BAB II Kajian Pustaka
2. I. Permasalahan Agraria
Wiradi mengemukakan bahwa permasalahan yang paling vital dewasa ini adalah permasalahan agraria, terutama susunan penguasaan tanah dan kekayaan tanah
yang menyertainya. Kunci utama untuk memahami soal agraria ini adalah kesadaran kita sendiri sejauh mana kita menyadari bahwa penguasaan tanah melandasi hampir
semua aspek kehidupan ketimpangan dalam hal akses terhadap tanah akan sangat menentukan corak masyarakatdan mencerminkan dinamika tertentu hubungan antar
lapisan masyarakat. Hak seseorang atau kelompok atas suatu luasan tanah akan terjamin kepastiannya jika memperoleh pengakuan secara utuh dari masyarakat atau
penguasa diatasnya. Pengakuan, perlindungan, dan pemulihan dari pemegang kekuasaan terutama pemerintah sangat diperlukan agar hak itu dapat ditegakkan.
Itulah sebabnya dikatakan bahwa masalah agraria pada hakikatnya adalah masalah kekuasaan, masalah politik, yang berkaitan dengan kuasa ekonomi dan sosial Fauzi,
2003: 12. Proses pengelihan akses dan kontrol tanah dari satu pihak ke pihak lain, dipenuhi oleh berbagai metode yang digunakan oleh institusi politik, seperti
penggunaan instrument birokrasi dan peraturan pemerintah government regulation, maupun manipulasi dan kekerasan secara langsung. Semasa rezim Orde Baru, kita
menyaksikan banyak sekali kasus konflik agraria. Konflik itu telah menjadi sisi lain dari pengadaan tanah dan pengelolaan kekayaan skala besar untuk proyek
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
pembangunan pemerintah maupun proyek- proyek dari perusahann bermodal raksasa Fauzi, 2003: 13.
Untuk menjalankan suatu proyek yang berhubungan dengan pemanfaatan suatau bidang tanah lahan atau suatu kawasan tertentu menjadi sangat penting untuk
menentukan siapakah yang menguasai bidang tanah atau kawasan tersebut untuk menghindari terjadinya konflik atau sengketa klaim antara mereka yang hidup di
kawasan tersebut. Dalam hal ini masyarakat Marindal I telah menguasai dan mengerjakan lahan PTPN II yang kini telah dipersengketakan, mereka menanami
lahan tersebut dengan tanaman muda seperti ubi, jagung, cabe, pisang, bahkan ada yang menanam padi. Sengketa lahan PTPN II bersumber dari habisnya masa HGU
serta bertumbukannya klaim hak atas tanah, dan adanya dominasi suatu sistem penguasaan yang datang atau berasal dari hukum negara terhadap hak-hak
masyarakat yang telah hidup dan mengembangkan suatu sistem tersendiri untuk mengelola tanah dan kekayaan alamnya.
Pemecahan masalah-masalah tanah bila ditinjau dari sudut pandang sosiologis berarti pemecahan yang dimulai dengan menganalisa hubungan antar golongan atau
lapisan masyarakat yang menguasai atas tanah dan aset atau model lain, dilanjutkan dengan usaha-usaha untuk mengubah hubungan-hubungan tersebut. Artinya harus
dipahami adanya lapisan yang penguasaannya kuat, dan ada pula yang lemah tau sama sekali tidak mempunyai kuasa apapun sehingga menjadi sangat tergantung.
Dasar kekuasan tersebut biasanya terjadi atas suatu kombinasi faktor-faktor politik, ekonomi, dan sosial. Ketiga faktor-faktor tersebut sukar dipisahkan secara sempurna.
Keterjalinan kepentingan politik, ekonomi, dan sosial merupakan suatu kenyataan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
yang harus di ungkapkan secara berani dan objektif, tanpa menimbulkan praduga bahwa ungkapan seperti itu akan mengadu domba atau memecah lapisan-lapisan
masyarakat. Mirip dengan tinjauan politik, tinjauan sosiologis akan menyoroti situasi- situasi konflik dalam masalah pertanahan, bukan saja yang berdasarkan kepentingan
ekonomi Tjondronegoro, 1999: 5
2. 2. Perspektif konflik