yang berhak mendapat tanah jaluran. Ketika akta tersebut menyatakan yang berhak mendapat tanah jaluran adalah rakyat yang bertempat tinggal di atas tanah
perkebunan Agustono, 1997 : 42-43. Kestabilan, ketentraman, ketertiban dan pembagian tanah jaluran sangat
dirasakan oleh penduduk asli, karena pada saat itu merupakan masa peperangan belum dimulai sehingga jaman normal dan kestabilan rakyat menunggu untuk
memperoleh distribusi tanah jaluran yang berada diatas tanah adat mereka Agustono, 1997 : 44.
6.3.5. Munculnya Paham Kebangsaan
Munculnya aliran pemikiran besar mengakibatkan runtuhnya hegemoni Melayu dan kestabilan, ketertiban rakyat penunggu memperoleh tanah jaluran mulai
terdisrupsi paham kebangsaan. Masuknya paham kebangsaan ini sangat mengganggu orde ketertiban dan ketentraman kolonial. Kendati organisasi pergerakan ditindas di
satu tempat tetapi di tempat lain tumbuh organisasi yang sama melawan hegemoni kolonial dan kesultanan. Meskipun kaum pergerakan mengkritik, mengejek atau
melawan hegemoni kolonial, namun semua itu dapat dikatakan dituju kepada kesultanan sebagai alat kekuasaan kolonial dan pengembang feodalisme. Seperti
organisasi induk Gerindo Gerakan Rakyat Indonesia, selain sangat anti barat, anti kapitalis dan anti kolonial juga menginginkan kemerdekaan nasional.
Selain itu Gierindo juga menyerang kebijakan pertanahan, terutama tanah jaluran yang selama ini diberikan kepada rakyat penunggu. Gerindo menempatkan
masalah tanah menjadi agenda utamanya untuk menentantang hegemoni kolonial perkebunan kesukltanan. Dengan mengangkat persoalan tanah inilah Gerindo berhasil
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
menarik pengikut dari kalangan rakyat, mendirikan organisasi petani, Serikat tani yang cepat meluas kedesa-desa dimana sebagian besar basis masanya terdapat di
pedesaan karo.
6.3.6. Masuknya Penggarap Pada Masa Pendudukan Jepang
Runtuhnya hegemoni kolonial dan kesultanan diakibatkan masuknya Jepang pada tahun 1942. Pada masa pendudukan Jepang ini mengakibatkan di Sumatera
Timur mengalami kekurangan makanan. Untuk mengatasi kekurangan makanan tersebut, Jepang mendorong tanah-tanah perkebunan atau tanah kosongbekas tanaman
tenbakau ditanami padi dan jagung. Jepang memobilisasi para pendatang yang bersal dari bermacam etnik mulai mendatangi tanah-tanah perkebunan untuk menanami padi
dan jagung. Akibat dari mobilisasi dalam persetujuan Jepang, para pendatang dapat mengerjakan tanah-tanah kosong perkebunan yang oleh orang melayu dianggap tanah
adat mereka. Orang Jawa yang menjadi buruh atau tidak bekerja lagi di perkebunan dapat menggarap tanah. Demikian juga orang Batak Toba, Simalungun dan
Mandailing, walaupun dalam jumlah yang tidak besar mengalir ketanah kosong perkebunan Agustono, 1997 : 46.
Akibat dari dikeluarkannya kebijakan politik Jepang membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi pendatang untuk menggarap tanah kosong perkebunan.
Sesudah menggarap tanah, para pendatang berlomba membangun rumah sebagai tempat bermukim. Bagi para pendatang, bangunan rumah diatas tanah perkebunan
dianggap sebagai tempat permanen. Para pendatang disebut juga pemukim liar berdatangan bahwa segala bentuk diskriminasi lama yang selama ini meenghalangi
mereka memperoleh tanah, pada masa Jepang dianggap sudah berakhir.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Kekhawatiran dan kecemasan rakyat penunggu cukup beralasan mengingat para pendatang cukup agresif menduduki tanah jaluran. Selama ini mereka yang berhak
menggunakan tanah haluran itu, dipandang karenanya rakyat penungggu sebagai penggerogotan tanah adat mereka. Akibatnya menyebabkan ketegangan, di satu pihak
antara kaum pewrgerakan dengan kesultanan dan di pihak lain antara pendatang dan orang Melayu Agustono, 1997 : 48-50.
6.3.7. Memasuki Masa Kemerdekaan, Orde Lama dan Orde Baru