hal ini perang dianggap suatu cara untuk menyelesaikan persengketaan dan menguasai barang nilai yang di persengketakan Hendro Puspito, 1989:248.
2. Drs. Rasman Purba Mantan Kepala Urusan Agraria PTPN II
Pak rasman Purba 61 Tahun adalah salah satu pegawai PTPN II yang banyak mengetahui tentang sejarah lahan PTPN II . Beliau termasuk salah satu orang
yang cukup lama bekerja di PTPN II dalam urusan agraria. Selain pengetahuannya tentang agraria, ia juga memiliki pengetahuan atau ilmu tentang agama. Dalam
perkembangan kasus konflik lahan tersebut pak Rasman tidak mampu berbuat banyak untuk mengatasi penggarapan lahan PTPN II, hal ini dikarenakan selain beliau
merupakan bagian dari warga dan di sisi lain ia juga bekerja di PTPN II. Beliau juga sering mendengar perkataan masyarakat tentang rencana apa yang harus dilakukan
atau rencana mereka tentang penggarapan lahan PTPN II. Banyak hal lain yang diketahuinya tentang konflik lahan PTPN II yaitu siapa-siapa saja yang terlibat dalam
penggarapan dan pihak-pihak yang mendalangi aksi penebangan. Menurutnya masyarakat berjuang untuk mengambil hak garapannya maupun bekas ahli warisnya
di karenakan pada tahun 1949 Pemerintahan Belanda atau Negara Sumatera Timur pernah memberikan tanah-tanah eks perkebunan Belanda kepada masyarakat untuk
perluasan kampung dan ladang yang disebut tanah suguhan. Dimana tanah yang disuguhkan tersebut yaitu dari pasar 3,4,5,6,7 dan 8, sebelah barat pasar. Pada tahun
1954 pemerintah Republik Indonesia, telah menerbitkan Undang-Undang No 8 tahun 1954, tentang Pendaftaran Pendudukan Tanah, selanjutnya pemerintah membuat
Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah KTPPT yang lazim disebut KR.P.T. kartu tersebut di bagikan kepada masyarakat yang menduduki dan menggarap tanah
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
yang berasal dari tanah suguhan. Namun karena sebagian masyarakat tidak mengurus karu tersebut, maka mereka tidak memiliki bukti hak atas tanah tersebut.
Berikut penuturannya seputar konflik dan permasalahan yang pertama kali muncul sebelum peralihan fungsi lahan :
”Menurut saya masyarakat berjuang untuk mengambil hak garapannya
maupun bekas ahli warisnya pada tahun 1949 karena pemerintah Belanda pernah memberikan hak atas tanah, meskipun tanah tersebut merupakan tanah
eks perkebunan yang berguna untuk perluasan kampung dan ladang yang disebut dengan tanah suguhan yaitu dari pasar 3,4,5,6,7 dan 8, sebelah barat
pasar. Setelah tanah dibagikan Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No 8 tahun 1954, tentang Pendaftaran Pendudukan Tanah, selanjutnya
Pemerintah membuat Kartu Pendaftaran Pendudukan Tanah KTPPT yang lazim disebut KR.P.T . Namun banyak Masyarakat yang tidak mengurus
kartu tersebut, hal ini lah yang membuat masyarakat tidak memiliki bukt i kuat tentang hak kepemilikan tanah. Nah... hal lain yang memicu warga
melakukan penggarapan yaitu karena semakin besarnya isu bahwa masa HGU PTPN II telah habis dan adanya pemberitaan dikoran bahwa pemerintah
akan menerbitkanperpanjangan HGU PTPN II terhadap tanah yang tidak bermasalah serta bertepatan pada waktu itu masuknya masa reformasi”.
Wawancara, Juni 2009
Besarnya kekuatan masyarakat dalam melakukan penggarapan ini membuat pihak PTPN II hanya bisa berdiam dan menunggu proses, dimana GUBSU
mengatakan masalah ini akan dibahas ditingkat nasional. Sementara itu ratusan penggarap yang menguasai lahan perkebunan PTPN II di Marindal I bersiap-siap dan
bersiaga.
5. Tonggham Pihak Pengembang