Tonggham Pihak Pengembang Kelana Korban penangkapan dan pemukulan

yang berasal dari tanah suguhan. Namun karena sebagian masyarakat tidak mengurus karu tersebut, maka mereka tidak memiliki bukti hak atas tanah tersebut. Berikut penuturannya seputar konflik dan permasalahan yang pertama kali muncul sebelum peralihan fungsi lahan : ”Menurut saya masyarakat berjuang untuk mengambil hak garapannya maupun bekas ahli warisnya pada tahun 1949 karena pemerintah Belanda pernah memberikan hak atas tanah, meskipun tanah tersebut merupakan tanah eks perkebunan yang berguna untuk perluasan kampung dan ladang yang disebut dengan tanah suguhan yaitu dari pasar 3,4,5,6,7 dan 8, sebelah barat pasar. Setelah tanah dibagikan Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No 8 tahun 1954, tentang Pendaftaran Pendudukan Tanah, selanjutnya Pemerintah membuat Kartu Pendaftaran Pendudukan Tanah KTPPT yang lazim disebut KR.P.T . Namun banyak Masyarakat yang tidak mengurus kartu tersebut, hal ini lah yang membuat masyarakat tidak memiliki bukt i kuat tentang hak kepemilikan tanah. Nah... hal lain yang memicu warga melakukan penggarapan yaitu karena semakin besarnya isu bahwa masa HGU PTPN II telah habis dan adanya pemberitaan dikoran bahwa pemerintah akan menerbitkanperpanjangan HGU PTPN II terhadap tanah yang tidak bermasalah serta bertepatan pada waktu itu masuknya masa reformasi”. Wawancara, Juni 2009 Besarnya kekuatan masyarakat dalam melakukan penggarapan ini membuat pihak PTPN II hanya bisa berdiam dan menunggu proses, dimana GUBSU mengatakan masalah ini akan dibahas ditingkat nasional. Sementara itu ratusan penggarap yang menguasai lahan perkebunan PTPN II di Marindal I bersiap-siap dan bersiaga.

5. Tonggham Pihak Pengembang

Tonggham yang merupakan pihak pengembang yang bersama masyarakat menggarap tanah PTPN II sejak tahun 2000 mengaku bahwa tanah tersebut Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara merupakan tanah warisan dari orangtuanya. Hal ini dijelaskannya dengan memperlihatkan bukti Kartu Pendaftaran Pendudukan Tanah. Bapak yang berusia 47 tahun ini memang memiliki status ekonomi yang berada dikelas atas dan juga merupakan orang yang cukup berpengaruh di desa Marindal I. Bang tonggham yang biasa disapa masyarakat memiliki tubuh tinggi dengan kulit agak gelap dan berabut ikal. Selama ini ia bekerja sebagai pengusaha atau penyedia jasa alat berat dan memiliki beberapa toko baju, mas yang berada di simpang limun. Lelaki paruh baya ini menggunakan modal yang dimilikinya untuk menggarap tanah dengan cara menyewa orang-orang bayaran seperti para preman dan beberapa OKP. Oleh karenanya ia sangat disegani oleh masyarakat. Dengan demikian ia lebih leluasa untuk melakukan kegiatan penggarapan. ” sejak tahun 2000 saya sudah menggarap lahan ini, karena saya mempunyai bukti yang cukup bahwa sejak pemerintahan Belanda keluarga saya memiliki Kartu Pendaftaran Pendudukan Tanah. Menurut saya wajar saja saya memperjuangkan hak saya apapun itu caranya, meskipun saya harus mengeluarkan uang yang banyak untuk membayar orang-orang bayaran untuk mempertahankan hak atas tanah tersebut. Wawancara, Juni 2009 Sebenarnya konflik yang terrjadi didesa Marindal I yang terkait dengan peralihan fungsi lahan disebabkan karena tidak adanya ketegasan dari pemerintah dalam pemberian hak atas tanah, hal ini dipertegas dengan tidak adanya surat ataupun sertipikat tanah atas lahan eks PTPN II yang digarap oleh masyarakat tersebut. Akibatnya masyarakat saling klaim atas lahan tersebut. Hal ini merupakan pemicu utama penyebab konflik. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

6. Kelana Korban penangkapan dan pemukulan

Kelana 38 tahun adalah seorang warga desa Marindal I, pemilik sekaligus sopir mobil angkutan jenis Nitra yang menjadi korban pemukulan pada saat terjadi konflik masalah penebanganpenggarapan di kawasan lahan PTPN II. Saat ini bapak 3 tiga orang anak ini tidak lagi menjadi sopir angkutan, ia kini lebih senang bertani dengan menanam tanaman muda, saat ini ia sedang mengolah lahan untuk dijadikan tempat menanam tanaman cabe. Beliau lebih senang bertani daripada membawa sendiri mobil angkutanya karena hasil dari bertani ini lebih tinggi daripada menjadi sopir angkutan. Saat ini beliau telah memiliki 2 dua unit angkot dan keduanya dibawa oleh adik ipar dan keponakannya, ia kini hanya menerima setoran saja dari kedua angkotnya. Berikut penuturannya seputar pemukulan yang dialaminya: ”Saat itu saya sedang menurun ke desa Marindal seperti biasa untuk mengantar sewa, setelah menurunkan sewa seperti biasa saya harus menunggu giliran untuk kembali menarik sewa ke atas Delitua, saat itu kebetulan ada beberapa mobil yang telah lebih dahulu sampai di Marindal, jadi saya harus menunggu giliran. Karena giliran saya masih agak lama maka saya memarkirkan mobil di depan warung salah seorang warga, tidak berapa lama setelah mobil saya parkirkan, tiba-tiba saya didatangi oleh beberapa orang. Mereka langsung menanyai saya karena ada yang melapor bahwa mobil saya semalamnya dipakai untuk melangsir warga yang akan melakukan perlawanan, disitu terjadi pertengkaran dan saya berusaha mempertahankan diri dengan mengatakan bahwa saya tidak tahu menahu mengenai permasalahan orang yang melakukan perlawanan dan saya hanya mencari duit, saya tidak tahu itu orang mana dan siapa, yang penting saya diminta mengangkut dan dibayar saya kerjakan. Saya lalu menyuruh agar mereka langsung menanyakannya kepada orang yang mereka maksud, lalu saya dipukul oleh seseorang yang kemudian diikuti oleh pemuda lainnya, akibat pemukulan itu saya mengalami luka-luka”. Hasil wawancara, bulan Juli 2009. Setelah dipukuli seorang tokoh desa Marindal I lalu menemaninya berobat ke Puskesmas, berita mengenai adanya pemukulan ini dengan cepat menyebar, hal ini Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara diakibatkan karena beberapa hari sebelumnya juga terjadi pemukulan terhadap warga desa lainnya, dan belum mendapat penyelesaian. Belum adanya penyelesaian konflik sebelumnya menyebabkan munculnya kekhawatiran akan terjadi aksi balasan dan konflik yang lebih besar, namun aksi balasan tidak sempat terjadi karena Camat, Kepolisian, dan Tokoh-tokoh masyarakat bergerak dengan cepat.

4. 2. 2. Informan Biasa 1. Joko Susilo Warga biasa yang tinggal didesa Marindal I