Aspek Geografis dan Demografis
Pada tanggal 30 Mei 1619 Jan Pieterszoon Coen telah berhasil mengambil alih Jayakarta dari vassal Kesultanan Banten. Dan secara otomatis kota ini jatuh
ke tangan VOC dan kemudian di ganti namanya menjadi kota Batavia yang bercorak kolonial.
10
Batavia di rancang menurut kota Belanda dengan sistem kanal dan kastil sebagai pusatnya, kondisi lahan yang berawa-rawa mendorong
penduduk kota dalam hal ini orang Belanda dengan menerapkan teknologi untuk perencanaan kota ,bentuk residensi Belanda pun ditiru.
11
Batavia dirancang sedemikian rupa selain sebagai sarana pertahanan tetapi juga untuk kelancaran
transportasi. Kota di fungsikan menjadi pusat pemerintahan serta sebagai pelabuhan perdagangan internasional sehingga lebih terbuka terhadap imigran.
12
Namun pimpinan Batavia setelah beberapa lama secara sadar kompeni mengalami masalah, bahwa arsitektur Eropa tidak berfungsi sebagaimana
mestinya di daerah ini. Para pejabat kompeni akhirnya nanti melempar kesalahan pada iklim yang tak sehat di daerah berawa-rawa negeri tropis ini mengingat
bahwa tingginya angka kematian di Batavia akibat penyakit epidemik pada abad ke-18, dan bagi sebagian Eropa Batavia menjadi tempat yang tidak layak huni
karena sanitasi yang buruk.
13
Akibat dari dampak buruknya bagi para pejabat koloni, pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah selatan Batavia yang lebih
10
Dalam catatan penulis sejarah versi pemerintah Belanda nama Batavia diambil dari sebuah ‟Batavier‟, nama bangsa atau nenek moyang yang dulu mendiami tanah Belanda, dan oleh pribumi
Hindia Batavia disebut Betawi.Lihat G.J.F.Biegman.16 Tjerita Hikajat Tanah Hindia. Bandar Batawi: Koninklijk Instituut voor Taal Land Volkekunde Nederlands Indie,1894.h.43
11
Tawalinuddin Haris. Kota dan Masyarakat Jakarta; Dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial Abad XVI-XVIII.
Jakarta:Wedatama Widya Sastra, 2007.h.12-13
12
Leonard Blusse.Persekutuan Aneh: Pemukim Cina, Wanita Peranakan, dan Belanda di Batavia VOC.
Yogyakarta:LKiS, 2004.h.31
13
Tentang kondisi sanitasi Batavia lama lihat karya klasik F.de Haan.Oud Batavia. Twee Herziende Druk.
Bandung:A.C.Nix Co,1935.pada Bab ke-IV.h.251-256
tinggi dan lebih sehat yakni wilayah Weltevreden saat era Gubernur Jendral Herman Willem Deandels1808-1811.
14
Saat Pulau Jawa secara umum dan Batavia secara khusus diambil alih oleh Inggris tahun 1811 sampai 1816 ,maka untuk mengurusi kepentingannya Inggris
mengangkat Raffles sebagai Letnan Gubernur. Dalam pandangan Raffles Batavia abad ke-19 seperti di tuliskan dalam History of Java bahwa:
“Dari semua keindahan dan kemegahan yang disandangkan pada ibukota ini, ‘Queen of the East‟, hanya sedikit yang masih tersisa. Semua jalanannya rusak
parah, kanal-kanalnya penuh lumpur, pelabuhan-pelabuhan mangkrak, dan bangunan-bangunannya kelabu penuh debu. Stad-house,dimana hakim tertinggi
dan anggota dewan berkumpul tetap berdiri kokoh;para pedagang pada siang hari menstraksasikan bisnis mereka dikota, dan semua gudangnya masih penuh dengan
hasil-hasil terkaya dari pulau-pulau segala penjuru, tetapi beberapa kaum Eropa terpandang tetap tinggal dalam batasan-batasan wilayah ini.
15
Kondisi sanitasi Kota pada pertengahan abad ke-19 pun masih dapat
dikatakan tidak bersih, dan berdampak kesehatan penduduk yang tidak terjaga. Residen Batavia pada tahun 1851 melaporkan ke Gubernur Jenderal bahwa ada
468 warganya yang menderita penyakit Kolera beberapa diantaranya meninggal. Dan penyakit tersebut tidak hanya di menular di wilayah kota lama ,namun juga
banyak warga yang tinggal di Weltevreden juga terjangkit penyakit tersebut.
16
Meskipun kota lama sudah ditinggalkan, namun kegiatan komersial Batavia masih tetap berlangsung. Penduduknya sebagian besar orang Cina yang
lahir di Batavia, ditambah dengan pendatang baru dari suku-suku Hokian, Hakka, dan Kanton, mereka berkumpul di daerah Glodok. Diantara pedagang Asia
lainnya juga terdapat kelompok orang Arab dan India golongan Koja dan Keling.
14
Leonard Blusse.Persekutuan Aneh.,Ibid.2004:56, Lihat juga G.J.F.Biegman.16 Tjerita Hikajat Tanah Hindia.
1894:74
15
Thomas Stamford Raffles.The History of Java.Yogyakarta:Penerbit Narasi,2008.h.595
16
Rapporten van de Resident Batavia aan de Gouvernour Generaal Ned. Indie betreffende de lijdende aan de Cholera de stad Batavia
. ANRI:Arsip Batavia K.3. No.362.12
Beberapa etnis cukup banyak bercampur baur dilingkungan luar kota Batavia di antara selain yang di sebutkan sebelumnya, yaitu Jawa, Sunda, Bali, Bugis,
Sumbawa, Ambon, Melayu, Minangkabau, Maluku, Batak, Madura, dan juga telah lahir etnis baru yang berasal dari campuran beberapa etnis yaitu
“Batavians”Betawi dalam jumlah besar.
17
Orang-orang Betawi tersebut banyak tinggal di rumah-rumah bambu dengan fasilitas yang sangat minim. Kesenjangan
rasial itu ditopang struktur kota Batavia yang di rencanakan tanpa memperhatikan kebutuhan pribumi.
Pembagian Wilayah Administratif
Pemukiman penduduk Batavia abad ke-19 terkonsentrasi di Distrik yang saat ini menjadi Penjaringan dan Mangga Besar. Batavia sendiri sejak memasuki
masa pemerintahan Hindia Belanda sampai awal abad ke-20, adalah suatu Karesidenan. Residen dianggap representatif dari otoritas Gubernur Jenderal
dalam kebijakannya di tingkatan provinsi.
18
Luas Karesidenan Batavia abad ke-19 mencapai 11.066 Km
2
.
19
Untuk menyesuaikan dengan perkembangan di negeri Belanda dan mengefisiensikan tugas serta wewenangnya, maka pemerintah
kolonial mencoba mereorganisasi otoritas administrasi pemerintahan Hindia Belanda. Sejak tahun 1903 undang-undang desentralisasi diterapkan dengan
17
Lance Castles. Profil Etnik Jakarta. Jakarta:Masup Jakarta, 2007.h.24-26
18
Clive Day.The Policy And Administration of Dutch in Java. London:Macmillan Co, 1904.h.418
19
Secara geografis Keresidenan Batavia masa itu ke arah selatan didominasi dataran rendah subur membentang luas sampai ke dataran tinggi yang berpusat di Gunung Salak dan Gunung
Gede.Bagian utara merupakan persawahan dan tanaman kelapa, sedangkan diselatan dijadikan perkebunan kopi,coklat, kacang,indigo,buah-buahan dan kayu, lalu bagian selatan merupakan
tanah partikelir. lihat dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie II. h.354
menciptakan dewan-dewan lokal. Dan pada tahun 1905 pemerintah menetapkan tiap-tiap daerah di bagi atas beberapa Gementee.
20
Pada tahun 1905 populasi penduduk Karesidenan Batavia berjumlah 2.110.000 yang terdiri dari beragam etnik.
21
Menurut Reglement 1854 Batavia dengan kepala pemerintahannya dipimpin oleh seorang Residen, dan secara
administratif dibagi ke dalam beberapa afdeling, dan terbagi atas: Afdeling Kota Batavia, Meester Cornelis, Tangerang, Buitenzorg, dan Krawang yang masing-
masing dipimpin oleh seorang asisten residen.
22
Dari semua afdeling di Keresidenan Batavia, afdeling kota Batavia kemudian berkembang menjadi suatu
kotapraja Gementee berdasarkan Stb Staatsblad 1905 no.204 yang berlaku mulai 1 April 1905. Lingkup wewenangnya meliputi urusan pengelolaan kota
tetapi tidak berwenang dalam urusan otoritas terhadap pelabuhan besar Tanjung Priok. Luas kotapraja Batavia saat itu sekitar 250 Km persegi, dan tidak termasuk
pulau-pulau luar yang menjadi bagian afdeling Batavia dan sekitarnya.
23
Semenjak tahun 1908 pembagian administrasi Batavia terdiri dari 2 kawasan distrik yaitu Batavia yang dekat wilayah kota lama Oud Batavia yang
mempunyai 3 kecamatan onderdistrik meliputi Mangga Besar, Penjaringan dan Tanjung Priok. Wilayah berikutnya Weltevreden di daerah yang saat ini disebut
wilayah Jakarta Pusat mempunyai 3 kecamatan onderdistrik terbagi atas, Gambir, Senen dan Tanah Abang yang dikepalai para wedana dan assistant
20
Abdul Riva’i. Politik Negeri-Decentralisatie. dalam Bintang Hindia edisi tahun keempat 1 Desember 1906. No.16.h.207-208
21
Terdiri dari 14.000 orang Eropa, 93.000 Cina dan 3000 Arab. Sedangkan selebihnya adalah penduduk pribumi yang berjumlah 2.000.000 orang. Dan di kota Batavia sendiri sebenarnya masih
banyak etnik lain yang hidup dalam perkampungan. The Liang Gie. Sedjarah Pemerintahan Kota Djakarta.
Jakarta:Kotapradja Djakarta Raja,1958.h.31
22
Tim Penyusun dan Uka Tjandrasasmita.Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. 2000:41
23
Lihat selengkapnya dalam Staatsblad Stb 1905 no.204 tanggal 18 Maret 1905.Kemudian di ubah dengan Stb 1916 no.508, 1917 no.587 dan 1925 no.674 ,Ibid
wedana. Tiap-tiap onderdistrik itu dibagi dalam wijk-wijk yang berjumlah 27 buah, dan masing-masing wijk dibagi lagi dalam kampung-kampung.
24
Keputusan pemerintah Hindia-Belanda tanggal 20 Juni 1925 setelah dibentuk Provinsi Jawa Barat, yang dimuat dalam Staatsblad 1925 no.285 dan
378 membagi provinsi Jawa Barat dalam 4 afdelingen, yaitu Banten, Batavia, Priangan ,Cirebon dan kedudukan ibukota Provinsi Jawa Barat adalah di Batavia.
Kepala masing-masing afdeling adalah residen yang bertugas untuk mengatur administrasi umum dan pengawasan serta harus mengawasi pemerintahan di
regentschap kabupaten yang berada dalam wilayahnya masing-masing.
25
Kemudian setelah terbitnya undang-undang pemerintah daerah “Stadsgemeente
Ordonantie ” disingkat SGD 1926 Batavia ditetapkan menjadi Stadsgemeente,
yang memiliki otonomi dibawah Provinsi Jawa Barat West Java.
26
Karesidenan Batavia sendiri dalam perkembangannya berikutnya masih sangat banyak tanah-tanah partikelir semisalnya tahun 1930 ,tanah-tanah partikelir
tersebut ada di beberapa daerah distrik yaitu distrik Mauk, distrik Tangerang, distrik Meester Cornelis, distrik Kebayoran, distrik Bekasi, distrik Cikarang, serta
distrik Krawang. Di wilayah-wilayah tersebut penduduk yang bermukim di tanah- tanah partikelir biasanya terdiri dari orang-orang pribumi dan Cina. Hasil sensus
tahun 1930 jumlah penduduk pribumi yang tinggal di tanah pertikelir saja di
24
Tim Penyusun Pemerintahan Kotapradja Djakarta Raja.Sedjarah Pemerintahan Kota Djakarta.op.cit
.h.32-33
25
Mona Lohanda.Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia.Jakarta:Masup Jakarta, 2007. h.205-207
26
Mengikuti kebijakan pemerintahan Hindia Belanda yang membagi Jawa menjadi 3 Provinsi. lihat Harry J.Benda. The Pattern Administrative Reform in the Closing Years of Dutch Rule in
Indonesia. The Journal of Asian Studies, Vol.25,No.4,1966 h.589-592.,Lihat juga Tim Penyusun..
Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. 2000:43
Karesidenan Batavia berjumlah 507.991 orang, sisanya adalah orang-orang Cina yang berjumlah 25.674 orang.
27
Kemudian Batavia berkembang karena di dukung perkembangan sarana infrastuktur transportasi yang akan di jelaskan lebih rinci kemudian. Sebagai kota
pelabuhan yang sangat vital perannya Batavia di jadikan tempat pemberangkatan jamaah haji untuk ke Jeddah. Secara territorial diketahui sejak abad ke-19
perjalanan haji tercatat dimulai dari Batavia, Padang, Singapura dan Penang. Saat itu Hindia Belanda belum menetapkan pelabuhan tertentu sebagai embarkasi haji
dan hanya ketetapan pelabuhan yang mengangkut pribumi keluar wilayah Hindia Belanda.
28
Dan penetapan pelabuhan haji itu secara adminstratif baru di tetapkan melalui ordonansi haji tahun 1898 Staatsblad 1898 no.294. Pelabuhan haji
pelgrimshaven hanya di tetapkan di wilayah Batavia dan Padang.
29