Perspektif konflik Kajian Pustaka
yang harus di ungkapkan secara berani dan objektif, tanpa menimbulkan praduga bahwa ungkapan seperti itu akan mengadu domba atau memecah lapisan-lapisan
masyarakat. Mirip dengan tinjauan politik, tinjauan sosiologis akan menyoroti situasi- situasi konflik dalam masalah pertanahan, bukan saja yang berdasarkan kepentingan
ekonomi Tjondronegoro, 1999: 5
2. 2. Perspektif konflik
Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan
pendapat dan konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa kekerasan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang
terlibat. Konflik tetap berguna karena itu merupakan bagian dari keberadaan manusia. Kesenjangan status sosial, kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak
seimbang terhadap sumber daya, serta kekuasan yang tidak seimbang kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, penganggura, kemiskinan,
penindasan, dan kejahatan fisher, 2001: 4. Teori konflik melihat bahwa setiap elemen memberikan sumbangan terhadap
disintegrasi sosial. Teori konflik menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau adanya pemaksaan kekuasaan
dari atas oleh golongan yang berkuasa. Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur.
Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena sangsi. Dahrendorf menyebutkan masyarakat
sebagai persekutuan yang terkoordinasi secara paksa imperatively coordinated
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
association. Kekuasaan selalu memisahkan antara penguasa dengan yang dikuasai sehingga dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan.
Pertentangan itu terjadi dalam situasi dimana golongan yang berkuasa berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan Ritzer, 2002: 26-27.
Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat dalam konflik kedalam dua tipe yaitu: kelompok semu quasi group dan kelompok kepentingan interest group.
Kelompok semu merupakan kumpulan dari pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan,
sedangkan kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik di
masyarakat Ritzer, 2002: 27. Dalam penelitian ini pihak pengembang berperan sebagai penguasa,
sedangkan masyarakat dan buruh PTPN II sebagai pihak yang dikuasai, keduanya memiliki perbedaan kepentingan sehingga menimbulkan konflik. Pihak pengembang
berkepentingan ingin menjadikan lahan PTPN II daerah kompleks perumahan, masyarakat juga mempunyai kepentingan dalam lahan PTPN II sebagai salah satu
sumber penghasilan mereka. Lewis Coser membagi konflik atas konflik realistis dan non- realistis. Konflik
realistis berasal dari kekecewaan terhadap tuntunan- tuntunan khusus yang terjadi dalam hubungan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, yang
ditujukan pada objek yang dianggap mengecewakan.konflik realistis merupakan konflik yang berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonistis, tetapi dari
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak Poloma, 2003: 110.
Konflik yang terjadi antara PTPN II dengan penggarap dan sesama penggarap termasuk kedalam konflik yang realistis karena konflik tersebut terjadi akibat adanya
kekecewaan warga desa terhadap pihak PTPN II ataupun pihak pengembang. Aspek terakhir teori konflik Dahfendorf adalah mata rantai antara konflik dan
perubahan sosial. Konflik menurutnya memimpin ke arah perubahan dan pembangunan. Dalam situasi konflik, golongan yang terlibat melakukan tindakan-
tindakan untuk mengadakan perubahan dalam struktur sosial. Kalau konflik itu terjadi secara hebat maka perubahan yang timbul akan bersifat radikal. Begitu pula kalau
konflik itu disertai oleh penggunaan kekerasan maka perubahan struktural akan efektif.
Piere Van Den Berghe mengemukakan empat fungsi konflik: -
Sebagai alat untuk memlihara solidaritas -
Membantu mencipatakan ikatan aliansi dengan kelompok lain. -
Mengaktifkan peranan individu yang semula terisolasi. -
Fungsi komunikasi. Sebelum konflik kelompok tertenti tidak mengetahui posisi lawan, tetapi
dengan adanya konflik posisi dan batas antara kelompok menjadi lebih jelas. Indivudu dan kelompok tahu secara pasti dimana mereka berdiri dan karena itu dapat
mengambil keputusan lebih baik untuk bertindak dengan lebih cepat Ritzer, 1992: 34
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Pada hakikatnya masyarakat terbagi kedalam kubu- kubu yang saling berlawan. Sebenarnya konflik sekalipun tersembunyi, tidak terbuka menciri khas kan
masyarakat. Apa yang disebut “ kestabilan” merupakan keadaan yang hanya nampak pada permukaan, dan dihasikan oleh pihak berkuasa yang memaksakan kepada rakyat
untuk bertindak cepat bila muncul tanda- tanda pergolakan. Teori konflik tidak bertolak dari masalah, “apakah yang mempersatukan masyarakat?” . tetapi dari
“apakah yang mendorong dan menggerakkan masyarakat?”. Bukan nilai- nilai bersama yang diutamakan tapi kepentingan- kepentingan, persaingan, pemojokan
orang lain, siasat mengadu domba dan sebagainnya. Teori konflik menyatakan bahwa barang yang berharga seperti kekuasaan dan
wewenang, benda material dan apa yang menghasilkan kenikmatan, agak langka, sehingga tidak dapat dibagi sama rata diantara rakyat.maka akan mucul golongan-
golongan dan kelompok oposisi, yang merasa dirinya dirugikan dan menginginkan porsi lebih besar bagi dirinya sendiri atau menghalang- halangi pihak lain untuk
memperoleh atau menguasai barang itu. Tiap kehidupan bersama memperliahatkan garis pemisah antara pihak yang berkelimpahan dengan pihak yang berkekurangan.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara