Faktor Kontekstual Pengaruh Iklim Sosial Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan Dan Karir Pada Remaja

ƒ Trait Kecemasan Penelitian yang dilakukan oleh Zelenski dan Larsen 2002, dalam Palupi, 2007 menunjukkan hubungan antara nilai skor trait neuroticism dengan skor judgement terhadap kejadian yang akan terjadi di masa depan. Berdasarkan penelitian, individu yang memiliki trait neuroticism berkorelasi tinggi dengan trait kecemasan cenderung untuk mempersepsikan bahwa akan terjadi kejadian yang buruk di masa yang akan datang. Penelitian ini diperkuat oleh Palupi 2007, yaitu ada hubungan yang signifikan antara trait kecemasan dengan orientasi masa depan bidang karir. Hubungan antara dua variabel ini bersifat linear dan memiliki arah negatif. Artinya, semakin tinggi skor trait kecemasan individu maka semakin rendah nilai orientasi masa depan dibidang karir dan demikian sebaliknya.

b. Faktor Kontekstual

Berikut ini adalah faktor-faktor kontekstual yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan : ƒ Gender Nurmi 1991, dalam McCabe Barnett, 2000 berdasarkan tinjauan literatur ditemukan adanya perbedaan gender yang signifikan antara domain-domain pada orientasi masa depan, tetapi pola perbedaan yang muncul akan berubah seiring berjalannya waktu. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurmi 1991 ditemukan bahwa perempuan lebih berorientasi ke arah masa depan keluarga sedangkan laki-laki lebih berorientasi ke arah masa depan karir McCabe Barnet, 2000. Hal ini sependapat dengan yang diungkapkan oleh Hurlock 1991, bahwa anak laki-laki biasanya lebih bersungguh-sungguh dalam hal pekerjaan dibandingkan dengan anak perempuan yang kebanyakan memandang pekerjaan sebagai pengisi waktu sebelum menikah. Anak laki-laki lebih menginginkan pekerjaan yang bermartabat tinggi dan bergengsi, sedangkan anak perempuan akan memilih pekerjaan yang memberikan rasa aman dan yang tidak banyak menuntut waktu Hurlock, 1991. ƒ Status Sosioekonomi Kemiskinan dan status sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan perkembangan orientasi masa depan yang menyebabkannya menjadi terbatas Friere, Gorman, Wessman, 1980 ; Nurmi, 1991 dalam McCabe Barnet, 2000 dan pesimistis Voydenoff Donnelly, 1990 dalam McCabe Barnet, 2000. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Nurmi 1987, dalam Nurmi, 1991 menunjukkan bahwa individu yang memiliki latar belakang status sosial ekonomi yang tinggi cenderung untuk memiliki pemikiran mengenai masa depan karir yang lebih jauh dibandingkan individu dengan latar belakang sosial ekonomi rendah. Remaja dengan status ekonomi menengah lebih tertarik pada pendidikan, karir dan aktivitas waktu luang Poole dan Cooney; Trommsdorff, dkk dalam Nurmi, 1991. ƒ Teman Sebaya Dalam konteks ini, teman sebaya dapat mempengaruhi orientasi masa depan dengan cara yang bervariasi. Teman sebaya berarti teman sepermainan dengan jenjang usia yang sama dan berada pada tingkat perkembangan yang sama, dimana teman sebaya dapat saling bertukar informasi pada pemikiran mengenai tugas perkembangannya. Kelompok teman sebaya peer group juga memberikan individu kesempatan untuk membandingkan tingkah lakunya dengan temannya yang lain Nurmi, 1991. Jadi, baik secara langsung maupun tidak langsung, teman sebaya memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap terbentuknya orientasi masa depan pada remaja. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Malmberg 2001 mengenai Future Orientation in Educational and Interpersonal Context menunjukkan bahwa teman sebaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap orientasi masa depan pada bidang pendidikan. ƒ Konteks Keadaan Lingkungan Tempat Tinggal Hasil dari beberapa penelitian menyatakan konteks atau keadaan lingkungan tempat tinggal individu mempengaruhi orientasi masa depan individu. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan selama 12 tahun oleh Liberska 2002, dalam Palupi, 2007 menyatakan bahwa perubahan keadaan sosial ekonomi di Polandia terbukti mengubah isi dan hierarki tujuan dan ketakutan remaja dari 3 generasi pada tahun1987, 1991 dan 1999. Penelitian ini didukung oleh Artar 2002, dalam Palupi, 2007 yang menemukan perbedaan antara remaja Turki yang mengalami musibah gempa bumi dengan remaja yang tidak mengalami musibah. Selain itu Moeliono dkk. 2002 dalam hasil penelitiannya mengenai gambaran mengenai orientasi masa depan pada remaja kota dan desa menyatakan bahwa ada perbedaan orientasi masa depan yang signifikan antara remaja kota dengan remaja desa. ƒ Usia Penelitian yang dilakukan oleh Seginer 2000 pada remaja wanita yang duduk di bangku sekolah menengah pertama, menengah atas dan kuliah menemukan terdapat perbedaan orientasi masa depan partisipan berdasarkan kelompok usia pada semua domain kehidupan prospektif karir, keluarga dan pendidikan. ƒ Jalur Pendidikan Trommsdorff, 1979; Hurrelmann, 1987; Klaezinsky Reese, 1991 dalam Malmberg Trempala, 1997 mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan adalah jalur pendidikan. Pendidikan ini dapat diterima individu melalui pengalaman di sekolah. Penelitian terakhir mengenai hal tersebut dilakukan oleh Amenike 2008 bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara iklim sekolah dengan orientasi masa depan dalam bidang karir pada siswa boarding school. ƒ Budaya Budaya merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi orientasi masa depan Sundberg, 1983; Nurmi, in press dalam Malmberg Trempala, 1997. Perbedaan budaya dari masing-masing individu membuat orientasi masa depan menjadi berbeda satu sama lainnya. Namun dikarenakan budaya terlalu luasnya cakupan dari budaya dan sulit untuk didefinisikan, maka dalam penelitian ini budaya yang dimaksud adalah suku bangsa. ƒ Keterlibatan dalam Organisasi Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Palupi 2007 menunjukkan hubungan antara variabel keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan dengan orientasi masa depan dalam bidang karir. Hubungan antara keterlibatan organisasi kemahasiswaan dengan orientasi masa depan bidang karir dapat terjadi karena kesempatan yang dimiliki oleh individu yang terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswaan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk bertemu dengan orang lain dibandingkan dengan individu yang tidak terlibat dalam organisasi kemahasiswaan Magolda dalam Montelongo, 2002 dalam Palupi, 2007. ƒ Konteks Keluarga Nurmi 1991 menjelaskan bahwa interaksi antara orang tua dan anak memegang peranan penting dalam orientasi masa depan anak. Interaksi ini memberikan pengaruh dengan cara: 1 Penetapan standar normatif, orang tua mempengaruhi perkembangan minat, nilai dan tujuan hidup anak, 2 orang tua berperan sebagai contoh bagi anak dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam tugas perkembangan anak, 3 dukungan orang tua membantu anak mengembangkan sikap optimis terhadap masa depan anak. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nurmi 1987, dalam McCabe Barnett, 2000 menunjukkan bahwa iklim dalam keluarga merupakan salah satu faktor dan prediktor yang penting dalam orientasi masa depan pada anak. Berikut ini adalah beberapa hal di dalam keluarga yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan pada remaja Mc Cabe Barnet, 2000 : ƒ Hubungan Antara Remaja dengan Orang Tua Hubungan antara remaja dengan orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap orientasi masa depan remaja, hal ini dikarenakan adanya pengaruh yang signifikan terhadap penyesuaian diri remaja Phares Compas, 1992 dalam McCabe Barnet, 2000. Trommsdorff 1983, dalam McCabe Barnet, 2000 melihat adanya keterlibatan orang tua dan menemukan bahwa remaja yang memandang adanya dukungan dan keterbukaan dari orang tua mereka akan mendapatkan orientasi masa depan yang lebih positif dari pada remaja yang kurang mendapatkan dukungan dari orang tua. ƒ Intensitas Penyelesaian Konflik yang Buruk Seringnya penyelesaian konflik yang buruk antara figur dewasa berhubungan dengan peningkatan gejala internalisasi dan eksternalisasi Grych, Seid Fincham, 1992 dalam McCabe Barnet, 2000, dan mungkin juga menyebabkan pandangan yang pesimis terhadap masa depan. ƒ Gaya Pengasuhan. Gaya pengasuhan mungkin juga memberikan pengaruh atas orientasi masa depan remaja. Baumrind Black 1976, dalam McCabe Barnet, 2000 menjelaskan tentang dua dimensi utama dari gaya pengasuhan, yang pertama adalah warmth kehangatan yaitu sejauhmana orang tua dapat menerima dan merespon segala sesuatu yang berhubungan dengan anak dan memusatkan segala sesuatunya pada anak, yang kedua adalah demandingness, yaitu sejauhmana orang tua mengatur anak-anak mereka dengan keras, penuh batasan dan berusaha mengontrol perilaku anak-anak mereka. Sedangkan kombinasi antara warmth dan demandingness adalah gaya pengasuhan authoritative Maccoby Martin, 1983 dalam McCabe Barnet, 2000. Aspek yang terdapat dalam konteks keluarga cukup banyak. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti menggabungkannya kedalam suatu konteks yaitu iklim sosial keluarga dimana beberapa aspek di dalam keluarga masuk kedalamnya. Adapun definisi dan teori mengenai iklim sosial keluarga tersebut adalah sebagai berikut.

2.2. Iklim Sosial Keluarga