Perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan

(1)

MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP

PENGETAHUAN SISWA SMAN 4 TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :

NAZARWIN SAPUTRA 106104003504

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H / 2011 M


(2)

Skripsi, Maret 2011

Nazarwin Saputra, NIM : 106104003504

Perbedaan Pengaruh Pendidikan Kesehatan HIV AIDS dengan Metode Curah Pendapat dan Ceramah Menggunakan Media Audio Visual Terhadap Pengetahuan Siswa SMAN 4 Tangerang Selatan.

xi + 90 halaman + 7 tabel + 4 gambar + 12 lampiran

ABSTRAK

Remaja merupakan kelompok yang cukup berpotensi menunjang bagi perkembangan epidemik HIV AIDS. Di Indonesia pada tahun 2010 terdapat peningkatan jumlah kasus HIV AIDS dan kasus terbanyak terdapat pada kelompok umur 20-29 tahun maka langkah preventif seyogyanya dititik beratkan pada usia di bawah 20 tahun atau masa remaja. Upaya pencegahan HIV AIDS disini adalah perubahan perilaku melalui pendidikan kesehatan, namun pada penelitian ini hanya di bahas sampai pengetahuan. Peningkatan pengetahuan bisa terjadi bila ditunjang dengan metode dan media yang baik maka peneliti lebih menekankan pada metode yaitu curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual

Penelitian ini bertujuan melihat perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa sebelum dan sesudah perlakuan. Studi ini menggunakan jenis penelitian quasy eksperimen. Dalam rancangan ini digunakan dua kelompok yaitu kelompok curah pendapat dan kelompok ceramah dengan media audio visual dengan jumlah sampel 32 responden yang di bagi menjadi dua maka setiap kelompok memiliki 16 responden. Tehnik sampel dalam penelitian ini adalah system random sampling. Perlakukan dilakukan dengan satu waktu begitu juga pretest dan posttest. Analisa data meliputi analisis unvariat dan bivariat dengan menggunakan uji T.

Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS pada kelompok siswa yang mendapatkan intervensi pendididkan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat (Pvalue = 0,000). Ada perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan setelah intervensi pendidikan kesehatan HIV AIDS pada kelompok siswa yang mendapatkan intervensi pendididkan kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah dengan media audio visual (Pvalue = 0,000). Tidak ada perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah dengan audio visual siswa SMAN 4 Tangerang Selatan (Pvalue = 0,566). Nilai efektivitas kelompok curah pendapat adalah 100%. Sedangkan jumlah responden yang mengalami peningkatan pengetahuan pada kelompok ceramah dengan media audio visual


(3)

(4)

Nazarwin Saputra, NIM: 106104003504

Differences Influence of Health Education HIV / AIDS with Brainstorming Method and Teaching Using Audio Visual Media Studies Students Against SMAN 4 South Tangerang. xi + 90 pages + 7 tables + 12 + 4 image attachments

ABSTRACT

Teenagers are enough potential support group for the development of HIV-AIDS epidemic. In Indonesia in 2010 there were an increasing number of HIV-AIDS cases and most cases are in age group 20-29 years hence preventive measures should put emphasis on age under 20 years of age or adolescence. HIV-AIDS prevention efforts here is to change behavior through health education, but in this study only covered up to knowledge. Increased knowledge can occur when supported by both methods and media, the researchers put more emphasis on methods of brainstorming and lectures using audio-visual media

This study aims to look at differences in the influence of HIV-AIDS health education with lecture method of brainstorming and use audiovisual media to students' knowledge before and after treatment. This study used this type of research quasy experiments. In this design used two groups: group brainstorming and group lectures with audio-visual media with a sample of 32 respondents who are divided into two, each group had 16 respondents. Sampling technique in this research is the system of random sampling. Treat done with one time as well as pretest and posttest. The analysis includes data analysis and bivariate unvariat using the test T.

The results showed significant difference in knowledge between before and after HIV-AIDS health education interventions on groups of students who get HIV / AIDS interventions with health education brainstorming method (p value = 0.000). There are significant differences in knowledge between before and after HIV-AIDS health education interventions on groups of students who get HIV / AIDS interventions with health education lecture method with audio-visual media (p value = 0.000). There was no difference in the influence of HIV-AIDS health education with lecture method of brainstorming with audio visual and high school students 4 South Tangerang (pvalue = 0.566). Value of the effectiveness of group brainstorming is 100%. While the number of respondents who have increased knowledge on the lecture with audio-visual media as many as 15 people, then the value of effectiveness in this group was 93.75%. Thus the difference in the effectiveness of brainstorming method and lectures with audio-visual media is 6.25%.


(5)

1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun (2009), pada akhir tahun 2008, terdapat 33,4 juta orang hidup dengan HIV (Human imunnodeficiency virus). Pada tahun yang sama, sekitar 2,7 juta orang terinfeksi HIV, 2 juta orang meninggal karena AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), termasuk anak-anak yang mencapai 280.000 jiwa. Kasus HIV di Asia Tenggara menduduki peringkat ketiga tertinggi di dunia, terhitung 10 % dari penduduk di Asia Tenggara mengidap HIV/AIDS atau Hampir 3.5 juta orang. Diperkirakan 130.000 anak hidup dengan HIV/AIDS. Penderita wanita sendiri 33 % dari pengidap HIV. Selama 2008, diperkirakan 200.000 orang terinfeksi virus HIV dan tercatat sebagai penderita baru dengan HIV dan 230.000 meninggal karena HIV/AIDS di Asia Tenggara. lima negara yang tercatat sebagai negara yang mempunyai kasus HIV/AIDS mayoritas diantaranya India, Thailand, Myanmar, Indonesia dan Nepal.

Berdasarkan data dari Sub Direktorat AIDS dan Penyakit Menular Seksual Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP &PL) Kemenkes perkembangan HIV di Indonesia pada periode triwulan kedua tahun 2010 terdapat penambahan kasus AIDS sebanyak 1.206 kasus. Sebanyak 36 kabupaten/kota dari 16 provinsi melaporkan hal tersebut yaitu NAD (Nangroe Aceh Darusalam), Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta,


(6)

Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Bali, NTB, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Dengan demikian, sampai tanggal 30 Juni 2010, secara kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sejak tahun 1978 berjumlah 21.770 dari 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1 (PP &PL, 2010). Di Tangerang selatan sendiri menurut laporan Dinas Kesehatan Tangerang Selatan tentang penderita HIV AIDS sampai dengan Juli 2010 terdapat 54 Kasus orang yang menderita HIV AIDS, data tersebut belum termasuk data kasus penderita lainnya yang berjumlah 43 orang, data tersebut tidak di simasukkan karena tidak adanya data individu atau data metrik (Dinkes Tangsel, 2010).

Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (48,1%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,9%), dan kelompok umur 40-49 (9,1%). Sementara cara penularan terbanyak adalah melalui hubungan heteroseksual (49,3%), Injection Drug Use/IDU (40,4%), dan perinatal (2,7%) Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan meninggal sebesar 19,0%. Sampai saat ini HIV/AIDS belum ada vaksin maupun obatnya. Obat yang ada adalah (ARV=Anti Retroviral Virus) yang berfungsi hanya untuk menekan perkembangan virus (PP &PL, 2010).

Salah satu program pencegahan HIV AIDS menurut Manual Pemberantasan Penyakit Menular (P2M, 2000) adalah pemberian penyuluhan kesehatan di sekolah dan di masyarakat harus menekankan bahwa mempunyai pasangan seks yang berganti-ganti serta penggunaan obat suntik bergantian dapat meningkatkan risiko terkena infeksi HIV. Pelajar juga harus dibekali pengetahuan bagaimana untuk


(7)

menghindari atau mengurangi kebiasaan yang mendatangkan risiko terkena infeksi HIV. Program untuk anak sekolah harus dikembangkan sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan mental serta kebutuhan mereka, begitu juga bagi mereka yang tidak sekolah. Kebutuhan kelompok minoritas, orang-orang dengan bahasa yang berbeda dan bagi penderita tuna netra serta tuna rungu juga harus dipikirkan.

Sekolah sebagai institusi pendidikan mempunyai kesempatan yang luas untuk menjadi tempat penyebaran informasi dengan memanfaatkan fasilitas unit kesehatan sekolah sebagai salah satu program dari puskesmas sehingga dapat meningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku para remaja berkaitan dengan pencegahan dan penularan HIV/AIDS sebab dari data di atas angka tertinggi dari penderita HIV/AIDS pada umur 20-29. Maka langkah preventif yang harus dilakukan dititik beratkan usia dibawah 20 tahun atau usia sekolah pada masa remaja. Menurut Tamsuri (2006), masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Seiring perkembangan fisik, mental, dan psikososial individu, tugas perkembangan yang harus dilakukan remaja lebih kompleks.

Sesuai perannya sebagai pendidik, perawat mempunyai tanggungjawab yang besar untuk memfasilitasi klien dalam hal ini masyarakat guna memperoleh informasi tentang HIV AIDS. Edukasi tersebut tentang penyakit, kuratif, preventif. Salah satu langkah preventif dari pencegahan HIV/AIDS adalah dengan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan akan mempunyai efek/output yang baik apabila dalam prosesnya menggunakan metode maupun media yang baik. Salah satu metode pendidikan kesehatan adalah ceramah tanya jawab. Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara didepan sekelompok pendengar, metode ini baik


(8)

untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2007). Selain itu curah pendapat, metode ini layaknya diskusi kelompok yang dipandu oleh seorang penyuluh dan berdiskusi seperti biasa namun pada permulaan pemimpin/penyuluh memancing dengan suatu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan jawaban-jawaban atau tanggapan (Notoatmodjo, 2007).

Setiap metode di atas memiliki kekurangan dan kelebihan dalam penerapannya. Menurut pengamatan peneliti metode ceramah sering digunakan dalam promosi/pendidikan kesehatan, namun hanya terjadi komunikasi satu arah. Maka peneliti ingin mencari metode alternatif lain yang diharapkan bisa melibatkan peserta secara lebih aktif dan dapat lebih meningkatkan pengetahuan peserta. Menurut Roestiyar (2001) tehnik ceramah adalah cara mengajar yang paling tradisional dalam pengajaran, kadang-kadang membosankan, maka dalam pelaksanaannya memerlukan keterampilan tertentu. Pada penelitian ini peneliti ingin mencari metode lain yang mempunyai pengaruh yang lebih bermakna dari ceramah. Curah pendapat merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya pada permulaannya pemimpin/penyuluh memancing dengan suatu masalah dan kemudian peserta memberikan jawaban atau tanggapan. Tanggapan atau jawaban tersebut ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi komentar oleh siapapun. Setelah semua peserta mengeluarkan pendapatnya, tiap peserta dapat mengomentari dan akhirnya terjadi diskusi (Notoatmodjo, 2007). Oleh sebab itu peneliti ingin melihat apakah metode curah pendapat sebagai metode pilihan lebih berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan nantinya bisa dijadikan referensi


(9)

sebagai salah satu pilihan metode yang dapat digunakan dalam promosi/pendidikan kesehatan.

Selain dari pada metode yang baik juga hendaknya ditunjang oleh media yang cocok dalam proses pendidikan kesehatan agar materi yang disampaikan terserap dengan baik. Media promosi kesehatan adalah alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran (Notoatmodjo, 2007). Dalam Penelitian Ernawati (2008), menggunakan alat bantu media panduan pencegahan osteoporosis (booklet) dalam tesisnya yang berjudul efektifitas edukasi menggunakan panduan pencegahan osteoporosis terhadap pengetahuan wanita yang beresiko osteoporosis di rumah sakit Fatmawati Jakarta. Berdasarkan hasil penelitian tersebut sebesar 52,97% angka tersebut cukup bermakna untuk menunjukan adanya perubahan pengetahuan dalam penggunaan booklet tersebut.

Dalam penenelitian Salamah (1995) yang berjudul pengaruh penggunaan metode pengembangan keterampilan dan metode ceramah dalam penyuluhan AIDS terhadap pengetahuan dan sikap pencegahan AIDS siswa SLTA BPK Penabur menerangkan bahwa ternyata eksperimen ini berhasil meningkatkan pengetahuan siswa mengenai AIDS dan sikap terhadap pencegahan dan penderita HIV AIDS. Hasil untuk kelompok dengan metode pengembangan keterampilan peningkatan pengetahuan 22.0 %, kelompok dengan metode ceramah 9.0 %, kelompok control 3.0%.

Pada penelitian Nurafrianthie (2008) yang berjudul perbedaan pengaruh intervensi penyuluhan antara media kartu jodoh dengan media lembar balik terhadap


(10)

peningkatan pengetahuan gizi dan faktor yang berhubungan pada balita di kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi tahun 2008 didapatkan hasil dimana terdapat peningkatan pengetahuan gizi melalui media kartu jodoh sebanyak 90,47 % ibu balita, sedangkan kelompok lembar balik hanya sebanyak 80,95 % ibu balita. Berdasarkan penelitian tersebut diatas, peneliti mempunyai ketertarikan untuk menggunakan media yang tidak hanya mengirim informasi lewat visual (booklet), tapi juga ingin mengetahui pengaruhnya menggunakan media audio visual yang diharapkan akan lebih meningkatkan pengetahuan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di beberapa sekolah di daerah tangerang selatan diantaranya SMAN 1 Tangerang selatan, SMAN 4 Tangerang selatan dan SMAN 6 Tangerang Selatan yang dilakukan mulai tanggal 8-20 November 8-2010 SMAN 4 Tangerang Selatan memiliki tingkat pengetahuan HIV AIDS paling rendah. Oleh sebab itu peneliti akan mengadakan penelitian di SMAN 4 Tangerang Selatan.

Dari latar belakang diatas maka peneliti mempunyai ketertarikan untuk meneliti pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab menggunakan media audio visual terhadap peningkatan pengetahuan siswa di SMAN 4 Tangerang Selatan 2010.


(11)

B. Rumusan Masalah

Masalah penelitian yang dapat diangkat berdasarkan latar belakang tersebut adalah belum diketahui perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan.

C. Pertanyaan penelitian

Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan.

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan.


(12)

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan kesehatan HIV/AIDS sebelum dilakukan intervensi pada kelompok ceramah dan curah pendapat.

b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan kesehatan HIV/AIDS sesudah dilakukan intervensi metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual.

c. Mengidentifikasi perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah dengan menggunakan media audio visual.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi pelayanan kesehatan

Manfaat penelitian bagi pelayanan kesehatan adalah sebagai masukan agar memperhatikan aspek promosi dan preventif kesehatan sehingga diharapkan dengan dengan pelayanan preventif yang baik dapat menekan angka kasus HIV/AIDS. Hasil penelitian juga dapat memberikan masukan pada perawat dalam memilih metode, pendekatan serta penggunakan media dalam memberikan pendidikan kesehatan khususnya pada siswa.

2. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah keilmuan terkait dengan metode edukasi yang efektif terhadap peningkatan pengetahuan siswa.


(13)

3. Bagi Instansi pendidikan keperawatan dan ilmu keperawatan

Menambah literatur tentang metode pembelajaran dan memberikan informasi khususnya kepada perawat komunitas mengenai pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah tanya jawab menggunakan media audio visual terhadap peningkatan pengetahuan siswa.


(14)

10

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2005).

2. Tingkatan pengetahuan

Menurut taksonomi Bloom (Notoatmodjo, 2005) pengetahuan mencakup 6 tingkatan dalam domain kognitif, yaitu :

a. Tahu (know)

Tingkatan ini individu di artikan sebagai recall (memanggil), mengingat kembali materi yang sudah pernah di pelajarin sebelumnya termasuk hal-hal atau fakta yang spesifik setelah individu melakukan suatu pengamatan, untuk mengetahui bahwa seseorang itu tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan kepada individu.


(15)

b. Memahami (comprehension)

Pada tingkatan ini individu memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyembutkan tetapi individu dapat menginterpretasikan secara benar apa yang di ketahuinya.

c. Menerapkan (application)

Pada tingkatan ini individu yang telah memahami sesuatau yang diketahuinya individu dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip tersebut dalam situasi nyata. Misalnya: penderita Kusta yang telah mengetahui dan memahami bagaimana melakukan perawatan diri (self care), ia harus dapat menerapkan apa yang ia ketahui dalam melakukan perawatan dirinya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam komponen-komponen tetapi, masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Pada tingkatan ini individu mampu menjabarkan atau memisahkan kemudian individu dapat menghubungkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu objek yang dikethuinya sehingga


(16)

membentuk sesuatu yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

c. Keyakinan

Bisaanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.


(17)

d. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

f. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebisaaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

B. HIV/AIDS

1. Pengertian

Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi oleh salah satu dari dua jenis virus secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosif, menyebabkan AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh (Ratna, 2010). Sindrom imunodefisiensi yang didapat (AIDS, acquired immunodeficiency syndrome) diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi human


(18)

immunodeficiency virus (Brunner dan Suddarth, 2001). HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukan bahwa virus tersebut member materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam deosiribonukleat (DNA) (Brunner & Suddarth, 2002).

AIDS adalah sindroma penyakit yang pertama kali dikenal pada tahun 1981. Sindroma ini menggambarkan tahap klinis akhir dari infeksi HIV. Beberapa minggu hingga beberapa bulan sesudah terinfeksi, sebagian orang akan mengalami penyakit “self-limited mononucleosis-like” akut yang akan berlangsung selama 1 atau 2 minggu. Orang yang terinfeksi mungkin tidak menunjukkan tanda atau simptom selama beberapa bulan atau tahun sebelum manifestasi klinis lain muncul. Berat ringannya infeksi ”opportunistic” atau munculnya kanker setelah terinfeksi HIV, secara umum terkait langsung dengan derajat kerusakan sistem kekebalan yang diakibatkannya. Definisi AIDS yang dikembangkan oleh CDC Atlanta tahun 1982 memasukkan lebih dari selusin infeksi “opportunistics” dan beberapa jenis kanker sebagai indikator spesifik akibat dari menurunnya kekebalan tubuh (P2M, 2000).

Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasiyang panjang. Seperti retrovirus lain HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan


(19)

munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri, dalam proses ini, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Ninuk & Nursalam, 2008)

2. Etiologi

Terdapat 2 jenis virus penyebab AIDS, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 paling banyak ditemukan didaerah barat, Eropa, Asia dan Afrika Tengah, Selatan dan timur. HIV-2 terutama di Afrika Barat (Ratna, 2010). Virus Human Immunodefisiensi (HIV) adalah sejenis retrovirus. Ada 2 tipe : tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2). Virus-virus ini secara serologis dan geografis relatif berbeda tetapi mempunyai ciri epidemiologis yang sama. Patogenisitas dari HIV-2 lebih rendah dibanding HIV-1 (P2M, 2000).

3. Proses perjalanan penyakit.

Supaya terjadi infeksi, virus HIV masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya. Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebur CD4, yang terdapat di selaput bagian luar.


(20)

Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut Sel-sel CD4+ atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya pada system kekebalan (misalnya makrofag, limfosit B dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organism asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi kelemahan system tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker (Ratna, 2010).

Didalam bukunya Ratna (2010), seorang yang terinfeksi HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun:

a. Seseorang yang sehat memiliki CD4+ sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50 %. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.

b. Setelah 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko menderita AIDS.


(21)

c. 1-2 tahun sebelum terjadi AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita rentan terhadap infeksi.

d. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang menghasilkan anti bodi) dan sering kali menyebabkan produksi antibodi yang berlebihan.

e. Antibody ini terutama ditunjukan untuk melawan HIV dan infeksi yang dialami penderita, tetapi antibody ini tidak banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oprtunistik pada AIDS.

f. Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan system kekebalan tubuh dalam mengenali organism dan sasaran baru yang harus diserang.

4. Penularan

Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh yang mengandung sel terinfeksi atau partikel virus. Yang dimaksud dengan cairan tubuh disini adalah darah, semen, cairan vagina, cairan serebrospinal dan air susu ibu. Dalam konsentrasi yang lebih kecil, virus juga terdapat di dalam air mata, air kemih dan air ludah (Ratna, 2010).


(22)

HIV ditularkan melalui cara-cara berikut:

a. Hubungan seksual dengan penderita, dimana selaput lender mulut, vagina atau rectum berhubungan langsung dengan cairan tubuh yang terkontaminasi.

b. Suntikan atau infus darah yang terkontaminasi, seperti yang terjadi pada transfusi darah, pemakaian jarum bersama-sama atau tidak sengaja tergores oleh jarum yang terkontaminasi virus HIV.

c. Pemindahan virus dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebelum atau selama proses kelahiran atau melalui ASI.

Kemungkinan terinfeksi oleh HIV meningkat jika kulit atau selaput lender robek atau rusak, seperti yang biasa terjadi pada hubungan seksual yang kasar, baik melalui vagina maupun anus. Penelitian menunjukan kemungkinan penularan HIV sangat tinggi pada pasangan seksual yang menderita herpes, sifilis atau penyakit menular lainnya, yang mengakibatkan kerusakan pada permukaan kulit. Penularan juga bisa terjadi pada orang seks, walaupun lebih jarang. Virus pada penderita wanita yang sedang hamil bisa ditularkan kepada janinnya pada awal kehamilan (melalui plasenta) atau pada saat persalinan (melalui jalan lahir). Beberapa anak tertular oleh virus ini melalui penganiayaan seksual. HIV tidak ditularkan melalui kontak biasa atau kontak dekat yang yang tidak bersifat seksual di tempat kerja, sekolah ataupun di rumah. Belum pernah dilaporkan kasus penularan HIV melalui batuk atau bersin penderita maupun melalui gigitan nyamuk (Ratna, 2010).


(23)

HIV dapat ditularkan dari orang ke orang melalui kontak seksual, penggunaan jarum dan syringes yang terkontaminasi, transfusi darah atau komponen-komponennya yang terinfeksi; transplantasi dari organ dan jaringan yang terinfeksi HIV. Sementara virus kadang-kadang ditemukan di air liur, air mata, urin dan sekret bronkial, penularan sesudah kontak dengan sekret ini belum pernah dilaporan. Risiko dari penularan HIV melalui hubungan seks lebih rendah dibandingkan dengan Penyakit Menular Seksual lainnya. Namun adanya penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual terutama penyakit seksual dengan luka seperti chancroid, besar kemungkinan dapat menjadi pencetus penularan HIV. Determinan utama dari penularan melalui hubungan seksual adalah pola dan prevalensi dari orang orang dengan “sexual risk behavior” seperti melakukan hubungan seks yang tidak terlindung dengan banyak pasangan seks. Tidak ada bukti epidemiologis atau laboratorium yang menyatakan bahwa gigitan serangga bisa menularkan infeksi HIV, risiko penularan melalui seks oral tidak mudah diteliti, tapi diasumsikan sangat rendah (P2M, 2000).

Dari 15 – 30 % bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HIV (+) terinfeksi sebelum, selama atau segera sesudah dilahirkan : pengobatan wanita hamil dengan antivirus seperti zidovudine mengurangi kejadian penularan kepada bayi secara bermakna. Hampir 50 % dari bayi yang disusui oleh ibu dengan HIV (+) dapat tertular infeksi HIV. Petugas kesehatan yang terluka oleh jarum suntik atau benda tajam lainnya yang mengandung darah yang terinfeksi virus HIV, angka


(24)

serokonversi mereka < 0,5 %, lebih rendah dari risiko terkena virus hepatitis B (25%) sesudah terpajan dengan cara yang sama (P2M, 2000).

5. Tanda dan Gejala

Beberapa penderita menampakkan gejala yang menyerupai mononucleosis infeksiosa dalam waktu beberapa minggu setelah terinfeksi. Gejalanya berupa demam, ruam-ruam, pembengkakan kelenjar getah bening dan rasa tidak enak badan yang berlangsung 3-14 hari. Sebagian besar gejala akan hilang, meskipun kelenjar getah bening menetap membesar. Selama beberapa tahun, gejala lainnya tidak muncul. Tetapi sejumlah besar virus akan segera ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya, sehingga penderita bisa menularkan penyakitnya. Dalam waktu beberapa bulan setelah terinfeksi, penderita bisa mengalami gejala–gejala yang ringan secara berulang yang belum benar-benar menunjukan suatu AIDS. Penderita bisa menunjukan gejala-gejala infeksi HIV dalam waktu beberapa tahun sebelum terjadinya infeksi atau tumor yang khas untuk AIDS. Gejalanya dapat berupa pembengkakan kelenjar getah bening, penurunan berat badan, demam yang hilang timbul, perasaan tidak enak badan, lelah, diare berulang, anemia dan thush (Ratna, 2010).

Secara definisi, AIDS dimulai dengan rendahnya jumlah limfosit CD4+ (kurang dari 300 sel/mL darah) atau terjadi infeksi oportunistik (infeksi oleh organism yang pada orang dengan system kekebalan tubuh yang baik


(25)

tidak menimbulkan penyakit). Juga bisa terjadi kanker, seperti sarcoma Kaposi dan limfoma non-Hodgkin (Ratna, 2010).

Gejala-gejala dari AIDS berasal dari infeksi HIV nya sendiri serta infeksi oportunistik dan kanker. Tetapi hanya sedikit penderita AIDS yang meninggal karena efek langsung dari infeksi HIV. Biasanya kematian terjadi karena efek kumulatif dari berbagai infeksi oportunistik atau tumor. Organisme dan penyakit yang dalam keadaan normal hanya menimbulkan pengaruh yang kecil terhadap orang yang sehat, pada penderita AIDS bisa dengan segera menyebabkan kematian, terutama jika jumlah limfosit CD4+ mencapai 50 sel mL/ darah (Ratna, 2010).

6. Diagnosa

Pemeriksaan yang relative sederhana dan akurat adalah pemeriksaan darah yang disebut tes ELISA. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya antibody terhadap HIV, hasil tes secara rutin diperkuat dengan tes yang lebih kuat. Ada suatu periode (beberapa minggu atau lebih setelah terinfeksi HI) dimana antibody belum positif. Pada periode ini dilakukan pemeriksaan yang sangat sensitive untuk mendeteksi virus, yaitu antigen P24. Antigen P24 belakangan ini digunakan untuk menyaring darah yang disumbangkan untuk keperluan tranfusi. Jika hasil tes ELISA menunjukan adanya infeksi HIV, maka pada contoh darah yang sama dilakukan tes ELISA ulangan untuk memastikannya. Juka hasil tes ELISA yang kedua juga positif


(26)

maka langkah berikutnya adalah memperkuat diagnose dengan tes darah yang lebih akurat, yaitu tes apusa Western. Tes ini juga bisa menentukan adanya antibody terhadap HIV, tetapi lebih spesifik dari pada ELISA. Jika hasil tes Western positif, maka dapat dipastikan orang tersebut terinfeksi HIV (Ratna, 2010).

7. Prognosis

Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa orang yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang terinfeksi bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10 tahun. Tanpa pengobatan, infeksi HIV mempunyai resiko 1-2 % untuk menjadi AIDS pada beberapa tahun pertama. Resiko ini meningkat 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV mencapai 50 %. Sebelum di temukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua kasus akan menjadi AIDS (Ratna, 2010).

Pengobatan AIDS telah berhasil menurun angka infeksi oportunistik dan meningkat angka harapan hidup penderita. Kombinasi beberapa jenis obat berhasil menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak dapat terdeteksi. Tapi belum ada penderita yang terbukti sembuh (Ratna, 2010).

Teknik penghitungan jumlah virus HIV (plasma RNA) dalam darah seperti polymerase chain reaction (PCR) dan branched deoxyribonucleid acid (bDNA) tes membantu dokter untuk memonitor efek pengobatan dan


(27)

membantu penilaian prognosis penderita. Kadar virus ini akan bervariasi mulai kurang dari beberapa ratus sampai lebih dari sejuta virus RNA/mL plasma. Pada awal penemuan virus HIV, penderita segera mengalami penunrunan kwalitas hidupnya setelah dirawat di rumah sakit. Hampir semua penderita akan meninggal setelah dua tahun menderita AIDS. Dengan perkembangan obat-obat anti virus terbaru dan metode-metode pengobatan dan pencegahan infeksi oportunistik yang terus diperbaharui, penderita bisa mempertahankan fisik dan mentalnya sampai bertahun-tahun setelah kerkena AIDS. Sehingga pada saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS sudah bisa ditangani walaupun belum bisa disembuhkan (Ratna, 2010).

8. Cara – cara Pencegahan

Program pencegahan penyebaran HIV dipusatkan terutama pada pendidikan masyarakat mengenai cara penularan HIV, dengan tujuan merubah kebiasaan orang yang beresiko tinggi untuk tertular (Ratna, 2010).

Cara –cara pencegahan ini antara lain:

a. Untuk orang sehat

a) Abstinens (tidak melakukan hubungan seksual) b) Seks aman

b. Untuk penderita HIV positif a) Abstinens


(28)

c) Tidak mendonorkan darah atau organ d) Mencegah kehamilan

e) Memberitahu mitra seksualnya sebelum dan sesudah diketahui terinfeksi

c. Untuk penyalahguna obat-obatan

a) Menghentikan penggunaan suntikan bekas atau bersama-sama b) Mengikuti program rehabilitasi

d. Untuk professional kesehatan

a) Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan cairan tubuh

b) Menggunakan jarum sekali pakai

Bermacam-macam vaksin sudah dicoba untuk mencegah dan memperlambat progresivitas penyakit, akan tetapi sejauh in belum ada yang berhasil. Rumah sakit biasanya tidak mengisolasi penderita HIV kecuali penderita mengidap penyakit menular seperti tuberkulosa. Permukaan-permukaan yang terkontaminasi HIV dengan mudah bisa dibersihkan dan di cuci hamakan karena virus ini rusak oleh panas dan cairan desinfektan yang bisa digunakan seperti hydrogen peroksida dan alkohol (Ratna, 2010).

Program pencegahan HIV/AIDS menurut P2M (2000) hanya dapat efektif bila dilakukan dengan komitmen masyarakat dan komitmen politik yang tinggi untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku risiko tinggi terhadap penularan HIV. Upaya pencegahan meliputi :


(29)

a. Pemberian penyuluhan kesehatan di sekolah dan di masyarakat harus menekankan bahwa mempunyai pasangan seks yang berganti-ganti serta penggunaan obat suntik bergantian dapat meningkatkan risiko terkena infeksi HIV. Pelajar juga harus dibekali pengetahuan bagaimana untuk menghindari atau mengurangi kebiasaan yang mendatangkan risiko terkena infeksi HIV. Program untuk anak sekolah harus dikembangkan sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan mental serta kebutuhan mereka, begitu juga bagi mereka yang tidak sekolah. Kebutuhan kelompok minoritas, orang-orang dengan bahasa yang berbeda dan bagi penderita tuna netra serta tuna rungu juga harus dipikirkan.

b. Satu-satunya jalan agar tidak terinfeksi adalah dengan tidak melakukan hubungan seks atau hanya berhubungan seks dengan satu orang yang diketahui tidak mengidap infeksi. Pada situasi lain, kondom lateks harus digunakan dengan benar setiap kali seseorang melakukan hubungan seks secara vaginal, anal atau oral. Kondom lateks dengan pelumas berbahan dasar air dapat menurunkan risiko penularan melalui hubungan seks. c. Memperbanyak fasilitas pengobatan bagi pecandu obat terlarang akan

mengurangi penularan HIV. Begitu pula Program “Harm reduction”yang menganjurkan para pengguna jarum suntik untuk menggunakan metode dekontaminasi dan menghentikan penggunaan jarum bersama telah terbukti efektif.

d. Menyediakan fasilitas Konseling HIV dimana identitas penderita dirahasiakan atau dilakukan secara anonimus serta menyediakan


(30)

tempat-tempat untuk melakukan pemeriksaan darah. Faslitas tersebut saat ini telah tersedia di seluruh negara bagian di AS. Konseling, tes HIV secara sukarela dan rujukan medis dianjurkan dilakukan secara rutin pada klinik keluarga berencana dan klinik bersalin, klinik bagi kaum homo dan terhadap komunitas dimana seroprevalens HIV tinggi. Orang yang aktivitas seksualnya tinggi disarankan untuk mencari pengobatan yang tepat bila menderita Penyakit Menular Seksual (PMS).

f. Setiap wanita hamil sebaiknya sejak awal kehamilan disarankan untuk dilakukan tes HIV sebagai kegiatan rutin dari standar perawatan kehamilan. Ibu dengan HIV positif harus dievaluasi untuk memperkirakan kebutuhan mereka terhadap terapi zidovudine (ZDV) untuk mencegah penularan HIV melalui uterus dan perinatal.

g. Berbagai peraturan dan kebijakan telah dibuat, untuk mencegah kontaminasi HIV pada plasma dan darah. Semua darah donor harus diuji antibodi HIV nya. Hanya darah dengan hasil tes negatif yang digunakan. Orang yang mempunyai kebiasaan risiko tinggi terkena HIV sebaiknya tidak mendonorkan plasma, darah, organ-organ untuk transplantasi, sel atau jaringan (termasuk cairan semen untuk inseminasi buatan). Institusi (termasuk bank sperma, bank susu atau bank tulang) yang mengumpulkan plasma, darah atau organ harus menginformasikan tentang peraturan dan kebijakan ini kepada donor potensial dan tes HIV harus dilakukan terhadap semua donor. Apabila mungkin, donasi sperma, susu atau tulang harus dibekukan dan disimpan selama 3 – 6 bulan. Donor yang tetap


(31)

negatif setelah masa itu dapat di asumsikan tidak terinfeksi pada waktu menjadi donor.

h. Jika hendak melakukan transfusi Dokter harus melihat kondisi pasien dengan teliti apakah ada indikasi medis untuk transfusi. Transfusi otologus sangat dianjurkan.

i. Hanya produk faktor pembekuan darah yang sudah di seleksi dan yang telah diperlakukan dengan semestinya untuk menonaktifkan HIV yang bisa digunakan.

j. Sikap hati-hati harus dilakukan pada waktu penanganan, pemakaian dan pembuangan jarum suntik atau semua jenis alat-alat yang berujung tajam lainnya agar tidak tertusuk. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan lateks, pelindung mata dan alat pelindung lainnya untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan yang mengandung darah. Setiap tetes darah pasien yang mengenai tubuh petugas kesehatan harus dicuci dengan air dan sabun sesegera mungkin. Kehati-hatian ini harus di lakukan pada semua pasien dan semua prosedur laboratorium (tindakan kewaspadaan universal).

k. WHO merekomendasikan pemberian imunisasi bagi anak-anak dengan infeksi HIV tanpa gejala dengan vaksin-vaksin EPI (EXPANDED PROGRAMME ON IMMUNIZATION); anak-anak yang menunjukkan gejala sebaiknya tidak mendapat vaksin BCG. Di AS, BCG dan vaksin oral polio tidak direkomendasikan untuk diberikan kepada anak-anak yang terinfeksi HIV tidak perduli terhadap ada tidaknya gejala, sedangkan


(32)

vaksin MMR (measles-mumps-rubella) dapat diberikan kepada anak dengan infeksi HIV.

9. Program Penanggulangan HIV/AIDS

Program penanggulangan HIV/AIDS didalam bukunya, Notoatmodjo (2007) berada di sub direktorat pemberantasan penyakit kelamin dan Frambosia, Direktorat PPML, Direktorat Jendral P2MPLP (Pemberantasan Penyakit Menular dan Pembinaan Lingkungan Pemukiman), Departemen Kesehatan RI. Adapun tujuan program penanggulangan HIV/AIDS adalah:

a. Tujuan Jangka Panjang

Mencegah terjadinya penularan dan pemberantasan PMS (penyakit menular seksual) termasuk infeksi HIV/AIDS serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi dari PMS termasuk infeksi HIV/AIDS sehingga tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat.

b. Tujuan jangka pendek

a) Mencegah peningkatan prevalensi infeksi HIV pada kelompok perilaku beresiko tinggi tidak melebihi 1 %.

b) Menurunkan prevalensi sifilis dikalangan kelompok prilaku resiko tinggi menjadi kurang dari 1%.

c) Menurunkan prevalensi gonore di kalangan kelompok prilaku risiko tinggi menjadi 10 %.


(33)

Sedangkan kegiatan pokok penanggulangan HIV/AIDS meliputi 2 kegiatan, yakni:

a. Kegiatan pokok

a) Penyuluhan tentang HIV/AIDS.

b)Tindakan pencegahan pada kelompok risiko tinggi. c) Penemuan penderita secara dini.

d)Penatalaksanaan penderita secara tepat. e) Pelacakan kontak/koseling.

b. Kegiatan pendukung

a) Pengembangan intitusional dan manajemen/ pemantapan koordinasi. b) Surveilens epidimiologi termasuk system pencatatan dan pelaporan. c) Pelatihan.

d) Penelitian dan kajian. e) Monitoring dan evaluasi.

C. Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut masyarakat, kelompok, individu dapat memperoleh pengetahuan dan berdampak pada prilaku kesehatan yang lebih baik (Notoatmodjo, 2003).


(34)

Pendidikan kesehatan merupakan salah satu intervensi keperawatan dan sesuai dengan teori keperawatan pender. Pender (2003) menjelaskan bahwa manusia mempunyai kapasisitas untuk melakukan penilaian terhadap kemampuannya. Manusia tersebut akan melakukan perubahan prilaku untuk mengharapkan manfaat bagi dirinya. Pengaruh positif akibat pemanfaatan diri yang baik dapat menambah hasil positif. Pender juga menjelaskan bahwa praktek keperawatan di masa mendatang akan senantiasa menggunakan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan praktek mandiri yang berupa konseling.

Promosi kesehatan dalam ilmu kesehatan masyarakat mempunyai dua arti yaitu sebagai bagian dari tingkat pencegahan penyakit dan upaya memasarkan, menyebarluaskan, mengenal atau “menjual” kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Dengan perkataan lain promosi kesehatan adalah “memasarkan” atau “menjual” atau “memperkenalkan” pesan-pesan kesehatan atau “upaya-upaya” kesehatan sehingga masyarakat “menerima” atau “membeli” (dalam arti menerima prilaku kesehatan) atau “mengenal” pesan-pesan kesehatan tersebut dan akhirnya masyrakat berlaku sehat (Notoatmodjo, 2005).

2. Tujuan Edukasi / Pendidikan kesehatan

Menurut Green (1980) dalam notoatmodjo (2005) tujuan pendidikan kesehatan adalah merubah perilaku yang dapat meningkatkan status


(35)

kesehatan. Perubahan perilaku di pengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor prediposisi (predisposing factor), faktor pendukung (enabling factor) dan faktor pendorong (reinforcing factor). Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha intervensi prilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor tersebut.

Hasil pendidikan kesehatan juga dapat dilihat dari 3 dominan yang meliputi perubahan pengetahuan, sikap dan tindakan.

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertenju (Notoatmojo, 2005) pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis menumbuhkan rasa percaya diri maupun dorongan dan prilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Notoatmojo, 2005). Untuk mencapai tujuan tersebut, pemberian informasi lebih bersifat fleksibel untuk keberhasilan tujuan pemberian informasi kesehatan. Dari pengalam dan penelitian terbukti bahwa prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2005). b. Sikap

Merupakan suatu pernyataan evaluative yang dibuat manusia terhadap diri sendiri, orang lain, obyek atau isu-isu. Seseorang terhadap obyek adalah perasaan mendukung atau tidak mendukung atau memihak,


(36)

maupun perasaan tidak mendukung atau memihak pada suatu obyek. Bukanlah suatu tindakan atau aktivitas namun merupakan suatu prediposisi tindakan prilaku (Azwar, 1998). Sikap merupakan hal yang tertutup bukanlah yang terbuka. Merupakan kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau obyek sehingga melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan (Notoatmojo, 2005).

c. Psikomotor / tindakan

Terbentuknya prilaku baru (terutama orang dewasa) dimulai dari perubahan pengetahuan yang berlanjut terjadinya perubahan dan akhirnya terbentuk prilaku baru. Perubahan prilaku dan dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi yang merupakan pengalaman melalui panca indra (Notoatmodjo, 2005).

Menurut tim pembinaan usaha kesehatan sekolah pusat (2007), untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik dilakukan upaya menanamkan prinsip hisup sehat sedini mungkin melalui pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan sekolah sehat (TRIAS UKS). Tujuan pendidikan kesehatan diharapkan peserta didik memiliki pengetahuan tentang ilmu kesehatan, termasuk cara hidup sehat dan teratur, memiliki nilai dan sikap yang positif terhadap prinsip hidup sehat, memiliki keterampilan dalam melaksanakan hal yang berkaitan dengan pemeliharaan, pertolongan, dan perawatan kesehatan, memiliki kebiasaan hidup sehari-hari sesuai dengan


(37)

syarat kesehatan, memiliki kemampuan dan kecakapan untuk berperilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, memiliki pertumbuhan termasuk bertambahnya tinggi badan dan berat badan secara harmonis, mengerti dan dapat menerapkan prinsip-prinsip pengutamaan pencegahan penyakit dalamkaitannya dengan kesehatan dan keselamatan dalam sehari-hari. Memiliki daya tangkal terhadap pengaruh buruk dari luar (narkoba, arus informasi dan gaya hidup yang tidak sehat, memiliki tingkat kesegaran jasmani yang memadai dan derajat kesehatan yang optimal serta mempunyai daya tahan tubuh yang baik terhadap penyakit.

3. Peran perawat.

Adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan dari masyarakat, maka perawat harus memenuhi kebutuhan tersebut. Perawat menjalankan peran dan fungsinya sebagai. Koordinator, pemberi pelayanan, perencanaan keperawatan, edukator, advokat dan agen pembaharu (Workman & mishler, 1999 dalam Ernawati, 2008).

a. Koordinator.

Sebagai koordinator pelayanan keperawatan, perawat melakukan koordinasi melalui kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

b. Pemberi pelayanan

Pada peran ini perawat melakukan pengkajian, melakukan analisis terhadap pengkajian terhadap hasil untuk menentukan kebutuhan pasien,


(38)

mengembangkan diagnisa keperawatan, membuat perencanaan, melakukan intervensi dan melakukan evaluasi . Perawat juga melakukan intervensi psikososial, misalnya melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan pasien.

c. Edukator

Pendidikan kesehatan merupakan komponen utama pada keperawatan melalui kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. Perawat mencoba untuk meningkatkan kesehatan dengan cara memberikan informasi mengenai penyakit dan tindakan spesifik yang diberikan kepada pasien.

d. Advokat.

Perawat membantu pasien da keluarga menerjemahkan informasi dari tim kesehatan lain. Perawat memberikan informasi tambahan yang pasien butuhkan untuk membuat keputusan. Bantuan yang diberikan termasuk penjelasan mengenai dampak dari keputusan yang dipilih pasien.

e. Agen perubahan

Perawat bertindak selaku agen perubahan dalam tatanan kerja dan dalam profesi. Peran ini melibatkan perencanaan dan implementasi suatu systemuntuk mengubah prilaku kesehatan pasien. Faktor penting pada proses ini adalah mengkaji kesiapan pasien untuk berubah. Dalam masyarakat perawat berlaku sebagai role model dan membantu perubahan lingkungan yang berkaitan dengan kesehatan.


(39)

Berkaitan dengan fungsi dan peran tersebut, pada tindakan pendidikan kesehatan, perawat menjalankan fungsinya sebagai edukator. Perawat mempunyai tanggungjawab yang besar dalam memberikan pendidikan kesehatan untuk pencehagan HIV AIDS sebagai langkah preventif.

D. Metode pendidikan kesehatan. 1. Ceramah

Cermah merupakan salah satu metode pendidikan kesehatan yang biasa di gunakan pada kelompok besar dengan peserta lebih dari 15 orang dimana sasaran metode ini baik untuk yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Dalam pelaksanaannya metode ini baik digunakan apabila penceramah/penyuluh dapat menguasai materi dengan sistematika yang baik, mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat, slide, transparan, sound system dan dapat menguasai sasaran (Notoatmodjo, 2007). Metode ceramah merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam usaha menularkan pengetahuan secara lisan atau ceramah. Cara ini terkadang membosankan maka dalam pelaksanaannya memerlukan keterampilan tertentu. Cara mengajar cermah dapat dikatakan juga sebagai tehnik kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok permasalahan secara lisan (Roestyah, 2001)

Menurut Roestyar (2001) setiap tehnik tidak lepas dari kelemahan begitu juga tehnik ceramah ini mempunyai kekurangan yang perlu dipahami.


(40)

Kekurang tersebut diantaranya pendidik/penyuluh tidak mampu mengontrol sejauh mana peserta telah mampu memahami uraiannya. Apakah ketenangan/kediaman peserta merupakan isyarat bahwa peserta memahami uraian pendidik atau tidak.

Selain kekurang tersebut metode ceramah mempunyai kelebihan diantaranya pendidik mampu menguasai atau mengawas peserta dalam mendengarkan pelajaran, selain itu perhatian pendidik tidak terbagi-bagi dan dapat memusatkan pada peserta didik. Maka dengan kelebihan tersebut jika terdapat peserta yang mempunyai kesibukan lain selain pembelajaran pendidik dapat langsung mengetahuinya dan bisa memberikan peringatan kepada perserta didik (Roestyar, 2001).

2. Metode curah pendapat

Ada beberapa bentuk metode yang dapat membuat agar peserta lebih aktiv dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan selain metode curah pendapat diantaranya diskusi kelompok, bola salju, bruzz group, memainkan peran serta simulasi. Semua metode diatas diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik melebihi metode yang hanya terdapat komunikasi satu arah (Notoatmodjo, 2007).

Curah pendapat merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya pada permulaannya pemimpin/penyuluh memancing dengan suatu masalah dan kemudi apeserta memberikan jawaban atau tanggapan. Tanggapan atau jawaban tersebut ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua


(41)

peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi komentar oleh siapapun. Setelah semua peserta mengeluarkan pendapatnya, tiap peserta dapat mengomentari dan akhirnya terjadi diskusi (Notoatmodjo, 2007).

Curah pendapat adalah suatu tehnik atau cara mengajar yang dilaksanakan oleh pendidik dengan melontarkan suatu masalah ke peserta kemudian peserta menjawab atau memberikan pendapat atau komentar sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru. Curah pendapat dapat diartikan pula sebagai cara mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang sangat singkat. Tujuan dari metode ini ialah untuk menguras habis, apa yang dipikirkan peserta dalam menanggapi masalah yang dilontarkan pendidik/penyuluh (Roestyar, 2001).

Dalam pelaksanaan metode curah pendapat pendidik memberikan masalah yang mampu meransang pikiran peserta sehingga peserta dapat mengomentarinya. Pendidik tidak boleh mengomentari bahwa pendapat tersebut salah atau benar dan tidak perlu disimpulkan, pendidik hanya menampung semua pendapat sehingga peserta mendapatkan giliran, tidak perlu komentar atau evaluasi. Peserta yang kurang aktif perlu dipancing agar dapat berpartisipasi dalam mengemukakan pendapat (Roestyar, 2001).


(42)

Tabel 2.1 Keunggulan dan kelemahan metode curah pendapat menurut Roestyar (2001)

Keunggulan Kelemahan

a. Peserta aktif berfikir untuk menyatakan pendapat.

b. Melatih peserta berfikir dengan cepat dan tersusun logis.

c. Merangsang siswa untuk selalu siap berpendapat yang berhubungan dengan masalah.

d. Meningkatkan partisipasi peserta. e. Peserta yang kurang aktif mendapat

bantuan dari temannya atau dari guru agar lebih bisa berpartisipasi. f. Terjadi persaingan yang sehat. g. Peserta merasa bebas dan gembira. h. Suasana demokrasi dan disiplin

dapat ditumbuhkan.

a. Pendidik kurang memberikan waktu untuk peserta untuk berfikir dengan baik.

b. Peserta yang kurang selalu ketinggalan.

c. Terkadang pembicaraan hanya dimonopoli oleh peserta yang pandai saja.

d. Pendidik hanya menampung dan tidak menyimpulkan.

e. Peserta tidak segera tahu pendapat tersebut benar atau salah.

f. Tidak menjamin hasil pemecahan masalah.

g. Masalah bisa berkembang kea rah yang tidak diharapkan


(43)

E. Alat Bantu / Media Pendidikan Kesehatan

Pengertian media dalam pembelajaran adalah alat-alat grafis, fhotografis atau elektronik untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal (Arsyad, 2002). Media adalah suatu alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Media pembelajaran harus memenuhi beberapa syarat, 1) media pembelajaran harus meningkatkan motivasi subyek belajar, 2) merangsang pembelajaran mengingat apa yang sudah dipelajari, 3) mengaktifkan subyek belajar dalam memberikan tanggapan/ umpan balik, 4) mendorong pembelajar untuk melakukan praktek-praktek yang benar (Boore, 1997 dalam era, 2003). Menurut Notoatmodjo (1993) alat bantu yang dapat digunakan antara lain alat bantu lihaT (visual), alat bantu dengar (audio) dan alat bantu dengan dan lihat atau audio visual aids (AVA), sedangkan media tulis dapat berupa poster, leaflet, booklet, lembar balik, flipchart (Herawati dkk, 2000).

Pada dasarnya penyuluhan merupakan suatu proses pendidikan/ belajar-mengajar, dimana ada sasaran penyuluhan sebagai siswa dan penyuluh (pemberi informasi) sebagai guru/ pendidik. Dengan demikian, teori tentang media penyuluhan sejalan dengan teori media pengajaran/ pembelajaran.

Menurut Khomsan (2000) dalam nurafitrianie (2008), agar materi penyuluhan dapat diterima semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, diperlukan suatu alat bantu mengajar.


(44)

Berdasarkan Usman (2002), Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar anak mulai dari hal-hal yang paling konkrit sampai kepada hal-hal yang dianggap paling abstrak. Klasifikasi pengalaman tersebut lebih dikenal dengan Kerucut Pengalaman (Cone of Experience)

Gambar 2.1

Kerucut Pengalaman (Cone of Experience)

Abstrak Verbal

Simbol Visual Audio Visual

Radio Film Televisi Pameran Karyawisata Demonstrasi Pengalaman Dramatis

Pengalaman Tiruan Pengalaman Langsung

Konkrit Sumber :Usman (2002)


(45)

F.

Penelitian terkait

Salamah (1995) didalam penelitiannya yang berjudul pengaruh penggunaan metode pengembangan keterampilan dan metode ceramah dalam penyuluhan AIDS terhadap pengetahuan dan sikap pencegahan AIDS siswa SLTA BPK Penabur menerangkan bahwa bahwa ternyata eksperimen ini berhasil meningkatkan pengetahuan siswa mengenai AIDS dan sikap terhadap pencegahan dan penderita HIV AIDS. HASIL untuk kelompok dengan metode pengembangan keterampilan peningkatan pengetahuan 22.0 %, kelompok dengan metode ceramah 9.0 %, kelompok control 3.0%.

Dalam penelitian Bantarti (2000) yang berjudul pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang HIV AIDS pada siswa siswi SMU di Kotamadya Depok didapatkan peningkatan pengetahuan pada kelompok pendidikan kelompok sebaya.

Pada penelitian Ernawati (2008) yang berjudul efektifitas edukasi dengan menggunakan panduan pencegahan osteoporosis terhadap pengetahuan wanita yang beresiko osteoporosis di rumah sakit Fatmawati Jakarta didapatkan hasil yang bermakna dimana terjadi peningkatan pengetahuan pada kelompok intervensi dengan rata-rata 20,13 dengan tingkat efektifitas 52,97 %. Sedangkan kelompok kontrol walaupun tidak mendapatkan edukasi mengalami peningkatan pengetahuan dengan rata-rata 3,15.


(46)

Pada penelitian Nurafrianthie (2008) yang berjudul perbedaan pengaruh intervensi penyuluhan antara media kartu jodoh dengan media lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan gizi dan faktor yang berhubungan pada balita di kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi tahun 2008 didapatkan hasil dimana tidak ada perbedaan pengaruh intervensi penyuluhan antara media penyuluh kartu jodoh dengan media lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan gizi pada ibu balita di kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi tahun 2008 (Pvalue = 0,116). Terdapat peningkatan pengetahuan gizi melalui media kartu jodoh sebanyak 90,47 % ibu balita, sedangkan kelompok lembar balik hanya sebanyak 80,95 % ibu balita.

Mulyani (2009), menyatakan di dalam penelitiannya terdapat perbedaan skor hasil belajar matematika antara siswa yang diberikan pendekatan konstruktivisme yaitu suatu pendekatan pembelajaran siswa dalam mengolah pengetahuannya dengan berbagai strategi yang digunakan dibawah bimbingan dan arahan dari guru sehingga siswa secara bersama-sama mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tehnik curah pendapat (brain stroming) dengan yang diberikan secara konvesional (ceramah).

G. Kerangka Teori

Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal. Tujuan dari pada penelitian ini dalah untuk mengetahui sejauh mana perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang selatan. Berikut dibawah ini kerangka teori pada penelitian ini.


(47)

Gambar 2.2

Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Notoatmodjo (2003), Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan Kemenkes RI (2010), Manual pemberantasan penyakit menular (2000)

Pengetahuan tentang HIV AIDS Faktor internal:  Pendidikan  Persepsi  Motivasi  pengalaman Faktor eksternal:  Lingkungan

 Sosial ekonomi

 Kebudayaan

 informasi

Langkah preventif pencegahan HIV AIDS pada Siswa SMA (usia dibawah 20 tahun)

Muncul masalah kurang pengetahuan Proporsi Kumulatif

tertinggi kasus AIDS adalah pada kelompok umur 20-29 tahun

Intervensi: pendidikan kesehatan dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan

media audio visual Faktor faktor yang mempengaruhi

proses belajar

 Instrumen : media dan metode

 Kondisi subyek: fisiologis dan psikologis

 Lingkungan : fisik dan interaksi /sosial

 Materi yang dipelajari Penderita

HIV AIDS

Terapi anti retro viral


(48)

44

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Pada kerangka teori di tinjauan pustaka diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain faktor internal (pendidikan, persepsi, motivasi, pengalaman) dan yang menjadi faktor eksternal (lingkungan, sosial ekonomi, kebudayaan, informasi). Namun tidak semua faktor diteliti pada penelitian ini. Pada penelitian ini hanya faktor informasi yang akan ditelti. Faktor informasi yang dimaksud adalah tentang pemberian pendidikan kesehatan. Faktor lain yaitu pendidikan, lingkungan, kebudayaan, sosial ekonomi tidak diteliti karena telah dianggap homogen. Sedangkan faktor motivasi, persepsi dan pengalaman dijadikan faktor potensial confounding.

Berdasarkan penjelasan diatas penjelasan diatas maka kerangka konsep penelitian secara lengkap digambarkan pada diagram 3.1


(49)

Gambar 3.1

Kerangka konsep penelitian

Sumber: Notoatmodjo, 2003

Ket:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Berdasarkan kerangka konsep diatas, yang menjadi variabel dependen adalah pengetahuan (selisih pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi), variabel independen adalah informasi kesehatan dengan curah pendapat dan cermah menggunakan media audio visual dan variabel persepsi, motivasi dan pengalaman diduga sebagai variabel pengganggu.

1) Persepsi 2) Motivasi 3) Pengalaman informasi kesehatan

1) curah pendapat

2) Ceramah dengan audio visual


(50)

B. Hipotesis

1. Ada perbedaan pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan tentang HIV AIDS antara sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) dilakukan pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat.

2. Ada perbedaan pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan tentang HIV AIDS antara sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) dilakukan pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah menggunakan media audio visual.

3. Ada perbedaan pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS metode curah pendapat dan cermah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan.

C. Definisi operasional

No Variabel Sub

Variabel

Definisi operasional

Alat ukur Hasil ukur

1 Pengetahuan siswa tentang HIV/AIDS

Pengertian dan

penyebab

Hal-hal

mendasar yang dimengerti siswa tentang pengertian dan penyebab dari HIV/AIDS yaitu sejenis virus


(51)

yang

menurunkan kekebalan tubuh manusia, yang termasuk ke dalam golongan retrovirus, dan dapat ditemukan dalam cairan tubuh manusia

Tanda dan gejala

1. Pengetahuan siswa tentang tanda

seseorang terkena HIV/AIDS 2. Pengetahuan

siswa tentang gejala

HIV/AIDS

Kuesioner Numerik

Pencegahan Hal-hal

mendasar yang dimengerti siswa tentang pencegahan HIV/AIDS termasuk

Kuesioner


(52)

penggunaan kondom untuk mencegah penularan melalui

hubungan seks Penularan Hal-hal

mendasar yang dimengerti siswa tentang cara penularan HIV/AIDS yaitu terjadinya

karena melalui hubungan seksual,

transfusi darah, jarum suntik dan dari ibu hamil ke bayinya.


(53)

Definisi operasional (lanjutan)

No Variabel Definisi operasional 2 Metode ceramah

dengan media audio visual

Suatu kegiatan pendidikan kesehatan HIV/AIDS dengan ceramah dengan menggunakan media audio visual Cermah merupakan salah satu metode pendidikan kesehatan yang biasa di gunakan pada kelompok besar dengan peserta lebih dari 15 orang dimana sasaran metode ini baik untuk yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmojo, 2007).

3 Metode curah pendapat

Curah pendapat merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya pada permulaannya pemimpin/penyuluh memancing dengan suatu masalah dan kemudi peserta memberikan jawaban atau tanggapan. Tanggapan atau jawaban tersebut ditulis dalam flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh diberi komentar oleh siapapun. Setelah semua peserta mengeluarkan pendapatnya, tiap peserta dapat mengomentari dan akhirnya terjadi diskusi (Notoatmodjo, 2007). Curah pendapat adalah suatu tehnik atau cara mengajar yang


(54)

dilaksanakan oleh pendidik dengan melontarkan suatu masalah ke peserta kemudian peserta menjawab atau memberikan pendapat atau komentar sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru (Roestyar, 2001).


(55)

51

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini digunakan untuk menguji perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual terhadap pengetahuan siswa di SMAN 4 Tangerang Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain penelitian menggunakan metode quasy eksperimen. Evaluasi atau post test dilakukan setelah melakukan intervensi dengan hari yang sama. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi bias. Jika evaluasi dilakukan pada hari yang berbeda, dikhawatirkan faktor lain seperti motivasi, pengalaman, persepsi dapat mempengaruhi hasil dalam proses penelitian.


(56)

Catatan : pengukuran setelah intervensi (posttest) dilakukan pada hari yang sama dengan intervensi

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2008). Populasi peneliti adalah seluruh siswa SMAN 4 Tangerang Selatan.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan tehnik random sampling (Hidayat, 2008).

Sampel yang digunakan didasarkan pada kriteria inklusi: a. Siswa SMAN 4 Tangerang selatan kelas X.

b. Bersedia mengikuti pendidikan kesehatan HIV/AIDS.

Jumlah sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus penelitian eksperimen (hidayat, 2007):

(t – 1)(r –1) ≥ 15

t = banyak kelompok perlakuan


(57)

(t – 1)(r –1) ≥ 15

t ≥ 16 r ≥ 16

maka peneliti mengambil sampel 16 orang untuk kelompok intervensi dan 16 orang untuk kontrol. Agar tidak terjadi subyektivitas serta bias baik dalam pengambilan kelas yang akan diintervensi, responden dan penentuan metode yang akan diberikan di setiap kelas maka peneliti menggunakan system random sampling yang bekerja sama dengan pihak sekolah.

C. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SMAN 4 Tangerang Selatan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di beberapa sekolah di daerah tangerang selatan diantaranya SMAN 1 Tangerang selatan, SMAN 4 Tangerang selatan dan SMAN 6 Tangerang Selatan yang dilakukan mulai tanggal 8-20 November 2010 SMAN 4 Tangerang Selatan memiliki tingkat pengetahuan HIV AIDS paling rendah. Pengambilan data dilakukan dengan system random di setiap sekolah disertai dengan format inform concent. Maka peneliti akan mengadakan penelitian di SMAN 4 Tangerang Selatan.

D. Waktu penelitian


(58)

E. Etika penelitian

Penelitian ini juga memenuhi beberapa prinsip etik dan formulir inform consent yang diberikan sebelum dilakukan penelitian.

1. Prinsip etik

a. Self determinan

Responden diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian, setelah semua informasi yang berkaitan dengan penelitian dijelaskan, dengan menandatangani informed consent yang disediakan.

b. Anonymity

Selama kegiatan penelitian nama responden tidak dicantumkan dan peneliti menggunakan nomor responden.

c. Confidentiality

Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden dan informasi yang diberikannya. Semua catatan dan data responden disimpan sebagai dokumentasi penelitian.

d. Protection From Discomfort

Responden bebas dari rasa tidak nyaman. Sebelum penelitian dilakukan responden.


(59)

F. Instrumen penelitian 1. Kuisioner

Instrumen kuisioner penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data ada dua macam yang terdiri dari: A berisi data demografi singkat yang terdiri dari pertanyaan tentang insial responden dan kelas responden, namun data ini tidak diolah hanya untuk memudahkan peneliti dalam penelitian. kuesioner B berisi tentang pengetahuan yang berkaitan tentang HIV AIDS. Kuesioner B (pengetahuan) terdiri dari 20 pertanyaan yang berkaitan dengan HIV AIDS terdiri dari 5 pertanyaan pengertian dan penyebab, 5 pertanyaan tanda dan gejala, 5 pertanyan penularan dan 5 pencegahan. Penetapan nilai pengetahuan berdasarkan total skor yang benar yang diperoleh. Setiap jawaban benar dari instrument B diberi nilai 1, jika jawaban salah diberi nilai 0.

2. Video dokumenter HIV AIDS

Video tersebut diedit dengan menggunakan software corel videostudio pro X3. Sumber utama didapatkan dari web side Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Isi utama video tersebut meliputi:

a. Pengantar

b. Muhasabah dan ilsutrasi tentang HIV AIDS c. Teori terkait HIV AIDS

d. Penjelasan terkait HIV oleh para pakar dari KPA dan instansi terkait e. Pendeskripsian oleh para korban /ODHA.


(60)

f. Kesimpulan dan penutup.

G. Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen / Kuisioner 1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur data. Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (dalam hal ini kuisioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid bila skor variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya (Hastono, 2007). Uji validitas ini dilakukan di kawasan Tangerang Selatan dengan mengambil responden untuk uji ini berjumlah 30 orang.

Tehnik korelasi yang digunakan korelasi pearson product moment (r) dengan keputusan uji:

Bila r hitung lebih besar dari r tabel H0 ditolak artinya variabel valid Bila r hitung lebih kecil dari r tabel  H0 diterima artinya variabel tidak valid.

Setelah dilakukan uji validitas maka didapatkan hasil dari 40 pertanyaan hanya 20 pertanyaan yang digunakan pada penelitian ini (valid) yaitu pertanyaan nomor ( 1, 2, 3, 6, 8, 12, 13, 15, 16, 17, 22, 23, 26, 27, 30, 32, 35, 36, 37 dan 40) dan pertanyaan kuesioner (valid) inilah yang dijadikan pertanyaan dalam penelitian ini.


(61)

2. Reliabilitas

Reabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama. Pertanyaan dikatakan reabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabul dalam saku waktu (Hastono, 2007)

Uji validitas reliabilitas akan dilakukan dengan 10 sampel diambil secara random, setelah itu baru diuji kevaliditasan dan kereabilitasannya. Uji validitas dan reabilitas ini akan dilakukan setelah seminar proposal skripsi dengan pertimbangan peneliti ingin mengetahui masukan baik saran, kritik maupun koreksi dari para penguji di saat seminar proposal tentang kuisioner penelitian ini. Menurut Djemari (2003) dalam Riwidikdo (2008) kuesioner atau angket dikatakan reabel jika memiliki nilai alpha minimal 0,7. Uji reabilitas ini sendiri menggunakan model Alpha Cronbach. Setelah dilakukan uji reliabilitas maka di dapatkan hasil untuk pertanyaan tentang pengertiann dan penyebab HIV AIDS adalah 0,724, untuk pertanyaan tanda dan gejala HIV AIDS adalah 0,738, untuk pertanyaan penularan HIV AIDS adalah 0,712 dan untuk pertanyaan prncegahan HIV AIDS adalah 0,724

Untuk penyuluhannya sendiri akan diuji untuk ketepatan waktu dan konsep serta materi penyuluhanya agar tidak terjadi kesalahan dalam


(62)

penyampaian materi. Pengujian akan dilakukan dan dibimbing oleh seorang trainer, beliau adalah pakar pendidikan yang telah berpengalaman dalam dunia pendidikan yang mengajar di SMAN 28 Jakarta

H. Prosedur pengumpulan data 1. Prosedur administrasi

a. Pengumpulan data setelah mendapat izin dari SMAN 4 Tangerang Selatan.

b. Melakukan sosialisasi penelitian pada kepala SMAN 4 Tangerang Selatan beserta jajarannya yang terkait kemudian dibuat kesepakatan untuk melaksanakan program pendidikan kesehatan HIV AIDS di SMAN 4 Tangerang Selatan.

c. Mengidentifikasi responden yang memiliki kriteria inklusi penelitian.

d. Meminta calon responden terpilih agar bersedia menjadi responden setelah mendapatkan penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedut penelitian serta hak dan kewajiban selama menjadi responden. Responden yang bersedia kemudian diminta menandatangani informed consent.

2. Prosedur persiapan sebelum intervensi

a. Sebelum memberikan perlakuan berupa pendidikan kesehatan HIV AIDS baik metode curah pendapat maupun ceramah menggunakan media audio visual peneliti membuat instrument penelitian dan


(63)

media pendidikan kesehatan yang merujuk dari beberapa sumber yang relevan

b. Peneliti memberikan kriteria untuk penyuluh diantaranya:

a) Penyuluh adalah mahasiswa kesehatan yang sebelumnya telah mendapatkan materi tentang HIV AIDS.

b)Penyuluh telah mengetahui dan telah mendapatkan materi bagaimana cara mengajar yang efektif yang sebelumnya diberikan pengarahan untuk cara pembelajaran tersebut yang sebelumnya akan ditrainning terlebih dahulu.

c) Penyuluh mengerti arti dari metode curah pendapat dan ceramah berikut kekurangan dan kelebihannya.

d)Penyuluh dapat menggunakan media audio visual dan mengerti baik kekurangan dan kelebihan media tersebut.

c. Pelatihan tehnik pembelajaran untuk penyuluh

Sebelum dilakukan penyuhan akan dilakukan training untuk mempersiapkan para penyuluh dalam menyampaikan materi HIV AIDS. Penyuluh akan dibimbing dan diberikan arahan oleh trainer. Adapun pelaksanaan training adalah sebagai berikut:

a) Pembukaan yang lansung disampaikan oleh peneliti.

b) Acara inti sekaligus pengarahan yaitu penyampaian materi tentang pembelajaran melalui ceramah dan curah pendapat dan media audio visual oleh trainer.


(64)

c) Demonstrasi ceramah menggunakan media audio visual dan curah pendapat oleh trainer sebagai contoh.

d) Redemonstrasi ceramah menggunakan media audio visual oleh penyuluh satu dan curah pendapat oleh penyuluh dua(gladi kotor).

e) Pengarahan tekhnis dan evaluasi proses dari trainer serta validasi.

f) Redemonstrasi kedua ceramah menggunakan media audio visual oleh penyuluh satu dan curah pendapat oleh penyuluh dua setelah evaluasi proses.

g) Evaluasi secara keseluruhan trainer. h) Penutup oleh peneliti.

3. Prosedur intervensi.

a. Pre-test tingkat pengetahuan dilakukan sebelum responden mendapatkan pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS.

b. Responden terdiri dari dua kelompok dimana tiap-tiap kelompok mendapatkan pendidikan kesehatan HIV AIDS hanya dengan metode yang berbeda. Kelompok A menggunakan metode curah pendapat yang berasal dari kelas X-6 dan kelompok B menggunakan ceramah dengan menggunakan media audio visual. Pendidikan kesehatan tentang HIV AIDS yang berasal dari kelas X-2. intervensi dilakukan di kelas dengan watu 60 menit. Intervensi dilakukan secara terpisah dengan satu waktu.


(1)

89

mendapatkan intervensi pendididkan kesehatan HIV AIDS dengan metode ceramah dengan media audio visual (Pvalue = 0,000).

7. Tidak ada perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan HIV AIDS dengan metode curah pendapat dan ceramah dengan audio visual siswa SMAN 4 Tangerang Selatan (Pvalue = 0,566).

8. nilai efektivitas kelompok curah pendapat adalah 100%. Sedangkan jumlah responden yang mengalami peningkatan pengetahuan pada kelompok ceramah dengan media audio visual sebanyak 15 orang, maka nilai efektivitas pada kelompok ini adalah 93,75 %. Dengan demikian selisih efektivitas metode curah pendapat dan ceramah dengan media audio visual adalah sebesar 6,25 %.

B. Saran

1. Bagi Instansi Terkait

Bagi SMA 4 Tangerang Selatan, hendaknya dibuatkan program khusus sebagai langkah pencegahan HIV AIDS yang berupa pendidikan kesehatan dimana metode curah pendapat dan ceramah dengan media audio visual dapat dijadikan alternatif pilihan metode dalam pelaksanaan program tersebut tentunya dengan bekerjasama dengan pihak terkait seperti puskesmas. Agar tersebarnya informasi pencegahan HIV AIDS guna menekan angka bertambahanya kasus HIV AIDS.


(2)

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Agar lebih menggambarkan perbedaan pengaruh di antara dua kelompok metode penyuluhan, sebaiknya pada penelitian selanjutnya juga digunakan kelompok pembanding yang hanya mendapatkan penyuluhan dengan metode ceramah (kelompok yang tidak mendapatkan intervensi penyuluhan dengan bantuan media apapun). b. Perlu adanya penelitian lanjutan yang bertujuan untuk mengetahui

perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap dan perilaku responden.

c. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dimana pengukuran pada penelitian ini tidak hanya dilakukan pada saat selesai intervensi saja tapi juga dapat dilakukan pula beberapa hari setelah intervensi, apakah ada perbedaan pengetahuan setelah intervensi dan beberapa hari setelah intervensi, namun harus dipertimbangkan bias pada penelitian tersebut.

C. Keterbatasan Penelitian

Studi eksperimen kemungkinan terjadinya bias dapat saja terjadi, antara lain karena responden mengetahui bahwa mereka sedang diteliti dan mecoba untuk mengingat kembali pertanyaan – pertanyaan yang telah diajukan pada saat pretest, kemudian mencoba memberikan perhatian pada butir-butir pertanyaan tersebut pada saat eksperimen dilaksanakan. Potensi bias lainnya yang mungkin terjadi adalah responden bekerjasama dalam


(3)

91

menjawab pertanyaan pretes dan postes. Untuk menghindari hal tersebut peneliti menekankan pada siswa bahwa hasil nilai pretes dan postes tidak dimaksudkan menilai kemampuan intelektual mereka tetapi sekedar ingin mengetahui sejauhmana pengetahuan mereka mengenai masalah HIV AIDS. Untuk itu pengawasan pelaksanaan pretes dan postes dibantu oleh guru yang mengajar pada jam saat dilaksanakan perlakuan pendidikan kesehatan HIV AIDS.

Pada saat perlakuan pendidikan kesehatan HIV AIDS peneliti mengambil dua kelas dengan pertimbangan dari pihak sekolah maka setiap kelas diberikan intervensi pada jam yang sama. tetapi peneliti hanya mengambil responden sesuai kebutuhan peneliti. Pada kelompok curah pendapat yang diberikan perlakuan pada satu kelas memungkinkan terjadinya bias pada penelitian ini. Tetapi pada kenyataan dilapangan pendidik juga sering menggunakan tehnik curah pendapat pada proses pengajaran dalam satu kelas. Hal ini yang mungkin menjadikan hasil penelitian ini tidak ada perbedaan antara metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio visual. Walaupun terdapat peningkatan pengetahuan disetiap kelompok perlakuan.

Dalam penelitian ini ada faktor lain seperti motovasi, pengalaman serta persepsi yang dapat mempengaruhi pengetahuan. Faktor tersebut tidak diteliti dalam penelitian ini. Hal tersebut adalah salah satu hal yang membuat penelitian ini tidak ada beda dan merupakan keterbatasan ataupun kelemahan dalam penelitian ini.


(4)

92

DAFTAR PUSTAKA

Bantarti, Wisni. Pengaruh pendidikan kesehatan kelompok sebaya terhadap pengetahuan dan sikap tentang HIV AIDS pada siswa siswi SMU di Kotamadya Depok. Tesis. Depok: FKM UI. 2000

Bartholomew, L. Planning Health Promotion Programmes. San Fancisco: Jossey-Bass. 2006 Brunner & Suddarth . Buku ajar keperawatan medical bedah volume 3. Jakarta: EGC. 2002 Chin, James. Manual pemberantansan penyakit menular Edisi:17. Kemenkes RI:2000

Ernawati, efektifitas eduksi dengan menggunakan panduan pencegahan osteoporosisi terhadap pengetahuan wanita yang beresiko di rumah sakit fatmawati Jakarta. Tesis. Depok: FIK UI 2008

Green, Lawrence dan Frances Marcus Lewis. Measurement and evaluation in Health Education in Health Promotion. California : Mayfield Publishing Company. 1986

Hastono, Priyo. Modul analisa data. Jakarta: PSKM UIN. 2007

Hidayat, Aziz Alimul. Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. 2008

Marriner ,Ann and Alligood. Nursing theory and their work. USA: Mosby Elsevier. 2006

Mahdiana, Ratna. Panduan lengkap kesehatan, mengenal, mencegah, mengobati, penularan, penyakit dari infeksi. Jakarta: Penerbit citra pustaka. 2010


(5)

93

Mulyani, Enung. Pengaruh pendekatan konstruktivisme dengan tehnik brain stroming terhadap hasil belajar. Skripsi. Jakarta: FITK UIN.2009

Notoatmodjo, Soekijo. 1988. Pengaruh metode permainan dan ceramah dalam pendidikan gizi masyarakat terhadap status gizi anak balita. Disertasi. Depok: FKM UI. 1988

Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 2003 Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta. 2005 Notoatmodjo, soekodjo. kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: rineka cipta. 2007

Nurafitrianthie, rosyari. Perbedaan pengaruh intervensi penyuluhan antara media kartu jodoh dengan media lembar balik terhadap peningkatan pengetahuan gizi dan faktor yang berhubungan pada ibu balita di kecamatan Babelan, kabupaten Bekasi. Skripsi. Jakarta: FKIK UIN. 2008

Nursalam, dkk. Asuhan keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: salemba medika. 2008

Pender, 2003. Most Frequently Ask Question About The Health Promotion Models and my professional work and carees, http://www.nursingtheory.net diperoleh tangga 4 Januari 2008

Plianbangchang, samlee. World Aids Day, Toward Universal Access, need to do more. WHO: Regional Office for South-East Asia. 2009

Roestiyar. Strategi belajar mengajar. Jakarta Rineka Cipta. 2001


(6)

tanpa intervensi dan kelompok ibu hamil dengan intervensi di puskesmas kecamatan binong, subang. Skripsi. Depok: FKM UI. 1997

Salamah, Leentje. Pengaruh penggunaan metode pengembangan keterampilan dan metode ceramah dalam penyuluhan AIDS terhadap pengetahuan dan sikap pencegahan AIDS siswa SLTA BPK Penabur. Tesis. Depok: FKM UI. 1995

Salmah, Sjarifah. Pengaruh metode permainan dan ceramah terhadap pendidikan kesehatan reproduksi. Tesis. Depok: FKM UI. 1995

Tamsuri, Anas. komunikasi dalam keperawatan, Jakarta: EGC. 2008 Usman, Basyiruddin. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputatperss. 2002

______ ,. Laporan triwulan situasi perkembangan HIV AIDS di Indonesia sampai dengan 30 Juni 2010 Kementrian Kesehatan RI. Diakses pada tanggal 24 September 2010 dalam

www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1219-perkembangan-hivaids-di-indonesia-sampai-juni-tahun-2010.pdf

_____,. Laporan penderita HIV AIDS Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sampai Juli 2010. Tangerang Selatan: Dinkes Tangsel. 2010

______,. Panduan Pedoman Usaha kesehatan sekolah. Jakarta: Tim pembina usaha kesehatan sekolah pusat, 2007


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIV/AIDS DENGAN MEDIA VIDEO DRAMA DAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang HIV/AIDS Dengan Media Video Drama Dan Ceramah Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Dalam Pencegahan HIV/AI

0 4 18

SKRIPSI Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang HIV/AIDS Dengan Media Video Drama Dan Ceramah Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Dalam Pencegahan HIV/AIDS di SMA N 2 Boyolali.

0 3 16

PENDAHULUAN Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang HIV/AIDS Dengan Media Video Drama Dan Ceramah Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Dalam Pencegahan HIV/AIDS di SMA N 2 Boyolali.

0 4 6

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 4 15

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATANMETODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET DENGAN Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 2 16

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIV-AIDS DENGAN MEDIA BUKU KOMIK TERHADAP TINGKAT Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Hiv-Aids Dengan Media Buku Komik Terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Daya Terima Siswa Dalam Pencegahan HIV-AIDS Di SMA Sura

0 4 15

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN METODE CERAMAH DAN AUDIO VISUAL TERHADAP PENGETAHUAN KADER Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Ceramah dan Audio Visual Terhadap Pengetahuan Kader Tentang Sadari Di Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 1 16

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN METODE CERAMAH DAN AUDIO VISUAL TERHADAP PENGETAHUAN KADER Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Ceramah dan Audio Visual Terhadap Pengetahuan Kader Tentang Sadari Di Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 1 18

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI METODE CERAMAH DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG MENOPAUSE DI KECAMATAN KLATEN UTARA

0 0 20

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN HIV DAN AIDS DENGAN METODE CERAMAH MENGGUNAKAN MEDIA SLIDE TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP PELAJAR SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI (SMAN) 1 SEPAUK TAHUN 2015 - Repository UM Pontianak

0 0 12