sangka pada tahun 1972-1978 tanpa musyawarah kembali dan tanpa pemberitahuan sama sekali, pihak perkebunan mentraktor lahan tersebut dan menanaminya dengan
tanaman kakaocoklat sampai dengan tahun 2000. Seiring dengan adanya gerakan Reformasi, segala persoalan yang selama ini
terkubur kembali mencuatmuncul kepermukaan. Semangat kebebasan pada era reformasi telah pula menimbulkan kontradiksi-kontradiksi, hal ini bisa dilihat secara
khusus terutama maslah tanah. Persoalan tanah tidak bisa dilepaskan dari tijauan sejarah konflik tanah di Sumatera Utara. Dari uraian historis konflik tanah peneliti
berusaha mencari ”benang merah” terhadap konflik yang terjadi didesa Marindal I.
6.3.9. Potensi Konflik
Selama puluhan tahun rakyat penggarap memendam rasa kecewa atas tanah mereka yang diambil oleh pemerintah, kini telah tiba saatnya mereka mengambil hak
itu kembali. Dengan nuansa yang berbeda yaitu nuansa kebebasan atau dicetuskannya masa reformasi rakyat penggarap memiliki kesempatan untuk menuntut hak atas
tanah meskipun menimbulkan sebuah potensi konflik. Kemudian para penggarap menebangi tanaman perkebunan yaitu coklat dengan perlahan-lahan. Namun dengan
adanya kegiatan penebangan ini pihak PTPN II tidak ambil diam, mereka mangajukan agar para penggarap yang menduduki lahan perkebunan harus
mempunyai dasar untuk menduduki lahan tersebut. Konflik yang terjadi didesa Marindal I penggarapan lahan PTPN II terus
bergejolak. Hal ini juga disebabkan dengan adanya pemberitaan dikoran bahwa pemerintah akan menerbitkan perpanjangan HGU PTPN II sebelum berakhirnya
HGU yang lama pada tanggal 9 Juni 2000. Gubsu mengatakan bahwa konflik ini akan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dibahas ketingkat nasional, ia juga mengatakan perpanjangan HGU akan tetap diberikan karena dari sektor perkebunan ini akan memperoleh devisa negara.
Pihak PTPN II yamg merasa lahan perkebunannya akan digarap dan telah ditebanginya tanaman coklat, maka pihak PTPN II menyiapkan bibit sawit untuk
menggantikan tanaman coklat tersebut dengan dikawal oleh satuan Brimob. Namun kegiatan pihak PTPN II tidak terlaksana karena rakyat penggarap memiliki kesiapan
yang penuh guna mempertahankan haknya atas tanah. Berdasarkan dari penuturan salah seorang informan yang identitas tidak ingin
dicantumkan, menyatakan bahwa lahan yang didiami oleh PTPN II adalah sebagian milik penggarap sebelum kehadiran PTPN, dimana proses pengambilannya tanpa ada
ganti rugi dari pihak PTPN II. Alasan pengambilan lahan ini karena telah dinasionalisasi oleh pemerintah dan telah mempunyai hak sertifikat, tetapi akhirnya
pihak PTPN II membiarkan penggarap menduduki lahan perkebunan tersebut karena memang HGU dari PTPN II akan berakhir.
Insiden penggarapan yang dilakukan oleh penggarap setempat ternyata telah didahului oleh penggarap lain yaitu penggarap yang berasal dari luar desa Marindal.
Mereka penggarap luar telah lebih dahulu mengklaim lahan perkebunan sebagai lahan garapannya. Namun pengkliaman yang dilakukan oleh penggarap luar ini
mendapat hambatan dari penggarap setempat, karena mereka merasa keberatan. Menurut informan ketidaksenangankeberatan penggarap atas pengklaiman
penggarap luar karena daerah lahan garapan mereka saling berdekatan dan lahan garapan penggarap setempat juga tidak luput dari pengklaiman dari penggarap luar.
Dimana penggarap luar telah mendirikan pondokgubuk diatas tanah tanah yang
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
digarap penggarap setempat. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya bentrokkonflik antara sesama penggarap, pada waktu itu penggarap setempat membakar gubuk yang
dibangun oleh penggrap luar. Namun penggarap luar tidak tidak diam, karena mereka juga merasa tidak senang dan melakukan balasan yang sama yaitu membakar gubuk
yang dibangun oleh penggarap setempat. Bentrokan yang terjadi antara sesama penggarap berlangsung selama beberapa jam, akibat dari bentrokan ini dan kalah
banyaknya jumlah penggarap luar mengakibatkan beberapa korban yang cedera luka bacok dan lemparan batu dari kubu penggarap pendatang.
Akhirnya insiden ini diamankan baik dari pihak Hansip dan Pamswakarsa, kepolisian pihak berwajib juga pemerintah setempat. Kemudian pihak berwajib
menemukan ”dalang perusuh” baik dari penggarap setempat maupun penggarap luar. Masing-masing kubu penggarap tidak menginginkan kejadian serupa tidak terulang
lagi ataupun konflik yang lebih beser. Setelah diamankannya bentrokan antara sesama penggarap muncul kejadian
lain bahwa ada kelompok tertentu fokratpengembang yang mengklaim lahan perkebunan tersebut. Pengklaiman ini tidak tanggung-tanggung dimana kelompok
tersebut mengklaim secara keseluruhan lahan perkebunan tersebut, dimana mereka memainkan skenario melalui proses penyelewengan hukum terhadap konflik tanah
yang terjadi. Akibatnya terjadi unjuk rasa puluhan penggarap desa Marindal kepada Pengadilan Tinggi Negeri. Hal ini diberitakan oleh harian Waspada yang inti
beritanya menyatakan bahwa penggarap tanah yang merupakan warga Marindal meminta agar Pengadilan Tinggi Sumatera Utara membatalkan putusan Pengadilan
Negeri Lubuk Pakam No. 173PDT.62000PN.LP tanggal 21 Pebruari 2001. skenario
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan antara Joyo Sudarto penggugat dan Sofyan Purba tergugat adalah keliru dan cacat hukum karena penuh rekayasa karena keduanya merupakan satu
kubu dalam fokratpengembang, dimana mereka berpura-pura berperkara untuk mengambil dan menguasai tanah yang sedang bersengketa. Di dalam berita harian
Waspada dipaparkan juga bahwa Tonggam Gultom, Kemin, Sofyan Purba, Joyo Sudarto cs terlibat dalam masalah tanah.
Dari hasil penelitian wawancara yang dilakukan penulis terungkap bahwa sebagian besar tuntutan penggarap tidak memiliki bukti otentik atas lahan PTPN II
yang mereka garap. Rakyat penggarap hanya memiliki bukti atau saksi yang masih hidup yang siap memberikan keterangan terhadap tanah yang didudukinya sekarang.
Sementara pihak PTPN II sendiri ngotot untuk tetap mempertahankan areal HGU_nya dan bermaksud akan memperpanjang izin HGU_nya. Sedangkan
pemerintah sendiri juga mengakui sertifikat HGU PTPN II dan berkeinginan untuk memperpanjang izin HGU PTPN II tersebut, dengan argumen areal HGU yang
hendak diperpanjang izinnya tidak sedang disengkatakan. Permasalahan yang pokok dan menjadi dasar terulangnya kembali sengketa
tanah adalah karena adanya tumpang tindih didalam pengurusanpenyelesaian tanah- tanah yang berkaitan dengan lahan perkebunan, terutama dalam pendistribusian tanah
baik itu dalam pembuatan surat-surat tanah juga untuk siapa dan apa keuntungannya. Oleh karenanya apabila terjadi benturan, hal itu merupakan akibat dari akumulasi
ketegangan penggarap dalam pencapaian penyelesaian terhadap konflik tanah. Studi kasus yang dilakukan di desa Marindal menunjukkan bahwa terjadinya
konflik tanah di desa tersebut sudah mengarah kepada kepentingan pasar ekonomi.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Hal itu mengakibatkan terjadinya penyempitan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pertanian, dimana tanah eks perkebunan sekarang telah berubah fungsi
menjadi lahan pertanian bagi pemggarap atau masyarakat. Lewis Coser menyatakan bahwa perselisihan atau konflik dapat berlangsung
antar individu, kumpulan-kumpulan atau antar individu dengan kelompok Veerger, 1986 : 211. Konflik dapat bersifat vertikal dan bersifat horizontal. Konflik tanah
yang terjadi di desa Marindal akan menyebabkan perselisihan antar individu maupun kelompok yang ditandai dengan pihak PTPN II yang mengklaim areal tanahnya
dengan hak yang legal sertifikat, sementara itu pihak penggarap sendiri tidak bisa menerima pengklaiman yang dilakukan oleh pihak PTPN II, begitu juga sebaliknya.
Emile Durkheim mengatakan bahwa kebanyakan komunitas manusia dibagi menjadi kelompok-kelompok yang memiliki ”solidaritasmelalui persamaan”. Orang
yang dekat satu sama lain biasa saling tergantung dari orang yang saling berjauhan. Kelompok yang anggotanya merasa saling tergantung satu sama lain dan
berkompetisi dengan kelompok lainnya Duvenger, 1989 :248. Konflik yang terjadi didesa Marindal telah menciptakan atau meningkatkan
solidaritas antar penggarap. Solidaritas yang tercipta antar sesama penggarap diakaibat kerena adanya rasa kebersamaan. Namun rasa kebersamaan ini akan
menjadi perpecahan ketika tidak berkonflik lagi dengan PTPN II. Hal ini terjadi didalam tubuh penggarap, dimana antar sesama penggarap telah terjadi konflik dalam
mengkalim lahan PTPN II.
6.3.10. Pola Resistensi 6.3.10.1. Bentuk Perlawanan Rakyat