buruh supir, tukang bangunan dan lain-lain, menjadi guru mengaji di daerah lingkungan mereka dan menjadi ibu rumah tangga bagi putera-puteri mereka.
1
2. Keadaan Ekonomi
Pola perekonomian orang tua MI Al-Ihsan dapat dilihat melalui mata pencaharian. Apabila dilihat berdasarkan sumber mata pencaharian orang tua yang
berada di lingkungan MI Al-Ihsan, pada umumnya mereka berprofesi sebagai guru sekolah, wiraswasta, pegawai, buruh, dan ada juga yang berprofesi sebagai
guru mengaji di rumah mereka. Mata pencaharian orang tua selain berprofesi seperti yang disebutkan
diatas, ada juga sebagian orang tua yang mempunyai pekerjaan tambahan dengan berdagang atau membuka warung sembako di rumah-rumah. Pekerjaan ini
biasanya dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga, warung-warung tersebut biasanya dibuat di depan rumah mereka dengan memanfaatkan sebuah ruangan yang ada di
rumah mereka. Dengan melihat berbagai macam mata pencaharian orang tua murid diatas maka dapat disimpulkan bahwa keadaan ekonominya dalam taraf
menengah kebawah atau mapan. Dominasi terkuat adalah mereka para buruh, pedagang atau wiraswasta sedangkan guru dan pegawai hanya beberapa orang
saja.
2
3. Keadaan Komunitas
Manusia adalah makhluk sosial atau yang hidup bermasyarakat, ini tidak dapat dipungkiri lagi. Baik jauh di puncak gunung, di tengah lautan belantara,
manusia itu akan mengadakan hubungan satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu kehidupan sosial masyarakat atau orang tua MI Al-Ihsan satu sama lain saling
1
Laporan tentang Latar Belakang Pendidikan Orang Tua MI Al-Ihsan. Jakarta, 12 Juni 2006.
2
Laporan tentang Keadaan Ekonomi Orang Tua MI Al-Ihsan. Jakarta, 12 Juni 2006.
membantu dan rasa saling membutuhkan. Manusia tidak dapat hidup menyendiri, karena manusia memerlukan hubungan satu dengan yang lainnya, mereka
memerlukan sarana penunjang perkembangan hidupnya. Akan tetapi yang pasti seluruh umat manusia di dunia ini hidup bermasyarakat baik dari golongan kecil
maupun golongan besar. Pada umummnya kehidupan masyarakat atau orang tua MI Al-Ihsan
dikenal sebagai masyarakat religius taat beragama. Mereka terdiri dari 80 pribumi asli betawi dan 20 non pribumi masyarakat pendatang. Mereka
merupakan keluarga besar yang mempunyai hubungan kekerabatan atau persaudaraan.
Dalam kehidupan sehari-hari, mereka satu sama lain selalu menjaga tali silaturrahmi antara tetangga dan berusaha untuk berbuat baik. Hal ini penulis
rasakan bahwa setiap masyarakat yang penulis jumpai begitu ramah, sopan dan menerima dengan tangan terbuka terhadap tamu atau tetangga yang datang
kerumahnya. Di daerah lingkungan MI Al-Ihsan terlihat juga, suatu pola hidup yang
tentram, tenang, rukun dan harmonis. Kerjasama, gotong-royong, sikap saling tolong-menolong dan hormat menghormati masih melekat kuat pada jiwa setiap
masyarakat. Semua hal yang baik ini dilakukan pada setiap aktivitasnya. Sistem gotong royong dan kerjasama yang mereka lakukan juga sudah
melekat kuat pada jiwa setiap masyarakat, misalnya saja bila ada warga masyarakat yang mempunyai rencana untuk membersihkan lingkungan atau pun
kerja bakti lainnya, mereka akan melakukannya dengan senang hati. Begitu juga apabila ada hari-hari besar Islam seperti Isra Miraj, Maulid Nabi, dan lain-lain
mereka akan saling membantu mempersiapkan segala macam untuk acara tersebut. Bila ada suatu masalah, masyarakat tersebut berusaha menyelesaikan
masalah tersebut dengan cara musyawarah. Mereka disebut sebagai masyarakat yang saling berkaitan satu sama lain, berkelompok dan bersosialisasi.
3
B. MI Al-Ihsan 1. Sejarah Berdiri dan Perkembangan MI Al-Ihsan