Perumusan Masalah Manfaat Penelitian Tindakan Practice

7 kelengkapan pemberian imunisasi. Hasil Penelitian Kamidah dan Satrinawati dalam Maryani 2009 di Yogyakarta menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara tingkat pengetahuan dengan perilaku ibu terhadap imunisasi bayinya. Menurut Ningrum dalam Maryani 2009 di Kabupaten Boyolali menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu mempunyai pengaruh positif terhadap kelengkapan imunisasi dasar. Menurut penelitian Ali 2002, didapatkan bahwa usia ibu berhubungan dengan pengetahuan dan perilaku mereka terhadap imunisasi. Dari uraian tersebut peneliti tertarik ingin meneliti “Gambaran faktor – faktor yang memengaruhi tindakan ibu terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap pada balita 12 bulan di Desa Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tahun 2013”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi perumusan masalah bagaimanakah gambaran faktor predisposing variabel demografikarakteristik : umur, pendidikan dan pekerjaan, pengetahuan dan sikap, faktor pendukung ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan jarak ke sarana pelayanan kesehatan dan faktor pendorong dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga ibu terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap pada balita 12 bulan di Desa Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tahun 2013. Universitas Sumatera Utara 8

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran faktor – faktor faktor predisposisi : umur, umur, pendidikan dan pekerjaan, pengetahuan dan sikap, faktor pendukung : ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan jarak ke sarana pelayanan kesehatan, dan faktor pendorong : dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga yang memengaruhi tindakan ibu terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap pada balita 12 bulan di Desa Secanggang, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat Tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi variabel demografikarakteristik : umur, pendidikan dan pekerjaan, pengetahuan dan sikap ibu terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap pada balita. 2. Untuk mengetahui gambaran faktor pendukung ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan jarak ke sarana pelayanan kesehatan terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap pada balita. 3. Untuk mengetahui gambaran faktor pendorong dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap pada balita.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan kepada pemegang program imunisasi di desa Secanggang dan Puskesmas Secanggang. Universitas Sumatera Utara 9 2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan penelitian tentang pemberian imunisasi dasar lengkap. 3. Dapat menambah wawasan dan kesempatan penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di FKM USU. Universitas Sumatera Utara 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Faktor – faktor yang Memengaruhi Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap

Green dalam buku Notoatmodjo 2003 menganalisis perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku behavior causer dan faktor dari luar perilaku non behavior causer. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu : 1. Faktor – faktor predisposisi predisposing factors, yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai dan sebagainya. 2. Faktor – faktor pendukung enabling factors, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas – fasilitas atau sarana – sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat – obatan, alat – alat kontrasepsi, jamban, jarak ke sarana pelayanan kesehatan dan sebagainya. 3. Faktor – faktor pendorong reinforcing factors, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, dukungan keluarga dan tokoh masyarakat yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, jarak ke sarana pelayanan kesehatan, sikap dan perilaku petugas kesehatan serta dukungan Universitas Sumatera Utara 11 keluarga terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

2.1.1. Faktor – faktor Predisposisi Predisposing factors

Menurut Green 1980, faktor – faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai – nilai dan persepsi, berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk bertindak. Dalam pengertian umum dapat disimpulkan faktor predisposisi sebagai pilihan pribadi yang memicu seorang individu atau kelompok ke pengalaman pendidikan. Dalam hal apapun pilihan ini dapat mendukung atau menghambat perilaku kesehatan. Berbagai faktor demografi seperti status sosio- ekonomi, umur, jenis kelamin dan ukuran keluarga juga penting sebagai faktor predisposisi meskipun mereka berada di luar pengaruh langsung program pendidikan kesehatan.

2.1.1.1. Faktor Demografi

Faktor demografi adalah faktor – faktor yang terdapat dalam struktur penduduk dan perkembangannya seperti umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan lain sebagainya. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai faktor – faktor demografi yang berkaitan dengan penelitian ini : 1. Umur Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun. Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Umur merupakan salah satu variabel penting dalam bidang penelitian komunitas. Umur dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit secara langsung atau tidak langsung bersama dengan variabel lain sehingga Universitas Sumatera Utara 12 menyebabkan perbedaan di antara angka kesakitan dan kematian pada masyarakat atau sekelompok masyarakat Chandra, 2008. 2. Pendidikan Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan Notoatmodjo, 2003. Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran diharapkan akan berlangsung lama long lasting dan menetap, karena didasari oleh kesadaran. Kelemahan dari pendekatan pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya lama, karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama Notoatmodjo, 2005. Orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan Notoatmodjo, 2003. 3. Pekerjaan Pekerjaan adalah sekumpulan kedudukan posisi yang memiliki persamaan kawajiban atau tugas – tugas pokoknya.

2.1.1.2. Pengetahuan Knowledge

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian Universitas Sumatera Utara 13 besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoatmodjo, 2007. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang overt behaviour. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers 1974 mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni Notoatmodjo, 2007 : a. Awareness kesadaran, di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus objek. b. Interest merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul. c. Evaluation menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Universitas Sumatera Utara 14 Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni Notoatmodjo, 2007: 1. Tahu know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami Comprehension Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi Application Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Universitas Sumatera Utara 15 4. Analisis Analysis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis Synthesis Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi Evaluation Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada Notoatmodjo, 2007.

2.1.1.3. Sikap Attitude

Menurut Notoadmodjo 2005, sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu. Menurut Garungan dalam Ahmadi, 2009, sikap merupakan pendapat maupun pandangan seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Universitas Sumatera Utara 16 Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek.

2.1.1.4. Berbagai Tingkatan Sikap

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: 1. Menerima receiving. Diartikan bahwa orang subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. 2. Merespon responding. Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan indikasi dari sikap. 3. Menghargai valuing. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab responsibility. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Menurut Ahmadi 2009, sikap dibedakan menjadi: 1. Sikap positif yaitu : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma - norma yang berlaku dimana individu itu berada. 2. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma - norma yang berlaku dimana individu itu berada. Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu: 1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga Universitas Sumatera Utara 17 mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan kelompok lainnya. 2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa dan yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsang itu pada umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsangan – perangsangan itu. 3. Sebagai alat pengatur pengalaman. Manusia didalam menerima pengalaman – pengalaman secara aktif. Artinya semua yang berasal dari dunia luar tidak semua dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih. 4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap merupakan pernyataan pribadi Ahmadi, 2009. Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu, tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangan. Peranan sikap dalam kehidupan manusia sangat besar. Bila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan turut menentukan cara tingkah lakunya terhadap objek –objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objeknya Notoatmodjo, 2005. Universitas Sumatera Utara 18 Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu: 1. Selalu ada objeknya 2. Biasanya bersifat evaluative 3. Relatif mantap 4. Dapat dirubah Menurut Travers, Gagne, dan Cronbach 1977, dalam Ahmadi, 2009 , bahwa sikap melibatkan 3 komponen yang saling berhubungan yaitu: 1. Komponen cognitive : berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasarkan pada informasi, yang berhubungan dengan objek. 2. Komponen affective : menunjukkan pada dimensi emosional dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan objek. Objek di sini dirasakan sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan. 3. Komponen behavior atau conative : melibatkan salah satu predisposisi untuk bertindak terhadap objek. Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh Total Attitude, dalam penentuan berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang – kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang Ahmadi, 2009. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, melalui pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak Universitas Sumatera Utara 19 langsung dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden Ahmadi, 2009.

2.1.1.5. Perubahan Sikap Theory of Reasoned Action TRA atau Teori Aksi Beralasan pertama kali

diperkenalkan pada tahun 1975 untuk melihat hubungan keyakinan, sikap, niat dan perilaku. Fishbein 1975, mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha untuk melihat perubahan hubungan sikap dan perilaku. Teori ini secara tidak langsung menyatakan bahwa perilaku pada umumnya mengikuti niat dan tidak akan pernah terjadi tanpa niat. Niat – niat seseorang juga dipengaruhi oleh sikap – sikap terhadap suatu perilaku, seperti apakah ia merasa suatu perilaku itu penting. Teori ini juga menegaskan sifat normatif yang mungkin dimiliki orang-orang; mereka berpikir tentang apa yang akan dilakukan orang lain terutama orang-orang yang berpengaruh di dalam kelompok pada suatu situasi yang sama Graeff, 1996. Teori tindakan beralasan menurut Fisbein 1975 mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada 3 hal yaitu : 1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. 2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma – norma subjektif subjective norms yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. 3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma – norma subjektif membentuk suatu intense atau niat untuk berperilaku tertentu. Universitas Sumatera Utara 20 Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan – keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma – norma subjektif dan pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intense yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak Azwar, 2007. Adapun faktor – faktor yang menyebabkan perubahan sikap terdiri dari 2 faktor yaitu: 1. Faktor intern: yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selective atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh – pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia terutama yang menjadi minat perhatiannya. 2. Faktor ekstern: yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok Ahmadi, 2009.

2.1.2. Faktor – faktor Pendukung Enabling factors

Green 1980 mengatakan bahwa faktor – faktor pendukung adalah kemampuankeahlian dan semua sumber – sumber yang diperlukan untuk menciptakan atau memunculkan perilaku kesehatan. Sumber – sumber yang dimaksud antara lain ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan prasarana atau fasilitas – fasilitas, personalia, sekolah – sekolah, klinik kesehatan maupun sumber – sumber sejenis. Faktor – faktor pendukung juga berkaitan dengan aksesibilitas Universitas Sumatera Utara 21 berbagai sumber daya. Biaya, jarak, sarana transportasi yang ada dan waktu pemakaian sarana kesehatan juga merupakan bagian dari faktor – faktor pendukung.

2.1.2.1. Ketersediaan Sarana Pelayanan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo 2007, sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat terdiri dari rumah sakit, puskesmas, pustu, poliklinik, posyandu, polindes, praktek dokterbidan swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemberian imunisasi pada bayi. Ibu yang mau memberikan imunisasi pada bayi tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat pemberian imunisasi melainkan ibu tersebut dengan mudah dapat memperoleh tempat pemberian imunisasi pada bayinya.

2.1.2.2. Jarak ke Sarana Pelayanan Kesehatan

Jarak adalah seberapa jauh lintasan yang di tempuh responden menuju tempat pelayanan kesehatan yang meliputi rumah sakit, puskesmas, posyandu, dan lainnya. Seseorang yang tidak mau mengimunisasi anaknya di tempat pelayanan kesehatan dapat disebabkan karena orang tersebut tidak tahu atau belum tahu manfaat imunisasi bagi anak, tetapi barang kali juga karena rumahnya terlalu jauh dengan pelayanan kesehatan tempat mengimunisasi anaknya Notoatmodjo, 2003. 2.1.3. Faktor – faktor Pendorong Reinforcing factors Menurut Green 1980 faktor pendorong atau penguat adalah mereka yang mendukung untuk menentukan tindakan kesehatan. Faktor pendorong tentu saja bervariasi tergantung pada tujuan dan jenis program. Dalam program pendidikan kesehatan, sebagai contoh, penguatan dapat diberikan oleh rekan kerja, supervisor, pimpinan serikat buruh dan keluarga. Faktor – faktor pendorong meliputi faktor sikap Universitas Sumatera Utara 22 dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.

2.1.3.1. Dukungan Petugas Kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan Kepmenkes RI, 2005. Dukungan petugas kesehatan petugas imunisasi merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif, di mana perasaan subjek bahwa lingkungan petugas imunisasi memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang diketahui. Petugas kesehatan akan mendukung perilaku ibu untuk melakukan upaya kesehatan mengimunisasikan anaknya melalui keterampilan komunikasi dan ada kecenderungan bahwa upaya-upaya petugas kesehatan memperkuat ibu dengan memberikan pujian, dorongan dan diskusi atau dengan menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya Graeff, 1996. Petugas kesehatan yang berperan memberikan dukungan informatif kepada ibu tentang imunisasi dianjur kan mengikuti tata cara pemberian sebagai berikut. a. Memeberitahu secara rinci risiko imunisasi dan risiko apabila tidak diimunisasi. b. Memeriksa kembali persiapan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapakan. c. Membaca dengan teliti informasi prosuk vaksin yang akan diberikan dan dapatkan persetujuan orangtua. Universitas Sumatera Utara 23 d. Meninjau kembali apakah ada kontra indikasi. e. Memeriksa identitas klien dan berikan antipiretik bila perlu. f. Memeriksa jenis dan keadaan vaksin serta yakinkan penyimpanannya baik. g. Menyakinkan vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan bila perlu tawarkan juga vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal. h. Memberikan vaksin dengan teknik yang benar. i. Setelah pemberian vaksin, menjelaskan apa yang harus dialakukan apabila ada reaksi ikutan, membuat laporan imunisasi kepada instansi terkait, memeriksa status imunisasi keluarga dan bila perlu menawarkan vaksinasi untuk mengekar ketinggalan Muslihatun, 2010.

2.1.3.2. Dukungan Keluarga

Menurut Sarwono 2003 dukungan keluarga adalah bantuan yang bermanfaat secara emosional dan memberikan pengaruh positif yang berupa informasi, bantuan instrumental, emosi, maupun penilaian yang diberikan oleh anggota keluarga yang terdiri dari suami, orang tua, mertua, maupun saudara lainnya. Duval 1972, dalam Ali, 2006, menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental dan emosional serta sosial individu yang ada didalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum. Universitas Sumatera Utara 24 Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Keluarga inti nuclear family adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. b. Keluarga besar extended family adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah kakek-nenek, paman-bibi Suprajitno, 2004. Sarafino 1994, dalam Suprajitno, 2004 mengklasifikasikan dukungan ke dalam empat bentuk yang terdiri dari: 1. Dukungan emosional, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan memperhatikan dan memahami kondisi emosional. Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa tentram, aman damai yang ditujukan dengan sikap tenang dan berbahagia. Sumber dukungan ini paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup atau anggota keluarga, teman dekat, dan sanak saudara yang akrab dan memiliki hubungan harmonis. 2. Dukungan penilaian, yaitu perasaan subjek bahwa dirinya diakui oleh lingkungan mampu berguna bagi orang lain dan dihargai usaha-usahanya. Sumber dukungan ini dapat bersumber dari keluarga, masyarakat atau instansi lembaga tempat penderita pernah bekerja. 3. Dukungan instrumental, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan sekitarnya memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti alat-alat atau uang yang dapat meringankan penderitanya. Dukungan seperti ini umumnya berasal dari keluarga. Universitas Sumatera Utara 25 4. Dukungan Informatif, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang harus diketahuinya. Dukungan informatif ini dapat diperoleh dari dokter, perawat dan juga tenaga kesehatan lainnya.

2.2. Tindakan Practice

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya. Inilah yang disebut tindakan practice Notoatmodjo, 2003. Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan itu bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut perilaku, bentuk perilaku dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dapat dibedakan atas sikap, di dalam sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi tingkah laku. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi fasilitas yang memungkinkan Ahmadi, 2009. Menurut Notoatmodjo 2005, empat tingkatan tindakan yaitu : 1. Persepsi Perception, mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil. 2. Respon terpimpin Guided Response, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar. 3. Mekanisme Mechanism, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan. Universitas Sumatera Utara 26 4. Adaptasi Adaptation, adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo 2003, faktor – faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu fator predisposisi predisposing factors seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai, berkenaan dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung enabling factors perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir faktor penguat atau faktor pendorong reinforcing factors seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain – lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan serta dukungan keluarga terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

2.3. Imunisasi

Dokumen yang terkait

Pengaruh Faktor Pemudah, Pemungkin dan Penguat terhadap Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi oleh Ibu di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011

4 56 91

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi di Wiliayah Kerja Puskesmas Bulu Kabupaten Sukoharjo.

0 0 16

Analisis Faktor -Faktor yang Berhubungan Dengan Tindakan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 Bulan) di Puskesmas Pangkalan Susu Kabupaten Langkat

0 0 19

Analisis Faktor -Faktor yang Berhubungan Dengan Tindakan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 Bulan) di Puskesmas Pangkalan Susu Kabupaten Langkat

0 0 2

Analisis Faktor -Faktor yang Berhubungan Dengan Tindakan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 Bulan) di Puskesmas Pangkalan Susu Kabupaten Langkat

0 1 12

Analisis Faktor -Faktor yang Berhubungan Dengan Tindakan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 Bulan) di Puskesmas Pangkalan Susu Kabupaten Langkat

0 0 31

Analisis Faktor -Faktor yang Berhubungan Dengan Tindakan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 Bulan) di Puskesmas Pangkalan Susu Kabupaten Langkat

0 0 3

Analisis Faktor -Faktor yang Berhubungan Dengan Tindakan Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Dasar pada Bayi (9 -12 Bulan) di Puskesmas Pangkalan Susu Kabupaten Langkat

0 0 50

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR INTERNAL PADA IBU DENGAN PELAKSANAAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BALITA DI DESA PLUMBUNGAN KECAMATAN GABUS KABUPATEN PATI

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Faktor - Faktor Yang Memengaruhi Tindakan Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Dan Tidak Lengkap Pada Balita (12 Bulan) Di Desa Secanggang Kecamatan Secanggang Kabupaten langkat Tahun 2013

0 0 9