Marga Pasaribu Sebagai Keturunan Raja Borbor

59

3.3. Marga Pasaribu Sebagai Keturunan Raja Borbor

Marga merupakan suatu identitas keluarga Batak. Orang Batak harus bermarga. “Marga” artinya jalan, hubungan dalam kelompok kekerabatan yang eksogen dan unilinier secara patrilinier. Bermula dari nama seseorang, kemudian keturunannya menjadikan nama itu nama identitas keluarga, di kenal dengan sebutan “marga”, dan setiap orang Batak, pria, dirajut dalam silsilah tarombo marga. Akan halnya Pasaribu sebagai marga, dalam silsilah Batak, ternyata tidak dijumpai seseorang yang bernama Pasaribu secara eksplisit. Akibatnya timbul kesulitan memastikan sejak kapan marga itu muncul dan siapa saja yang berhak menggunakan marga itu sebagai identitas keluarga patrilinier. Dan makalah ini merupakan hasil studi yang panjang, yang berusaha menemukan jawaban sekaligus mencoba meluruskan berbagai pendapat yang kurang memiliki informasi dan kajian kuat tentang hal itu. Studi ini menyimpulkan bahwa Sariburaja I adalah Pasaribu pada generasi ke III, dan Saruksuk menempati posisi pada generasi ke-IX pada silsilah Pasaribu. Menurut bapak A.H. Pasaribu Kalau kepada orang yang bermarga Pasaribu di ajukan pertanyaan ini : Siapa orang yang bernama Pasaribu? Boleh jadi pertanyaan itu dianggap aneh, mengada-ada, mencari kerumitan, bahkan mungkin dianggap pertanyaan yang mencurigakan. Jawaban berapi-api penuh semangat yang timbul boleh jadi mungkin begini : Bukankah sudah begitu banyak orang bermarga Pasaribu tersebar di Bumi Nusantara dan bahkan mancanegara Pasaribu menyebar dimana-mana, karena panggilan tugas maupun karena desakan Universitas Sumatera Utara 60 keadaaan. Tidakkah mereka itu menjadi fakta adanya seseorang bernama Pasaribu pernah hidup, kemudian turunannya mengabadikan nama itu menjadi marga keturunannya seperti halnya marga-marga lain yang menjadikan nama leluhur jadi marga pada umumnya. Ada semacam pendapat yang mengatakan hanya Habeahan, Bondar dan Gorat saja yang masuk marga Pasaribu. Alasannya, orang bertiga itulah anak kandung Sariburaja III yang mereka sebut Pasaribu. Itulah konstruksi pikir yang dikembangkan. Karena Habeahan, Bondar dan Gorat saja anak kandung Sariburaja III, maka perkumpulan Pasaribu yang dibentuk pada berbagai tempat cenderung mencakup hanya tiga sub unit marga itu saja. Di Jakarta rumus ini dipaksakan dalam bentuk daftar hadir, urusan adat, publikasi lisan, internet maupun cetak. Kalau ada sub unit marga dari pomparan turunan Borbor bergabung ke dalam perkumpulan Pasaribu maka rumus yang digunakan terhadap sub unit marga itu bukan rumus uniliner secara patriliner tetapi menggunakan rumus Ikrar Borbor Marsada. Siapa orang pertama yang menggunakan nama Pasaribu memang merupakan pertanyaan besar dan memerlukan jawaban. Tidak demi kepentingan teoritis saja tetapi terutama untuk kepentingan praktis di kalangan pomparan dari orang yang bernama Pasaribu itu. Pada generasi berapa marga Pasaribu muncul, siapa-siapa nama boru saudara perempuan-nya, dan menikah muli kepada siapa, dari marga apa pada generasi itu, dan pada masing- masing generasi berikutnya. Konsep Tarombo Borbor Marsada, yakni sebuah makalah yang dipersiapkan oleh Mangaradja Salomo untuk Kongres di Haunatas 1938 dan diharapkan mampu menjawab pokok masalah, ternyata tidak jadi Universitas Sumatera Utara 61 dibahas, padahal Tarombo dan Marga bagi orang Batak penting untuk mempersatukan. Zaman ini adalah zaman persatuan makin dewasa makin bersatu. Sebagai salah satu sampel dalam tulisan ini maka akan dijelaskan juga silsilah dari marga Pasaribu yang juga merupakan salah satu yang melaksanakan upacara Palangehon boru ini. Borbor awal mulanya berasal dari desa Sabulan yang kemudian pindah melalui sipultak kelembah Silindung Tarutung, dan Haunatas dekat Laguboti. Marga Pasaribu meninggalkan Silindung menuju Barus di Tapanuli Tengah karena desakan dari marga Hasibuan. Selain di tempat- tempat tersebut desa Sibisa yang merupakan desa yang berdekatan dengan Porsea juga pernah di tinggali oleh keturunan Borbor, tetapi kemudian diserahkan oleh keturunan mereka sendiri kepada pihak Narasaon Sebagai Pauseang Pemberian harta yang tidak bergerak kepada pihak menantu lelaki. Dari Haunatas ada keturunan Borbor yang menyebar dan bermukim di Lintong Pangururan, selain itu ada juga yang ke desa Habinsaran di sebelah timur Porsea. Kebanyakan keturunan Bobor menyebar ke Tapanuli Selatan seperti marga Harahap, Sipahutar dan Sipirok sedangkan marga Psaribu sendiri banyak bermukim di Tapanuli tengah. Turunan Borbor awal mula menempati Pinang Sori Lumut di Sibolga serta kecamatan Barus kabupaten Tapanuli Tengah. Pada saat itu ada beberapa marga yang bermukim di sana yaitu marga Pasaribu, marga Sipahutar, kemudian marga Silitonga yang termasuk dalam marga Pohan. Berikut akan di jelaskan secara singkat melalui skema untuk menjelaskan silsilah keturunan dari Borbor tersebut: Universitas Sumatera Utara 62 Raja Hatorusan Sang Maima Harahap Datu Dalu Habeahan Pasaribu Matondang Bondar Pasaribu BORBOR Sipahutar Gorat Pasaribu Sitarihoran Datubara Rambe Saruksuk Bagan 4 :Silsilah si Raja Borbor Menurut Informan bapak M.D Pandiangan umur 60 tahun Marga-marga dari keturunan Borbor banyak menduduki daerah Tapanuli Selatan, tetapi pada saat proses persebarannya sebagian ada yang menyebar ke daerah Tapanuli Tengah. Pengalaman silsilah tarombo didefenisikan sebagai pencarian realitas asali. Dan dalam rangka pencarian ini, penyilsilah sering merasa terdorong untuk menegaskan bahwa silsilah yang dimiliki sebagai paling otentik dan karenanya harus dianggap paling sah. Banyak diantara mereka memperlihatkan kecenderungan terselubung untuk menyatakan diri sebagai yang paling benar, lalu menawarkan silsilah yang dia miliki sebagai satu-satunya pilihan menuju kepastian posisi dalam silsilah. Sikap seperti ini kiranya bertengah dengan, apabila, menerima setiap ungkapan mengenai realitas asali yang, lain dari pada ungkapan sendiri. Suatu kenyataan dan mengaburkan susunan keluarga Batak dewasa ini ialah adanya berbagai ragam dan versi silsilah beredar dan dimiliki masing-masing sebagai satu-satunya kebenaran. Universitas Sumatera Utara 63 Dalam komunitas Pasaribu Saruksuk pun pernah terjadi hal serupa, terutama tahun 1965, yakni, sejak munculnya satu versi silsilah berjudul Tarombo Pasaribu Habeahan di Medan. Dalam silsilah versi itu posisi Raja Saruksuk ditempatkan mengisi posisi Raja Manuksuk pada silsilah Pasaribu Habeahan. Silsilah rekayasa ini kemudian diseremonialminikan oleh St. Rellius Saruksuk Gg. Halat, di Medan. Sebelumnya di Tapanuli Tengah Saruksuk merupakan si bungsu dari empat bersaudara, Habeahan, Bondar, Gorat dan Saruksuk di tetapi sejak munculnya posisi Saruksuk mengisi Manuksuk, subunit Saruksuk jadi hilang dan tampil dalam posisi baru yakni Habeahan, yang tadinya Saruksuk anak bungsu berubah menjadi anak sulung. Perubahan posisi ini menimbulkan masalah besar di kalangan Pasaribu khususnya di Pasaribu Tobing dan Pasaribu Dolok, Tapanuli Tengah tempat Raja- Raja Saruksuk membangun “tahta “huta yakni di Rabaraba, Lobu Sampetua, Tarutung Siduadua, Jampalan Bidang, Lobu Siala, Sarumatinggi, Siangirangir, Sibatunanggar, Janji Nauli, Bonandolok, Sirau, Panorusan, Longgang, Tomaginjang I, Tomaginjang II, Lumbang Baringin, Batu Ronggang, Rianiate, Sidimpuan, Sibatubatu, Pansuran Dewa dan Aek Rogas, dalam hal ini mereka juga mengikuti dan membuat beberapa aturan yang hingga saat ini menjadi warisan budaya sama halnya dengan keturunan Lontung yang bermukim di Tapanuli tengah ini. Mereka memiliki adat yang sama yang masih dilestarikan hingga saat ini. Universitas Sumatera Utara 64 BAB IV PALANGEHON BORU YANG DI LAKUKAN OLEH MARGA PANDIANGAN DAN PASARIBU DI DESA PARGARUTAN

4.1. Pengertian Upacara Palangehon Boru