Pola Konsumsi Makanan Jajanan Anak Sekolah Uji Organoleptik

Permasalahan yang sering terjadi pada remaja antara lain, kekurangan energi protein KEP, anemia defisiensi besi ADB, kekurangan energi kronis KEK, kurang vitamin A KVA dan juga stunting. Selain zat gizi makro, remaja juga mengalami masalah zat gizi mikro seperti defisiensi zat besi dan kalsium. Peningkatan kebutuhan akan mineral zat besi dan kalsium pada masa ini sangatlah tinggi akibat percepatan tumbuh dan diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja puteri serta aktifitas remaja yang meningkat. Berikut angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk remaja : Tabel 2.10 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata yang Dianjurkan per orang per hari Zat Gizi Umur 13-15 tahun Laki-laki Perempuan Energi kka l 2475 2125 Protein gr 72 69 Lemak gr 83 71 Karbohidrat gr 340 292 Kalsium mg 1200 1200 Besi mg 19 26 Fosfor mg 1200 1200 Vitamin C mg 75 65 Sumber: AKG tahun 2013 Agar remaja tercukupi kebutuhannya akan vitamin dan mineral, pemberian makanannya harus beraneka ragam. Sumber vitamin dan mineral yang baik dapat diperolah dari sayur-sayuran, buah-buahan biji-bijian, dan juga kacang-kacangan.

2.5 Pola Konsumsi Makanan Jajanan Anak Sekolah

Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah di dapat, serta cita Universitas Sumatera Utara rasa yang enak dan cocok dengan selera sebagian besar masyarakat Moehji, 2000. Makanan jajanan yang umumnya digemari masyarakat adalah makanan ringan yang cukup mengenyangkan. Donat adalah salah satu jenis makanan ringan yang banyak dijual di pasaran dengan berbagai rasa dan bentuknya yang khas. Pada umumnya anak-anak pada usia sekolah memilih makanan jajanan yang disukai saja, dan sebagian besar makanan jajanan tersebut tidak memiliki kandungan gizi yang baik. Selain itu keamanan dan kesehatan dari jajanan tersebut masih sangat diragukan. Makanan yang tidak memiliki kandungan gizi yang baik, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, sehingga mengakibatkan ketidakmampuan berfungsi secara normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, akan menyebabkan pertumbuhan terganggu, jumlah sel otak berkurang dan terjadi ketidaksempurnaan biokimia dalam otak sehingga berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan dan fungsi kognitif anak.

2.6 Daya Terima Makanan

Daya terima makanan atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu, sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan Suhardjo 1989 yang dikutip oleh Dewinta 2010. Segi sosial budaya pangan berhubungan dengan konsumsi pangan dalam menerima atau menolak bentuk maupun jenis pangan tertentu, perilaku ini berakar dari kebiasaan kelompok penduduk. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa pada umumnya kebiasaan pangan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan Universitas Sumatera Utara zat-zat gizi yang terkandung dalam pangan. Kebiasaan makan berasal dari pola pangan yang diterima budaya kelompok dan diajarkan kepada seluruh anggota keluarga. Menurut Wirakusumah 1990 yang dikutip oleh Dewinta 2010, Kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.

2.6.1 Penampilan dan Cita Rasa Makanan

Cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pencecap bahkan mungkin pendengar. Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi Universitas Sumatera Utara akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Oleh sebab itu dalam penyelenggaraan makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk mempertahankan warna makanan yang alami, baik dalam bentuk tehnik memasak maupun dalam penanganan makanan yang dapat mempengaruhi makan. Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim. Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

2.6.2 Konsistensi atau Tekstur Makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh Universitas Sumatera Utara konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

2.7 Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik disebut juga dengan penilaian indra atau penilaian sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif atau sudah lama dikenal. Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif Susiwi, 2009. Uji hedonik atau kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaanketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti Rahayu, 1998.

2.8 Panelis