Tinjauan review Kajian Terdahulu

perbedaannya adalah dalam hal pembagian harta bersama. Sedangkan skripsi yang akan penulis tulis secara khusus tidak membandingkan pendapat Imam Syafi‟i dan KHI, tetapi antara aturan perundang-undangan mengenai hak nafkah iddah pada cerai gugat dan melihat realitanya di Pengadilan Agama Tanjung Pati.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dengan sitematika sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, yang meliputi: latar belakang masalah,pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan review kajian terdahulu, sistematika penulisan. Unsur-unsur ini dikemukakan diawal sebagai pedoman dari penelitian yang akan dilakukan. Berikutnya, Bab II, akan mengupas kajian teoritis tentang cerai gugat dan khulu‟, baik dalam perspektif perundang-undangan perkawinan di Indonesia maupun dalam aturan hukum Islam. Di dalamnya mencakup pengertian, proses penyelesaian perkara sampai akibat hukumnya. Bagian ini penting untuk dibahas mengingat bahwa tiap-tiap putusnya perkawinan memiliki dampak yang berbeda. Bab III menguraikan tentanghak perempuan memperoleh nafkah iddah menurut pandangan Imam Mazhab dan juga peraturan perundang-undangan perkawinan di Indonesia dan juga komparasi antara pandangan Fuqaha Mazhab dan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia tentang hak nafkah iddah Bab IV adalah bagian inti penelitian ini, yaitu bahasan mengenai implementasi hak nafkah iddah pasca cerai gugat dalam putusan Pengadilan Agama Tanjung Pati tahun 2012. Disini akan dijelaskan bagaimana implementasi aturan perundang-undangan mengenai hak nafkah iddah pada cerai gugat di Pengadilan Agama Tanjung Pati dengan menganalisis putusan-putusan yang ada mengenai hal ini. Di sini juga akan dipaparkan seberapa jauh hakim menggunakan kebebasannya dalam memutuskan perkara mengenai cerai gugat dengan melihat alasan yang diajukan sang istri, dengan melampirkan hasil wawancara dari hakim di Pengadilan Agama Tanjung Pati. Bab V Akan diisi dengan kesimpulan dan saran sebagai bab penutup 18

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG CERAI GUGAT

A. Pengertian Cerai Gugat dan Khulu’

Setiap orang melaksanakan perkawinan dengan harapan terwujudnya kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, namun dalam realitanya hal tersebut sangat sulit untuk diwujudkan, bahkan banyak terjadi kehidupan keluarga atau kehidupan rumah tangga yang tidak bahagia. Dalam Islam, kehidupan suami istri yang mengalami kekacauan atau kebencian akibat tidak adanya kasih sayang, pergaulan yang tidak baik atau masing-masing pihak tidak dapat menjalankan kewajibannya dengan baik, maka dalam hal ini Islam berpesan agar bersabar, sanggup menahan diri dan menasehati satu sama lain. Tetapi terkadang kekacauan atau kebencian itu semakin membesar, perpecahan semakin sangat,penyelesaiannya menjadi sulit, kesabaran menjadi hilang. 20 Dalam hal ini Islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari usaha melanjutkan rumah tangga. Istilah perceraian terdapat dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang memuat ketentuan fakultatif bahwa “perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan p engadilan”. Begitu juga dengan KHI,akan tetapi pasal- pasal yang digunakan lebih banyak yang menunjukkan aturan-aturan yang lebih rinci. Seperti dalam pasal 114 menyebutkan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. 20 Adil Samadani, Kompetensi Pengadilan Agama Terhadap Tindak Kekerasan, h.2.