melalui beberapa tujuan kecil. Dengan kata lain, untuk mencapai satu tujuan besar diperlukan tujuan-tujuan kecil tujuan perantara. Sebelum mencapai tujuan besar
individu terlebih dahulu harus mencapai tujuan perantara dan ini merupakan strategi merealisasikan tujuan yang lebih besar.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Nurmi 1991, dalam Desmita 2005, bahwa perkembangan motivasi dari orientasi masa depan merupakan suatu
proses yang kompleks, yang melibatkan beberapa subtahap, yaitu:
Pertama, munculnya pengetahuan baru yang relevan dengan motif umum atau penilaian individu yang menimbulkan minat yang lebih spesifik
Kedua, individu mulai mengeksplorasi pengetahuannya yang berkaitan
dengan minat baru tersebut
Ketiga, menentukan tujuan spesifik, kemudian memutuskan kesiapannya untuk membuat komitmen yang berisikan tujuan tersebut.
b. Planning Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap kedua proses pembentukan orientasi masa depan individu. yaitu bagaimana remaja membuat prencanaan tentang perwujudan minat
dan tujuan mereka Desmita, 2005. Tahap perencanaan menekankan bagaimana individu merencanakan realisasi dari tujuan dan minat mereka dalam konteks masa
depan Nuttin dalam Nurmi, 1989. Nurmi 1989 menjelaskan bahwa perencanaan dicirikan sebagai suatu proses
yang terdiri dari tiga subtahap, yaitu :
Penentuan subtujuan. Individu akan membentuk suatu representasi dari tujuan-tujuannya dan konteks masa depan di mana tujuan tersebut dapat
terwujud. Kedua hal ini didasari oleh pengetahuan individu tentang konteks dari aktifitas di masa depan, dan sekaligus menjadi dasar dari subtahap
berikutnya.
Penyusunan rencana. Individu membuat rencana dan menetapkan strategi
untuk mencapai tujuan dalam konteks yang dipilih. Dalam menyusun suatu rencana, individu dituntut menemukan cara-cara yang dapat mengarahkannya
pada pencapaian tujuan dan menentukan cara mana yang paling efisien. Pengetahuan tentang konteks yang diharapkan dari suatu aktivitas di masa
depan menjadi dasar bagi perencanaan ini.
Melaksanakan rencana dan strategi yang telah disusun. Individu dituntut
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana tersebut. Pengawasan dapat dilakukan dengan membandingkan tujuan yang telah ditetapkan dengan
konteks yang sesungguhnya di masa depan. Untuk menilai sebuah perencanaan yang dibuat oleh individu, dapat dilihat dari
tiga komponen yang tercakup di dalamnya, yaitu pengetahuan knowledge, perencanaan Plans, dan realisasi realization Nurmi, 1989. Pengetahuan disini
berkaitan dengan proses pembentukan subtujuan dalam proses perencanaan. Perencanaan ini berkaitan dengan hal-hal yang telah ada dan akan dilakukan individu
dalam usaha untuk merealisasikan tujuan.
c. Evaluation Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses pembentukan orientasi masa depan. Tahap evaluasi ini adalah derajat dimana minat dan tujuan diharapkan dapat terealisir.
Nurmi 1989 memandang evaluasi sebagai proses yang melibatkan pengamatan dan melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang ditampilkan, serta memberikan
penguat bagi diri sendiri. Jadi, meskipun tujuan dan perencanaan orientasi masa depan belum diwujudkan, tetapi pada tahap ini individu telah harus melakukan
evaluasi terhadap kemungkinan-kemungkinan terwujudnya tujuan dan rencana tersebut Desmita, 2005.
Dalam mewujudkan tujuan dan rencana dari orientasi masa depan, proses evaluasi melibatkan causal attributions; yang didasari oleh evaluasi kognitif individu
mengenai kesempatan yang dimiliki dalam mengendalikan masa depannya, dan affects; berkaitan dengan kondisi-kondisi yang muncul sewaktu-waktu dan tanpa
disadari Nurmi, 1989. Menurut Weiner 1985, dalam Nurmi, 1989 atribusi terhadap kegagalan dan kesuksesan dengan penyebab tertentu akan diikuti oleh emosi
tertentu. Model Weiner ini pada dasarnya digunakan untuk mengevaluasi hasil dari
kejadian dimasa lalu. Namun pada kenyataannya model ini juga dapat dimanfatkan untuk mengevaluasi tujuan dan rencana yang dibuat individu akan masa depannya
Nurmi, 1989.
2.1.6. Orientasi Masa Depan Sebagai Sistem
Orientasi masa depan merupakan sebuah kesatuan yang terkait dalam satu sistem dimana tahapan-tahapan orientasi masa depan saling berkaitan. Bandura
1986, dalam Nurmi, 1991 menekankan kemampuan untuk berpikir merencanakan masa depan sebagai bentuk dasar pemikiran manusia. Bandura dalam Nurmi, 1989
selanjutnya menjelaskan dengan teorinya bahwa tujuan dan standar pribadi menjadi dasar bagi individu dalam mengevaluasi kinerja mereka dalam pencapaian tujuan
membangun konsep diri yang positif dan atribusi internal. Selain itu, efektivitas dari rencana yang dibuat mempengaruhi hasil pencapaian rencana dan pada akhirnya akan
mempengaruhi evaluasi diri. Hubungan lainnya yang dikemukakan oleh Bandura dalam Nurmi, 1991 menyatakan bahwa bagaimana individu mengevaluasi penyebab
dari kesuksesan dan kegagalannya akan dapat mempengaruhi tujuan dan aspirasi yang akan mereka buat selanjutnya.
2.1.7. Dimensi-dimensi Orientasi Masa Depan
Dalam orientasi masa depan terdapat lima dimensi utama yang potensial dan penting untuk remaja yang sedang mengalami transisi, yaitu :
Salience ciri khas, atau perhatian, dan hal penting yang diberikan untuk
masa depan perencanaan Seginer, 1992 dalam McCabe Barnett, 2000
Detail perincian, juga disebut sebagai kekhususan atau kepadatan, atau jumlah baik peristiwa positif atau negatif tentang masa depan, yang
diharapkan seorang individu di masa yang akan datang Lamm, Schmidt Trommsdorf, 1976 dalam McCabe Barnett, 2000
Optimism optimisme, juga disebut sebagai pola emosi, perasaan, valensi,
atau waktu bersikap. Sejauhmana individu mengharapkan hal-hal positif terjadi di masa yang akan datang Van Calster, Lens Nuttin, 1987 dalam
McCabe Barnett, 2000
Realism realisme, atau seleksi dari tujuan masa depan yang berpotensi dicapai dan pemahaman tentang persiapan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan Clausen, 1991 dalam McCabe Barnett, 2000
Control beliefs kontrol kepercayaan, juga disebut sebagai control internal dan eksternal. Keyakinan remaja bahwa dia dibandingkan dengan orang lain,
akan menentukan hasil masa depannya Lamm et al., 1976 dalam McCabe Barnett, 2000.
Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendriati Agustriani, dkk. 2001 tentang model pembinaan remaja dalam rangka mempersiapkan diri memasuki
dunia kerja, disebutkan bahwa dalam penelitian tersebut dihasilkan 7 dimensi orientasi masa depan remaja bidang pekerjaan dan karir, yaitu : evaluasi diri,
pencarian informasi, perencanaan, kondisi emosi, kondisi keluarga, optimisme pesimisme serta kejelasan ketidakjelasan pekerjaan dan karir di masa yang akan
datang www.ceria.bkkbn.go.id
.
2.1.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan. Menurut Nurmi 1989 terdapat dua faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan. Faktor-
faktor tersebut adalah :
a. Faktor Internal Individu
Beberapa faktor ini adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu internal. Faktor-faktor tersebut adalah :
Konsep diri
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmi 1989 menemukan bahwa konsep diri memberikan pengaruh terhadap orientasi masa depan. Individu dengan konsep
diri yang positif dan percaya dengan kemampuan mereka cenderung untuk lebih internal dalam pemikiran mereka mengenai masa depan dibandingkan individu
dengan konsep diri yang rendah. Konsep diri juga dapat mempengruhi penetapan tujuan. Salah satu bentuk dari
konsep diri yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan adalah diri ideal. Diri ideal –terdiri atas konsep individu mengenai diri ideal mereka yang berhubungan
dengan lingkungannya dapat berfungsi sebagai motivator untuk dapat mencapai tujuan jangka panjang Rauste-von Wright dalam Nurmi, 1989.
Bagian dari konsep diri yang cukup sering diteliti adalah self esteem. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa remaja dengan self esteem yang tinggi
memiliki belief mengenai masa depannya yang lebih internal dan memiliki perencanaan yang lebih panjang dibandingkan individu dengan self esteem yang
rendah Nurmi, 1989.
Sense of Coherence
Sense of coherence adalah derajat dimana individu melihat dunianya sebagai sesuatu yang bisa dipahami, dapat diatur dan bermakna Antonovsky; Lanz
Rosnati, 2002 dalam Amenike, 2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sense of coherence terbukti secara signifikan berkorelasi secara linear dan positif dengan
orientasi masa depan.
Strategi Bertahan
Hasil penelitian Seginer 2000 adalah individu dengan strategi bertahan optimis memiliki orientasi masa depan dibidang sosial dan akdemis yang lebih tinggi
dibandingkan individu dengan strategi bertahan pesimis. Individu yang memiliki strategi bertahan optimis, memiliki ekspektansi keberhasilan yang tinggi dan
menghindari skenario yang membahas tentang kemungkinan kegagalan. Sementara individu dengan strategi bertahan pesimis memiliki ekspektansi keberhasilan yang
rendah dan mempersiapkan diri dengan cara memikirkan dan merencanakan kejadian- kejadian yang mungkin muncul di masa mendatang.
Trait Kecemasan
Penelitian yang dilakukan oleh Zelenski dan Larsen 2002, dalam Palupi, 2007 menunjukkan hubungan antara nilai skor trait neuroticism dengan skor judgement
terhadap kejadian yang akan terjadi di masa depan. Berdasarkan penelitian, individu yang memiliki trait neuroticism berkorelasi tinggi dengan trait kecemasan
cenderung untuk mempersepsikan bahwa akan terjadi kejadian yang buruk di masa yang akan datang. Penelitian ini diperkuat oleh Palupi 2007, yaitu ada hubungan
yang signifikan antara trait kecemasan dengan orientasi masa depan bidang karir. Hubungan antara dua variabel ini bersifat linear dan memiliki arah negatif. Artinya,
semakin tinggi skor trait kecemasan individu maka semakin rendah nilai orientasi masa depan dibidang karir dan demikian sebaliknya.
b. Faktor Kontekstual