Mij Oceaan Perusahaan Pelayaran Pengangkutan Jamaah Haji

200- f 270 per penumpang untuk sekali jalan ke tempat tujuan, harga dapat berubah-ubah tergantung perkembangan ekonomi pelayaran. 83 Berbeda halnya dengan tarif karcis untuk para jamaah haji yang di tempatkan di kelas paling rendah laagste class dalam kapal. Dalam persaingan dalam hal harga tiket, hingga akhir abad ke-19 harga-harga tiket yang di tawarkan oleh agen perusahaan-perusahaan pelayaran Kongsi Tiga tidak menentu, bisa kita lihat dalam laporan tahun 1895 biasanya biaya untuk perjalanan dari kota-kota di Pantai Jawa dengan menumpang Kapal Nederland atau Rotterdamsche Llyod yang berlabuh ke Jeddah dengan di berikan harga f 95. kemudian untuk agen Maclaine atau Watson co milik maskapai Mij Oceaan memberikan tarif f 65. Bila dalam harga yang di tawarkan sebesar f 95 itu termasuk f 5 uang komisi untuk Syekh. Sedangkan untuk karcis seharga f 65 dari Mij Oceaan umumnya di beri tarif oleh para Syekh dan kaki tangannya kepada jamaah haji sebesar f 85. Dengan sarana tersebut untuk perjalanan pulang dari Jeddah ke Jawa jamaah membayar f 92,50, termasuk di dalamnya f 17,50 sebagai upah para Syekh yang di ambil langsung oleh agen perusahaan kapal. Dan bila di hitung secara kasar keseluruhan ,maka jamaah haji membayar sekitar f 180 untuk biaya pulang- pergi, termasuk persenan untuk Syekh. Hal ini berbeda dengan karcis pulang-pergi yang di tawarkan oleh perusahaan Nederland dan Rotterdamsche Llyod seharga f 150, namun tanpa upah untuk Syekh, suatu keuntungan yang mungkin agak problematis karena di sini harus juga di perhitungkan uang f 17,50 untuk upah para Syekh di negeri Arab dan sejumlah uang tak terduga untuk komisi pembelian karcis tersebut. Harga 83 Regeerings Almanak 1914…Tweede Gedeelte.1915:230-231 Lihat juga Rotterdamsche Llyod verslag over 1926…. 1926:2 lebih murah bila berangkat dari Singapura ,dengan harga f 100 per penumpang maka sudah mendapat karcis untuk pulang pergi ke Jeddah dan sebaliknya. Secara umum masa itu jamaah haji biasa mengeluarkan f 300 untuk kebutuhan perjalanan haji. Oleh karena itu, dalam nasehat Hurgronje kepada Direktur Pengajaran, Ibadah dan Kerajinan agar perusahaan-perusahaan pelayaran Belanda menurunkan tarif karcis pulang-pergi hingga sampai angka f 100. 84 Dalam pengawasan kontrol agar tidak melakukan penyimpangan dalam operasional kapal, maka pemerintah menerapkan Pelabuhan kontrol atau pangkalan. agar kapal-kapal saat tidak melakukan aktivitas apapun tetap bersandar di pelabuhan tersebut. Seperti kapal-kapal untuk pengiriman barang dan angkutan haji milik Stoomvaart Maatschappij Nederland salah satu armada kapalnya yaitu ‘S.S. Sumatra‟ dengan berat registertonnen bruto 5849.93 dan netto 3761.35 dan kapal-kapal milik Rotterdamsche Llyod seperti S.S.Walcheren dengan Bruto 3598 dan Netto 2180 di tetapkan pelabuhan kontrolnya di Tanjung Priok, Batavia. 85

C. Kebijakan Kapal Angkutan Haji

Banyak komponen yang menuntut keterlibatan berbagai pihak dalam rangkaian proses haji mulai dari pendaftaran, transportasi, akomodasi, kesehatan, keamanan dan sebagainya. 86 Secara umum pedoman awal untuk transportasi jamaah haji dilihat sejak abad ke-19 kapal yang ditumpangi jamaah masih kapal- kapal untuk keperluan perniagaan bahkan kapal pos. menjelang abad ke-20 aturan perdana pedoman kapal angkutan khusus penumpang yaitu pada Staatsblad 1894 84 Surat Snouck Hurgronje No.39a kepada Direktur Pengajaran, Ibadah, dan Kerajinan di Betawi, 19 Juli 1895. Nasihat-Nasihat C.Snouck Hurgronje:Jilid VIII.1993:h.1509-1511 .Lihat juga M.Dien Majid.Berhaji di Masa Kolonial..2008:54-55 85 Javasche Courant, Vridag 14 Januari 1921 86 Muhammad M.Basyuni.Reformasi Manajemen Haji.Jakarta:FDK Press,2008.h.45 “Stoomvaart Ordonantie”. 87 dan inilah yang mengawali pedoman kapal angkutan penumpang untuk jamaah haji Stoomvaart Pelgrim tertulis dalam Staatsblad 1898 No.298. Dalam mengambil kebijakan pengangkutan jamaah haji pemerintah mengutamakan beberapa pertimbangan di antaranya aspek politik untuk menjaga wibawanya, secara ekonomi dan sosial, bagaimana pelayaran dan pelayanan maskapai di atas kapal harus lebih baik dari pada kapal-kapal Inggris dan Arab. 88 Menurut Eisenberger kebijakan angkutan jamaah haji juga berangkat dari pertimbangan ordonansi tahun 1872 no.179, kebijakan pemerintah tentang pengangkutan pribumi ke luar dari Hindia Belanda. 89 Dalam aturan tersebut kurang lebih isinya pribumi yang menumpang kapal penumpang dan ingin keluar wilayah Hindia Belanda harus melalui Pelabuhan embarkasi yaitu Batavia, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Padang. Dan kepala pelabuhan juga harus memeriksa bekal dari pada pribumi tersebut minimal sudah mengantungi uang sebesar f 500 untuk bekal selama perjalanan. Kapal sarat penumpang tersebut juga harus mempunyai dek dengan tinggi sekurangnya 0,84 M. 90 Staatsblad 1872 No.179, ordonansi Kapal Api 1894 dan hasil-hasil konvensi sanitasi internasional yang kemudian yang menjadi bahan pertimbangan awal di tetapkannya Ordonansi haji pada Staatsblad 26 October 1898 no.294 lalu nanti dikembangkan menjadi Ordonansi haji 10 November 1922 no.698 yang sering tertulis dalam klausul stoomvaart pelgrims. 91 87 Staatsblad van Nederlansch Indie. 22 December 1894 No.278 Stoomvaartordonantie Batavia: Landsrukkerij,1895 88 Johan Eisenberger. Indie en de Bedevaart naar Mekka ….1928:171-172 89 Johan Eisenberger.Indie en de Bedevaart naar Mekka..op.cit.1928:168 90 Staatsblad van Nederlansch Indie,12den October 1872 No.179 Vervoer van Inlanders Batavia: Landsrukkerij,1873.Lihat Pasal 1-13 91 Naskah Staatsblad 1898 no.294 Bepalingen op het vervoer pelgrims van Nederlandsch Indie naar den Hedjaz en van daar Nederlandsch Indie tidak terdapat di ANRI.

1. Ordonansi Haji 1898 dan aturan perubahan

Secara umum sesungguhnya hanya ada dua ordonansi pelayaran kapal haji “stoomvaart pelgrimsordonantie” yaitu Staatsblad 1898 dan 1922. 92 Kebijakan – kebijakan tersebut tertulis secara jelas mengenai pengangkutan jama’ah Haji dari pemberangkatan hingga kepulangan. Ordonansi haji tahun 1898 menurut Hendrik Ziesel di putuskan juga setelah memperhatikan hasil-hasil konvensi saniter internasional di Paris tahun 1894 dan Venesia tahun 1897 untuk sebagai perbaikan pelaksanaan kesehatan Haji. 93 Kebijakan tentang pengangkutan Jamaah Haji dari Hindia Belanda ke Mekkah ini kemudian akan mengalami perubahan dalam Staatsblad 1901 no.473, 1902 no.317, 1904 no.97, 1906 no.236, 1911 no.144,208,301,333 dan 529, 1912 no.28, 346, 531, dan 557, 1913 no.563, 1914 no.466 dan 710. 94 Namun di sini tidak akan dibahas secara keseluruhan aturan perubahan tersebut. Dalam ketentuan ordonansi Haji 1898, bahwa dalam di dalam kapal para jamaah haji menempati dek untuk kelas rendah, dengan menempati dek bawah khusus yang ketinggiannya sekurangnya 1,80 meter. Dek itu harus mempunyai ventilasi dan penerangan yang cukup. Untuk jamaah setidaknya disediakan air yang cukup untuk mandi dan mencuci sekurangnya 1.000 jamaah. Lalu di kapal juga harus tersedia jamban untuk setiap 50 orang ada 2 buah jamban. Di dalam setiap kapal juga harus terdapat rumah sakit dengan kelengkapannya. 95 92 Johan Eisenberger.Indie en de Bedevaart naar Mekka …op.cit.1928:119 93 Jan Hendrik Ziesel. De Pelgrim Quarantaine in de Roode Zee.Universiteit Amsterdam: 1929.Disertasi. h.121 94 Regeerings Almanak voor Ned. Indie 1922. Weltevreden: Landsrukkerij,1923.h.235 95 Staatsblad 1898 No.294 yang kutip oleh M.Saleh Putuhena dalam Historiografi Haji. 2007:180