.

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah yang ada dapat diidentifikasikan sebagai berikut :


(30)

15

2. Rendahnya kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika pada siswa kelas V SD.

3. Belum diketahui bagaimana pengaruh rendahnya kemampuan membaca pemahaman terhadap rendahnya kemamuan menyelesaikan soal cerita matematika di kelas V SD

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, penelitian ini dibatasi pada belum diketahui bagaimana pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika di kelas V SD

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika pada siswa kelas V SD se-Gugus 3 Seyegan, Sleman tahun ajaran 2016/2017.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika pada siswa kelas V SD se-Gugus 3 Seyegan, Sleman tahun ajaran 2016/2017.


(31)

16 F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Menambah wawasan untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis

a. Sekolah

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi sekolah untuk meningkatkan kemapuan siswanya dalam membaca pemahaman dan kemampuan menyelesaikan sol cerita matematika.

b. Guru

Hasil penelitian diharapkan menjadi masukan bagi guru untuk memperhatikan kemampuan membaca pemahaman sebagai salah satu kemampuan yang digunakan dalam semua mata pelajaran dan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa.

c. Siswa

Memberikan pemahaman bagi siswa bahwa kemampuan membaca pemahaman merupakan kemampuan yang penting untuk dikuasai dengan baik dan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita matematika.

d. Masyarakat

Memberikan pemahaman pentingnya kemampuan membaca pemahaman terhadap penguasaan kemampuan-kemampuan pada mata pelajaran lain.


(32)

17 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Membaca

1. Pengertian Membaca

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis (Tarigan, 2008: 7). Pendapat tersebut didukung oleh Saleh Abbas. (2006: 101), membaca merupakan salah satu jenis kemampuan bahasa yang reseptif. Disebut resepif karena dengan membaca seseorang dapat memperoleh informasi, ilmu dan pengetahuan serta pengalaman-pengalaman baru dari penulis. Samsu Somadayo (2011: 4) juga mengungkapkan bahwa membaca adalah suatu kegiatan interaktif untuk memetik serta memahami arti yang terkandung di dalam bahan tulis.

Finichiaro dan Bonomo (Tarigan, 2008: 9) menyatakan “reading is bring meaning to and getting meaning from printed or written material”. Membaca adalah memetik dan memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tertulis. Senada dengan pendapat tersebut, Anderson, dkk. (Sabarti Akhadiah, dkk (1992/1993: 22) menjelaskan membaca adalah suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan. Keberhasilan memaknai bacaan dengan tepat menjadi inti dari kegiatan membaca yang dilakukan oleh seseorang.

Menurut Sabarti Akhadiah, dkk (1992/1993:22) membaca adalah suatu kesatuan kegiatan yang terpadu yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkannya dengan bunyi serta


(33)

18

maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan. Menurut Soedarso (1991: 4) membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah, misalnya pembaca harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat untuk memperoleh informasi dalam bacaan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan membaca adalah suatu proses yang kompleks dan rumit dalam memahami makna tulisan yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huruf dan kata-kata, menghubungkannya dengan bunyi dan maknanya, serta menarik kesimpulan dengan tujuan memperoleh pesan yang disampaikan oleh penulis.

2. Aspek Membaca

Tarigan (1985: 11) menjelaskan ada dua aspek penting dari membaca yaitu keterampilan yang bersifat mekanis dan keterampilan yang bersifat pemahaman. Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yaitu keterampilan yang mencakup pengenalan bentuk huruf, pengenalan unsur-unsur linguistik, pengenalan hubungan pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis), dan kecepatan membaca bertaraf lambat. Adapun keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yaitu keterampilan yang mencakup memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal), memahami signifikasi atau makna, evaluasi atau penilaian dan kecepatan membaca.

Dalam penelitian ini, siswa melakukan kegiatan membaca dengan menggunakan aspek keterampilan pemahaman. Penggunaan aspek ini ada pada kegiatan mengerjakan soal tes tertulis untuk mengukur kemampuan membaca


(34)

19

pemahaman dan tes tertulis untuk mengukur kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Pada pengerjaan tes utuk mengukur kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika, siswa menggunakan aspek keterampilan pemahaman untuk menemukan masalah yang ada dalam soal cerita matematika dan informasi-informasi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam soal cerita matematika.

3. Produk Membaca

Farida Rahim (2008: 12) menjelaskan bahwa produk membaca merupakan komunikasi dari pemikiran dan emosi antara penulis dengan pembaca. Komunikasi juga bisa terjadi dari konstruksi pembaca melalui integrasi pengetahuan yang telah dimiliki pembaca dengan informasi yang disajikan dalam teks. Komunikasi yang terjadi dalam kegiatan membaca tergantung pada pemahaman yang diperoleh.

Dalam penelitian ini, siswa melakukan proses membaca yang menghasilkan produk membaca berupa pemahaman terhadap teks yang dibaca. Siswa melakukan proses membaca berupa teks wacana dan menghasilkan produk berupa pemahaman yang digunakan untuk menjawab soal untuk mengetahui kemampuan membaca pemahaman. Siswa juga melakukan proses membaca soal cerita matematika untuk menghasilkan produk membaca berupa pemahaman informasi dan permasalahan yang ada dalam soal cerita matematika yang selanjutnya digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.


(35)

20 4. Jenis Membaca

Tarigan (2008:13) menyampaikan jenis-jenis membaca ada dua macam, yaitu: 1) membaca nyaring, dan 2) membaca dalam hati. Membaca dalam hati terdiri atas: (a) membaca ekstensif, yang dibagi lagi menjadi: membaca survey, membaca sekilas, dan membaca dangkal, dan (b) membaca intensif, yang terdiri dari: membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa. Membaca telaah isi terdiri dari membaca teliti, pemahaman, kritis, dan membaca ide-ide. Membaca telaah bahasa terdiri dari membaca bahasa dan membaca sastra.

Berkaitan dengan pendapat ahli tentang jenis-jenis membaca yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis membaca terdiri dari membaca nyaring dan membaca dalam hati. Jika ditinjau dari tingkat kecepatan membaca, kecepatan membaca dalam hati lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan membaca nyaring. Sehingga untuk dapat memahami teks dengan cepat maka lebih efektif jika dilakukan dengan membaca dalam hati.

Pada penelitian ini, jenis membaca yang digunakan adalah membaca pemahaman. Membaca pemahaman digunakan dalam memahami soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman siswa. Selain itu, membaca pemahaman juga digunakan dalam mengukur kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika. Siswa melakukan kegiatan membaca pemahaman untuk memahami permasalahan dan menemukan informasi dalam teks soal cerita matematika.


(36)

21 B. Kemampuan Membaca Pemahaman

1. Pengertian Kemampuan Membaca Pemahaman

Puji Santosa, dkk. (2010: 3.20) menjelaskan bahwa membaca pemahaman merupakan lanjutan dari membaca dalam hati, mulai diberikan di kelas 3, membaca tanpa suara dengan tujuan untuk memahami isi bacaan. Pendapat tersebut didukung Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 37) yang mengungkapkan bahwa membaca pemahaman merupakan sub pokok bahasan dari membaca lanjut. Tujuannya agar siswa mampu memahami, menafsirkan, serta menghayati isi bacaan.

Menurut Henry Guntur Tarigan (1985: 56) menyatakan bahwa membaca pemahaman merupakan jenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis serta pola-pola fiksi. Lebih lanjut, Samsu Somadayo (2011: 10) menjelaskan bahwa kemampuan membaca pemahaman merupakan suatu proses pemerolehan makna yang secara aktif melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan dengan isi bacaan.

Dalam penelitian ini, kemampuan membaca pemahaman diartikan sebagai kemampuan dalam memperoleh makna baik tersurat maupun tersirat dan menerapkan informasi dari bacaan dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki. Kemampuan membaca pemahaman diketahui dengan melihat pada skor yang diperoleh siswa dengan mengerjakan tes membaca pemahaman. Selain itu, kemampuan membaca pemahaman dalam penelitian ini


(37)

22

juga diperlukan oleh siswa untuk memahami soal cerita matematika untuk mengetahui skor kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika.

2. Tujuan Membaca Pemahaman

Sabarti Akhadiah, dkk (1992/1993: 37) mengemukakan tujuan membaca pemahaman adalah agar siswa mampu memahami, menafsirkan, serta menghayati isi bacaan. Melalui pembelajaran membaca pemahaman yang dirancang dan dilaksanakan dengan baik, siswa tidak saja memperoleh peningkatan dalam kemampuan bahasanya, melainkan juga dalam kemampuan bernalar, kreativitas, dan penghayatannya tentang nilai-nilai moral.

Tujuan utama membaca pemahaman menurut Samsu Somadayo (2011: 11) adalah memperoleh pemahaman. Seorang dikatakan memahami bacaan secara baik apabila memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. kemampuan menangkap arti kata dan ungkapan yang digunakan penulis,

b. kemampuan menangkap makna tersurat dan tersirat, c. kemampuan membuat simpulan.

Anderson (Samsu Somadayo, 2011: 12) menyatakan bahwa membaca pemahaman memiliki tujuan untuk memahami isi bacaan dalam teks. Tujuan tersebut antara lain:

(1) membaca untuk memeroleh rincian-rincian dan fakta-fakta, (2) membaca untuk mendapatkan ide pokok,

(3) membaca untuk mendapatkan urutan organisasi teks, (4) membaca untuk mendapatkan kesimpulan,

(5) membaca untuk mendapatkan klasifikasi, dan


(38)

23

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pada dasarnya tujuan membaca pemahaman adalah memperoleh pemahaman terhadap bacaan secara utuh dan menyeluruh meliputi informasi maupun pengetahuan sehingga siswa tidak hanya memperoleh kemampuan berbahasa melainkan juga kemampuan bernalar dan kreativitas yang dapat digunakan untuk menguasai bidang ilmu pada mata pelajaran lain.

Pada penelitian ini, tujuan dari membaca pemahaman yang dilakukan oleh siswa adalah untuk memahami teks soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman. Selain itu, membaca pemahaman juga dilakukan siswa pada pengukuran kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika yaitu, pada kegiatan membaca teks soal cerita matematika.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Pemahaman Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca pemahaman menurut Farida Rahim (2008: 16) yaitu faktor fisiologis, intelektual, lingkungan dan psikologis. Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, jenis kelamin, dan kelelahan. Gangguan alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan juga dapat memperlambat kemajuan belajar anak. Secara umum ada hubungan positif antara kecerdasan dengan kemampuan membaca

Faktor lingkungan dapat berupa latar belakang anak di rumah dan faktor sosial ekonomi. Latar belakang anak di rumah dapat berupa sikap yang diberikan orangtua kepada anak, kondisi keharmonisan keluarga, dukungan orang tua terhadap minat belajar anak, dan luasnya pengalaman anak di rumah juga


(39)

24

mendukung kemajuan membaca anak. Sedangkan faktor psikologis yang mempengaruhi kemampuan membaca pemahaman adalah motivasi, minat, dan kematangan sosial, emosi, serta penyesuaian diri. Siswa yang memiliki motivasi dan minat yang tinggi akan memiliki kemampuan membaca yang tinggi.

4. Penilaian Kemampuan Membaca Pemahaman

Burhan Nurgiyantoro (2013: 371) menyampaikan bahwa penilaian kemampuan membaca bertujuan untuk mengukur kompetensi siswa dalam memahami isi informasi yang terdapat dalam bacaan. Penilaian yang dilakukan harus mempertimbangkan segi tingkat kesulitan, jenis tes, panjang pendek isi, dan jenis atau bentuk wacana.

a. Bahan Penilaian Kemampuan Membaca Pemahaman

Wacana yang diteskan untuk membaca pemahaman sebaiknya tidak terlalu panjang. Sepuluh butir tes dari tiga atau empat wacana lebih baik daripada hanya dari sebuah wacana panjang. Dengan wacana yang pendek dapat dibuat soal tentang berbagai hal sehingga lebih komprehensif. Wacana pendek yang dimaksud yaitu berupa satu atau dua alenia atau kira-kira sebanyak 50 sampai 100 kata (Burhan Nurgiyantoro, 2013: 373).

Wacana yang dipergunakan sebagai bahan untuk tes kemampuan membaca pemahaman dalam penelitian ini berupa wacana yang berjenis prosa nonfiksi, dialog, teks kesastraan, tabel, diagram, dan iklan. Berbagai wacana tersebut dapat efektif untuk digunakan apabila dimanfaatkan secara tepat (Burhan Nurgiyantoro, 2013: 373). Wacana yang digunakan tidak


(40)

25

terlalu panjang. Satu wacana digunakan untuk 2-5 butir soal supaya siswa tidak merasa bosan.

b. Tingkat Tes Kemampuan Membaca Pemahaman

Tingkatan tes kemampuan membaca pemahaman menurut Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuchdi (1998/1999: 254) menggunakan taksonomi Bloom. Pendapat ini didukung Burhan Nurgiyantoro (2013: 61), yang membagi jenjang berpikir menjadi dua yaitu jenjang berpikir sederhana (ingatan, pemahaman, penerapan) dan jenjang berpikir kompleks (analisis, sintesis, evaluasi). Untuk itu, kemampuan membaca pemahaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenjang berpikir ingatan, pemahaman, penerapan dan analisis.

Tes membaca tingkat ingatan, yakni kemampuan menyebutkan kembali fakta yang terkandung dalam wacana. Tes ini meminta siswa untuk menyebutkan, mengenal, atau mengingat kembali fakta atau informasi yang telah ditemukan sebelumnya. Tes membaca tingkat pemahaman, yakni kemampuan memahami wacana, mencari hubungan antar hal, mencari hubungan sebab akibat, perbedaan dan persamaan antar hal dalam wacana. Tes membaca tingkat penerapan, yakni kemampuan untuk menerapkan pemahamannya pada situasi atau hal yang berkaitan. Misalnya menerapkan atau memberi contoh baru dari suatu konsep, ide, pengertian, atau pikiran yang terdapat di dalam teks. Tes membaca tingkat analisis, yakni menanyakan ide pokok, gagasan, tema, dan makna dari bacaan.


(41)

26 C. Matematika

1. Pengertian Matematika

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD. Menurut James dan James (Ruseffendi, 1992: 27) Matematika adalah ilmu mengenai logika tentang bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsepnya saling berhubungan satu sama lain yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri. Sementara itu, Kline (Ruseffendi, 1992 : 28) menyatakan matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna dengan berdiri sendiri, manun matematika merupakan pengetahuan yang terkait dengan berbagai pengetahuan lainnya yang digunakan manusia dalam memahami dan menghadapi permasalahan sosial, ekonomi dan alam dalam kehidupan manusia.

Menurut Freudenthal (Daitin Tarigan, 2006: 3) matematika terkait dengan realitas, dekat dengan dunia anak dan relevan bagi masyarakat. Hal yang dipelajari dalam mata pelajaran matematika merupakan kegiatan manusiawi yaitu, kegiatan pemecahan masalah melalui pengorganisasian materi pelajaran. Pemecahan masalah merupakan sentral pengajaran matematika masa kini (Ruseffendi, 1992: 94).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan matematika adalah ilmu yang membahas mengenai logika tentang bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsepnya saling berhubungan satu sama lain yang terbagi kedalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri dan mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu lain dan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari


(42)

27 2. Ruang Lingkup Matematika Kelas V SD

Berdasarkan kurikulum yang digunakan oleh SD yang tergabung dalam Gugus 3 Seyegan dan buku yang digunakan dalam pembelajaran matematika kelas V, maka ruang lingkup materi mata pelajaran matematika kelas V SD antara lain:

a. Bilangan bulat

Dalam materi bilangan bulat, siswa mempelajari beberapa sub-materi antara lain yaitu, operasi hitung bilangan bulat, operasi hitung campuran bilangan bulat, sifat operasi hitung bilangan bulat, pembulatan dan penaksiran, perpangkatan dan akar, serta FPB dan KPK.

b. Pengukuran

Pada materi pengukuran, siswa mempelajari materi tentang pengukuran waktu, sudut, jarak dan kecepatan.

c. Luas bangun datar

Materi luas bangun datar melingkupi materi tentang satuan luas, luas trapesiun, luas layang-layang, dan luas belah ketupat.

d. Volume bangun ruang

Pada bagian ini siswa belajar mengenai satuan volume, volume kubus dan balok.

e. Pecahan

Pada materi pecahan, siswa mempelajari materi tentang bentuk persen, bilangan desimal, operasi hitung pecahan, perbandingan dan skala.


(43)

28 f. Bangun datar dan ruang

Pada bagian ini, materi tentang sifat bangun datar dan ruang, jarring-jaring bangun ruang, kesebangunan dan simetri dipelajari oleh siswa (Sumanto, dkk. 2008: 1-182).

Ruang lingkup materi yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan kelajuan materi dan rencana pelaksanaan penelitian. Penelitian direncanakan dilakukan pada bulan September. Oleh karena itu kelajuan materi pada kelas V SD melingkupi materi bilangan bulat dan pengukuran.

D.Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika 1. Pemecahan Masalah dalam Matematika

Pemecahan masalah merupakan kemampuan matematika yang diajarkan kepada siswa mulai dari tingkat SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Menurut Antonius Cahya Prihandoko (2006: 201) masalah dalam matematika dibagi menjadi dua, masalah internal dan masalah eksternal. Masalah internal merupakan masalah yang berkenaan dengan pengembangan teori-teori yang ada dalam matematika. Masalah eksternal berkenaan dengan bagaimana konsep-konsep yang ada dalam matematika dapat diterapkan pada ilmu pengetahuan yang lain atau pada kehidupan sehari-hari.

Pemecahan masalah adalah proses mengorganisasikan konsep dan keterampilan ke dalam pola aplikasi baru (Sutawidjaja, dkk. 1992/1993: 22). Pemecahan masalah dalam matematika diaplikasikan dalam permasalahan-permasalahan sehari-hari yang ditemui oleh siswa. Permasalahan tersebut


(44)

29

berusaha dipecahkan dengan mengorganisasikan konsep dan keterampilan matematika berdasarkan analisis masalah yang telah dilakukan.

Menurut Ruseffendi (1992: 98) pemecahan masalah merupakan fokus utama dari pembelajaran matematika masa kini. Oleh karena itu, konsep dan keterampilan dasar dalam matematika harus mencakup lebih daripada keterampilan berhitung. Konsep dan keterampilan matematika harus dipadukan dengan kemampuan analisis permasalahan. Keberhasilan pemaduan ini akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi siswa dalam menghadapi permasalahan kehidupan sehari-hari.

Hakikat pemecahan masalah berkaitan erat dengan keberadaaan soal berbentuk cerita. Soal cerita merupakan langkah awal untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Dalam menyelesaikan soal cerita, siswa harus mampu untuk memahami masalah, menyusun strategi penyelesaian, melaksanakan strategi dan melakukan pengujian jawaban (Sutawidjaja, dkk. 1992/1993: 23). Oleh karena itu, soal cerita matematika menjadi bentuk soal yang sesuai untuk mengajarkan kemampuan penyelesaian masalah dalam mata pelajaran matematika.

2. Pengertian Soal Cerita Matematika

Menurut Antonis Cahya Prihandoko (2006: 201-202) masalah dalam matematika yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari dinyatakan dalam soal cerita. Menurut Sutawidjaja (1992/1993: 47-48) pada umumnya soal cerita digunakan untuk melatih kemampuan siswa usia SD dalam menyelesaikan masalah. Soal cerita biasa digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam


(45)

30

pembelajaran pemecahan masalah matematika. Dengan mengerjakan soal cerita, siswa akan belajar untuk memahami permasalahan, menganalisis permasalahan, menyususn strategi pemecahan masalahan, menerapkan strategi dan menghasilkan pemecahan masalah.

Adapun yang dimaksud dengan soal cerita matematika menurut Endang dan Harmini (2012: 122) adalah soal-soal matematika yang dinyatakan dalam kalimat-kalimat bentuk cerita yang perlu diterjemahkan menjadi kalimat matematika atau persamaan matematika. Sedangkan menurut Muhsetyo (Endang dan Harmini, 2012: 122) soal matematika yang dinyatakan dengan serangkaian kalimat disebut dengan soal cerita. Soal cerita biasanya menggunakan kata-kata atau kalimat-kalimat sehari-hari. Selain itu soal cerita matematika disajikan dalam bentuk cerita atau rangkaian kalimat sederhana dan bermakna.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan soal cerita matematika adalah butir soal uraian yang disajikan dalam bentuk cerita dan berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari yang mengandung konsep dan keterampilan matematika. 3. Pendekatan dalam Penyelesaian Soal Cerita Matematika

Menurut Endang dan Harmini (2012: 122-123) Sutawidjaja (1992/1993: 48-50) dalam mengajarkan soal cerita kepada siswa, dapat digunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan model dan pendekatan terjemahan soal cerita.

a. Pendekatan Model

Pendekatan ini biasanya digunakan pada awal pengenalan soal cerita matematika kepada siswa. Soal cerita pada pembelajaran dengan model ini disajikan dengan lisan kepada siswa. Pendekatan model siswa akan


(46)

31

membacakan soal cerita untuk teman-temannya atau mendengarkan soal cerita yang dibacakan oleh teman-temannya. Setelah itu, siswa akan mencocokkan situasi yang dihadapi tersebut dengan model yang sudah dipelajari sebelumnya.

b. Pendekatan Terjemahan soal Cerita

Pendekatan terjemahan melibatkan siswa pada kegiatan membaca kata demi kata dan ungkapan demi ungkapan dari soal cerita yang dihadapinya. Setelah itu, siswa menerjemahkan kata-kata dan ungkapan-ungkapan tersebut kedalam kalimat matematika.

Dalam penelitian ini, pendekatan yang dilakukan untuk menyelesaikan soal cerita matematika adalah pendekatan terjemahan soal cerita. Hal ini berdasar pada penyajian soal kepada siswa secara tertulis dan siswa sudah tidak pada awal pengenalan soal cerita matematika.

4. Langkah-Langkah Penyelesaian Soal Cerita Matematika

Dalam memecahkan masalah dalam bentuk soal cerita matematika, siswa dituntut untuk berfikir dan bekerja keras menerima tantangan agar mampu menyelesaikannya. Rumus, teorema, hukum, aturan pengerjaan tidak dapat secara langsung digunakan untuk menyelesaikan soal cerita matematika. Permasalahan satu dengan yang lainnya mempunyai cara penyelesaian yang berbeda-beda.

Untuk menyelesaikan permasalahan dalam soal cerita matematika, peserta ddik perlu merencanakan langkah-langkah yang ditempuh. Menurut Polya (Endang dan Harmini, 2012: 124) terdapat empat langkah yang perlu diperhatikan untuk pemecahan masalah dalam soal cerita matematika. Pertama, memahami


(47)

32

masalah yaitu, mengerti mengerti masalah dan melihat apa yang dikehendaki. Cara memahami masalah yang ada dalam soal cerita matematika dapat dilakukan dengan :

a) Masalah harus dibaca berulang-ulang agar dapat dipahami kata demi kata, kalimat demi kalimat.

b) Menentukan/mengidentifikasi apa yang diketahui dari masalah.

c) Menentukan/mengidentifikasi apa yang ditanyakan/apa yang dikehendaki dari masalah.

d) Mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan masalah.

e) Tidak menambahkan hak yang tidak ada, agar tidak menimbulkan masalah yang berbeda dengan yang seharusnya diselesaikan.

Kedua, merencanakan pemecahan masalah yaitu, melihat bagaimana permasalahan yang telah dipahami dihubungkan dengan rumus, teorema atau hukum. Oleh karena itu, dalam perencanaan pemecahan masalah soal cerita diperlukan kreatifikas untuk menyusun strategi pemecahan masalah. Strategi yang dapat digunakan siswa dalam kegiatan ini antara lain sebagai berikut :

a) Membuat suatu tabel b) Membuat suatu gambar

c) Menduga, mengetes dan memperbaiki. d) Mencari pola.

e) Menyatakan kembali permasalahan f) Menggunakan penalaran

g) Menggunakan variabel h) Menggunakan persamaan.

i) Menyederhanakan permasalahan.

j) Menghilangkan situasi yang tidak mungkin. k) Bekerja mundur.

l) Menyusun model

m)Menggunakan alogaritma

n) Menggunakan penalaran tidak langsung o) Menggunakan sifat-sifat bilangan.

p) Menggunakan kasus atau membagi masalah menjadi bagian-bagian q) Memvaliditasi semua kemungkinan.

r) Menggunakan rumus

s) Menyelesaikan masalah yang ekuivalen t) Menggunakan simetri


(48)

33

u) Menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru.

Ketiga, melaksanakan perencanaan pemecahan masalah yaitu, setelah siswa menentukan rencana penyelesaian soal cerita matematika berdasarkan strategi pemecahan masalah yang telah dilakukan maka dilakukanlah pengerjaan sesuai dengan rencana yang dipilih. Rencana tersebut dilaksanakan siswa dengan memperhatikan aturan pengerjaan.

Keempat, melihat kembali kelengkapan penyelesaian masalah. Sebelum menjawab permasalahan dalam soal cerita matematika, siswa perlu untuk melihat kembali apakah penyelesaian masalah sudah sesuai dengan melakukan kegiatan mengecek hasi, menginterpretasian jawaban yang diperoleh dan meninjau kembali apakah ada cara lain atau penyelesaian bentuk lain yang lebih sesuai.

Selain itu, menurut Siti Sugiarti (2016: 18) dalam menyelesaikan soal cerita matematika, siswa dituntut kemampuan memahami masalah baik dari segi bahasa maupun dari segi matematika, termasuk dalam hal penalaran, komunikasi dan strategi pemecahan masalanya. Sedangkan berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pendekatan terjemahan soal cerita, menurut Endang dan Harmini (2012: 123) langkah-langkah yang digunakan dalam menyelesaikan soal cerita matematika adalah sebagai berikut :

a) Temukan/cari apa yang ditanyakan oleh soal cerita itu b) Cari informasi/keterangan yang esensial

c) Pilih operasi/pengerjaan yang sesuai d) Tulis kalimat matematikanya

e) Selesaikan kalimat matematikannya

f) Nyatakan jawaban dari soal cerita itu kedalam bahasa Indonesia, sehingga menjawab pertanyaan dari soal cerita tersebut.


(49)

34

5. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika di SD Kelas V.

Standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD) dan indikator yang digunakan untuk menilai kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika dalam penelitian ini disesuaikan dengan dokumen silabus kurikulum yang digunakan di SD se-Gugus 3 Seyegan. Ada pun standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator soal cerita matematika kelas V SD yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 1. SK dan KD Soal Cerita Matematika Kelas V SD Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 1. Melakukan operasi hitung

bilangan bulat termasuk penggunaan sifat-sifatnya, pembulatan dan penaksiran.

1.3. menyelesaikan malasah yang berkaitan dengan operasi hitung campuran bilangan bulat. 1.5. Menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan operasi hitung KPK dan FPB.

2. Menggunakan pengukuran waktu,sudut, jarak dan kecepatan dalam pemecahan masalah.

2.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak dan kecepatan.

E. Karateristik Siswa Kelas V SD

Menurut Piaget (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 34) perkembangan kognitif adalah hasil gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf, serta adaptasi pada lingkungan kita. Lebih lanjut menurut Piaget (Paul Suparno, 2001: 25) menguraikan empat tahap perkembangan kognitif pada anak yaitu


(50)

35 b. Pra-Operasional (2 - 7 Tahun) c. Operasional Konkret (8 - 11 Tahun) d. Operasional Formal (11 Tahun atau Lebih)

Siswa usia kelas V SD pada umumnya berada pada usia sekitar 11 tahun. Melihat usia tersebut maka siswa kelas V SD berada pada tahap operasional konkret atau operasional formal apabila melihat tahapan perkembangan kognitif di atas.

a. Operasional Konkret (8-11 Tahun)

Piaget (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 34) menjelaskan bahawa di tahap ini, seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata (ide berdasarkan pemikiran) atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersama-sama. Lebih lanjut Piaget (Paul Suparno, 2001: 69) anak dalam usia ini sudah dapat mengembangkan operasi-operasi konkret. Operasi itu bersifat reversibel.

Operasi reversibel menurut Paul Suparno (2001: 69) artinya dapat dimengerti dari dua arah yaitu suatu pemikiran yang dapat dikembalikan ke awal lagi. Dengan operasi itu, anak telah mengembangkan system pemikiran logis yang dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapai. Oleh karena itu, anak tidak mempunyai banyak kesulitan untuk menyelesaikan persoalan konservasi. Pemikiran anak juga lebih decentering dari pada tahap sebelumnya, yaitu dapat menganalisis masalah dari berbagai segi.


(51)

36

b. Operasional Formal (11 Tahun atau Lebih)

Menurut Piaget (Rita Eka Izzaty, dkk, 2008: 34) pada tahap ini, kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda nyata. Tahap ini anak sudah mampu melakukan abstraksi, dalam arti mampu menentukan sifat atau atribut khusus sesuatu tanpa menggunakan benda nyata. Pada permulaan tahap ini, kemampuan bernalar secara abstrak mulai meningkat, sehingga seseorang mulai mampu untuk berpikir secara deduktif, yaitu kemampuan berfikir dengan menarik kesimpulan yang spesifik dari sesuatu yang umum (Paul Suparno, 2001: 88-89).

Menurut Paul Suparno (2001: 88-89) pada tahap ini, anak dapat berfikir dengan abstrak. Sifat pemikiran abstrak dalam tahap ini antara lain pemikiran deduktif hipoteis, induktif saintifik, dan abstraktif reflektif. Pertama, pada pemikiran deduktif hipotesis, anak dapat mengambil keputusan dari sesuatu yang tidak ia alami langsung. Kedua, pemikiran induktif saintifik adalah kemampuan berfikir anak untuk mengambil keputusan lebih umum berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus. Ketiga, pemikiran abstraktif reflektif adalah pemikiran abstraksi yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan matematis-logis.

Masa anak-anak SD dapat dibedakan menjadi dua yaitu masa kelas rendah SD, kira-kira umur 6 atau 7 tahun sampai 9 atau 10 tahun dan masa kelas tinggi SD, kira-kira umur 9-10 tahun sampai kira-kira umur 12 atau 13 tahun. Siswa kelas V termasuk kelas tinggi. Oleh karena itu, Syaiful Bahri Djamarah (2011: 125) menjabarkan masa kelas tinggi sebagai berikut.


(52)

37

a. Adanya minta terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret. b. Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar.

c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat mata pelajaran khusus.

d. Sampai usia 11 tahun, anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya. e. Gemar membentuk kelompok sebaya.

Lebih lanjut menurut Nandang Budiman (2006:73-74) perkembangan bahasa anak terkait dengan perkembangan kognitifnya. Semakin tinggi tahap perkembangan kognitif anak, ia cenderung semakin mampu untuk memahami bahasa dari yang sederhana hingga ke yang paling kompleks. Anak usia SD kelas V sudah berada pada tahap kognitif operasional kongkret atau operasional formal, sehingga kemampuan pemahaman kebahasaaan cenderung sudah kompleks.

F. Kerangka Pikir

Kemampuan membaca yang dikembangkan di kelas V SD sudah pada tingkat membaca pemahaman. Membaca pemahaman sebagai proses menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya dengan informasi baru pada bacaan untuk memperoleh informasi atau makna dari bacaan tersebut. Siswa dikatakan dapat memahami bacaan dengan baik apabila dapat memahami isi bacaan sehingga memperoleh informasi secara utuh dan menyeluruh, mampu memahami makna bacaan, memperoleh rincian, fakta, maupun ide pokok dalam setiap paragraf.

Kemampuan membaca pemahaman sebaiknya diselenggarakan dengan baik karena akan memberikan dampak positif terhadap keberhasilan belajar siswa


(53)

38

pada masa mendatang. Melalui pembelajaran membaca pemahaman, siswa memperoleh informasi yang seluas-luasnya dan informasi tersebut dapat digunakan dalam mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Membaca pemahaman juga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa, bernalar, kreativitas, maupun penghayatan terhadap nilai-nilai moral.

Kemampuan membaca pemahaman merupakan kemampuan yang penting. Siswa yang memiliki kemampuan membaca pemahaman yang baik, membantu dirinya dalam memahami berbagai literatur pada mata pelajaran Bahasa Indonesia maupun yang lain. Salah satu contohnya yaitu mata pelajaran matematika khususnya pada soal cerita.

Soal cerita matematika merupakan soal matematika yang berbentuk cerita atau bacaan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, langkah utama yang diperlukan dalam menyelesaikan soal cerita adalah pemahaman masalah melalui membaca. Kegiatan membaca tersebut termasuk dalam membaca pemahaman karena bertujuan untuk memperoleh pemahaman makna atau informasi secara utuh dan mendalam pada soal.

Melalui kegiatan membaca pemahaman inilah, siswa akan memperoleh pemahaman makna atau informasi berupa identifikasi apa yang diketahui dan ditanyakan untuk menyelesaikan soal tersebut. Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah, maka siswa tidak akan mampu menyelesaikan masalah tersebut. Artinya kunci utama agar dapat menyelesaikan soal cerita matematika dengan benar yaitu kemampuan siswa dalam membaca soal cerita untuk memperoleh pemahaman terhadap masalah.


(54)

39

Siswa yang memiliki pemahaman yang baik terhadap bacaan, maka akan mudah dalam memahami masalah sehingga dapat menyelesaikan soal cerita dengan baik pula. Artinya jika siswa memiliki kemampuan membaca pemahaman yang baik, maka akan diikuti dengan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika yang baik pula. Begitu sebaliknya, apabila siswa memiliki kemampuan membaca pemahaman rendah, maka kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika juga akan rendah.

G. Hipotesis Penelitian

Suharsimi Arikunto (2010: 110) berpendapat bahwa hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap pemasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Ho = tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelas V SD Se-gugus 3 Seyegan tahun ajaran 2016/2017.

Ha = ada pengaruh yang positif dan signifikan kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa kelas V SD Se-gugus 3 Seyegan tahun ajaran 2016/2017.


(55)

40 H. Definisi Operasional Variabel

1. Kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk mencari dan memperoleh informasi, mencakup isi dan memahami makna dari bacaan yang diketahui dengan menjawab pertanyaan pada tes pilihan ganda sesuai isi bacaan dengan menyebutkan contoh penerapan ide/isi bacaan dalam kehidupan sehari-hari, menentukan kalimat utama setiap paragraf, dan menentukan ide pokok setiap paragraf dengan tepat.

2. Kemampuan menyelesaikan soal cerita adalah kemampuan siswa untuk melakukan pemecahan masalah matematika dengan menyelesaikan dengan tepat tes dengan bentuk butir soal pilihan ganda yang disajikan dalam bentuk cerita dan berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari yang mengandung konsep dan keterampilan matematika dengan cakupan materi pada operasi hitung campuran, KPK, FPB, jarak, waktu dan kecepatan.


(56)

41 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teknik pengumpulan dan pengolahan datanya adalah penelitian kuantitatif. Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 10), penelitian kuantitatif banyak menuntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Jadi, penelitan kuantitatif dalam penelitian ini adalah suatu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data berupa angka, kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan simpulan yang selanjutnya dihbungkan dengan teori yang telah ada untuk selanjutnya didapatkan kesimpulan ahkir.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika kelas V SD Se-Gugus 3 Kecamatan Seyegan, Sleman, Yogyakarta. Dalam penelitian ini bermaksud menemukan ada tidaknya pengaruh-pengaruh kemampuan membaca pemahaman terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika Kelas V SD Se Gugus 3 Kecamatan Seyegan, Sleman. Penelitian ini bersifat kuantitatif, di mana gejala-gejala yang akan diteliti diukur dengan menggunakan angka-angka.


(57)

42 B. Desain dan Paradigma penelitian

1. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan untuk melaksanakan penelitian. Menurut Fred N Kerlinger (2003: 483) mengemukakan bahwa desain penelitian rencana yang disusun untuk mendapatkan suatu jawaban dari pertanyaan dalam peneliti. Pola desain penelitian dalam setiap disiplin ilmu memiliki kekhasan masing-masing, namun prinsip-prinsip umumnya memiliki banyak kesamaan.

Penelitian ini termasuk penelitian expost facto. Menurut Sukardi (2011: 15) penelitian expost facto adalah penelitian yang peneliti berhubungan dengan variabel yang telah terjadi dan mereka tidak perlu pemberian perlakuan terhadap variabel yang diteliti. Penelitian dilakukan dengan merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang menimbulkan kejadian tersebut tanpa memberikan perlakuan atau memanipulasi variabel yang diteliti.

Sukardi (2011: 165) membedakan penelitian ex-postfacto menjadi dua’ Correlational study atau penelitian korelasi adalah suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan, apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih (Sukardi, 2011: 166). Sedangkan causal comparative menurut Sukardi (2011: 175) adalah kegiatan penelitian yang berusaha mencari informasi tentang terjadinya hubungan sebab akibat.

Berdasarkan kedua jenis penelitian ex-postfacto di atas, maka penelitian ini adalah penelitian causal comparative . Dikarenakan tujuan


(58)

43

dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan sebab akibat dari variabel kemampuan membaca pemahaman terhadap variabel kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika.

2. Paradigma Penelitian

Sugiyono (2011: 42) menyatakan paradigma penelitian diartikan sebagai pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti. Selain itu, juga mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan digunakan.

Penelitian ini meneliti hubungan sebab-akibat yang tidak dimanipulasi atau diberi perlakuan (dirancang dan dilaksanakan) oleh peneliti. Adanya hubungan sebab-akibat didasarkan atas kajian teoritis, bahwa suatu variabel disebabkan atau dilatarbelakangi oleh variabel tertentu atau mengakibatkan variabel tertentu. Paradigma hubungan sebab akibat antara variabel independen dengan variabel dependen digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Paradigma Penelitian Keterangan :

X : Kemampuan membaca pemahaman


(59)

44 C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 7 Sekolah Dasar se-Gugus 3 Seyegan, Sleman dan dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2016.

D. Variabel Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 96), variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel bebas dan terikat. Menurut Fred N Kerlinger (2003: 58) “Variabel bebas ialah sebab yang dipandang sebagai sebab kemunculan variabel terikat yang dipandang (atau diduga) sebagai akibatnya”. Jadi, variabel terikat menjadi faktor dari variabel terikat.

1. Variabel bebas (independent variable), merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan. Dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca pemahaman kelas V SD se-Gugus Seyegan, Sleman.

2. Variabel terikat (dependent variable), merupakan variabel yang dipengaruhi. Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika Kelas V SD se-Gugus 3 Seyegan, Sleman


(60)

45 E. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Menurut Sukardi (2011: 53), populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, pristiwa, atau benda yang berada bersama dalam suatu tempat secara bersamaan dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil ahkir penelitian. Menurut Suharsimi arikunto (2002: 108) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Dengan demikian, populasi merupakan semua obyek atau subyek penelitian dengan karakteristik tertentu yang ditentukan peneliti melalui suatu pengukuran untuk mendapatkan suatu kesimpulan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD se-Gugus 3 Seyegan, Sleman tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 145 anak dan tersebar di 7 SD. Secara terperinci jumlah populasi di setiap kelas pada ke 7 SD tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas V SD Se-Gugus 3 Seyegan Siswa kelas V Jumlah Populasi

SD N Margomulyo 1 20

SD N Margomulyo 2 15

SD N Sompokan 48

SD N Jablangan 25

SD N Pete 31

SD Muh. Kasuran 19

SD Muh Gendol 6

Jumlah 145


(61)

46 2. Sampel Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 109), sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Lebih lanjut dijelaskan bahwa probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik proporsional random sampling. Mengenai teknik pengambilan sampel ini oleh Cholid Narbuka dan H. Abu Achmadi (2007:111-117) dijelaskan bahwa teknik proporsional random sampling menghendaki pengambilan sampel dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan besar-kecilnya sub-sub populasi tersebut. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan random sampling. Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 114-115), pengambilan sampel secara acak dapat dilakukan dengan undian, dan tabel bilangan random. Apabila pengambilan dilakukan dengan undian, maka setiap anggota populasi diberi nomor terlebih dahulu, sesuai dengan jumlah populasi.

Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Proportional Random Sampling yaitu mengambil sampel dari anggota populasi secara acak dan proporsional. Penentuan jumlah sampel keseluruhan dalam penelitian ini menggunakan rumus dari Taro Yamane yaitu


(62)

47

Keterangan: = Jumlah sampel N = Jumlah populasi d2 = Presisi yang ditetapkan (Riduwan, 2004: 65)

Dengan mempertimbangkan taraf kesalahan sebanyak 5% didapat sampel penelitian sebanyak 107. Menurut Sugiyono sampel tersebut dibagi secara proporsional dengan rumus:

ni =

Keterangan: ni = jumlah sampel menurut stratum n = jumlah sampel seluruhnya Ni = jumlah populasi menurut stratum N = jumlah populasi seluruhnya

(Riduwan, 2004: 66)

Adapun rincian sampel penelitian masing-maasing Sekolah Dasar Negeri dapat dilihat pada tabel 3 yaitu sebagai berikut.

Tabel 3. Sampel Penelitian

Siswa kelas V Jumlah Populasi Sampel

SD N Margomulyo 1 20 15

SD N Margomulyo 2 15 11

SD N Sompokan Kelas A 24 18

SD N Sompokan Kelas B 24 18

SD N Jablangan 25 19

SD N Pete 31 23

SD Kasuran 19 14

SD Gendol 6 5

Jumlah 145 123


(63)

48

Berdasarkan penghitungan jumlah sampel secara keseluruhan dan menggunakan proporsi terjadi perbedaan jumlah sampel, yaitu 107 dan 123. Dengan pertimbangan semakin banyak sampel akan menghasilkan data yang lebih baik untuk melakukan generalisasi, maka jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 123 siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data

Suharsimi Arikunto (2002: 197-198) menjelaskan bahwa pengumpulan data merupakan cara-cara yang dapat dipergunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Untuk memperoleh data yang obyektif dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, diperlukan teknik yang mampu mengungkapkan data sesuai dengan pokok permasalahannya. Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan teknik, yaitu:

1. Tes

Penelitian yang dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan membaca pemahaman dan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika menggunakan alat ukur berupa tes prestasi. Menurut Sukardi (2011: 138-139) tes merupakan prosedur sistematik dimana individu yang dites direpresentasikan melalui jawaban dari individu tersebut. Lebih lanjut tes prestasi adalah tes untuk mengukur kemampuan dari siswa.

Dalam penelitian ini, tes prestasi yang diterapkan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman dan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika adalah tes objektif. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2013:


(64)

49

122) tes objektif atau pilihan ganda menuntut siswa untuk memilih kode-kode tertentu yang mewakili aternatif jawaban. Penggunaan bentuk tes objektif berdasarkan pada penggunaan tes terstandarisasi yang dilaksanakan pada saat ini didominasi menggunakan tes objektif. Pada pengukuran kemampuan menyelesaikan soal cerita, kemampuan yang diukur adalah kemampuan dari siswa untuk dapat menyelesaikan soal hingga menemukan jawaban yang tepat, sehingga digunakan tes objektif atau pilihan ganda.

Penelitian ini tidak bermaksud untuk mengetahui kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal cerita matematika langkah demi langkah. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan siswa pada hasil ahkir penyelesaian soal cerita matematika. Hasil tersebut lalu dilihat apakah dipengaruhi oleh kemampuan membaca pemahaman yang dimiliki oleh siswa atau tidak. Oleh karena itu, bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif atau pilihan ganda.

2. Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2002:135) dokumentasi adalah pemerolehan informasi dari benda-benda tertulis seperti buku, majalah, dokumen, peraturan, catatan harian dan sebagaianya. Dalam penelitian ini, informasi diambil dari dokumen nilai ulangan harian 1 mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika

3. Observasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 133) observasi merupakan kegiatan pengamatan dengan pemusatan perhatian terhadap suatu objek tertentu dengsn


(1)

179

Lampiran 13. Uji Normalitas Data

Statistics

VarX VarY

N Valid 123 123

Missing 0 0

Mean 15.94 16.46

Std. Error of Mean .291 .368

Median 16.00 16.00

Mode 15 15

Std. Deviation 3.227 4.086

Skewness -.045 -.020

Std. Error of Skewness .218 .218

Kurtosis .134 .054

Std. Error of Kurtosis .433 .433

Minimum 7 5

Maximum 25 27


(2)

180

Lampiran 14. Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig. VarX

* VarY

Between Groups (Combined) 946.586 19 49.820 15.837 .000 Linearity 871.495 1 871.495 277.036 .000 Deviation from

Linearity 75.091 18 4.172 1.326 .187

Within Groups 324.016 103 3.146


(3)

181

Lampiran 15. R Square

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .828a .686 .683 2.299

a. Predictors: (Constant), VarX b. Dependent Variable: VarY


(4)

182

Lampiran 16. Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1396.877 1 1396.877 264.217 .000a

Residual 639.709 121 5.287

Total 2036.585 122

a. Predictors: (Constant), VarX b. Dependent Variable: VarY


(5)

183

Lampiran 17. Persamaan Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -.253 1.049 -.241 .810

VarX 1.049 .065 .828 16.255 .000


(6)

184

Lampiran 18. Perbaikan Instrumen

No. Sebelum Revisi Setelah Revisi

2. Suhu udara di daerah dataran tinggi Dieng pada siang hari mencapai -8oC. Ketika malam hari, suhu udara turun sampai 5oC. Berapa suhu udara ketika malam hari?

Suhu udara di daerah dataran tinggi Dieng pada siang hari mencapai -8oC. Ketika malam hari, suhu udara turun 5oC. Berapa suhu udara ketika malam hari?

9. Ayah mempunyai uang Rp 35.000,00. Digunakan untuk membeli bensin sebesar Rp 25.000,00. Sisa uang ayah diberikan kepada 4 anaknya sebagai tambahan uang saku. Setiap anak mendapatkan jumlah uang yang sama. Berapa tambahan uang saku yang diterima setiap anak?

Ayah mempunyai uang Rp 35.000,00. Digunakan untuk membeli bensin sebesar Rp 25.000,00. Sisa uang ayah diberikan kepada 4 anaknya sebagai tambahan uang saku. Setiap anak mendapatkan uang yang sama. Berapa tambahan uang saku yang diterima setiap anak?

14. Sebuah sekolah menerima kiriman paket buku untuk perpustakaan. Kiriman itu berupa 3 buah kotak besar, masing-masing berisi 72 buku, 108 buku, dan 120 buku. Ketiga kotak itu dibuka dan buku-buku akan ditumpuk di meja besar untuk dicatat. Ada berapa tumpuk buku di atas meja jika

banyak buku setiap

tumpukannya sama?

Sebuah sekolah menerima kiriman paket buku untuk perpustakaan. Kiriman itu berupa 3 buah kotak besar, masing-masing berisi 72 buku, 108 buku, dan 120 buku. Ketiga kotak itu dibuka dan buku-buku akan ditumpuk di meja besar untuk dicatat. Ada berapa tumpuk buku terbanyak pada setiap tumpukan di atas meja jika banyak buku setiap tumpukannya sama?


Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika di Sekolah Menengah Pertama

0 12 193

PENGARUH KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN TERHADAP KEMAMPUAN MENGAPRESIASI CERITA PENDEK SISWA KELAS V SD DI KECAMATAN PUCAKWANGI KABUPATEN PATI

0 9 252

PENGARUH STRATEGI PEMECAHAN MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA.

0 1 34

HUBUNGAN RESPON SISWA TERHADAP TUGAS YANGDITERIMA DENGAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN SOAL MATEMATIKA KELAS IV SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 2 KECAMATAN PENGASIH.

0 2 135

PENGARUH KETRAMPILAN MEMBACA PEMAHAMAN TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR GUGUS IV KECAMATAN PENGASIH.

4 19 133

HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI GUGUS III KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 0 169

HUBUNGAN ANTARA MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA PADA SISWA KELAS IV SD SE-GUGUS KARANGMOJO III GUNUNGKIDUL.

0 0 68

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA DENGAN MODEL POLYA DI KELAS III SEKOLAH DASAR

0 0 7

PENGARUH PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN MEMBUAT DAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

0 1 8

PENGARUH KEMAMPUAN PEMAHAMAN MEMBACA SOAL DAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DI KELAS IV SD NEGERI SINDANGSARI 01 MAJENANG

0 0 15