Kualifikasi Guru Agama Hakekat Guru Agama 1. Pengertian Guru Agama

pemerintah untuk para guru dalam kelayakan pelaksanaan pendidikan, sehingga profesionalisme yang dimaksudkan dapat tercapai, yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan bagi generasi muda bangsa Indonesia yang diharapkan mampu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan akhlak mulia agar mampu tetap survive dalam persaingan ketat di era globalisasi yang mau atau tidak mau harus dihadapi oleh bangsa ini. Lebih luas lagi, profesionalisme guru tersebut adalah sebagai konsekuensi logis, bahwa profesi keguruan merupakan concern dunia pendidikan. Hal ini pula mengisyaratkan bahwa guru sebagai ujung tombak pengemban tugas mendidik anak-anak bangsa, yang juga merupakan agen pembangunan dan sekaligus agen pembaharuan ditutut agar tidak ketinggalan zaman dengan begitu pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun sebaliknya dituntut agar mampu berkreativitas dan berinovasi seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Artinya bahwa dalam melaksanakan tugas mendidik bangsa, guru dituntut mampu melaksanakan tugas secara profesional, efisien dan efektif. Dengan kata lain guru dari TK, SD,SLTP dan SMA dituntut oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional memeliki kualifikasi ideal, yaitu bersertifikat S1D IV. Menurut Anwar Jasin yang dikutip oleh Mujtahid salah seorang dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang; kualifikasi guru dapat ditilik dari tiga hal. 16 Pertama, memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas seperti ini tercermin dari diri pendidik. Adapun persyaratan yang harus dimiliki oleh jiwa pendidik antara lain: a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa b. Berwawasan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 16 Mujtahid,http:www.komunitaspendidikan.blogspot.commemahami-tentang- kualifikasi-guru-di.html, Sabtu, 20 Nov 2010, pkl. 20.20. c. Berkepribadian dewasa, terutama dalam melaksanakan fungsinya, sebagai orangtua kedua, in loco parentis, bagi siswa-siswanya d. Mandiri independen judgement, terutama dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas. e. Penuh rasa tanggungjawab, mengetahui fungsi, tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik dan pelatih, serta mampu memutuskan sesuatu dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi, tugas dan tanggungjawabnya, serta tidak menyalahkan orang lain dalam memikul konsekuensi dari keputusannya terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas. f. Berwibawa, mempunyai kelebihan terhadap para siswanya terutama penguasaan materi pelajaran dan ketrampilan megerjakan sesuatu dalam pembelajaran dan pengelolaan kelas. g. Berdisiplin, mematuhi ketentuan peraturan dan tata tertib sekolah dan kelas. h. Berdedikasi, memperlihatkan ketekunan dalam melaksanakan tugas membimbing, mengajar dan melatih para siswanya, sebagai pengabdi atau ibadat. 17 Kedua, memiliki kemampuan umum sebagai pengajar. Sebagai pengajar, seorang guru, di samping memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik, juga perlu dan harus memiliki kemampuan sebagai prasyarat untuk mencapai kemampuan khusus dalam rangka memperoleh kualifikasi dan kewenangan mengajar. Kemampuan umum itu terdiri dari atas penguasaan antara lain: a. Ilmu pendidikan atau pedagogik, didaktik dan metodik umum, psikologi belajar, ilmu-ilmu keguruan lain yang relevan dengan jenis jenjang pendidikan. b. Bahan kajian akademik yang relevan dengan isi dan bahan pelajaran kurikulum yang diajarkannya. 17 Mujtahid,http:www.komunitaspendidikan..., c. Materi kurikulum isi dan bahan pelajaran yang relevan dan cara-cara pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman kegiatan belajar mengajar. d. Kemahiran mengoperasionalkan kurikulum GBPP termasuk pembuatan satuan pelajaran, persiapan mengajar harian, merancang KBM, dan lain-lain. e. Kemahiran pembelajaran dan mengelola kelas. f. Kemahiran memonitor dan mengevaluasi program, proses kegiatan dan hasil belajar. g. Bersikap kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kurikulum, serta mengatasi masalah-masalah praktis pembelajaran dan pengelolaan kelas. 18 Ketiga, mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih. Kemampuan khusus ini bertujuan untuk melatih para siswanya agar terampil menguasai materi pelajaran. Terutama mata pelajaran yang membutuhkan keterampilan langsung dari siswa. Karena itu, untuk memperoleh kewenangan mengajar, guru berkewajiban menjabarkan program pembelajaran yang tertera dalam rancangan kurikulum ke dalam sistem belajaran yang yang lebih bersifat operasional. Untuk mempermudah dalam proses belajar mengajar, para guru diminta memiliki keahlian khusus dalam mendesain pengajaran secara mandiri. Materi atau mata pelajaran butuh penjabaran teknis yang harus dilakukan guru, supaya dapat diterima oleh peserta didik dengan mudah. 19 Dengan demikian, modal kualifikasi kependidikan yang ditawarkan di atas, diharapkan bisa meringankan tugas guru dalam menghadapi masa depan dapat terwujudkan secara tepat dan cermat. Sebab, jika tingkat kompetitif guru yang dihadapi dengan kualifikasi kependidikan, maka eksistensi guru akan tetap survive dengan sendirinya. Bahkan prospek masa depannya juga akan semakin baik serta banyak yang akan membutuhkan dan mencarinya. 18 Mujtahid,http:www.komunitaspendidikan..., 19 Mujtahid,http:www.komunitaspendidikan..., Dari beberapa persyaratan guru yang dikemukan di atas menunjukkan bahwa seorang guru terutama guru agama bukan hanya orang yang berilmu pengetahuan saja, akan tetapi harus beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, sebab guru agama adalah figur Rasulullah SAW bagi ummat Islam yang diteladani segala tingkah lakunya serta memiliki kompetensi, dimana dalam Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 10 ayat 1 bahwa: ”Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadiaan, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi ”. 20 Adapun kompetensi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa: 1. Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kemampuan tersebut meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pegembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. 2. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuann kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Mengenai kompetensi kepribadian ini, tercakup pula di dalamnya bahwa kepribadian guru tersebut tidak hanya menjadi dasar bagi guru untuk berperilaku, tetapi juga akan menjadi model keteladanan bagi para siswanya dalam perkembangannya. 21 20 E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam standar..., h. 229 21 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, Edisi II, h. 169. Kepribadian terpadu dapat menghadapi segala persoalan dengan wajar dan sehat, karena segala unsur dalam pribadinya bekerja seimbang dan serasi. Pikirannya mampu bekerja dengan tenang, setiap permasalahan dapat dipahaminya secara obyektif, memahami kelakuan anak didik sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya. Perasaan dan emosinya tampak stabil, optimis dan menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya. Apalagi bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah orang yang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Cara guru berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul yang juga mempunyai pengaruh terhadap anak didik. Kalaulah tingkah laku atau akhlak guru tidak baik, pada umumnya akhlak anak didik akan rusak olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya. 22 3. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi profesional guru ini dapat dicerminkan dengan kemampuan penguasaan materi pelajaran, kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, kemampuan pengembangan profesi, dan pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan, yang memungkinkannya untuk membimbing peserta didik untuk memenuhi Standar Nasional Pendidikan. 4. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtuawali peserta didik, dan masyarakat sekitar. 23 22 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005, Cet. Ke-4, h. 10-13 23 E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam standar..., h. 246 Bagi seorang guru agama, selain diperlukan syarat-syarat untuk menjadi guru dan memiliki kompetensi guru, juga guru hendaknya mengetahui pula sekedar ciri perkembangan jiwa agama pada anak dalam tiap tahap pada umur, serta mengetahui pula latar belakang dan pengaruh pendidikan, serta lingkungan di mana si anak lahir dan di besarkan. Agar ia dapat melaksanakan tugasnya, dengan cara yang berhasil guna dan berdaya guna untuk mencapai tujuan pendidikan agama yang telah ditentukan. 24

3. Peran Guru Agama

Peranan adalah dari kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran “an”. Peran memiliki arti ”perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki untuk orang yang berkedudukan di masyarakat”, sedangkan peranan adalah ”bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan”. 25 Kata ”peran” bisa juga di artikan dengan pemeran, pelaku, dan pemain; sedangkan ”peranan” dapat diartikan dengan fungsi, kedudukan atau bagian kedudukan. 26 Peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama di dalamnya terjadi sesuatu hal. Peranan berarti ”bagian yang harus dilakukan di dalam suatu kegiatan”. 27 Peran dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukan oleh Adams dan Decey dalam Basic Principles of Student Teaching, antara lain: guru sebagai pembimbing, pengajar, pemimpin, pengelola kelas, dan evaluator. 28 24 Zakia Daradjat, Ilmu Jiwa Agama Jakarta: Bulan Bintang, 2009, Cet.17, h. 77-80 25 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, h. 870 26 Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer..., h. 468 27 Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problem Remaja, Jakarta: Kalam Mulia, 2009, Cet I, h. 9. 28 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, Edisi Kedua, h. 9 a. Guru Sebagai Pembimbing Guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan adalah dua macam peranan yang mengandung banyak perbedaan dan persamaannya. Keduanya sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang bersikap mengasihi dan mencintai murid. Dalam hal ini sekurang-kurangnya yang harus dipelihara oleh guru secara terus menerus adalah suasanan keagamaan, keja sama, rasa persatuan, perasaan puas murid terhadap pekerjaan dan kelasnya. Dengan terjadinya pengelolaan yang baik, maka guru akan lebih mudah mempengaruhi murid di kelasnya dalam rangka pendidikan dan pengajaran agama Islam khususnya. 29 Peran guru dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Tugas guru dalam layanan bimbingan di kelas: Peran guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses belajar mengajar, sebagaimana berikut: a Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian. b Mengusahakan agar siswa dapat memahami dirinya, kecakapan- kecakapan, sikap, minat dan pembawaan. c Mengembangkan sikap-sikap dasar baga tingkah laku sosial yang baik. d Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik. e Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minat. 30 Di samping tugas-tugas tersebut, dapat melakukan tugas-tugas bimbingan dalam proses pembelajarannya yaitu melaksanakan kegiatan diagnostis kesulitan-kesulitan belajar dan dapat memberikan 29 Zakia Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta:Bumi Aksara, 1995, h. 266-268 30 Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta,2007, Cet. III, h.107