Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

dan ombak tinggi. 8 Sementara pada tahun 1854 merujuk catatan Abdullah Kadir Al-Munsyi perjalanan kapal layar memakan waktu 3 bulan untuk ke Jeddah bila dari pelabuhan Singapura, 9 tetapi bila menumpang kapal dari pelabuhan Batavia atau pelabuhan di sekitarnya memakan waktu lebih lama tergantung waktu transit di tiap-tiap pelabuhan untuk berganti kapal karena kapal layar saudagar Arab yang menuju pelabuhan Jeddah lebih banyak tersedia di pelabuhan Singapura. 10 Perjalanan atau rute transportasi para haji dari Nusantara ke Semenanjung Arabia melewati lautan sebenarnya adalah sama dengan jalur lalu lintas perdagangan secara umum karena kapal-kapal layar tersebut juga sebagai kapal dagang. Dan bukan hanya orang-orang Asia yang memakai jalur ini, namun para penjelajah Eropa pun demikian menggunakannya. 11 Jalinan interaksi yang terjalin sudah sangat lama membuat kemudahan akses pribumi Nusantara dalam beberapa waktu berikutnya untuk melakukan aktifitas ke Timur Tengah baik dalam transmisi ideologi maupun kepentingan politik dan perdagangan. 12 Aktivitas para jamaah haji ini sangat memainkan peranan penting dalam membentuk jaringan internasional antara umat Muslim. 13 pancaroba. Dari daghregister 1744-1777 dikutip oleh G.J.Knapp. Shallow Waters, Rising Tide: Shipping and Trade in Java Around 1775. Leiden:KITLV Press, 1996.h.53-54 8 Suraiya Faroqhi. Pilgrims and Sultans…1994:133 9 Amin Sweeney.Kisah Pelayaran Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dari Singapura ke Mekkah . Jilid I.Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia,2005.h.299-303 10 Henri Chambert Loir, et.al.Naik Haji di Masa Silam:Kisah-Kisah orang Indonesia naik Haji 1482-1890. Jilid I.Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia,2013.h.374-375 11 Fernand Braudel. Civilization and Capitalism 15 th -18 th Century.Volume III:The Perspective of The World. London:Collins,Grafton Street, 1984 h.112 12 Persentuhan Islam dan Nusantara di ketahui pertama kali sejak era Kekhalifahan Islam dan sejak abad ke-7 M orang-orang Nusantara di kenal dengan komunitas Jawi. lihat Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara: Abad XVII dan XVIII. Bandung: Mizan, 2004.h.12, lihat juga dalam catatan J.C.Van Leur. Dia tidak menyebut bangsa Islam tetapi hanya bangsa Arab sejak abad 4 M sudah ke Nusantara dalam Indonesian Trade And Society: Essays in Social and Economic History. Foris Publication Holland:KITLV,1983.h.111-115 13 M.C.Ricklefs. Mystic Synthesis in Java: A History of Islamization from the Fourteenth to the Early Nineteenth Century. Norwalk: East Bridge, 2006.h.225 Sepanjang abad ke-19 kapal-kapal layar masih tetap eksis digunakan untuk pelayaran ,namun secara kapasitas sering kesulitan un tuk menampung jama’ah haji yang setiap tahun terus membludak. Setelah Terusan Suez dapat dibuka tahun 1869 persaingan dagang semakin meningkat, di tandai evolusi perkapalan ke kapal uap dan menjadi tanda kemajuan transportasi haji dari kapal layar berganti dengan kapal uap. Karena itu pemerintah kolonial tahun 1873 memutuskan turut serta dalam pengangkutan haji yang bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan pelayaran Belanda yaitu Rotterdamasche Llyod, Mij Nederland dan Mij Oceaan. 14 Di sisi lain pemerintah Hindia Belanda juga mengharuskan Batavia membuka pelabuhan baru untuk menunjang perekonomian agar kapal-kapal uap bertonnase besar dapat melakukan bongkar muat di dermaga, dan pada akhirnya Tanjung Priok pun dibuka tahun 1887. 15 Hal ini membuat sarana transportasi di Batavia pun ikut berkembang pesat pada akhir abad 19. Kapal-kapal uap banyak bermunculan di Pelabuhan utama Hindia Belanda Tanjung Priok, dan aspek persaingan bebas antara perusahaan-perusahaan pelayaran pun demikian terlihat. 16 Meningkatnya lalu lintas kapal-kapal uap di Pelabuhan Tanjung Priok memang menjadi tanda kemajuan ekonomi untuk memfasilitasi ekspor-impor komoditas dagang Hindia Belanda ke Eropa. 17 Apalagi memasuki tahun 1900an 14 Untuk menguasai pengapalan atas saingannya saat itu yaitu Inggris dan Arab. hal ini menginisiasi pemerintah untuk terjun dalam dunia bisnis pengangkutan jamaah haji, oleh karena itu perusahaan pelayaran Rotterdamsche Llyod, Mij Nederland, dan Mij Oceaan di kontrak oleh pemerintah sejak tahun 1873 untuk di gabung dalam satu kongsi yang di kenal dengan Kongsi Tiga. Lihat M.Dien Madjid.Berhaji di Masa Kolonial.Jakarta:CV Sejahtera,2008.h.54-56 15 De Haven van Tandjong Priok dalam De Indische Gids 1924 .h.734-735 16 Bisa dilihat setelah perusahaan pelayaran dalam negeri yaitu KPM berjaya tahun 1900 di Hindia Belanda, bahwa visi kompeni memprioritaskan secara ekonomi dapat mengisolasi pelabuhan saingan terberatnya pada masa itu yaitu Singapura. Singgih Tri Sulistyono.Dinamika Kemaritiman dan Integrasi Negara Kolonial dalam kumpulan tulisan Indonesia Dalam Arus Sejarah Jilid IV:Kolonisasi dan Perlawanan. Jakarta.KEMENDIKBUD,2012.h.115 17 Lihat Jaarverslag van Haven Tandjong Priok 1915-1926 dari sebelumnya hanya ada 800 kapal dalam setahun yang masuk ke Pelabuhan pada tahun 1913 menjadi 1636. Periode-periode awal abad ke-20 juga menjadi tanda kemajuan ekonomi di Hindia Belanda dengan cukup sejahteranya rakyat pribumi di tanah Jawa. 18 Saat itu pertumbuhan ekonomi pelayaran sangat pesat pada tahun 1912 saja meningkat hingga 20, 19 beriringan dengan jumlah jamaah haji yang meningkat hingga berjumlah 18.694 orang. 20 Perkembangan ekonomi memang menjadi faktor utama perkembangan jumlah jamaah haji. 21 Di ketahui kemudian bahwa semangat liberalisasi pelayaran oleh kolonial bertujuan untuk mengembangkan kekuatan ekonomi pelayaran Hindia Belanda. 22 Namun dalam perkembangannya, pertumbuhan sektor ekonomi dari kapal-kapal uap Belanda tidak menjamin kualitas kapal yang layak untuk mengangkut jamaah haji. Perjalanan menggunakan kapal uap dari Batavia ke Jeddah atau sebaliknya memang lebih cepat karena paling lama 49 hari ,dan pada abad ke-20 perjalanan dengan kapal uap hanya memakan waktu antara 19-25 hari. Namun kemudian timbul masalah baru yaitu jamaah sering terjangkit penyakit menular dan dampak paling buruk adalah meninggal dalam perjalanan kapal uap. Menurut Dr.Ziesel pada umumnya pelayanan kesehatan di kapal-kapal Belanda tidak lebih baik di 18 J.S.Furnivall.Hindia Belanda:Studi tentang Ekonomi Majemuk.Jakarta:Freedom Institute, 2009.h.349 19 Statistiek van de Scheepvaart in Nederlandsch Indie over het jaar 1912. Batavia: F.B.Smits,1913.h.1-2 20 ANRI. 1912-1913 Pelgrimregister dalam Arsip Algemene Secretaries Tzg Agenda: Seri Grote Bundel, 1892-1942.No.6697 Tzg.GB.Ag.191339374. 21 Bila dilihat nanti Jumlah jamaah Haji terus meningkat pasca Perang Dunia ke-I 1914- 1918.lihat Jacob Vradenbergt.Ibadah Haji:Beberapa Ciri dan Fungsinya di Indonesia…1997:28 22 Menurut van Leur dalam Mahan op den Indischen lessenar yang dikutip Abdurrahman Hamid ,Pemerintah Hindia Belanda terpengaruh teori Mahan yaitu agar memperkuat armada laut untuk kepentingan ekonomi dan politik suatu Negara Maritim. Abdurrahman Hamid.Sejarah Maritim Indonesia. Yogyakarta:Ombak,2013.h.28-29 banding kapal-kapal Inggris. 23 Sehingga meningkatnya pertumbuhan kapal uap milik Hindia Belanda, tidak mengurangi pilihan jamaah haji Hindia Belanda untuk menaiki kapal-kapal milik swasta lain. 24 Dalam laporan medis sejak pertengahan akhir abad ke-19, banyak jama’ah haji yang meninggal terkena wabah penyakit menular ,dan seringkali mereka meninggal dalam perjalanan di kapal uap yang tidak sehat. 25 Seperti pada bulan Juni tahun 1882 sebuah kapal milik Perusahaan Pelayaran Rotterdamsche Llyod yang berangkat dari Tanjung Priok, Batavia di duga jamaahnya terjangkit kolera setelah 24 jam menjalani pemeriksaan kesehatan di Karantina Kamaran. 26 Pada tahun 1891 sebuah kapal Gelderland yang datang ke Tanjung Priok dengan membawa 700 jamaah Haji dari Jeddah di dapat 32 orang jamaah yang meninggal dalam perjalanan karena di ketahui tanpa seorang dokter di dalam kapal. 27 Dan 2 tahun kemudian pada tahun 1893 sebuah kapal Samoa berbobot 5000 ton mengangkut 2500 jamaah dari Jeddah, tetapi saat tiba di Tanjung Priok di dapat banyak penumpang yang terkena penyakit menular dan 61 orang di antaranya meninggal dalam perjalanan karena kurangnya perawatan kesehatan. 28 23 Jan Hendrik Ziesel.De Pelgrims Quarantaine in de Roode Zee.Amterdam:P.H.Vermeulen, 1929.h.120-121 24 Beberapa jamaah haji asal Sumatra dan Kalimantan Barat lebih memilih Kapal milik Inggris yang berangkat dari Pelabuhan Singapura, karena memang biaya yang lebih murah dibanding Kapal Belanda, lalu dikapal Inggris jamaah dapat memilih untuk memasak kesukaannya sendiri. Jan Hendrik Ziesel. De Pelgrims Quarantaine…..1929:122. Lihat juga M.C.Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta:Serambi Ilmu Semesta, 2008. h.353 25 Liesbeth Hesselink.Healers On The Colonial Market:Native Doctors and Midwives in The Dutch East Indies. Leiden:KITLV Press,2011.h.302 26 P.Adriani. De Bedevaarten naar Arabie en de Verspreiding der Epidemische Ziekten :eene Epidemologische studie voor Medici en Politici. Ooltgensplaat: M.Breur,1899.h.10 27 Surat Snouck Hurgronje kepada Direktur Pengajaran, Ibadah dan Kerajinan di Madiun, tanggal 12 Januari 1891 28 Dalam surat Menteri Kolonial tertanggal 9 Juni 1893 No.5823 menuturkan bahwa Kapal yang berisi 2500 sampai 3000 jamaah sangat berbahaya untuk kesehatan mereka dan secara tidak langsung menimbulkan kematian di Hindia Belanda karena penyakit menular. Arsip Algemene Wabah penyakit ini seperti pes, kolera dan lain-lain yang menyebar dan menjadi perhatian dunia internasional. 29 Konsulat Belanda sendiri telah mensinyalir sebelumnya bahwa penyebaran penyakit endemik ini melalui aktivitas perkapalan. 30 Sementara keadaan di Mekkah sendiri usaha untuk pembasmian wabah seperti kolera sudah dilakukan Dinas Kebersihan Turki, penyakit-penyakit menular yang memang timbul sejak tahun 1831 terjadi sewaktu berlangsungnya ibadah haji. 31 Oleh karena itu Turki dengan beberapa negara penyelenggara perjalanan haji melaksanakan Konferensi Sanitasi Internasional yang digelar pada tahun 1892 dan 1897 di Venesia, serta tahun 1893 di Dresden, kemudian di Paris pada tahun 1894 dan 1900. Hasil konferensi itu membentuk pengelolaan yang lebih baik pengawasan kesehatan jamaah haji semenjak keberangkatan dalam kapal serta saat kepulangan dan pengawasan bersama terhadap karantina untuk pemeriksaan kesehatan jama’ah haji di pulau Kamaran, Laut Merah. 32 Hal itu yang mengilhami usaha-usaha perbaikan fasilitas kesehatan pelayaran kapal-kapal haji oleh pemerintah Hindia Belanda dengan di tetapkan ordonansi pelayaran haji tahun 1898 dan 1922. Serta pada tahun 1911 menetapkan Secretaries:Missive Gouvernement Secretaries MGS: Seri Grote BundelGB, 1892-1942. No. 2811 MGS 4-11-1893. GB.Ag.2280 29 Berkumpulnya ratusan manusia ini menjadi dasar penularan penyakit, yang dibawa dari negeri asal jama’ah atau penularan penyakit itu terjadi saat melaksanakan ritual haji. Penularan penyakit cepat menyebar disebabkan berbedanya ketahanan tubuh jamaah selama tinggal berbulan-bulan di HijazMekkah. M.Dien Madjid.Berhaji di Masa Kolonial.2008:112 30 Wibowo Priyanto,dkk.Sejarah Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda.Depok: Kerja sama FIB UI-UNICEF Jakarta-Komnas FBPI,2009.h.198 31 Sejak tahun 1831 telah dibuatkan sebuah Karantina untuk pengawasan kesehatan jamaah haji sebelum sampai Pelabuhan Jeddah, namun semakin meningkatnya pasien saat wabah penyakit endemik terjadi, pada tahun 1865 di buatlah kesepakatan antara Negara-negara koloni untuk memperluas stasiun Karantina dan di sepakati kapal-kapal haji harus singgah di Pulau Kamaran. Lihat catatan Dr.Johan Eisenberger.Indie en de Bedevaart naar Mekka.Leiden: M. Dubbeldeman, 1928.h.81, bandingkan dengan Snouck Hurgronje.Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje. Jilid V Jakarta: INIS,1996. hal.28 32 Dalam ketentuan hasil konvensi sanitasi internasional juga di rekomendasikan kapasitas ruangan bagi jamaah haji 5-10 orang per 100 registerton bruto kapal. Lihat P.H.Van Der Hoog. Pelgrims Naar Mekka. ‘S-Gravenhage:Leopold’s Uitg,-Mij,1935.h.170 Ordonansi untuk Karantina Quarantine Ordonantie sebagai bentuk pengawasan kesehatan penumpang-penumpang dalam Kapal dan untuk memfasilitasi pencegahan penyakit menular. 33 Dan karantina jamaah haji tersebut berada di Pulau Rubiah, Sabang, dan Pulau Onrust serta Kuiper di Batavia. 34 Saat itu tempat Pelabuhan haji juga di jadikan tempat pemeriksaan kesehatan dan penyelidikan sanitasi kapal di Pelabuhan Embarkasi atau Debarkasi Hindia Belanda masa kolonial ditetapkan di enam Pelabuhan utama yaitu Makassar, Surabaya, Tanjung Priok, Palembang, Teluk Bayur dan Sabang sesuai ordonansi haji 1922. 35 Namun perkembangannya saat jamaah semakin meningkat, kapal-kapal pemerintah di nilai kesulitan dalam menjaga kesehatan jamaah haji. Hal demikian seperti di ulas media-media pribumi dalam Pandji Poestaka di beritakan: “Mendjaga kesehatan jamaah hadji sedjak berangkatnja hingga poelang kembali kenegerinja masing-masing adalah soeatoe soal jang amat soelit. Dikapal mereka hidoep berdesak-desak kadang-kadang hingga lebih seriboe orang, Beberapa minggoe lamanja. Kalau berdjangkit penjakit menoelar dalam keadaan jang demikian itoe alangkah besar bahajanja”. 36 Bila di lihat dari laporan kapal milik perusahaan-perusahaan pelayaran Hindia Belanda yaitu Mij Nederland, Rotterdamsche Lloyd, dan Mij Oceaan yang tergabung dalam Kongsi Tiga. Dari tahun 1921 sekitar 22 jamaah yang meninggal dunia dalam kapal-kapal perusahaan tersebut, namun seiring perbaikan dan ketegasan pemerintah soal peningkatan fasilitas kapal-kapal haji. jumlah 33 Lihat kebijakan pemerintah yang berhubungan terhadap perbaikan sarana kesehatan untuk Kapal-kapal penumpang maupun Haji dalam Staatsblad 1898 No.294, Staatsblad 1905 No.370, Staatsblad 1911 No.277 dan Staatsblad 1922 No.698. 34 Staatsblad van Nederlansch Indie. 1922 No.698 Stoomvaart Pelgrims. 35 Lihat Husni Rahim.Sistem Otoritas dan Administrasi Islam:Studi Tentang Pejabat Agama Masa Kesultanan dan Kolonial di Palembang. Jakarta:Logos,1998.h.183 dan lihat juga M.Dien Majid yang tidak menyebutkan Teluk Bayur tetapi Pelabuhan EmenaPadang .Berhaji di Masa Kolonial. 2008:105. 36 Hal-ihwal Perdjalanan Naik Hadji jang laloe di Kamaran 1927-1937.Dalam Pandji Poestaka, No.81 Tahoen XV edisi 8 October 1937. kematian jamaah dalam kapal mulai menurun pada tahun 1926-1927 hingga 5 sampai 2,3 dari total keseluruhan jamaah haji yang naik di dalam kapal seiring perbaikan kapal-kapal haji milik pemerintah. 37 Dari latar belakang tersebut studi ini berupaya untuk memberikan informasi bahwa, kebijakan tentang pelayaran transportasi haji dalam ordonansi haji tahun 1898 dengan tahun 1922 secara hampir keseluruhan substansinya untuk peningkatan fasilitas kesehatan dan kenyamanan transportasi j ama’ah haji. Namun tetap saja dalam laporan perjalanan kapal-kapal haji selalu ada jamaah yang meninggal di kapal karena kondisi kapal dan kurangnya pelayanan kesehatan jamaah haji. Oleh karenanya penulis memutuskan hal ini sebagai objek kajian sejarah dengan melakukan peninjauan antara ketetapan ordonansi dan fakta pelayanan yang terjadi di lapangan dengan judul: Transportasi Jamaah Haji : di EmbarkasiDebarkasi Pelabuhan Batavia Tahun 1911-1930.

B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Dalam penelitian penulis memilih batasan waktu sejak puncak liberalisasi pelayaran tahun 1911, bersamaan dengan upaya pemerintah dalam pencegahan penyakit menular Besmettelijke Ziekten dalam perjalanan kapal haji maupun saat di Pelabuhan Hindia Belanda tahun 1911 dalam Ordonansi Karantina Staatsblad 1911 No.277. Dan perbaikan terhadap kondisi kapal haji tahun 1922 seiring perkembangan pelayaran Hindia Belanda yang pesat antara tahun 1912-1914 serta tahun 1927-1929 yang berpengaruh pada perkembangan Kongsi Tiga sebagai kapal-kapal haji Hindia Belanda. Perkembangan ekonomi tersebut kemudian mengalami resesi seiring masa depresi ekonomi dunia tahun 1930 dan ini sebagai 37 Jan Hendrik Ziesel. De Pelgrims Quarantaine in de Roode Zee…1929:118 batasan ruang lingkup penulisan dinamika pelayaran transportasi haji di embarkasi Batavia. Agar proses penelitian ini lebih terarah, maka penelitian ini harus dibatasi secara angka tahun objek yaitu antara tahun 1911-1930. Merujuk ruang lingkup masalah di atas, dan untuk mempermudah proses pendeskripsian tersebut, maka penelitian ini di fokuskan dalam rumusan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi umum Batavia selain sebagai Kota Pelabuhan Niaga juga sebagai EmbarkasiDebarkasi Pelabuhan Haji ? 2. Bagaimana keadaan dunia pelayaran dan perniagaan umumnya pada masa itu serta dampaknya pada kebijakan transportasi kapal-kapal haji? 3. Bagaimana kondisi fasilitas dan pelayanan transportasi jamaah haji dari EmbarkasiDebarkasi Pelabuhan Tanjung Priok, Batavia? 4. Bagaimana kondisi jamaah-jamaah haji dalam perjalanan di atas kapal- kapal haji Hindia Belanda dari Pelabuhan Batavia? Pertanyaan-pertanyaan diatas akan penulis jawab dalam uraian-uraian dan analisis yang didasarkan pada sumber-sumber yang penulis gunakan.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian skripsi ini di rancang secara substansial untuk menggambarkan kondisi atau situasi, Perkembangan Transportasi Haji di Embarkasi Pelabuhan Tanjung Priok Batavia. Dengan menggunakan analisa faktor-faktor sosial-politik, ekonomi dan kesehatan maka tujuan penulisan di rincikan sebagai berikut.

1. Tujua n Penelitian

a. Secara akademik, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi Transportasi di Pelabuhan baru Batavia, Tanjung Priok selain sebagai Pelabuhan Niaga namun juga Pelabuhan Haji. Hal ini dengan menimbang pula kebijakan yang di ambil kolonial terkait fasilitas transportasi Haji. Hasil penelitian ini, akan diperoleh pengetahuan bagaimana dinamika sejarah perjalanan transportasi haji antara tahun 1911-1930. b. Untuk menganalisa bagaimana faktor-faktor eksternal seperti kondisi sosial, politik, perekonomian dalam hal ini pelayaran dan perdagangan, serta kondisi kesehatan, yang hangat berkembang antara tahun 1911-1930 mempengaruhi dinamika perjalanan jamaah haji Hindia Belanda. Dan sebagai upaya pemecahan masalah perjalanan haji masa kolonial

2. Manfaat Penelitian

a. Diharapkan hasil penelitian sejarah transportasi angkutan haji dan beberapa kebijakan haji masa kolonial ini, dapat digunakan sebagai tinjauan pemikiran dalam menentukan kebijakan manajemen haji, guna meminimalisir permasalahan haji yang biasa terjadi dari tahun ke tahun. b. Diharapkan akan meningkatkan kepedulian dan kepekaan masyarakat yang telah atau ingin menunaikan ibadah haji untuk lebih menjadi insan yang berguna sebagaimana dipelajari dari orang-orang yang telah memberikan ilmunya pada masa lalu. c. Sebagai bahan motivasi para peminat dan penulis sejarah, khususnya peneliti sejarah Islam, untuk lebih bisa menghasilkan karya-karya yang bersifat terbuka terhadap aspek lain sejarah seperti sudut pandang Hukum. d. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan perbandingan bagi penelitian selanjutnya di bidang yang sama, guna menghasilkan penulisan yang lebih baik lagi.