Pandangan Hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati Tentang Hak
hukum. Akan tetapi beliau setuju dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung yang memberikan hak nafkah iddah
kepada penggugat dengan alasan istibra‟. Beliau juga berpendapat tentang pengambilan Yurisprudensi ini sebagai sumber hukum, secara
normatif Hakim tidak terikat dengan Yurisprudensi dalam menjatuhkan putusan, hakim dapat sependapat dengan pertimbangan Mahkamah Agung dalam mendasarkan
putusannya, dan juga bisa tidak memberlakukan pertimbangan Mahkamah Agung karena adanya perbedaan dalam fakta yang ditemukan dalam persidangan.
97
Jika dilihat dari sisi apakah putusan-putusanyang dihasilkan Pengadilan Agama Tanjung Pati tersebut telah mampu memberi keadilan hukum bagi masyarakat
pencari keadilan, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum putusan-putusan tersebut belum memberikan hak-hak yang patut diperoleh perempuan akibat
perceraian. Hal ini terjadi karena hukum yang dijadikan rujukan oleh para hakim saat ini masih kurang pro gender, seperti ketentuan bahwa istri yang mengajukan cerai
gugat tidak berhak memperoleh nafkah iddah tanpa membedakan alasan-alasan istri tersebut mengajukan gugatan perceraian, selain itu sulitnya yurisprudensi tersebut
untuk dipraktekkan di Pengadilan Agama tersebut. Dari sini juga tampak bahwa para Hakim tersebut tidak berani keluar dari aturan yang ada untuk menciptakan keadilan
bagi masyarakat. Menurut penulis, untuk menyikapi materi-materi hukum yang dirasa masih
belum mampu memberikan keadilan bagi perempuan yang mengajukan cerai gugat,
97
Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Tanjung Pati, Bapak Isrizal Anwar, S.Ag..M.Hum. Pada hari Jum at, 21 Maret 2014
diperlukan adanya gebrakan baru dan keberanian hakim terutama dalam membaca hal-hal yang tersirat dan tersurat selama proses persidangan. Dalam kaitan tugas
hakim sebagai pembuat hukum judge made law pada kondisi tertentu harus mampu membuat terobosan hukum yang tentu saja harus dilandasi argumentasi yang rasional
dan filosofi dalam pendekatan masalah hukumnya.
98
Putusan yang ideal tercermin dari alur penalaran hukum legal reasoning yang dilakukan oleh seorang hakim dalam menemukan hukum. Karena itu penemuan
hukum bukan semata-mata hanya penerapan terhadap peristiwa konkrit tetapi juga penciptaan dan penemuan hukum.
Dalam penerapan hukum yang menjadi objek penemuan tidaklah berarti terlepas sama sekali dari ketentuan peraturan yang ada. Setiap produk undang-undang
dibarengi penjelasan, namun demikian penjelasan yang dimaksud sangat simple sehingga masih perlu penjelasan yang lebih detail. Ratio dari penjelasan undang-
undang yang terbatas ini menunjukkan bahwa hakim diberi kebebasan untuk berkreasi, namun tentu saja dalam koridor yang rasional dan ilmiah.
Untuk menjalankan tugas tersebut setidaknya ada beberapa hal konkrit yang dapat dilakukan oleh hakim Pengadilan Agama. Pertama, melakukan penafsiran
terhadap kata atau redaksi dari pasal-pasal yang terdapat dalam KHI. Untuk membantu para hakim kiranya dapat merujuk kepada pendapat-pendapat fiqh
mazhab, karena aturan-aturan yang disebutkan dalam KHI bersifat ringkas, sementara
98
Andi Syamsu Alam, “ Penulisan Argumentatif dalam Putusan” , Suara Uldilag II, no II Juli 2003: h. 68
itu bersumber dari pendapat-pendapat Imam Mazhab, sehingga di sini penjelasan dari pendapat Imam Mazhab akan sangat membantu.
Kedua, melakukan analogi peristiwa yang serupa, sejenis atau mirip dengan yang diatur dalam undang-undang. Disini hakim dapat menggunakan pemikiran
induktif yaitu pemikiran yang bertolak dari peristiwa yang lebih khusus kepada peristiwa yang lebih umum.
83