b. Al-Hadits
1. Hadits dari Ibnu Umar yang Artinya:
“Dari Ibnu Umar r.a bahwasanya Umar bin Khattab mendapat bagian sebidang kebun di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi SAW untuk meminta nasehat tentang harta itu. Ia
berkata: “ya Rasulullah aku telah memperoleh sebidang tanah di Khaibar yang aku belum pernah peroleh tanah seperti itu,apakah nasehat enhkau kepadaku tentang tanah itu?
Rasulullah menjawab: “jika kamu menginginkan, tahanlah aslinya dan shadakahkan hasilnya. Maka bershadakahlah Umar, tanah tersebut tidak bisa dijual, dihibahkan dan
diwariskan dan menshadakahkan kepada orang-orang fakir, budak-budak, pejuang dijalan Allah, Ibnu sabil, dan tamu-tamu. Tidak ada dosa bagi orang yang mengurusnya nazhir
memakan sebagian dari harta itu secara patut atau memberi makna asal tidak bermaksud mencari kekayaan H.R Muslim”.
17
2. Hadits riwayat Abu Hurairah yang berbunyi:
اث ْن َّا ع عطقْنا دا نْبا ا ا ا :
لْوعْ ي حلاص لو ْوا ب عف ْي ْع ْوا يراج ق ص س اور
18
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali
tiga macam, yaitu sedekah jariyah yang mengalir terus, ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya
HR Muslim”.
Dari kedua hadits tersebut dapat diambil kesimpulan:
17
Hadits Ibnu Umar Muslim Ibn al-Hujaj Abu Husaini al-Qushairi al-Nisabury, Shohih Muslim, Bairut: Daar Ihya‟l al-Thusururi al-Arabiy, Juz 3 h. 1225
18
Imam Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyary al-Nisabury, Shahih Muslim, Mesir: Daar al- Hadits al-Qahirah, 1994, jilid VI, cet. 1, h. 95
a Wakaf adalah perbuatan ibadah dan ajaran Islam pun menganjurkan untuk berbuat
wakaf. b
Wakaf adalah permanent statusnya artinya tidak boleh dirubah, dijual, dihibahkan, apalagi diwariskan sesuai dengan sabda Nabi SAW.
c Jenis wakaf harus kekal dan yang dishadakahkan harus hasilnya atau manfaatnya
saja. d
Wakaf harus untuk kepentinagan umum bukan untuk pribadi yang dijadikan untuk dijadikan kekayaan.
2 Dasar hukum wakaf menurut pemerintah Republik Indonesia
Sebagaimana yang telah disebut diatas, bahwa ada beberapa peraturan perundang- undangan yang mengatur masalah perwakafan di Indonesia.
a. Undang-Undang Pokok Agraria
Dalam Undang-Undang Pokok Agraria UU PA No. 5 Tahun 1960, masalah wakaf dapat kita ketahui pada pasal 5, pasal 14 ayat 91 dan pasal 49 yang memuat rumusan-
rumusan di antaranya yaitu: 1.
Pasal 5 UU PA menyatakan bahwa “hukum agararia yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan
dengan hukum nasional dan negara…….” Segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandarkan pada hukum agama.
2. Pada ayat 14 ayat 1 menyatakan bahwa pemerintah dalam rangka
sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan
alam yang terkandung didalamnya untuk keperluan negara, untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sesuai dengan ketuhanan Yang Maha
Esa. 3.
Pasal 49 UU PA menyatakan bahwa hak milik tanah-tanah badan keagamaan badan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang
keagamaan sosial, diakui dan dilindungi.
b. Peraturan – peraturan lainnya
1. PP No. 28 Tahun 1977, Maksudnya yaitu untuk memberikan jaminan
kepastian hukum mengenai tanah wakaf serta kemanfaatannya sesuai dengan tujuannya. Dengan demikian berbagai penyimpangan dan
sengketa wakaf dapat dikurangi.
2. Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1977, Menindak lanjuti PP No.
28 Tahun 1977 di keluarkan peraturan Mendagri No. 6 Tahun 1977 yang mengatur tentang tata pendaftaran perwakafan tanah milik memuat antara
lain persyaratan tanah yang diwakafkan, pejabat pembuata akta ikrar wakaf, proses pendaftaran, biaya pendaftaran dan ketentuanperalihan.
Sedangkan dalam rangka pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977 maka di
keluarkan Peraturan Meneri Agama No. 1 Tahun1978 yang merinci lebih lanjut tata cara perwakafan tanah milik antara lain tentang: ikrar wakaf
dan aktanya, pejabat pembuat akta ikrar wakaf, hak dan kewajiban nazhir, perubahan perwakafan tanah milik, pengawasan dan bimbingan.
3. Instruksi Presiden No. 1 Tahun1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
KHI, Hukum perwakafan sebagaimana diatur oleh Kompilasi Hukum Islam KHI di Indonesia pada dasarnya sama dengan hukum perwakafan
yang telah diatur oleh perundang-undangan yang telah ada sebelumnya. Ada beberapa hal hukum perwakafan dalam Kompilasi Hukum Islam
KHI tersebut merupakan pengembangan dan penyempurnaan pengaturan perwakafan sesuai dengan hukum Islam.
4. Undang-Undang Tentang Yayasan Pengaturan tentang yayasan termuat
dalam undang-undang No. 16 Tahun 2001 tanggal 16 Agustus 2001 LN Tahun 2001 No. 112 mengenai wakaf disinggung secara singkat dalam
pasal 15 ayat 3 yang isinya sebagai berikut: “Dalam hal kekayaan
yayasan berasal dari wakaf, kata “wakaf” dapat ditambahkan setelah kata “yayasan.”
5. SK Dir. BI No. 3234KepDir tentang Bank Umum berdasarkan prinsip
syari‟ah. Pasal 29 ayat 2 berbunyi: “Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal, yaitu menerima
dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah atau
dana sosial lainnya dan menyalurkan kepada yang berhak dalam bentuk santunan atau pinjaman kebajikan qardlul hasan.”
6. SK Dir. BI No. 3236KEPDir tentang Bank Pengkreditan Rakyat
berdasarkan syari‟ah. Ketentuan ini diatur dalam pasal 28 yang berbunyi: “BPRS dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima
dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah atau dana sosial lainnya dan menyalurkan kepada yang berhak dalam
bentuk santunan atau pinjaman kebajikan qardlul hasan.
19
C. Sejarah Perkembangnan perwakafan di Indonesia
Berbicara masalah wakaf dalam perspektif sejarah Islam, tidak dapat dipisahkan dari pembicaraan tentang perkembangan hukum Islam dan esensi misi hukum Islam. Untuk
mengetahui perkembanngan hukum Islam perlu melakukan penelitian atau setidaknya melakukan telaah terhadap teks wahyu dan kondisi sosial-budaya masyarakat dimana
hukum Islam itu berasal. Sebab hukum Islam merupakan “perpaduan” antara wahyu Allah
SWT dengan kondisi masyarakat yang ada pada saat wahyu itu diturunkan. Misi hukum Islam sebagai aturan untuk sebagai aturan untuk mengejewantahkan nilai-nilai keimanan
dan aqidah mengemban misi utama ialah mendistribusikan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, baik keadilan hukum, sosial maupun keadilan ekonomi.
19
Departemen Agama RI, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategi di Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Peyelenggaraan Haji, 2003 h. 21-31
Islam adalah agama yang mempunyai aturan dan tatanan sosial, konkrit, akomodatif, aplikatif, guna mengatur kehidupan manusia yang dinamis dan sejahtera, tidak
seluruh perilaku dan adapt istiadat sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW merupakan perbuatan buruk dan jelek, tetapi tradisi Arab yang memang sesuai dengan nilai-nilai
agama Islam diakomodir di format menjadi ajaran Islam lebih teratur dan bernilai imaniyah. Diantara praktek sosial yang terjadi sebelum datangnya Nabi Muhammad SAW
adalah praktek yang menderma sesuatu dari seseorang demi kepentingan umum atau dari satu orang untuk semua keluarga. Kemudian tradisi ini diakui oleh Islam menjadi hukum
wakaf, dimana seseorang yang mempunyai kelebihan ekonomi menyumbangkan sebagian hartanya untuk dikelola dan manfaatnya untuk kepentingan umum.
20
Berikut sejarah perkembangan praktek wakaf pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat:
1. Sejarah perwakafan pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat
Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf disyariatkan setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua
pendapat yang berkembang dikalangan ahli yurisprudensi Islam fuquha tentang siapa yang pertama kali melaksanakan Syariat Wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama
20
Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf, Strategi Pengamanan Tanah Wakaf, Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI, 2004, h. 5
mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid. Sedangkan pendapat lain
mengatakan bahwa wakaf pertama kali dilakukan oleh Umar. Amal wakaf yang dilakukan oleh sahabat Umar berupa berupa tanah di Khaibar,
kemudian disusul oleh Abu Talhah yang mewakafkan kebun kesayangannya “Bairoha”. Kemudian disusul oleh sahabat lainnya, seperti Abu Bakar, Usman, Ali bin Abi Thalib,
Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam, dan Aisyah istri Rasullah SAW. Gairah amal wakaf ini kemudian dilakukan oleh umat Islam di seluruh dunia dari waktu ke
waktu sebagai amal ibadat kepada Allah SWT. Jumlah wakaf wakaf tidak terbatas kepada bangunan ibadat atau tempat kegiatan agama saja, tetapi diperuntukkan bagi kepentingan
kemanusiaan dan kepentingan umum. 2.
Perwakafan di Indonesia Sejak datangnya Islam, sebagian besar masyarakat Indonesia melaksanakan wakaf
berdasarkan paham keagamaan yang dianut sebelum adanya UU No.5 Tahun 1960 tentang perwakafan tanah milik masyarakat Islam Indonesia masih menggunakan kebiasaan-
kebiasaan keagamaan, seperti melakukan perbuatan hukum wakaf secara lisan atas dasar saling percayakepada seseorang atau lembaga tertentu, kebiasaan memandang wakaf
sebagai amal shaleh yang mempunyai nilai mulia disisi Allah, tanpa harus melalui prosedur