Penyelesaian Sengketa Benda Wakaf Menurut Hukum Islam
Mereka juga membolehkan penentuan masing-masing hakim untuk bertugas pada waktu, tempat dan untuk pengikut mazhab tertentu. Penguasa juga boleh menempatkan hakim
khusus untuk menangani segala bentuk kasus yang sering diajukan. Seperti, pengangkatan hakim yang khusus menangani gugatan kasus pernikahan, atau gugatan kasus perdata, atau
kasus sosial, kasus perdagangan dan lain-lain. Pemberian jabatan secara khusus, dari penguasa kepada hakim untuk menyelesaikan
satu kasus, adalah suatu kewajiban. Hakim tidak boleh memprotes dan tidak boleh seenaknya menangani kasus yang berbeda dengan bidang hukum yang ditanganinya. Sebab,
semua ini dijalankan untuk menegakkan sistem yang mengatur masyarakat. Seorang hakim diperbolehkan terlebih dahulu, memeriksa kasus kalau sudah ada pengaduan. Meski belum
sampai pada inti persoalan. Hal ini sekedar untuk mengecek, apakah kasus ini ada hubungannya dengan tugas khusus yang diembannya, tanpa memanggil pihak tergugat.
Pendapat para fuqaha ini kemudian dipakai sebagai dasar praktik para hakim di Irak. Di antara hukum syariat tersebut adalah undang-undang khusus yang membagi
struktur peradilan mahkamah menjadi beberapa bagian dan tingkatan. Setiap struktur bertugas untuk menangani satu jenis kasus saja.
Gugatan wakaf termasuk tugas khusus dari M ahkamah Syar‟iyah. Dimana, tugas
khususnya adalah mengawasi sah atau tidaknya gugatan wakaf, dan gugatan yang berkenaan dengan pengawasan barang wakaf, baik yang berbentuk musaqqafat real
estatepemukiman maupun mustaghallat segala bentuk barang wakaf yang di ambil manfaatnya, dimana para ulama menganggap sebagai wakaf yang sah. Juga, menyegel dan
menyita harta orang yang terjerat hutang pailit atau safih orang yang tidak cakap hukum untuk mengatur harta. Atau, untuk mengangkat wali bagi anak kecil. Orang gila dan orang
idiot. Atau, tugas untuk membagikan warisan, memimpin akad nikah, talak, nafkah dan hadhanah pemeliharaan anak dibawah umur. Dan hal pertama yang harus ditinjau oleh
hakim setelah kasus itu diajukan kepadanya adalah pengkatogorian layak atau tidak kasus sengketa.
Karenanya, Said bin Musayyib berkata: “Hakim yang mengenal mana penggugat dan mana tergugat yang sebenarnya, maka tidak ada kesulitan baginya untuk
menyelesaikan kasus hukum antara keduanya. Dari sini, perlu dibedakan antara pengugat dan tergugat dalam hal-hal berikut ini:
a. Cara menyelesaikan sengketa adalah dengan mengembalikan hak seseorang dari
orang lain yang berhak atasnya. Mengenal siapa tergugat dan siapa penggugat, dalam suatu kasus, dengan jeli bisa menegakkan keadilan. Yaitu, dengan cara
mengembalikan hak kepada pemiliknya yang sah dari tangan orang lain yang tidak berhak.
b. Penggugat adalah orang yang harus mampu membuktikan kebenaran
gugatannya atas apa yang ia ajukan. Berbeda halnya, pihak tergugat ketika
membantha maka ia harus bersumpah jika memang gugatannya tidak kuat. Hal ini didasarkan atas sabda Rasul SAW yang artinya: “mengajukan bukti adalah
tugas penggugat dan sumpah diharuskan atas tergugat.” c.
Untuk menentukan tempat dan jenis gugatan, terlebih dahulu harus mengetahui siapa penggugat dan tergugat. Karena menurut fuqoha, hukum atau undang-
undang yang baik adalah yang sesuai dengan zamannya. Dan khusus untuk kasus gugatan yang berkenaan dengan hak milik, gugatan harus diajukan
ditempat si tergugat.