Sistem Pemerintahan Sistem Kekerabatan

45 melakukan pembayaran di outlet tempat pembayaran listrik seperti kantor PLN yang ada di desa atau PLTU yang ada di daerah Paraginan di Kota Sibolga. Adapun sumber mata air sudah ada saluran air dari PDAM yang di bangun pada tahun 1997. Ada juga sumber air dari pancuran atau pun sungai jika air PDAM bermasalah, system pembayarannya pun sama dengan pembayaran listrik yaitu dengan membayar perbulan sesuai meteran yang di pasang oleh pihak PDAM tersebut.

2.5. Sistem Pemerintahan

Adapun sarana pemerintahan di Desa Pargarutan adalah sebagai berikut : Kepala Desa : Jamedan Panggabean Wakil : Ospinner Hutauruk Seketaris : Wisler Hutabarat Bendahara : Marasihot Situmeang  Seksi penghayatan nilai agama: Jansiman Situmeang  Seksi pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga: Tauada Siambaton  Seksi keamanan dan ketertiban masyarakat: Rinto Purba  Seksi pendidikan, keterampilan dan kebudayaaan: Amler Pandiangan Universitas Sumatera Utara 46  Seksi Lingkungan hidup, Pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tepat guna: Alerman Tarihoran  Seksi usaha kecil dan koperasi : Osjanni Pandiangan  Seksi kesehatan kependudukan dan KB: Berman Hutagalung  Seksi pemuda dan olahraga: Kalben Situmeang  Seksi Kesejahteraan social : Kasber Hutagalung  Seksi pembangunan pertanian dan kelautan: Jrisman Situmeang

2.6. Sistem Kekerabatan

Kekerabatan adalah hubungan erat antara satu individu dengan individu lainnya, atau antar satu kelompok dengan kelompok lainnya. Tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai ikatan yang menghubungkan anggota-anggota nya satu sama lain. Ikatan dasar dan hakiki adalah ikatan akibat adanya hubungan darah dan hubungan perkawinan. Masyarakat Batak Toba dalam menentukan garis keturunan adalah berdasarkan garis keturunan dari pihak ayah atau pihak laki-laki yang dikenal dengan istilah patrineal. Suatu kelompok adat dihitung dari satu ayah yang juga di sebut dengan saama atau satu nenek disebut dengan saompung dan kelompok kekerabatan besar disebut dengan marga. Kelompok kekerabatan terkecil disebut ripe. Istilah ripe dapat juga dipakai untuk menyebut keluarga luas patrineal. Saompu dapat di sebut dengan klen, istilah ini juga untuk menyebut kerabat yang terikat dalam satu nenek moyang. Universitas Sumatera Utara 47 Berdasarkan prinsip keturunan masyarakat Batak Toba yang berarti garis keturunan etnis adalah dari keturunan laki-laki. Keturunan laki-laki yang memegang peranan penting dalam kelanjutan generasi. Berarti apabila seseorang tidak mempunyai keturunan laki-laki, maka dianggap silsilah marga dari ayah tidak dapat dilanjutkan atau hilang. Silsilah yang dapat berlanjut lagi, sama halnya bahwa seseorang itu tidak akan pernah diingat atau di perhitungkan lagi dalam silsilah keluarga. Menurut Bruner, bahwa Hubungan kekerabatan yang timbul sebagai akibat dari penarikan garis keturunan patrineal mempunyai nilai yang sangat penting. Pada urutan generasi setiap ayah yang memiliki keturunan laki-laki menjadi bukti nyata dalam silsilah kelompok patrinealnya. Seorang ayah memiliki dua atau lebih kelompok keturunan yang masing-masing memiliki identitas masing- masing. Apabila mereka berkumpul maka akan menyebut ayah nya sebagai opung. Opung berarti adalah kakek , moyang laki-laki yang menjadi titik temu kelompok masyarakat Batak Toba. Mereka yang berasal dari satu nenek moyang nasaompu dari generasi kegenerasi akan menjadi satu marga. Marga merupakan satu pertanda bahwa orang yang menggunakannya masih mempunyai kekerabatan atau percaya bahwa mereka adalah keturunan dari satu kakek menutur garis patrineal Bangarna sianipar 2013. Dalam adat istiadat Batak Toba, perempuan dan Laki-laki yang mempunyai marga yang sama maka disebut dengan mariboto Universitas Sumatera Utara 48 bersaudara dan mereka tidak diperbolehkan menikah. Apabila hal ini terjadi, maka mereka akan dikucilkan dari mayarakat dan tidak berhak untuk mengikuti kegiatan adat. Prinsip patrineal, masyarakat Batak Toba mengartikannya bahwa laki-laki memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menurunkan silsilah dan keturunan keluarga laki-lakilah yang dapat menurunkan marga bagi keturunannya. Setiap anak yang dilahirkan baik laki-laki maupun perempuan selalu mencantumkan marga ayahnya. Masyarakat Batak Toba menurut ketentuan dalam kebudaannya haru selalu memelihara kepribadian dan rasa kekeluargaan harus terpupuk. Hal tersebut dilakukan bukan saja terhadap keluarga dekat, tetapi juga terhadap keluarga jauh yang semarga. Nama panggilan terhadap seseorang adalah nama marganya dan bukan nama pribadinya. Apabila sesama orang Batak bertemu, maka yang pertama ditanyakan adalah nama marganya, dan bukan nama pribadinya atau tempat tinggalnya. Dengan mengetahui marganya, maka akan mengikuti proses penelusuran silsilah untuk mengetahui hubungan kekerabatan diantara mereka. Proses penelusuran silsilah disebut dengan martutur atau martarombo, dengan martutur maka akan diketahui kedudukan masing-masing dan hal-hal yang tabu dapat dihindarkan. Masyarakat Batak Toba mempunyai sebuah ungkapan di dalam hal marutur, yaitu: Universitas Sumatera Utara 49 “uji jolo nititip sanggar, asa binalu huru-huruan, jolo sinungkun marga asa binoto partuturan .” Artinya adalah “untuk membuat sangkar haruslah terlebih dahulu membuat marga,untuk mengetahui hubungan keluarga haruslah terlebih dahulu menanyakan marganya.” Dengan demikian, orang yang saling berkenalan itu dapat mengetahui apakah dia memiliki hubungan keluarga satu sama lainnya, sehingga ddapat di tentukan kedudukan dalam hubungan tersebut. Selain hubungan marga secara garis keturunan antara marga- marga juga memiliki hubungan lain yang fungsional. Marga memiliki fungsi terhadap marga lain yang terjadi akibat pernikahan. Hubungan fungsional ini mengakibatkan adanya penggolongan marga di dalam kaitannya dengan marga lain yang menimbulkan suatu sitem kekerabatan dan masyarakat Batak Toba yang disebut dengan Dalihan Na Tolu. Secara etimologis Dalihan Na tolu berarti “Tiga Tungku” Dalihan artinya Tungku, Na artinya yang, Tolu artinya Tiga, yang dalam arti bahasa Indonesia disebut dengan Tungku yang Tiga. Setiap tungku harus menjaga dan memelihara keseimbangan dari pada kuali adar tetap berdiri kokoh. Untuk dapat mencapai keseimbangan itu, ketiganya harus bekerja sama dan saling tolong menolong. Dalam masyarakat Batak Toba kuali belanga melambangkan wadah dan tempat bagi anggota-anggota masyarakat untuk melakukan kegiatan- kegiatan bersama, misalnya pesta dan upacara-upacara bersama. Universitas Sumatera Utara 50 Adanya tiga kelompok kekerabatan, yaitu: Dongan Sabutuha, Hula-hula, Boru. 1 Dongan sabutuha. Secara harafiah artinya teman satu perut atau teman lahir, atau dengan kata lain adalah saudara seibu yang dianggap seperti saudara kandung dan mempunyai hubungan istimewa. Sebuah pepatah dikenal yang menggambarkan hubu ngan ini adalah “manat mardongan tubu” yang artinya penuh tenggang rasa. Kebiasaan yang terjadi walaupun belum mengenal namun sudah saling mengetahui, bahwa seseorang yang mempunyai marga yang sama dengannya akan merasa lebih akrab dan mendapat sambutan yang hangat. 2 Hula-hula. Artinya keluarga pihak pemberi istri. Mempunyai sifat yang sangat peka, oleh sebab itu bagi masyarakat Batak Toba indakan atau perlakan terhadap hula-hulanya harus hati-hati. Kehati-hatian tersebut digambarkan dengan sebuah pepatah “somba marhula-hula” artinya bersembah sujud. 3 Boru. Artinya pihak yang menerima gadis istri. Pihak boru menganggap bahwa dirinya berkewajiban menolong hula-hulanya dalam segala hal, terlebih dalam kegiatan adat. Dilainpihak hula-hula juga berhak untuk menerima sumbangan dari borunya. Oleh sebab itu, boru tidak akan pernah merasa rugi apabila memberikan yang terbaik bahkan terkadang berkorban hutang demi memberikan sumbangan kepaa hula-hulanya. Hal ini dapat rejadi karena adanya anggapan bahwa hula-hula dapat menjatuhkan kutuk selama tujuh generasi, doa Universitas Sumatera Utara 51 restu hula-hula dapat menjadikan seseorang menjadi kaya, dan doa restu hula-hula dapat menjadikan agar mendapatkan keturunan. Oleh karena itu, Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba dapat didefenisikan sebagai struktur kemasyarakatan atas dasar hubungan kekerabatan yang menjadi landasan dari semua kegiatan, khususnya kegiatan yang bertalian dengan adat.

2.7. Organisasi Masyarakat